Paper UTS transnasionalisme doc 1

Urgency of thesis: VIDEO GAMES SEBAGAI AKTOR TRANSNASIONALISME
EKONOMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP ASPEK SOSIAL – BUDAYA DI
INDONESIA
( Urgency of thesis: Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s
Influece towards Indonesian Social-Culture Aspect )
Abstract

The video game industry has grown very rapidly in the last 10 years. Video
Games which is initially associated with the childrens has evolved into the
entertainment industry for all ages that can be compared with another forms of
entertainment such as movies or music with a value of tens billions dollars. Being a
highly regarded industry lines, we can see how video games can be a very powerful
industry. In the 70s era when video games first mass-produced (commercialization)
as the arcade. In subsequent years the video game industry is growing rapidly, the
Nintendo console dominance started in the 80s followed by Sega in the 90s struggles
continued rapid market by Sony, Microsoft and Nintendo that started early in 2000.
According to the magazine, the Weekend Australian magazine (2004) estimated that
the circulation of money associated with the video game industry ranges between 28
billion USD, and growing 20% annually.1 In one study of Gartner in October 2013,
the annual growth rate of the video game industry was mentioned on the numbers
18.3% globally. They even predicted that this figure will increase to USD 128 billion

in 2017. The rapid growth is predicted to occur in the entire video game platforms,
except the PC and handhelds. however, as the development of the video games
industry globally, it provides impact on social life - culture for the audience,
especially in Indonesia, the pros and cons also emerged in response to these issues,
the majority considered that video games are a brilliant media to developing an
individual cognitive capabilities and some other life skills, while others considered
that video games are inhibitors in the socialization process between individuals and
also the academics. whatever it is, video games are already part of globalization
process which is forcing anyone to adapt. despite that some of the data shows that
Indonesia as an investment destination gaming industry is also able to compete with
the emergence of some games developer that has penetrated the global market.
Keyword : Video games,Globalization,Transnationalism,Indonesian culture
1 Dee, Jonathan. End Game: The Quest for Global Domination. The Weekend Australian
Magazine. 8 Februari 2004.

1
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

1. Pendahuluan

Salah satu manfaat positif dari Globalisasi adalah membuka jalan bagi
siapapun untuk bergerak maju, dan berkembang demi mencapai apa yang sudah
menjadi tujuan untuk menghadapi kemajuan zaman. Globalisasi menjadikan
dunia tanpa batas, yang memungkinkan nilai – nilai dari segala aspek
darimanapun memasuki wilayah baru. Seiring Globalisasi penyebaran ide dan
informasi memunculkan penemuan – penemuan baru sehingga dunia mengalami
kemajuan Teknologi. Teknologi memiliki fungsi memudahkan segala pekerjaan
manusia, dan pada saat ini teknologi telah merambah masuk ke dalam setiap
aspek kehidupan manusia. Mulai dari Kendaraan yang berfungsi sebagai
mobilitas manusia, Telefon yang memiliki fungsi komunikasi antar manusia,
sehingga model komunikasi lama telah ditinggalkan perlahan karena teknologi
baru menawarkan kemudahan dan efisiensi, tak sampai di situ, teknologi pun juga
masuk ke aspek sosial dan budaya manusia, salah satunya adalah ‘permainan’
atau istilah modernnya disebut ‘game’ sebuah hiburan yang mengandung suatu
intisari atau pesan yang mengajarkan tentang sesuatu dalam kehidupan. Seiring
perkembangan jaman, ‘game’ juga mengalami evolusi. Apabila ‘game’ model
lama memberikan pesan yang tersirat lewat setiap tindakan dalam sebuah
permainan, kini ‘game’ dengan peran yang sama berevolusi dalam bentuk visual
yang kemudian bertransformasi menjadi ‘video game’. Evolusi ini menarik
perhatian masyarakat masa kini yang haus akan sesuatu yang baru, dan atas dasar

