PENDEKATAN GEOMORFOLOGI TANAH UNTUK PENG

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/307375057

PENDEKATAN GEOMORFOLOGI –TANAH
UNTUK PENGEMBANGAN LAHAN PADI SAWAH
DI MEREUKE
Conference Paper · October 2015
DOI: 10.13140/RG.2.2.25581.18402

CITATIONS

READS

0

3

1 author:
Edwin Maulana

Parangtritis Geomaritime Science Park
29 PUBLICATIONS 2 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Perencanaan Kawasan Pansela View project
Mapping of Flood Multi-Susceptibility in Bengkulu, West Borneo, Gorontalo and North
Maluku. View project

Available from: Edwin Maulana
Retrieved on: 28 September 2016

PROSEDING SEMINAR NASIONAL
DAN PIT IGI XVII
GEO MARITIM : UPAYA MEWUJUDKAN POROS
MARITIM DUNIA DALAM PERSPEKTIF GEOGRAFI

Editor

: Dr. Muzani Dipl-Eng,M.Si
Aris Munandar,SP. d,M.Si

Cahyadi Setiawan M.Si
Ode Sofyan Hardi ,S.Pd,M.Si
Ilham Mataburu M.Si

Cover

: Sukowati

ISBN

: 978-602-18999-3-9

ii

PENDEKATAN GEOMORFOLOGI –TANAH UNTUK PENGEMBANGAN LAHAN PADI SAWAH
DI MEREUKE
Junun Sartohadi1a, Aries Dwi Wahyu Rahmadana2b,Evi Dwi Lestari3b, Edwin Maulana 4bc, Suci
Handayani5d,Makruf Nurudin 6d
junun@ugm.ac.id (1), aries.rahmadana@gmail.com (2),lestari_evi_dwi@yahoo.com (3),
edwinmaulana35@yahoo.com(4), makurufu@gmail.com (5), suci_h@ugm.ac.id (6)

a Staf Pengajar Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
b Peneliti, Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Univeritas Gadjah Mada
c Staf Laboratorium Geospasial Parangtritis, Badan Informasi Geospasial
d Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK
Kabupaten Merauke memiliki wilayah dengan relief yang relatif datar dengan material penutup permukaan
aluvium. Sepintas, wilayah yang relatif datar dan tersusun atas material aluvium sesuai untuk
pengembangan pertanian padi sawah. Kabupaten Merauke merupakan kawasan perbatasan yang
merupakan serambi depan wilayah NKRI sehingga perlu dikembangkan sesuai dengan sumberdaya
wilayah yang tersedia. Penyampaian makalah ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan mengenai
potensi pengembangan lahan pertanian padi sawah melalui analisis bentanglahan tanah (soilscape).
Metode penelitian yang digunakan adalah survei lapangan yang didahului dengan analisis geomorfologitanah (pedo-geomorphology) melalui interpretasi peta dan citra penginderaan jauh. Peta-peta yang
digunakan mencakup peta Landsystem 1 : 250.000, Peta Rupa Bumi Indonesia 1 : 50.000; sedangkan
citra penginderaan jauh yang digunakan mencakup SPOT, Landsat TM, SRTM 90M. Setiap satuan
pemetaan yang telah diidentifikasi dilakukan pengecekan lapangan untuk uji akurasi informasi atas hal-hal
yang diinterpretasikan. Setiap satuan pemetaan untuk kemudian dilakukan pengamatan kondisi tanah
melalui transek dan beberapa titik tambahan terpilih. Pengujian laboratorium dilakukan atas tanah yang
dijadikan pewakil. Analisis pengembangan semata-mata didasarkan atas teori geomorfologi-tanah untuk
menghindarkan berbagai ancaman kerusakan lahan dan kerugian investasi yang akan dilakukan.

Pendekatan geomorfologi-tanah mempunyai manfaat dalam dua hal terkait dengan pengembangan lahan
pertanian padi sawah. Pendekatan geomorfologi-tanah dapat membantu efektifitas survei lapangan yang
dilakukan. Informasi mengenai sumber material, sumber air, wilayah genangan, tutupan lahan, potensi
kemasaman dan ancaman intrusi air laut dapat dihasilkan melalui interpretasi geomorfologi-tanah. Lebih
dari itu, pendekatan geomorfologi-tanah dapat digunakan sebagai dasar penentuan transek pengecekan
tanah di lapangan. Pendekatan geomorfologi-tanah membantu dalam hal evaluasi keberlanjutan
pemanfaatan lahan terkait dengan penempatan berbagai fasilitas pendukung lahan pertanian,
pengurangan risiko kerusakan lahan dan kerugian investasi.
Kata Kunci: geomorfologi, tanah, lahan, sawah, perbatasan
A. PENDAHULUAN
Mandiri pangan merupakan salah satu agenda besar dari kepemimpinan Presiden RI Joko
Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kala. Mandiri pangan diartikan bahwa kebutuhan pangan pokok bagi
rakyat Indonesia dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Makanan pokok dari sebagian besar rakyat
Indonesia adalah beras yang saat ini dipenuhi melalui impor dari negara Vietnam, Thailand, dan India.
Mandiri pangan dapat dicapai melalui dua cara, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi lahan sawah.
Intensifikasi diartikan dengan penciptaan produktifitas optimum lahan sawah dalam memproduksi beras.
Ekstensifikasi berarti menambah luas lahan sawah yang ada saat ini. Intensifikasi lahan sawah
mengisyaratkan perlu adanya peningkatan teknik pengelolaan lahan agar berproduksi secara optimum
dan lestari. Ekstensifikasi lahan sawah bermakna pencarian lahan yang berpotensi untuk pengembangan
produksi beras.


