LAPORAN PRAKTIKUM KERANGKA VERTIKAL DEPA

LAPORAN PRAKTIKUM
KERANGKA VERTIKAL
(Disusun untuk memenuhi prasyarat mata kuliah Kerangka Vertikal)

Disusun oleh :
KELOMPOK V A
Muhammad Amar Makruf 21110113120036
Yunita Sri Ulina

21110115120014

Febrina Mutiara R Pane

21110115120021

Johan Wisma Anggoro

21110115120022

Faisal Aldin


21110115120044

Siti Rahayuningsih

21110115120045

DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang Semarang Telp. (024)76480785, 76480788

e-mail : jurusan@geodesi.ft.undip.ac.id
2017

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum Kerangka Vertikal ini telah disetujui dan disahkan oleh
Dosen Pembimbing Praktikum Kerangka Vertikal jurusan Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.


Disusun oleh:
KELOMPOK V-A
1. Muhammad Amar Makruf

21110113120036

2. Yunita Sri Ulina

21110115120014

3. Febrina Mutiara Rosita Pane

21110115120021

4. Johan Wisma Anggoro

21110115120022

5. Faisal Aldin


21110115120044

6. Siti Rahayuningsih

21110115120045

Semarang,

26 Mei 2017

Mengetahui,
Dosen Pengampu I Mata Kuliah

Asisten Dosen Mata Kuliah

Kerangka Vertikal

Kerangka Vertikal


Arwan Putra Wijaya, ST. MT

Iqbal Yukha Nur Afani

NIP 198501252012121005

NIM 21110114120030

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulisan
laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini disusun sebagai salah satu hasil praktikum dan untuk
memenuhi tugas akhir mata kuliah Kerangka Vertikal, Program Studi Teknik
Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Dalam kesempatan yang baik ini, kami juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ir.Sawitri Subiyanto, M.Si selaku ketua jurusan Teknik Geodesi Fakultas

Teknik Universitas Diponegoro.
2. Arwan Putra Wijaya, ST. MT selaku dosen mata kuliah Kerangka Vertikal
3. Ir.Sutomo Kahar, M.Si selaku dosen mata kuliah Kerangka Vertikal.
4. Iqbal Yukha Nur Afani selaku asisten dosen mata kuliah Kerangka Vertikal
yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan serangkaian praktikum
dan pembuatan laporan.
4. Seluruh pihak yang telah mendukung kami dalam menyelesaikan Laporan
Kerangka Vertikal.
Kami sadar bahwa laporan yang kami susun masih sangat jauh dari
sempurna, oleh karena itu masukan dan kritikan yang bersifat membangun sangat
kami harapkan sebagai acuan agar menjadi lebih baik lagi. Terima kasih.

Semarang, Mei 2017

Penyusun

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Perkembangan pembangunan pada era globalisasi pada saat ini sangatlah

pesat. Dibutuhkan suatu metode yang praktis dengan bantuan alat untuk
mempermudah para ahli untuk menyelesaikan segala masalah dalam
pengembangan pemanfaatan alam, dalam laporan ini menjabarkan dan
melaporkan hasil pengamatan mengenai pengukuran tanah tentang kerangka
dasar vertikal, oleh karena perkembangan teknologi sangat pesat seperti
pengukuran kerangka dasar vertikal untuk mendapatkan tinggi dari suatu titik
yang nantinya dapat dipergunakan untuk mengetahui kontur dari tanah tempat
bangunan akan didirikan dan segala perangkat untuk mempermudah dan
mempercepat pengukuran KDV serta pengolahan datanya telah tersedia di dalam
laporan ini.
Kerangka dasar vertikal (tinggi) dan kerangka dasar horizontal
(planimetris) diperlukan dalam konsep dasar pemetaan kerangka dasar
pemetaan. Kerangka dasar vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang telah
diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap
bidang rujukan ketinggian tertentu. Bidang ketinggian rujukan ini bisa berupa

ketinggian muka air laut rata-rata (mean sea level - MSL) atau ditentukan lokal.
Umumnya titik kerangka dasar vertikal dibuat menyatu pada satu pilar dengan
titik kerangka dasar horizontal (Bony, 2008). Definisi tinggi yaitu perbedaan
vertikal antara kedua titik tertentu sepanjang garis vertikal