inilah, ide terhadap Transnasionalisme video game mulai berkembang, dan diluar
dugaan ternyata menjadi salah satu komoditas yang cukup besar, dan memberikan
nilai ekonomi yang cukup signifikan bagi para pengembangnya atau disebut juga
dengan ‘developer’. Konsep video game diterima di berbagai negara, dan hingga
kini peminatnya terus bertambah. Namun di sisi lain, ternyata tidak semua pihak
menerima konsep ‘video game’ ini, beberapa pihak menganggap bahwa ‘video
games’ merupakan

penghalang

dalam

kehidupan

sosial-budaya

karena

menjadikan penikmatnya untuk hidup secara individualistis, hal ini masuk akal
karena ‘video games’ memberikan akses untuk dimainkan di tempat pribadi

seperti rumah, dan di tempat – tempat khusus lainnya, yang mana intensitas untuk
bersosialisasi satu dengan yang lain menjadi berkurang. Di Indonesia, hal ini
menjadi penting karena fenomena seperti ini sering terjadi, seperti main game
2
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

sampe lupa waktu bahkan meninggalkan waktu belajar dan untuk melakukan
aktivitas lainnya, hal ini sangat disayangkan mengingat sebenarnya hakikat video
games adalah sebagai inovasi baru bagi para penikmat game generasi sebelumnya
yang merupakan media untuk meningkatkan beberapa life skill yang kurang lebih
sama dengan fungsi game generasi sebelumnya, ini bukan sekedar statemen, dan
bila kita menelusuri kembali sejarah, pada sekitar tahun 1950 awal dibuatnya
video game dimanfaatkan untuk kepentingan simulasi atau latihan militer.2
Perkembangan industri video game yang sedemikian rupa pesat seharusnya
sudah diikuti dengan dibentuknya regulasi oleh negara (state) untuk mengatur
dan mentertibkannya di level publik. Namun sampai saat ini regulasi tersebut
biasanya hanya sebatas pembagian kategori saja. Manakala video game menjadi
konsumsi publik di Amerika selayaknya film maka di buatlah sistim rating, rating
disini adalah rating umur dan kategori akses individu. Hal inilah yang pada level

distribusi dengan sadar diri ikut berpartisipasi melakukan kontrol konsumsi
sebagai langkah kepada control sosial masyarakat.
Di Indonesia sendiri, sebuah keprihatinan terjadi dikala akses diperoleh
dengan mudah, dimana nilai “rating umur” yang tidak lagi menjadi sebuah
hambatan konsumsi. Banyak perubahan terjadi, kontrol sosial tidak lagi dapat
dijaga dan keadaan saat ini semakin kacau. Hal ini tidak dapat diantisipasi karena
pada dasarnya belum ada regulasi pemerintah yang mengatur tentang
konsumsi video game.
Transnasionalisme

video

games

sebagai

suatu

proses


Globalisasi

tampaknya juga harus diikuti oleh perkembangan struktur masyarakat lokal,
khususnya di wilayah dimana penikmat video games sebagai pihak mayoritas,
dan bukan sebagai ‘developer’

2. Latar Belakang dan Rumusan Masalah
2 DIGITAL CULTURES,Understanding New Media,Edited by Glen Creeber an Royston
Martin

3
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

Video games yang pada hakekatnya hanya merupakan entertainment
tools ternyata memiliki kemampuan yang jauh melebihi esensi awal tujuan
dibuatnya video game tersebut. Sebagai media interaktif video games dianggap
sebagi sebuah media komunikasi yang representative terlebih lagi karena
dimungkinkannya komunikasi interpersonal dan missal dengan adanya
tekonologi computer mediated communications (CMC)3 . Banyak orang yang