722

Ekstensifikasi lahan sawah, secara teoritis, hanya dapat dilakukan di luar Pulau Jawa.
Ekstensifikasi lahan sawah mensyaratkan ketersediaan lahan yang cukup luas dan saat ini masih kosong
dalam arti pemanfaatan untuk kegiatan lain di luar pertanian padi. Tersedianya lahan kosong tidak dengan
serta merta dapat diubah pemanfaatannya menjadi lahan sawah karena ada beberapa syarat pokok baik
fisik maupun non fisik yang harus dipenuhi agar lahan dapat dimanfaatkan secara lestari. Pengalaman
kurang menyenangkan atas usaha pencetakan lahan sawah di Kalimantan Tengah yang bergambut tebal
memberikan pelajaran yang nyata bahwa tidak semua lahan kosong yang datar dan kecukupan air dapat
dianggap sesuai. Ekstensifikasi lahan sawah memerlukan analisis ilmiah yang komprehensif untuk
mengurangi dampak negatif yang akan timbul sehingga lahan dapat dimanfaatkan secara lestari.
Kabupaten Merauke merupakan kawasan perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini yang
secara fisik banyak tersedia lahan datar. Kabupaten Merauke mempunyai luas total wilayah 46.791,63
km2 dengan kepadatan penduduk 4,49 jiwa/km2. Penduduk Kabupaten Merauke tersebar di berbagai
distrik dengan kepadatan yang sangat beragam (Tabel 1). Kabupaten Merauke secara morfologis lahan
didominasi oleh sudut lereng yang kecil berupa dataran aluvial dan dataran aluvial pantai sehingga secara
sekilas mempunyai potensi yang tinggi untuk ekstensifikasi lahan sawah. Kabupaten Merauke yang
merupakan kawasan perbatasan dengan luas lahan yang besar namun mempunyai jumlah penduduk
yang terbatas perlu dikembangkan karena bertindak sebagai beranda depan negara. Program

peningkatan produksi bahan pokok pangan berupa beras secara nasional berpotensi dilaksanakan di
Kabupaten Merauke (Djaenudin, 2007). Pengembangan lahan sawah di Kabupaten Merauke harus
didahului dengan penyusunan rencana yang matang agar tercipta pemanfaatan lahan yang lestari. Sangat
dimungkinkan lahan yang terlihat secara sekilas mempunyai potensi kesesuaian yang tinggi karena
mempunyai susunan morfologi permukaan yang datar, namun pada kenyataannya mempunyai faktor
pembatas fisik yang sulit diatasi. Pemahaman atas sifat-sifat lahan secara komprehensif yang tidak hanya
mencakup analisis morfologi permukaan lahan namun juga sifat-sifat tanah yang menyelimuti permukaan
lahan sangat diperlukan untuk mengetahui adanya ancaman dan hambatan dalam pemanfaatan lahan
secara lestari.
Tabel 1. Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut distrik di Kabupaten Merauke
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Distrik

Luas (km2)

Kimaam
Tabonji
Waan
Ilwayab

Okaba
Tubang
Ngguti
Kaptel
Kurik
Animha
Malind
Merauke
Naukenjerai
Semangga
Tanah Miring
Jagebob
Sota
Muting
Elikobel
Ulilin
Jumlah

4.630,30
2.868,06

5.416,84
1.999,08
1.560,50
2.781,18
3.554,62
2.384,05
977,05
1.465,60
490,60
1.445,63
905,86
326,95
1.516,67
1.364,96
2.843,21
3.501,67
1.666,23
5.092,57
46.791,63


Sumber: BAPPEDA Kab. Merauke, 2013

723

Jumlah
Penduduk
6.093
5.376
4.717
5.373
5.137
2.352
1.970
1.825
14.052
2.042
9.377
93.999
1.974
13.670