(Takashi dan

Sosrodarsono, 2005). Menentukan tinggi biasanya dikenal dengan istilah geoid
yang artinya bidang equipotensial gaya berat (bidang nivo) yang berimpit
dengan muka air laut rata-rata yang tidak terganggu.
Penentuan suatu ketinggian harus berdasarkan pada suatu datum vertikal,
datum sendiri berarti sesuatu yang diberikan, ditetapkan atau diketahui.
Digunakan untuk keperluan acuan tinggi topografis per definisi sudah tunggal
bagi seluruh wilayah Nusantara dan sama setiap pulau, yaitu memakai Geoid
(Diktat Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, 2002) .

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

Terkait dengan penentuan posisi di bumi, kita mengenal istilah koordinat.
Besaran koordinat sendiri terbagi 2, yaitu : besaran Kartesian (X,Y,Z) dan

besaran Geodetik (Φ,λ,h). Simbol Z untuk besaran Kartesian dan simbol h untuk
besaran Geodetik mengandung informasi tinggi suatu titik. Mengingat titik
tinggi tersebut sangat penting dalam penentuan posisi di bumi, ketinggian atau
kedalaman ditetapkan terhadap bidang acuan tertentu diberi nilai tinggi nol.
Maka pembahasan mengenai hal ini dipelajari lebih mendalam dalam mata
kuliah Kerangka Vertikal.
I.2

Maksud dan Tujuan
Diadakannya praktikum Kerangka Vertikal ini dengan maksud agar

praktikan dapat memahami dan dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang
bagaimana penerapan teori di lapangan menggunakan metode sipat datar .
Tujuan dari pelaksanaan praktikum Kerangka Vertikal ini adalah :
1.

Penerapan dari matakuliah kerangka vertical.

2. Penentuan elevasi titik, dari titik awal dengan menggunakan beda tinggi
antar titik.

3. Penentuan beda tinggi antar titik dengan metode hitung perataan Least
Square.
I.3

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam kegiatan praktikum Kerangka Vertikal ini antara

lain:
1.

Bagaimana menentukan elevasi menggunakan beda tinggi antar titik?

2.

Bagaimana perbedaan metode hitung Least Square dengan metode hitung
lainnya?

3.

Bagaimana perbedaan metode pengukuran penampang memanjang dengan

metode lainnya?

I.4

Ruang Lingkup Praktikum
Materi praktikum Kerangka Vertikal meliputi pengukuran beda tinggi

antar titik dengan menggunakan konsep least squares dan distribusi normal.

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

I.5

Lokasi dan Waktu Praktikum
Lokasi yang menjadi tempat praktikum pengukuran sipat datar ini adalah

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip, Tembalang, Semarang, pada
tanggal 25 April 2017 sampai

I.6


Sistematika Penulisan Laporan

BAB I

PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang gambaran dan pengertian umum Kerangka Vertikal,
maksud dan tujuan pembuatan laporan, ruang lingkup praktikum, jadwal
pelaksanaan, dan sistematika penulisan laporan.

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

BAB II DASAR TEORI
Membahas teori tentang konsep dasar datum vertikal, konsep dasar sipat datar,
pengukuran beda tinggi antara dua buah titik, pengukuran sipat datar berantai,
pengukuran sipat datar teliti, pengukuran tinggi sipat datar, sumber kesalahan
dan cara mengatasinya, serta tingkat ketelitian pengukuran sipatdatar.
BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Dalam bab ini akan dibahas tentang persiapan praktikum, pemasangan patok,
pengukuran waterpass, pelaksanaan, metode perhitungan, dan metode
penggambaran.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan menerangkan tentang hasil perhitungan beda tinggi serta
pembahasannya.
BAB V PENUTUP
Mengulas kesimpulan dalam pelaksanaan praktikum, perhitungan data,
penulisan laporan, dan saran.