menyukai game. Di manapun kita berada, warung kopi, dalam bus, kereta, kita
melihat orang-orang begitu asyik menikmati video games dan tenggelam dalam
ponsel, tablet, atau laptop mereka. Perubahan imej video game menunjukkan
bahwa media ini telah memiliki pasar yang besar dan diterima oleh banyak
kalangan. Transformasi imej ini terjadi karena beberapa faktor, diantaranya
adalah konsol Wii, PlayStation 3, Xbox 360 dan tentu saja tablet serta
smartphone. Wii berhasil membawa video game ke ranah keluarga secara luas
dengan menawarkan berbagai jenis permainan interaktif untuk segala umur.
Sementara Xbox 360 dan PlayStation 4 memberikan hiburan yang lebih
mengarah ke remaja dan dewasa. Faktor transformasi imej terbesar dilakukan
melalui tablet dan smartphone. Dimana melalui media komunikasi dengan tingkat
penetrasi yang sangat tinggi pada tiga tahun terakhir, video game menunjukkan
bentuk hiburannya pada masyarakat yang sangat luas. Kini, video game berhasil
menjadi penguasa pada jumlah aplikasi yang terpasang serta jumlah transaksi
pada tablet dan smartphone. Keakraban masyarakat terhadap video game
menciptakan kerelaan untuk melakukan transaksi pada video game. Dengan harga
yang relatif murah karena mode pendistribusian yang singkat, tingkat transaksi
dalam aplikasi video game diperkirakan akan terus meningkat hingga 48,2% pada
tahun 2017 nanti.
Rajat Taneja, Executive Vice President and Chief Teknology Officer di

Electronic Arts (salah satu developer video games ternama) dalam artikelnya
merinci satu dari tiga kekuatan sekuler yang dipercaya mengubah industri video
games hari ini, globalisasi.
Pada tahun 2012, pasar global perangkat lunak untuk video games sekitar
US$ 52 miliar. Hanya dalam delapan tahun saja, pasar negara berkembang telah
meningkat jauh, dari 12% menjadi 47% dari besarnya pasar dan tumbuh pada
tingkat tahunan sebesar 30%. Sementara pertumbuhan video games yang lebih
besar terjadi di negara-negara seperti Cina, Brasil, dan Rusia dalam kategori
Android dan iOS dengan pertumbuhan 100%.
Menurut Rajat, globalisasi memiliki tantangan teknis tersendiri. Perusahaan
tidak bisa begitu saja meniru keberhasilan mereka di pasar barat dengan “rinse
and repeat” dari strategi yang ada untuk geografi baru. Perusahaan yang hanya
menerjemahkan produk mereka secara harfiah dan melepasnya ke pasar baru
akan gagal. “Agar berhasil, Anda harus berpikir global namun bertindak lokal,”
terangnya.
Apa artinya ini dalam konteks video games? Setiap negara berbeda dalam
pola bermain game, perilaku konsumen, infrastruktur, norma perdagangan, dan
3 Kline, Stephen, Dyer-Withford, Nick and de Peuter. Digital Play: The Interaction of
Technology, Culture, and marketing. McGill-Queen’s University Press. 2003. Montreal and
Kingston. p 24.


4
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

peraturan lokal. Aspek yang berbeda dari game ini harus disesuaikan dengan
kondisi lokal. Game seolah-olah dibangun untuk pasar tersebut, Meskipun saat
ini video games sudah lazim di seluruh dunia, ada nuansa budaya yang sangat
penting untuk dimasukkan ketika memberikan hiburan digital dan jasa.
Namun, kurangnya kontrol dari Pemerintah Indonesia mengakibatkan
masyarakat indonesia sebagai ‘pengosumsi’ video games , sering kali ‘menyalah
gunakan’ video games , yang dapat mengganggu sistem sosial-budaya yang
berlaku di Indonesia, seperti tidak adanya standar ‘rating umur’ dalam
memainkan suatu game, hal ini bisa menyebabkan anak dengan umur yang tidak
seharusnya memainkan video game yang bukan standar umurnya. Penerapan
standar umur juga dirasa sulit untuk diterapkan karena pembajakan menyulitkan
pemerintah untuk mendata video games apa saja yang masuk ke Indonesia
sehingga sulit untuk ditetapkan sebuah standar yang valid, untuk dimainkan
dengan orang yang tepat, dan itu hanya salah satu contoh.
Beberapa upaya telah dilakukan oleh beberapa developer game untuk