17.905
7.386
3.058
5.384
3.993
4.297
209.980

Kepadatan (jiwa/km2)
1,32
0,99
1,64
2,69
3,29
0.85
0.55
0,77
14,38
1,39
19,11
65,02
2,18
41,81
11,18
5,41
1,08
1,54
2,40
0,84
4,49

Geomorfologi adalah bagian dari ilmu kebumian yang mempelajari susunan bentuklahan
permukaan bumi melalui telaah mendalam atas karakteristik morfologi permukaan, material penyusun,
dan proses-proses yang membentuk dan mengubah konfigurasi morfologi permukaan. Geomorfologi
dengan kata lain mempelajari interaksi yang kompleks antara morfologi permukaan lahan, material, dan
proses-proses yang bekerja padanya yang menghasilkan satuan-satuan bentuklahan penyusun
permukaan bumi. Pengamatan satuan-satuan bentuklahan tidak terbatas pada kawasan yang luas dan
makro, namun juga dapat mencakup kawasan yang sempit dan mikro. Karakterisisasi morfologi
bentuklahan secara makro mungkin hanya mencakup aspek sudut lerang saja, namun secara mikro dapat
mencakup berbagai aspek lereng yang lain seperti: panjang, sudut, aransemen, komposisi. Karakterisisasi
material dan proses juga bersifat multi-hirarkis kedetilannya mengikuti luas kawasan kajian.
Tanah merupakan material gembur yang menyelimuti permukaan satuan bentuklahan penyusun
permukaan bumi. Tanah terbentuk dari hasil pelapukan batuan yang telah terubah oleh berbagai aksi
kinerja iklim dan organisme sehingga mempunyai sifat dan perwatakan yang berbeda dengan material
hasil pelapukan batuan. Tanah sebagai tubuh alam mempunyai sifat dinamis sebagai akibat dari adanya
pengaruh iklim dan organisme yang bekerja pada permukaan bumi. Tanah merupakan media tempat
tumbuh tanaman berakar di bawah kondisi lingkungan alami. Tanah dalam konteks geomorfologis,
merupakan sebagian dari material penyusun satuan bentuklahan yang terletak di permukaan. Tanah
seperti halnya morfologi permukaan lahan merupakan media perekam berbagai proses alami yang telah
pernah bekerja pada masa lampau.
Kajian geomorfologi memberikan informasi proses yang terjadi masa lampau melalui telaah
morfologi permukaan lahan dan material khususnya material dasar. Kajian geomorfologi-tanah
memberikan informasi yang lebih detil atas proses-proses yang terjadi pada masa lampau melalui telaah
mendalam morfologi permukaan lahan mikro dan material tanah yang menyelimuti permukaan lahan.
Berbagai proses pada masa lampau yang telah membentuk satuan bentulahan saat ini dapat dimaknai
sebagai informasi penting untuk memperkirakan proses-proses yang saat ini berlangsung dan yang akan
berlangsung di masa yang akan datang. Proses-proses alami yang telah membentuk dan akan mengubah
satuan bentuklahan dari waktu ke waktu dapat dimaknai sebagai informasi akan adanya ancaman
bencana alam sehingga perlu tindakan antisipasi. Kajian geomorfologi tanah berpotensi untuk
menghasilkan informasi yang diperlukan dalam perencanaan pemanfaatan sumberdaya lahan secara
lestari.
B. METODE
Metode yang diterapkan di dalam pengumpulan data adalah metode survei lapangan yang
didahului dengan interpretasi peta dan citra dengan pendekatan analisis bentanglahan (land surface
characteristics analysis). Peta yang digunakan di dalam proses pengumpulan data dan informasi kawasan
Kabupaten Merauke adalah Peta Sistem Lahan 1 : 250.000, Peta Geologi 1 : 500.000, dan Peta Rupa
Bumi Indonesia 1 : 50.000. Citra-citra yang digunakan untuk menghasilkan informasi kawasan kajian
mencakup SPOT, Landsat TM, dan SRTM 90m.
Interpretasi Peta Sistem Lahan adalah hal pertama yang dilakukan, didasarkan atas penermatan
kartu data yang mencakup berbagai informasi mulai dari morfologi permukaan lahan, material penyusun,
karakteristik tanah, penutupan laham, dan ancaman bencana. Peta Sistem Lahan mempunyai kelemahan
dalam hal akurasi dan presisi baik pada geometri peta maupun kartu data yang ada padanya. Interpretasi
peta dan citra berikut pengecekan lapangan berbasis analisis geomorfologi-tanah dilakukan untuk
meningkatkan kualitas Peta Sistem Lahan sehingga menjadi lebih layak dijadikan sebagai peta dasar
dalam penelitian.
Karakteristik permukaan lahan yang dianalisis mencakup morfologi permukaan lahan,
penggunaan lahan dan penutupan lahan, pola pengatusan, dan pola kelurusan untuk kemudian
dikorelasikan dengan informasi yang diperoleh dari Peta Sistem Lahan dan Peta Geologi. Pada berbagai