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

BAB II
Dasar Teori

II.1 Alat Ukur Waterpass
Alat Ukur Waterpass digunakan unttuk mengukur atau menentukan
sebuah benda atau garis dalam posisi rata baik pengukuran secara vertikal
ataupun horizontal.
Bagian-bagian Waterpass
Waterpass (penyipat datar) adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan
untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik saling berdekatan. Prinsip cara
kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat garis sumbu teropong horizontal
(Krisnandi, 2015). Bagian yang membuat kedudukan menjadi horizontal ini
adalah nivo, yang berbentuk sebagai tabung berisi cariran dengan gelembung
didalamnya. Menurut Ir. Haniah dalam menggunakan waterpas harus dipenuhi
persyaratan bahwa:
1.
2.
3.

Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo
Garis nivo harus tegak lurus dengan sumbu I
Benang silang horizontal harus tegak lurus sumbu I

Alat ukur waterpass dapat digolongka kedalam beberapa jenis, yakni:
a.

Type semua tetap (Dumpy Level), dimana teropong dengan nivo menjadi
satu, penyetelan kedudukan teropong dilakukan dengan tiga sekrup

b.

pengatur.
Type nivo reveresi (Wye-Level), type dimana teropong dapat diputar pada
sumbu memanjangnya, sehingga tabung nivo yang mula-mula berada

c.

diatas teropong dapat diputar menjadi berada dibawah teropong.
Type semua tetap dengan sekrup pengungkit(Dumpy tilting level). Pada
jenis ini sumbu teropong dapat distel dengan menggunakan sekrup

d.

pengungkit (tilting screw).
Type otomatis (Automatic level). Pada jenis ini kedudukan sumbu teropong
akan horizontal secara otomatis karena didalamnya dlengkapi dengan
prisma-prisma yang digantungkan pada plat baja. Dengan berat sendiri
prisma, maka prisma tersebut akan selalu menyesuaikan diri pada setiap

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

kedudukan teropong, dengan demikian sumbu bidiknya akan selalu
e.

mendatar.
Hand level, dimana alat ini hanya terdiri dari teropong yang dilengkapi
dengan nivo. Sendangkan cara menggunakannya cukup dipegang dengan
tangan. Ketelitian dari alat ini sangat kurang dibanding dengan keempat
jenis diatas.
Sipat datar atau levelling atau waterpassing bertujuan menentukan beda

tinggi antara titik-titik diatas permukan bumi. Tinggi suatu objek di permukaaan
bumi ditentukan dari suatu bidang referensi atau datum, yaitu bidang yang
dianggap ketinggiannya nol. Bidang ini dalam Geodesi disebut geoid, yaitu
bidang equipotensial yang berimpit dengan permukaan air laut rata-rata. Bidang
equipotensial sering juga disebut bidang nivo, dimana bidang-bidang ini selalu
tegak lurus dengan arah gaya berat dimana saja di permukaan bumi (Ir.Haniah,
2013).

1.

e
d

a

b

c

Gambar Dasar Teori-1 Waterpass (Alatuji, 2016)

Keterangan :
1.

Teropong. Tabung yang menjaga agar semua lensa dan gigi fokus berada
pada posisinya yang benar.

2.

Sumbu yang dapat digeser-geser. Sebuah alat yang dimaksudkan untuk
memungkinkan ditempatkannya sumbu alat tepat di atas suatu titik
tertentu.

3.

Tabung nivo. Sebuah tabung gelas bergraduasi yang berisi cairan yang
sejajar dengan garis bidik teropong.

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

4.

Tiga sekrup pendatar. Sekrup-sekrup pengatur yang dipakai untuk
mendatarkan level.

5.

Nivo kotak. Nivo yang berbentuk kotak yang berisi cairan yang tegak lurus
dengan garis bidik teropong.

g

h
f
e

a

d
c

b

Gambar Dasar Teori-2 Waterpass digital (Fungsi Alat, 2016)

Keterangan:
a.

Teropong

b.

Tombol on/off dan tombol program

c.