menyesuaikan produk video games – nya dengan struktur domestik yang ada di
wilayah targat pasar, tapi sekali lagi, bagaimanapun kontrol dari pemerintah
tampaknya sangat penting untuk menghindari dampak negatif yang timbul, yang
pada hakikatnya bukan hanya karena video game-nya melainkan juga sistem
kemasyarakatan lokal yang berlaku sesuai atau tidak dengan Transnasionalisme
video games yang tengah terjadi dan semakin berkembang. Dan penyesuaian
tampaknya diperlukan sebagai salah satu bentuk antisipasi terhadap globalisasi
agar selalu siap menghadapi tantangan perkembangan jaman yang ada.

berikut penulis sajikan beberapa pertanyaan penting yang akan mencakup
pembahasan paper
:
1. Bagaimana ‘pergerakan’ Video Games sebagai aktor Transnasionalisme
ekonomi ?
2. Apa pengaruh Transnasionalisme terhadap aspek sosial – budaya di
Indonesia ?

3. Pembahasan
3.1 ‘Video Games’ sebagai aktor Transnasionalisme ekonomi
Industri video game telah berkembang dengan sangat pesat dalam 10

tahun terakhir. Industri yang awalnya dikaitkan dengan permainan anak-anak
5
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

ini telah berevolusi menjadi industri hiburan segala usia dengan nilai mencapai
puluhan milyar dollar. Menjadi lini industri yang sangat diperhitungkan.
Pertumbuhan industri game awalnya termonopoli oleh developer hardware
maupun software video game di Amerika, Jepang dan Eropa. Kemajuan
teknologi yang cepat dan era globalisasi menciptakan kemudahan bagi
siapapun untuk terlibat dan masuk ke pasar global. Bahkan di Indonesia,
developer software video game, baik aplikasi maupun platform kini telah
banyak ditemukan. respon pasar yang baik dari sisi lokal maupun internasional
membuat Indonesia dengan cepat menjadi salah satu negara yang paling dilirik
dalam industri video game. Sejak awal memang pasar video game Indonesia
banyak dikuasai asing melalui banyaknya penjualan konsol (meski sebagian
besar game saat itu masih bajakan), game-game online buatan luar yang
dibawa oleh perusahaan lokal maupun asing, serta aplikasi game dalam
smartphone dan tablet yang dapat dengan mudah diunduh di berbagai
platform.

Kondisi

tersebut

memaksa

developer

lokal

untuk

tidak

dianakemaskan dengan standar ganda oleh konsumen. Mereka harus
berkompetisi dengan developer asing secara langsung pada media video game
apapun. Hasilnya, developer lokal secara langsung dipaksa untuk masuk ke
pasar global dan membuktikan eksistensinya di seluruh dunia.
Aspek yang berbeda dari game ini harus disesuaikan dengan kondisi
lokal. Game seolah-olah dibangun untuk pasar tersebut, misalnya:
 Konten permainan baru memiliki relevansi lokal dan menarik.
 Perubahan arsitektur yang melayani infrastruktur lokal, seperti



memperhitungkan jaringan yang diharapkan dan kerugian paket.
Pengenalan model bisnis yang berbeda, seperti free-to-play.
Menghormati norma komersial lokal, misalnya Konbini di



Jepang atau Boleto Bancário di Brasil
Pengembangan platform untuk mendukung penawaran, promosi,
dan perubahan harga lokal.