724

satuan bentuklahan yang didapatkan melalui tahapan interpretasi peta dan citra dilakukan pengecekan
lapangan secara transek.
Pengujian hasil interpretasi peta dan citra atas satuan-satuan delineasi adalah hal pertama yang
dilakukan selama pengecekan lapangan. Koreksi atas logika penarikan garis delineasi dan satuan-satuan
delineasi banyak dilakukan karena keterbatasan pemahaman kondisi lapangan dan resolusi spasial peta
berikut citra yang digunakan untuk interpretasi. Berbagai informasi mengenai dinamika penutupan lahan
pada masa lalu lebih mewarnai pada ketidak-akuratan penarikan batas-batas satuan delineasi yang
dilakukan melalui tahapan interpretasi peta dan citra. Pengujian atas karakteristik material tanah dan
tanah yang menyelimuti permukaan lahan dilakukan menurut transek memotong persebaran material.
Pemahaman atas intensitas dan jenis proses sedimentasi material penutup permukaan lahan sangat
penting untuk menentukan arah transek pengujian di lapangan.
Pengujian atas contoh-contoh material tanah dan tanah juga dilakukan di laboratorium untuk
mendukung hasil pengujian di lapangan. Pengujian di laboratorium dilakukan untuk pengukuran
karakteristik fisik dan kimia tanah yang berpengaruh terhadap pemanfaatan lahan untuk tanaman padi.
Pengujian di laboratorium juga dilakukan pada contoh-contoh air yang diperkirakan akan dapat dijadikan
sebagai sumber air baku pengairan. Contoh air yang diuji di laboratorium berasal dari air sungai dan air
tanah dalam.
Hasil-hasil pengujian di lapangan atas kondisi morfologi permukaan lahan, karakteristik material
penyusun, dan proses yang terjadi di wilayah kajian dianalisis secara spasial menurut satuan-satuan
bentuklahan. Informasi yang didapatkan disajikan secara deskriptif untuk menjelaskan potensi
pemanfaatan lahan sebagai kawasan pengembangan lahan sawah secara lestari dari sudut pandang
kondisi fisik lahan.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Deskripsi kondisi geografis
Kabupaten Merauke mempunyai luas wilayah yang termasuk sangat besar dibandingkan dengan
kabupaten-kabupaten lain di Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Merauke menurut hasil pengukuran dari
peta-peta yang digunakan di dalam penelitian dan telah dikonfirmasi dengan pihak pemerintah daerah
adalah +4,6 juta hektar. Secara morfologis dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu dataran
bergelombang dan dataran yang rata. Dataran bergelombang merupakan hasil dari proses tektonik
pengangkatan sementara dataran yang rata merupakan hasil proses aluvio-marin. Secara geologis
material dasar penyusun wilayah Kabupaten Merauke merupakan batuan sedimen berikut hasil-hasil
perombakannya baik oleh proses pelapukan, erosi, sedimentasi sungai dan laut (Tabel 2).
Bagian wilayah yang tersusun oleh material batu koral, endapan laut, dan pasir sangat
dimungkinkan kurang sesuai untuk pengembangan lahan sawah. Sifat kimia tanah yang lebih dipengaruhi
oleh tingginya kandung CaCO3 sangat dimungkinkan membuat tanah kurang sesuai untuk lahan
pertanian intesif. Endapan laut juga dimungkinkan kurang sesuai untuk pengembangan lahan sawah
dikarenakan sifat kimia tanah yang dimungkinkan lebih dipengaruhi oleh kadar NaCl. Kawasan endapan
pasir juga dimungkinkan menjadi kurang sesuai untuk pengembangan lahan sawah dikarenakan sifat fisik
tanah yang berdrainase sangat cepat. Kawasan lain yang tersusun oleh material batuan jenis lain yang
ada di Kabupaten Merauke dimungkinkan mempunyai potensi untuk pengembangan lahan sawah yang
lebih tinggi .
Tabel 2. Luasan Formasi Geologi Kabupaten Merauke
No
Formasi Geologi
Simbol
1
2

Alluvium
Pengangkatan Batu Koral

Qa
Qc

725

Luas (ha)
781.628
71.269

Luas (%)
16.70
1.52

3
4
5
6
7
8

Endapan Laut Muda
Endapan Laut Tua
Endapan Rawa Muda
Endapan Rawa Tua
Endapan Sungai Tua
Pasir
Total