Tiga sekrup pendatar

d.

Penggerak halus horizontal

e.

Tombol bidik

f.

Pengatur fokus lensa teropong saat membidik bar code

g.

Display LCD

h.

Nivo

Kemampuan Waterpass
Waterpass dilengkapi dengan nivo agar pengamat dapat mengetahui
kedataran alat. Tiga skrup pendatar, alat fokus diafragma, alat fokus bidikan ,
dan skala lingkar mendatar yang dapat digunakan untuk memudahkan pengamat
dalam melakukan pengukuran. Fungsi dari bagian-bagian yang terdapat pada
waterpass adalah sebagai berikut:

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

1.

Sekrup pengatur ketajaman diafragma, berfungsi untuk mengatur

2.

ketajaman benang diafragma (benang silang).
Lensa pembacaan sudut horisontal, berfungsi untuk memperbesar dan

3.

memperjelas bacaan sudut horisontal.
Sekrup A,B,C, berfungsi untuk mengatur kedataran pesawat (sumbu I

4.

vertikal).
Sekrup pengatur fokus teropong, berfungsi untuk memperjelas obyek yang

5.

dibidik.
Teropong, berfungsi untuk menempatkan lensa serta peralatan yang

6.

berfungsi untuk meneropong atau membidik obyek pengukuran.
Pelindung lensa obyektif, berfungsi untuk melindungi lensa obyektif dari

7.
8.

sinar matahari secara langsung.
Lensa obyektif, berfungsi untuk menerima obyek yang dibidik.
Klem aldehide horisontal, berfungsi untuk mengunci perputaran pesawat

9.

arah horisontal.
Sekrup penggerak

halus

aldehide

horisontal,

berfungsi

untuk

menggerakkan pesawat arah horisontal secara halus setalah klem aldehide
horisontal dikunci agar kedudukan benang pada pesawat tepat pada obyek
yang dibidik.
10. Sekrup pengatur sudut, berfungsi untuk mengatur landasan sudut datar.
11. Visier, berfungsi sebagai alat bantu bidikan kasar untuk mempercepat
pembidikan obyek.
Kegunaan waterpass:
a. Memperoleh pandangan mendatar atau lurus
b. Menentukan beda tinggi
c. Bila dilengkapi benang stadia dapat mengukur jarak
d. Bila dilengkapi lingkatan horisontal berskala dapat mengukur sudut
horisontal
Kelebihan Waterpass
1.

Memiliki ketelitian yang cukup tinggi

2.

Mampu melakukan pengukuran beda tinggi secara lebih cepat

3.

Centering lebih cepat karena hanya centering untuk nivo kotak
(ilmu teknik sipil, 2012)

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

Syarat-syarat Pemakaian Alat Sipat Datar
Menurut Ikhsanul Iqbal, jarak bidik optimum waterpass berkisar antara 4060 m. Adapun syarat-syarat pemakaian alat ukur sipat datar pada umumnya
adalah sebagai berikut :
1.

Syarat dinamis : sumbu I vertikal.

2.

Syarat statis :

a.

Garis bidik teropong sejajar dengan garis arah nivo.

b.

Garis arah nivo tegak lurus sumbu I (sumbu vertikal).

c.

Garis mendatar diafragma tegak lurus sumbu I.
Agar pengaturannya lebih sistematis, tidak berulang-ulang, maka urutan

pengaturannya dibalik dari c ke a.
a.

Mengatur Garis Arah Nivo Tegak Lurus Sumbu Vertikal (I)
Pada alat ukur sipat datar semua tetap, syarat ini sangat penting. Adapun

cara mengatur agar garis arah nivo tegak lurus sumbu I, prosedurnya sama
dengan membuat sumbu I vertikal pada theodolite dengan nivo tabung alhidade
horisontal.
Adapun maksud dari persyaratan ini adalah apabila sumbu I telah dibuat
vertikal, kemanapun teropong diputar, gelembung nivo akan tetap seimbang. Ini
berarti garis bidik selalu mendatar karena garis bidik telah dibuat sejajar dengan
garis arah nivo.
b.