Aspek

utama

yang

merupakan

sebuah

profit

bagi

industri game adalah software dari game itu sendiri. Terlepas dari hal tersebut
memang ada beberapa perusahaan video game yang juga berkembang dari
penjualan console-nya, namun hal tersebut sudah sangat berkurang saat ini.
Akan tetapi sejak di komersialisasikannya internet maka online gaming
merupakan

sebuah

fenomena

baru

dalam

industri video
6

Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

game. Seorang gamer tidak lagi hanya dibebani oleh biaya produksi software
game namun harus berlangganan bulanan sehingga profit yang berkelanjutan
dapat diperoleh dari sistim pelayanan jasa hiburan. Mosco menerangkan
bahwa dalam ekonomi politik komunikasi (bisnis media) harus tetap melihat
kepada perkembangan bisnis tersebut dan kemajuannya (profit) untuk
membuka peluang lebih jauh. Peluang tersebut adalah produksi massal yang
nantinya kan menjadi konsumsi massal dan (mungkin) akan dipahami sebagai
sebuah budaya massal.Pada dasarnya bisnis media serupa dengan bisnis
konvensional lainnya, hanya saja dalam media, pesan dan informasi
merupakan sebuah kekuatan absolut, dan informasi bisa di komodifikasikan
menjadi sebuah “barang” dagangan tersendiri terlepas konteks “harafiah” akan
sebutan barang dagangan adalah benda fisik. Berikut beberapa teori milik
Vincent Mosco dan mengadaptasikannya pada beberapa kasus dalam
industri video game.
The Industry Spatialization
Ada sebuah perusahaan content developer video game yang menarik,
mungkin bisa disebut sebagai representasi kapitalisme dalam industri video
game. Electronic Arts yang didirikan di California USA tahun 1982
merupakan sebuah contoh yang sempurna sebagai representasi kapitalisme
industri video game. Sebagai sebuah kekuatan kapitalisme, EA telah
mengakuisisi banyak dari perusahaan pesaingnya berapa diantaranya Ubisoft,
Take Two Interactive dan Westwood Std. Dengan memperkerjakan sekitar
5000+ karyawan pada 15+ studio tersebar diseluruh dunia dan memproduksi
rata-rata 60 judul game pertahunnya, dapat dikatakan bahwa saat ini
Electronic Arts merupakan salah satu perusahaan video game terbesar di
dunia. Sebagai sebuah industri komunikasi, EA melakukan apa yang
disebutkan oleh Mosco (1996) sebagai spasialisasi industri.
“The political economy of communication has specifically addressed
spatialization chiefly in terms of the institutional extension of corporate power
in the communication industry. This is manifested in the sheer growth in the
size of media firms, measured by assets, revenues, profit, employees, and
share value. Political economy has specifically examined growth by taking up
different forms of corporate concentration”.4
4 Mosco, Vincent. The Political Economy
Renewal.Sage Publications. 1996. London. p 173 – 175.

of

Communication. Rethinking

and

7
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

Dengan banyak mengakuisisi developer pesaingnya, EA melakukan
ekspansi riset dan pasar secara global. Diatas telah disebutkan bahwa EA
mempunyai sekitar 15+ anak perusahaan (bila memang bias disebut begitu),
yang banyak diambil dari perusahaan pesaingnya dan merubahnya menjadi
sebuah studio pendukung produksi. Ini menunjukkan bahwa teori Mosco
tentang bagaimana sebuah industri komunikasi dibentuk dan diperluas untuk
membentuk sebuah sistem ekonomi politik yang baru, Dengan luasnya
jaringan korporatokrasi media maka akan menciptakan sebuah atmosfir
massal. Praktek industrialisasi video game Iyang dipraktikan oleh Electronic
Arts adalah gambaran sempurna dari sebuah proses spasialisasi industri.
Komodifikasi
Secara sederhana Mosco (1996) telah memberikan pengertian mengenai
apa itu komodifikasi:
“Tthe process of transforming use values into exchange values, of
transforming products whose value is determined by their ability to meet
individual and social needs into products whose value is set by what they can
bring in the marketplace”5
Intinya bahwa komodifikasi adalah bagaimana merubah nilai guna
menjadi nilai tukar. Hal ini membawa pengertian bagaimana (dalam
media) content informasi dan pesan dapat dirubah menjadi sebuah “nilai jual”
secara kita sadari ataupun tidak. Industri video game sebagai sebuah industri
budaya