Qc1
Qc2
Qs1
Qs2
Qr2
pasir

74.224
16.064
1760.641
1400.077
497.935
77.321
4.679.163

1.58
0.34
37.62
29.92
10.64
1.65
100

Sumber: RePPProT, 1990 dan BAPPEDA Kab. Merauke, 2013
Secara garis besar satuan-satuan tanah yang ada di Kabupaten Merauke ada 8 great group(lihat
Tabel 3). Satuan tanah Paleustults dan Tropohemits berturut-turut merupakan satuan tanah yang paling
tinggi dan paling rendah proporsinya, keduanya dimungkinkan mempunyai potensi sedang untuk
pengembangan lahan sawah. Paleustults mempunyai penghambat drainase cepat karena pada lapisan
bawahnya mempunyai Plinthite, sementara Tropohemist mempunyai penghambat drainase sangat lambat
karena posisi topografisnya pada cekungan (Notohadisuwarno, 1984). Satuan-satuan tanah yang lain
sangat dimungkinkan mempunyai potensi untuk pengembangan lahan sawah tingkat sedang dengan
berbagai bentuk dan tingkatan penghambat yang berbeda.
Tabel 3 Luasan Great Group(Soil Survey Staff, 1975) tanah Kabupaten Merauke
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis Tanah
Eutropepts
Hydraquents
Paleustults
Sulfaquents
Tropaquents
Tropaquepts
Tropohemists
Tropopsamments

Total
Sumber: RePPProT, 1990 dan BAPPEDA Kabupaten Merauke, 2013

Luas (ha)

Luas (%)

774.818
36.006
1.893.877
287.643
1.206.568
395.864
17.170
67.217
4.679.163

16,55
0,76
40,47
6,14
25,78
8,46
0,36
1,43
100

Iklim Kabupaten Merauke dapat diamati dari kondisi curah hujan, tipe iklim, suhu dan
kelembaban udara. Kabupaten Merauke memiliki curah hujan sebesar 1463 mm/tahun. Analisis atas nilai
rata-rata curah hujan bulanan Kabupaten Merauke yang termasuk dalam klasifikasi bulan basah sebanyak
4 bulan, bulan lembab sebanyak 2 bulan dan bulan kering sebanyak 6 bulan. Tipe iklim Kabupaten
Merauke berdasarkan sistem klasifikasi Oldeman termasuk tipe D3 sehingga memerlukan tambahan air
irigasi jika akan dikembangkan untuk lahan sawah.
Penggunaan lahan di Kabupaten Merauke yaitu hutan lahan kering, hutan rawa, hutan
mangrove, semak belukar, savana, hutan tanaman, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan
kering bercampur semak, transmigrasi, sawah, tambak, tanah terbuka, pertambangan, pemukiman dan
rawa. Penggunaan lahan dominan di Kabupaten Merauke yaitu hutan lahan kering. Dominasi penggunaan
lahan hutan menunjukkan kondisi alami lebih banyak dijumpai di Kabupaten Merauke. Aktivitas
masyarakat belum optimal atas dasar ketersediaan luasan lahan dalam hal memanfaatkan lahan.
b. Geomorfologi-tanah daerah penelitian
Kabupaten Merauke tersusun atas 17 sistem lahan. Morfologi yang dominan dijumpai di
Kabupaten Merauke berupa dataran dan dataran bergelombang. Tutupan lahan dominan adalah hutan
lahan kering dan rawa-rawa. Hutan lahan kering dan rawa-rawa mendominasi sebagian besar wilayah di
Kabupaten Merauke karena kondisi material pembentuk permukaan (genesis) tersusun atas material hasil