Membuat Garis Bidik Sejajar Garis Arah Nivo
Pada sipat datar, yang diperlukan adalah garis bidik mendatar. Apabila

tidak dapat mengerti secara langsung apakah garis bidik sudah betul-betul
mendatar atau tidak, dapat dibantu dengan nivo tabung. Jika gelembung nivo
seimbang, garis arah nivo pasti mendatar. Dengan demikian, bisa membuat garis
bidik sejajar dengan garis arah nivo, sehingga pada saat nivo seimbang garis
bidik akan mendatar.
a4

c1

a3
a2

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

a0

c0

C
B
A
Gambar Dasar Teori-3 Membuat Garis Bidik Sejajar dengan Garis Arah Nivo
(Sipil Booster, 2014)

Apabila garis bidik belum sejajar garis arah nivo, maka dapat dilakukan
koreksi dengan cara :
1.

Untuk alat tipe semua tetap tanpa sekrup pengungkit.
Arahkan garis bidik pada angka (a2-a4) pada rambu A dengan memutar
sekrup koreksi diafragma atas dan bawah dengan pen koreksi dan
gelembung nivo tetap seimbang.

2.

Untuk alat tipe semua tetap dengan sekrup pengungkit.
Koreksi untuk alat semua tetap dengan sekrup ungkit dapat dilakukan
dengan dua cara :

a.

Koreksi sama seperti tipe tanpa sekrup ungkit seperti poin a di atas.

b.

Arahkan garis bidik pada angka (a2-a4) pada rambu A dengan memutar
sekrup ungkit sehingga gelembung nivo teropong menjadi tidak seimbang,
kemudian diseimbangkan kembali dengan memutar sekrup koreksi nivo
dengan pen koreksi.
Catatan : Pada alat ukur sipat datar tipe otomatis, kesalahan garis bidik

masih dimungkinkan terjadi sehingga perlu dicek dan dibetulkan, dan prosedur
koreksinya sama dengan pada alat tipe semua tetap tanpa sekrup pengungkit.
Secara umum dapat dikatakan bahwa beda tinggi antara dua titik adalah
sama dengan pembacaan BT belakang dikurangi dengan pembacaan BT muka.
Teropong pada alat sipat datar ini biasanya dilengkapi dengan diafragma,
pada teropong didapat suatu garis yang lurus ialah garis bidik. Garis bidik ini

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

harus dibuat mendatar, supaya dapat digunakan untuk menentukan beda tinggi
antara dua titik. Supaya garis bidik mendatar maka diperlukan syarat – syarat
yang harus dipenuhi antara lain :
a.

Syarat utama, garis bidik teropong harus sejajar dengan garis arah
nivo. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka akan terjadi kesalahan
pembacaan rambu yang sebanding dengan jarak dari alat ukur ke rambu.

b.

Syarat kedua, garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu.
Syarat mengatur ini dapat dikontrol dengan memutar teropong terhadap
sumbu satu dan nivo harus selalu dalam keadaan seimbang. Jika nivo tidak
seimbang, diseimbangkan dengan memutar sekrup penyetel.

c.

Syarat ketiga, garis mendatar diafragma harus tegak lurus pada
sumbu kesatu. Syarat ini diperlukan guna memudahkan perkiraan
pembacaan pada interval dari bagian – bagian rambu.

II.2 Metode Pengukuran
Ada banyak metode pengukuran yang bias digunakan dalam praktik
dilapangan, masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihan
tersendiri sehingga kita harus memilih metode sesuai kebutuhan.
II.2.1 Pengukuran Penampang Memanjang

Gambar Dasar Teori-4 Pengukuran Penampang Memanjang (Aryadhani, 2012)

Pengukuran penampang memanjang prinsipnya sama dengan pengukuran
sipat datar memanjang. Setelah semua data pengukuran data diolah dan
ketinggian semua titik stasiun telah diketahui di atas bidang referensi serta