dan

media

juga

memperhatikan

bagaimana

perkembangan

produksinya sebagai sebuah bagian dari pengembangan ekspansi menuju
kepada ekonomi politik yang lebih luas. Komodifikasi nilai berita mengenai
invasi Amerika Serikat menuju Timur Tengah yang dapat dilihat lagi adalah
dalam game “Call of Duty 4, Modern Warfare” (Activision, 2005). Mengambil
setting di perkotaan ala Baghdad, disini terlihat jelas bagaimana isu mengenai
senjata biologis pemusnah massal di Timur Tengah menjadi sebuah topik
utama cerita game tersebut. Game ini pun dirilis disaat Amerika masih
menguasai Irak. Kedua game ini memberikan sedikit gambaran mengenai
bagaimana pesan dan informasi serta isu global sebagai sebuah teks di rubah
menjadi sebuah kemasan manis patriotism Amerika Serikat dalam sebuah
“permainan”.
5 Mosco, Vincent. The Political Economy
Renewal.Sage Publications. 1996. London. p 143 – 144.

of

Communication. Rethinking

and

8
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

Sedikit

bergerak

keluar

dari

komodifikasi

pada

level

“representasi”, content game sendiri merupakan komodifikasi dan reproduksi
ulang dari sesuatu yang sebelumnya sudah pernah dibuat. Bisa kita lihat yang
paling sederhana adalah dalam game yang ber-genre soccer sports misalnya
Winning Eleven, FIFA Soccer, Championship Manager Series, dan sejenisnya.
Kalau

dicermati,

roosterpemain

yang

dijual

setiap

oleh developer terkait
tahunnya

adalah update

dan

secara

grafis, gameplay ataupun content pada dasarnya tidak mengalami peubahan
signifikan. Developer game

genre ini

seakan

mengkomodifikasi

perubahan rooster pemain dunia pertahunnya menjadi suatu nilai jual yang
direproduksi lagi dan lagi.
3.2 Pengaruh Transansionalisme Video Games terhadap aspek
Sosial Budaya di Indonesia
 Piracy, Produksi Konsumsi dan Konteks Sosial (Indonesia’s Case)
Sebagai negara pengkonsumsi video game, Indonesia sudah seharusnya
banyak “berterima kasih” dengan para pembajak yang memungkinkan akses
kepada video game. Dengan tingkat pendapatan perkapita yang ada saat ini,
Indonesia belum dapat saya anggap mampu membeli game original secara
kontinu. Indonesia pada dasarnya mempunyai keuntungan dengan adanya
pmbajakan ini selain harga yang murah, kita diberikan akses dalam memilih
judul game yang ada. Pembajakan (piracy) ini pada dasarnya menjadi salah satu
perhatian utama para developer game dan produser console. Hal ini dengan selalu
ditingkatkannya proteksi security pada produk yang mereka tawarkan. Saat ini
bisa dikatakan hanya Sony Corporation yang “masih” berhasil melindungi produk
mereka dari pembajakan, bahkan belum pernah sekalipun console generasi baru
mereka dapat ditembus sampai tulisan ini dibuat.
Indonesia masih belum (tidak) bisa dikatakan sebagai negara developer
game,

akan

tetapi

pelaku franchise

masih
game.

sebatas

sebagai

negara

Importir game original

importir game dan
dapat

dilihat

pada http://www.bhineka.com, atau mungkin beberapa toko online lainnya. Akan
tetapi kasus yang menarik adalah dari penyedia genre game online server lokal di
Indonesia. Dikenal sebagai MMORPG (Massively Multiplayer Online Role
Playing Game) yang dapat diakses pada gamenet di Indonesia (konteks
9
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