726

pengangkatan dan sedimentasi material dari perbukitan-pegunungan di sisi Utara. Data sistem lahan
Kabupaten Merauke dapat dilihat pada Tabel 4.
Ada 6 satuan wilayah sistem lahan yang diduga potensial untuk pengembangan lahan sawah,
yaitu: ABB, BST, KPI, MBN, TKK, WDO. Pada ke enam satuan sistem lahan untuk kemudian dilakukan
pengujian peta hasil interpretasi di lapangan berikut pengamatan lahan, air dan tanah. Tabel 5
menunjukkan daftar satuan sistem lahan yang diduga potensial untuk lokasi pengembangan lahan sawah
yang secara total kurang lebih 50% luas lahan seluruh Kabupaten Merauke.
Pengujian lapangan atas 6 satuan pemetaan sistem lahan yang dilengkapi dengan analisis
laboratorium atas contoh tanah dan air menunjukkan bawah semua satuan wilayah yang diuji mempunyai
potensi yang setara. Faktor penghambat yang menyebabkan satuan-satuan wilayah yang diuji jatuh
kepada klas berpotensi marginal sangat bervariasi. Faktor pembatas yang berupa keterbatasan dalam hal
kesuburan (f) dan ketersediaan hara (n) hampir dapat diketemukan pada semua satuan wilayah yang diuji
(Tabel 5). Genesis satuan sistem lahan yang merupakan lahan endapan fluvial dan fluvio-marin dari
meterial batuan sedimen laut mungkin menjadikan sebab utama mengapa semua sistem lahan yang diuji
mempunyai penghambat kesuburan. Batuan sedimen laut pada umumnya telah kehilangan sebagian
besar unsur logam karena proses reduksi dan mobilisasi akibat jenuh air. Batuan sedimen untuk setelah
mengalami pengangkatan terombak oleh proses pelapukan dan re-sedimentasi oleh aktivitas aliran air
dan gelombang, sehingga pada akhirnya membentuk satuan tanah dengan tingkat kesuburan kimia
rendah.
Tabel 4 Tabel luasan dan deskripsi Sistem Lahan Kabupaten Merauke
No Simbol
Nama
Deskripsi
Luas (ha) Luas (%)
1
ABB
Ambebe
Dataran pantai yang agak jauh ke dalam yang
240.131
5.13
dilalui oleh sungai yang terdahulu
2
BLA
Bula
Dataran pantai yang baru, dan tidak jelas pola
94.099
2.01
alirannya dengan beberapa bekas pantai
3
BLK
Bulaka
Dataran aluvial yang baru dengan sisa-sisa
159.839
3.41
bekas dataran pantai
4
BST
Boset
Bekas dataran pantai yang berombak
394.885
8.43
5
DGL
Digol
Dataran sungai yang berbelok-belok di daerah
133.966
2.86
muara dan rawa-rawa
6
FLY
Fly
Jalur dan bekas kelokan-kelokan dari sungai
36.007
0.76
utama yang memotong dataran
7
KJP
Kajapah
Rawa-rawa bakau/nipah yang berada di daerah
287.645
6.14
pasang surut
8
KPI
Kepi
Lembah-lembah berawa, yang tergenang secara 236.026
5.04
musiman
9
KRR
Kinjaramora
Dataran pantai yang baru dengan bentuk pola
246.198
5.26
aliran parallel
10
MBN
Mibini
Dataran pantai yang datar – berombak
285.714
6.10
11
MWA Miwa
Bekas dataran pantai yang teroreh termasuk
179.283
3.83
sisa-sisa kecil
12
OBO
Obo
Lembah-lembah berawa yang tertutup, dengan
17.171
0.36
danau-danau
13
PTG
Putting
Pantai-pantai dan bekas pantai, diantaranya
67.218
1.43
lembah-lembah
14
SDS
Sudarso
Dataran pantai yang agak jauh kedalam dengan
331.774
7.09
berbagai danau tawar yang terpencar
15
SKI
Suki
Bekasdataranpantai yang berombak lemah
1.033.989
22.09
16
TKK
Tohkiki
Punggung-punggung pegunungan yang lebar
774.818
16.55
dan bagian-bagian yang besar dan terpencar

727

17

WDO

Wando

Dataran banjir sungai-sungai besar, yang
tergenang secara permanen disamping bekas
dataran
Jumlah

160.394

3.42

4.679.163

100

Sumber: RePPProT, 1990
Satuan sistem lahan lain mempunyai pembatas perakaran karena mempunyai drainase buruk
dan atau lapisan tanah yang meracun (pirit = Fe2SO4). Faktor pengambat lain yang juga sering
diketemukan adalah ketersediaan air sebagai akibat dari panjangnya musim kering di Kabupaten
Merauke. Dalam hal kekurangan air, beberapa wilayah yang berdekatan dengan sumber air baku baik
yang berupa sungai dan air tanah dalam dimungkinkan dapat diatasi mengingat hasil pengujian
laboratorium atas contoh air yang diambil semuanya sesuai untuk pengairan (Tabel 6). Contoh air diambil
dari lokasi-lokasi sungai yang diperkirakan tidak mengalami kekeringan ketika musim kemarau, yang
mencakup Sungai Salor, Sungai Wapeko, Sungai Kumbe, dan Sungai Muting. Pada saat pengambilan
contoh air, terjadi hujan beberapa hari sebelumnya sehingga debit air menjadi lebih tinggi dari biasanya.
Tabel 5 Hasil kajian kesesuaian sampel tanah pada satuan sistem lahan Kabupaten Merauke
NO
Sistem lahan
Jumlah Sampel
Kesesuaian Lahan
Penilaian
Aktual
S3rn, S3n
Potensial
S2wrsn, S2wrfsn
Aktual
S3n
2
Boset (BST)
1
Potensial
S2wrsn
Aktual
S3n
3
Kepi (KPI)
11
Potensial
S2wrn, S2wrfn
Aktual
S3brn, S3fn
4
Puting (PTG)
2
Potensial
S2wbfrn, S2swfern
Aktual
S3n
5
Suki (SKI)
1
Potensial
S2swefrn
Aktual
S3fn
6
Wando (WDO)
1
Potensial
S2wfrn
Catatan: Tohiki (TKK) dan Mibini (MBN) diperkirakan mempunyai tingkatan hampir sesuai (S3) berbasis
pada pengamatan lapangan bahwa lahan telah ada yang mengusahakan untuk budidaya padi
sawah.
Dianalisis berbasis kriteria dari Syset al (1993)
Sumber: Analisis data, 2015
1