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

jaraknya, maka penampang dapat digambarkan. Bidang referensi terdekat yang
dijadikan dasar penggambaran semua titik ditentukan terlebih dulu, kemudian
digambar di atas kertas milimeter. Posisi mendatar dibuat dengan skala yang
lebih kecil dibanding skala vertikal. Biasanya skala vertikal dibuat 10 kali lebih
besar. Titik titik tersebut dihubungkan secara berurutan sehingga membentuk
penampang memanjang. Di bawah garis referensi biasanya dibuat kolom-kolom
tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam perhitungan selanjutnya.
Pengukuran profil memanjang dapat dilakukan dengan beberapa cara, tetapi
yang dilakukan dengan dua cara :
1.

Pengukuran pergi pulang
Pengukuran pergi pulang alat ditampatkan di atas titik/patok, sedangkan

data yang diambil adalah :
a. Bacaan benang pergi dan pulang.
b. Jarak langsung (jarak pita).
c. Tinggi alat (Ta).
d. Tinggi salah satu titik yang telah diketahui/ditentukan, bila belum
diketahui ketinggiannya.
e. Sket gambar pengukuran.
Pengolahan Data Pergi Pulang
Hitung :
a. Cek t = ½ (Ba + Bb)
b. Jarak optik = (Ba – Bb) x 100, jarak pergi = jarak pulang = jarak pita
c. Cek t = ½ (Ba + Bb)
d. Jarak optik = (Ba – Bb) x 100, jarak pergi = jarak pulang = jarak pita
Bila jarak pergi ≠ jarak pulang harus masuk dalam toleransi jarak
a.

maksimum, minimum dan diambil rata-ratanya.
Beda tinggi = Ta – Bt, beda tinggi pergi = pulang, bila berbeda hanya
boleh

b.
c.

Titik tinggi = titik diket ± beda tinggi
Beda tinggi = Ta – Bt, beda tinggi pergi = pulang, bila berbeda hanya

d.

boleh angka terakhir dan diambil rata-ratanya (stand pergi).
Titik tinggi = titik diket ± beda tinggi.

2.

Pengukuran Double Stand.
Pada pengukuran double stand alat ditempatkan kira-kira ditengah dari

dalam garis lurus antara dua titik, sedangkan data yang diambil adalah :

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

a.

Bacaan benang stand I dan II muka belakang. Untuk membuat stand I dan
II dapat dilakukan dengan cara setelah alat ditampatkan antara dua titik
dan diambil bacaan benang (stand kemudian dinaikan/diturunkan atau

b.
c.

digeser-geser kekiri ata kanan dan diambil bacaan benang (stand II).
Jarak pita (langsung)
Tinggi salah satu titik yang diketahui/ditentukan, bila belum diketahui

d.

harus dicari dari titik lainnya.
Sketsa gambar.

Pengolahan Data Double Stand
Hitung :
a. Cek Bt = ½ (Ba + Bb)
b. Jarak diambil jarak pita, bila alat ditempatkan betul-betul dalam garis lurus
c.

antara dua titik maka, jarak optis dapat dipakai.
Jarak optis = (Ba – Bb) x 100, jarak stabd I = stand II, bila berbeda harus

d.

masuk dalam toleransi dan diambil rata-ratanya.
Beda tinggi = Bt.b – Bt.m, stand I = stand II, bila berbeda hanya

e.

dikeluarkan angka terakhir dan diambil rata-ratanya (stand I = stand II).
Tinggi titik = tinggi titik diketahui ± beda tinggi
(My geomatics engineering, 2008).

II.2.2 Syarat Pengukuran Sipat Datar Teliti
Untuk keperluan pengadaan jaring-jaring tinggi nasional maupun
pekerjaan-pekerjaan rekayasa yang membutuhkan ketelitian yang tinggi,
diperlukan pengukuran sipat datar. Untuk keperluan ini diperlukan pula alat ukur
sipat datar teliti dengan ciri-ciri antara lain :
1.

Sensivitas nivo atau pendulum tinggi (harga sudut kecil).

2.

Perbesaran bayangan teropong lebih besar (sampai 30X).

3.