Jogjakarta). MMORPG yang ada di Indonesia saat ini merupakan layanan
bermain game online secara gratis maupun berbayar yang disediakan oleh server
lokal, hal ini dikarenakan masalah teknis jaringan (bandwith) dan masalah
prabayar berlangganan.
Ada dua hal yang harus diperhatikan bila ingin melihat perkembangan
MMORPG di Indonesia. Pertama adalah jaringan franchise resmi yang di bawa
oleh beberapa “importirfranchise” seperti Lyto Games dan Boleh Game.
Berikutnya adalah penyedia MMORPG dengan status private server, dengan kata
yang lebih sederhana ilegal (forumindogamers.com, AMPM). Sistem private
server inilah

yang

pada

akhirnya

“membunuh”

salah

satu

penyedia franchise game online lokal Boleh Game karena sistem langganan
berbayarnya “dihajar” melalui sistem main gratis, contohnya game terbaru
mereka Cabal yang akhirnya harus “dirilis” melalui private server AMPM.
Sedangkan untuk Lyto Games masih beruntung karena pilihan game yang mereka
sajikan berbeda dengan genre yang disajikan AMPM, sehingga mereka tidak
(belum) bertarung dalam wadah yang sama. Indonesia menjadi salah satu negara
terbaik di Asia Pasific (emerging) untuk berinvestasi. Kondisi ini terbentuk
karena sifat konsumerisasi yang sangat tinggi pada masyarakat terhadap produkproduk teknologi. Populasi dan kestabilan ekonomi juga ikut menjadi faktor
pendukung bagi investor untuk terjun ke pasar Indonesia. Faktor lain yang ikut
menentukan adalah jumlah pengguna internet yang sangat tinggi jika
dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Hingga kini pasar
video game Indonesia dikuasai oleh game online dengan tingkat revenue yang
sangat tinggi jika dibandingkan dengan penjualan pada segmen lain. Game online
berhasil menguasai karena telah terbentuknya jalur distribusi yang baik dari segi
client maupun voucher pembayaran. Sementara itu, segmen lainnya: konsol,
handheld serta tablet dan smartphone masih belum sebaik online. Konsol dan
handheld hingga saat ini masih dikuasai oleh game bajakan, sehingga revenue
penjualan sebagian besar terletak pada penjualan hardware.


Munculnya Developer Game di Indonesia

Disamping beberapa pengaruh negatif, terdapat juga dampak positif akibat
Transnasionalisme video games bagi Indonesia.

10
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

Disadari atau tidak bahwa beberapa tahun terakhir industri video game di
Indonesia sudah mulai berkembang pesat, sudah saatnya pemerintah melindungi
industri

yang

berkembang

di

dalam

negeri

dan

mengatur

peredaran video game selayaknya media komunikasi konvensional lainnya. Akan
tetapi yang disebut sebagai “doxa” atas kehadiranvideo game sebenarnya jauh
lebih penting dari pada kehadiran industri video game itu sendiri sehingga
diharapkan pemerintah juga dapat mengatur regulasi terkait.

Pertumbuhan pengguna internet akan terus meningkat secara siknifikan
dari tahun ke tahun, namun diprediksikan penjualan pada segmen online akan
terus menurun. Hal ini terjadi karena dua kondisi, yaitu: Pasar warnet yang
akan terus menerus menurun karena pemain yang beralih untuk bermain di
rumah; Gamer rumah akan semakin selektif terhadap game-game yang
dimainkan. Mereka akan semakin fanatis terhadap game-game tertentu dan
rela untuk melakukan transaksi pada jumlah besar. Kedua kondisi ini akan
menciptakan persaingan yang ketat antara publisher game lokal untuk
mempertahankan posisinya di masyarakat, membentuk komunitas, loyalitas,
dan fanatisme tentunya.
Pertumbuhan pengguna mobile yang konstan juga ikut menumbuhkan
jumlah pemain game di tablet dan smartphone. Meskipun saat ini ARPU
gamer dalam segmen ini masih sangat rendah, namun dengan user yang
begitubanyak, publisher di Indonesia seolah sudah berancang-ancang untuk
pindah fokus ke segmen ini. Hal ini terbukti dengan sejumlah store atau
channel distribusi yang dikelola secara lokal, seperti Gemstore, Lyto Mobi dan
Nampol. Keunggulan store ini tentu saja terletak pada kemudahan metode
11
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