Ambebe (ABB)

2

Pendugaan geolistrik atas lapisan-lapisan batuan penyusun pada wilayah Wapeko menunjukkan
bawah ada ketersediaan cadangan air tanah yang besar. Potensi air tanah yang dapat dimanfaatkan
untuk pengairan lahan sawah didasarkan pada interpretasi lapisan bawah permukaan yang dapat bersifat
sebagai pembawa air (aquifer) (Tabel 7). Lokasi potensi penempatan sumur berada diantara titik duga
L01_12 dan L01_13 dengan radius 100 - 200 m (Gambar 3.20). Potensi air tanah yang dapat
dimanfaatkan pada lahan persawahan diperkirakan memiliki debit mencapai 16 m3/jam.

728

Tabel 6. Hasil pengujian kualitas air Kabupaten Merauke
Nama Sungai
Parameter
FISIKA
TDS
TSS
Temperatur
KIMA
pH
Oksigen Terlarut (DO)
B O D5
COD
Pospat (PO4-P)
Nitrat (N03)
Cadmium (Cd)
Tembaga (Cu+2)
Timbal (Pb+2)
Boron (Bo)
BIOLOGI
Fecal coliform
Coliform total

Satuan

Wapeko

Salor

Kumbe

Muting

mg/L
mg/L
0C

1780
27.1
23.3

8
3.8
23.4

9.3
23.3

112
3.2
23.3

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

6.17
8.30
0.73
1.48
2.702
0.0079
0.0471
0.0374
0.0078

6.66
7.45
1.31
3.21
0.094
≤0.066
0.0070
0.0096
0.1167
0.0278

7.39
7.43
1.60
15.8
0.170
≤0.066
0.0065
0.0035
0.0545
≤0.0001

7.24
8.30
0.87
5.93
≤0.066
≤0.001
0.0157
0.0545
≤0.0001

MPN/100mL
MPN/100mL

11
22

3
6

3
6

-

Sumber: Analisis Laboratorium, 2015
Tabel 7 Lapisan Bawah Permukaan Sawah Mekanis di Wapeko
Titik Duga
Titik Duga
No Bagian
Kedalaman
Lapisan
Kedalaman
Lapisan
L01_11
L01_12
67,2 m
pasir
L01_14
L01_15
42,16 m
pasir
L01_17
L01_18
23 m
pasir
Sumber: Anonim, 2014

729

Titik Duga
Kedalaman
Lapisan
L01_13
95,8 m
Pasir
L01_16
47,5 m
pasir
L01_19
101 m
pasir