pembayaran. Kelemahannya? Terdapat pada koleksi game yang jauh lebih
terbatas dibanding Playstore atau Appstore. Store lokal perlu untuk
bekerjasama dengan developer lokal sehingga dapat store-store ini memiliki
nilai keunikan tersendiri, yaitu koleksi game yang berbeda. Karena
keunggulan berupa kemudahan metode pembayaran seolah terasa terlalu
mudah untuk diikuti. Ketika Playstore atau Appstore telah memiliki harga
Rupiah (mulai banyak digunakan pada beberapa item pada kedua store
tersebut) dan memiliki metode pembayaran yang mumpuni, akan sangat
mudah store lokal tergilas.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Indonesia merupakan negara
paling menarik untuk menjadi target investasi produk teknologi, termasuk
video game. Namun kedekatan indonesia dengan video game tidak hanya
sebatas konsumsi, tetapi juga produksi. Dengan jumlah rumah produksi yang
banyak dan kualitas yang telah memenangkan banyak penghargaa
internasional, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi
raja di negeri sendiri

4. Kesimpulan
Video game merupakan aktor dari Transnasionalisme ekonomi, yang mana
konsepnya telah merambah ke seluruh dunia dan memberikan ‘nilai jual’ yang
signifikan bagi para developernya.
Electronic Arts sebagai salah satu developer game terbesar di dunia
menunjukkan bahwa mereka melakukan spasialisasi dan komodifikasi dalam
membuat video game. Spasialisasi yang dilakukan EA dalam memperluas pasar
pada akhirnya “membunuh” beberapa pesaing utamanya dalam bentuk akuisisi
perusahaan. Selain itu beberapa industri game di Amerika dan Canada harus
kehilangan kreativitasnya dikarenakan kalah bersaing dengan pemodal besar.
Sedangkan banyak dari developer game melakukan komodifikasi realita
(baik pesan, budaya, dan sebagainya) sebagai sebuah “komoditas” yang
menguntungkan dalam menjual produk mereka (video games). Hal ini
12
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect

menunjukkan

bagaimana

proses

ekonomi

politik

juga

berlaku

dalam

industri video game.
Dan dampaknya bagi aspek sosial-budaya, Di Indonesia sendiri sebuah
keprihatinan terjadi dikala akses diperoleh dengan mudah, dimana nilai “rating
umur” yang saya sebutkan di awal tulisan tidak lagi menjadi sebuah hambatan
konsumsi. Banyak perubahan terjadi, kontrol sosial tidak lagi dapat dijaga dan
keadaan saat ini semakin kacau. Hal ini tidak dapat diantisipasi karena pada
dasarnya belum ada regulasi pemerintah yang mengatur tentang konsumsi video
game. Industri video game di Indonesia yang masih dalam tahap importir dan
pelayanan jasa (berkembang) juga sudah harus “berjibaku” dengan masuknya
software bajakan dan pelayanan jasa illegal.
Namun, di sisi lain Indonesia juga terkena dampak positif seperti
munculnya beberapa developer game muda yang kapabilitasnya bisa dikatakan
mampu bersaing di pasar global, dan itu semua butuh dukungan dari Pemerintah
untuk menetapkan suatu regulasi yang mendukung ‘video games’ demi
berkembangnya Developer game Indonesia dan untuk beradaptasi dari
Transnasionalisme Video game yang saat ini tengah gencar dan terus berkembang
dari tahun ke tahun dengan berbagai inovasi, agar dampak negatif dapat ditekan
dan di transformasi ke hal – hal positif yang bisa memberi manfaat bagi
Indonesia sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.duniaku.net/2014/01/13/analisavideogamedunia/
http://www.duniaku.net/2014/01/22/analisavideogamedunia2/
http://ardianindro.wordpress.com/2009/04/01/ekonomi-politik-industrivideo-game/
http://www.marketing.co.id/globalisasi-tren-yang-secara-dramatismengubah-video-games/

13
Video Games as an Actor of Economic Transnasionalism and it’s Influece
towards Indonesian Social-Culture Aspect