c. Pola pengembangan lahan sawah
Pengembangan lahan sawah tidak dapat didasarkan atas penilaian kualitas tanah semata. Hasil
pengujian lapangan dan laboratorium atas satuan–satuan tanah di Kabupaten Merauke menunjukkan
bawah pengembangan lahan sawah sangat berpotensi terhambat oleh beberapa faktor yang sifatnya
permanen. Keterbatasan potensi air pada musim kemarau sebagai akibat dari panjangnya periode kering
terjadi secara umum pada semua lokasi akibat dari karakter iklim wilayah. Banjir dan genangan
mengancam beberapa bagian yang merupakan kawasan dekat sungai dan cekungan. Adanya lapisan pirit
dan plinthite pada beberapa lokasi telah pula mengisyaratkan bahwa untuk mengatasi permasalahan
rendahnya kesuburan dan keterbatasan air tidak mudah dilakukan. Pembuatan saluran irigasi harus
diusahakan sedemikian rupa tidak membuka lapisan pirit agar tidak terjadi peningkatan kemasaman
tanah. Pemberian pupuk harus diusahakan tidak menyentuh lapisan plinthite agar efisien dan tidak
meracuni air tanah.
Pengamatan atas kondisi sungai berikut dataran banjir yang ada di sekitar tubuh sungai
mengisyaratkan bahwa fluktuasi tinggi muka air sungai sangat besar sebagai akibat dari pasang surut air
laut. Kawasan yang terpengaruh oleh pasang surut air laut seyogyanya tidak dibuka sebagai kawasan
pengembangan lahan sawah. Dataran banjir yang sangat luas ada di kanan kiri sungai utama seperti
Sungai Bian, Sungai Wapeko, dan Sungai Kumbe secara alami terancam oleh adanya genangan pada
saat musim hujan. Pembuatan tanggul di sepanjang aliran sungai mungkin dapat dijadikan salah satu
bentuk mitigasi struktural untuk melindung kawasan dataran banjir yang berpotensial untuk
pengembangan lahan sawah.
Keterbatasan ketersediaan air pada musim kemarau kemungkinan besar tidak dapat sepenuhnya
dapat diatasi melalui pemanfaatan air permukaan dari sungai saja namun juga harus didukung dengan
pemanfaatan air tanah. Pemanfaatan air tanah bersifat tidak berkelanjutan jika tidak dilakukan
perlindungan terhadap kawasan resapannya. Untuk itu maka perlu dilakukan kajian mendalam atas
satuan-satuan wilayah yang berpotensi sebagai kawasan konservasi air tanah. Kawasan konservasi air
tanah dapat diletakkan pada wilayah yang satuan tanahnya mempunyai lapisan plithite. Secara topografis,
kawasan yang ada plithite-nya mempunyai elevasi yang lebih tinggi, permeabilitas tanah cepat, dan
berdrainase baik.
Pemanfaatan sumberdaya air permukaan semestinya dikembangkan tidak hanya berbasis pada
aliran air sungai yang berfluktuasi besar antara musim kemarau dan musim penghujan. Penciptaan
embung penampung air hujan dan air sungai yang dapat digunakan pada saat musim kemarau perlu
dikembangkan. Kawasan yang mempunyai lapisan pirit yang secara alami selalu terletak pada zone yang
paling rendah elevasinya dapat digunakan sebagai kawasan embung. Pembuatan embung pada kawasan
tanah yang mempunyai lapisan pirit mempunyai makna ganda, yaitu menjaga agar tanah tidak mengalami
oksidasi sehingga tidak terjadi pengasaman tanah, dan menjaga ketersediaan air bagi kawasan di
sekitarnya.
D. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Ada 6 satuan sistem lahan yang berpotensi untuk kawasan pengembangan lahan sawah di Merauke.
Semua satuan sistem lahan mempunyai potensi yang marginal dengan bentuk faktor pembatas yang
bervariasi. Pemanfaatan lahan secara lestari hanya dapat dicapai apabila faktor-faktor pembatas
pengambangan lahan sawah diatasi secara komprehensif. Faktor-faktor pembatas yang ada harus diatasi
dengan hati-hati dengan memperhatikan perwatakan morfologi permukaan lahan, material penyusunnya
yang berupa material dasar dan material penutup permukaan, dan proses-proses yang saat ini
berlangsung. Mengatasi adanya faktor pembatas pada setiap sistem lahan tidak dapat dilakukan secara
individu karena tidak bersifat lokal dan saling berkait dengan sistem lahan yang ada di sekitarnya.

730

Penelitian yang telah dilakukan baru merupakan penelitian pendahuluan yang perlu ditindak lanjuti dengan
penelitian-penelitian berikutnya sehingga hasilnya dapat bersifat operasional. Dari sudut pandang
geografis, resolusi spasial peta dan citra untuk penelitian selanjutnyaberikut pengujian lapangannya harus
ditingkatkan. Akurasi dan presisi batas-batas delineasi dan informasi yang terkandung di dalamnya harus
tinggi sehingga dapat dijadikan pegangan pada tingkat operasional di lapangan.
KEPUSTAKAAN
Anonim. 2014. Survei Geolistrik untuk Air tanah di Rencana Persawahan di Daerah Merauke, Papua.
Laporan PT. ARTHA TYANI MINERAL kepada PT. METRA DUTA LESTARI. Jakarta
BAPEDA Kabupaten Merauke, 2013. Kabupaten dalam angka. Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke,
Propinsi Papua
Djaenudin, D. 2007. Potensi Sumber Daya Lahan untuk Perluasan Areal Tanaman Pangan di Kabupaten
Merauke. Iptek Tanaman Pangan Vol. 2 No.2
Notohadisuwarno, S. 1984. Klasifikasi Tanah dan Sifat-sifat Fisika, Kimia Tanah Daerah Kurik Kumbe,
Irian Jaya. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. 25p.
Regional Physical Planning Programme for Transmigration (RePPProT). 1990. The land resources of
Indonesia: a national overview (and company-ing atlas). Jakarta: Land Resources
Department, Natural Resources Institute, Overseas Development Administration, London,
and Ministry of TransmigrationRidhwan, M.M., Nugroho, M,N., Winarno, T., dan Grace, M.V.,
2012, “Analisis Status Ketahanan Pangan di Indonesia dengan Aplikasi Model Panel Data
Spasial.”, Bank Indonesia Working Paper, November 2012.
Soil Survey Staff, 1975. Keys to Soil Taxonomy. United State Departement of Agriculture. Natural
Resources Conservation Service
Sys, C., E. Van Ranst, J. Debaveye, & F. Beernaert. 1993. Land Evaluation Part III Crops Requirenments.
Agricultural Publications – No 7. General Administration for Development Cooperation Place
du Champ de Mars bte 57 – 1050 Brussels – Belgium. 199p.

731