Dilengkapi dengan plat planparalel.

4.

Menggunakan rambu invar.
Rambu invar adalah rambu yang garis-garis angkanya dituliskan pada plat

invar (campuran besi dan nikel) sehingga tahan terhadap perubahan suhu karena
nilai koefisien muainya sangat kecil. Pada rambu jenis ini angka-angka rambu
terdiri dari dua sisi kiri dan kanan, sehingga pembidikan ke rambu akan didapat
dua bacaan kiri dan kanan, sehingga dapat dipakai sebagai kontrol. Sedangkan

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

plat planparalel adalah sebuah prisma datar yang dipasang didepan lensa
obyektif teropong yang dapat diputar dengan sumbu tegak lurus sumbu I, untuk
mengatur posisi benang silang atau garis bidik pada pembagian garis pada rambu
ukur.
Pada pengukuran sipat datar teliti, bacaan rambu tidak boleh terlalu
rendah, minimal 0,5 m di atas permukaan tanah. Rambu harus diberi sepatu dan
berdiri tegak dengan statip dan nivo rambu (My geomatics engineering, 2008).
II.3 Pengukuran Kerangka Vertikal
Kerangka vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran kumpulan titiktitik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggian,
terhadap bidang referensi ketinggian (datum) tertentu. Bidang referensi ini
biasanya berupa ketinggian muka air laut rata-rata (MSL) atau ditentukan lokal.
Pengukuran Kerangka Vertikal dilakukan untuk mengetahui elevasi titik-titik di
daerah yang diukur sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan praktis
lainnya.
Terdapat tiga metode yang dapat digunakan, yaitu:
1.

Metode Sipat Datar, dimana prinsipnya adalah mengukur tinggi bidik alat
sipat datar optis di lapangan menggunakan rambu ukur.

2.

Pengukuran Trigonometris prinsipnya adalah mengukur jarak langsung
(Jarak Miring), tinggi alat, tinggi, benang tengah rambu ukur, dan sudut
Vertikal (Zenith atau Inklinasi).

3.

Pengukuran Barometris pada prinsipnya adalah mengukur beda tekanan
atmosfer.
Metode sipat datar merupakan metode yang paling teliti dibandingkan

dengan metode trigonometris dan barometris.
Sebelum melakukan pengukuran Kerangka Vertikal, maka harus
ditetapkan kerangkanya dimana kerangka tersebut harus berada diluar daerah
yang akan diukur. Pada pengukuran kerangka vertikal akan menghasilkan titiktitik kontrol vertikal yang memiliki elevasi secara teliti yang dilakukan dengan

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

pengukuran waterpass. Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur
terhadap bidang datum. Elevasi jaringan kontrol vertikal didasarkan atas elevasi
pada titik Bench Mark (BM) yang telah ada di dalam atau yang ada di dekat
daerah pengukuran. Bench Mark (BM) adalah titik yang tetap (biasanya
berbentuk patok beton) yang telah diketahui elevasinya terhadap datum yang
digunakan untuk acuan pengukuran elevasi daerah sekelilingnya. Bila daerah
tersebut belum diketahui/belum ada titik BM yang elevasinya diketahui, elevasi
BM dapat ditentukan secara lokal (dimisalkan ± 0.000, +100, +1000, dsb).
Geoid adalah bidang equipotensial gaya berat (bidang nivo) yang berimpit
dengan muka air laut rata-rata(mean sea level) yang tidak terganggu (Villanueva,
K.J., 1979). Tinggi diukur sepanjang garis arah gaya berat (unting-unting) yang
melalui titik yang bersangkutan. Garis arah gaya berat memotong bidang nivo
tegak lurus. Bentuk bidang nivo bergantung pada harga gaya berat. Karena
adanya kenyataan bahwa harga gaya berat bervariasi di setiap titik tergantung
distribusi massa bumi menyebabkan bidang-bidang nivo tidak saling sejajar satu
sama lain (tidak saling sejajar tetapi tidak saling berpotongan karena saling
melingkupi). Hal ini menyebabkan jarak antara dua bidang nivo menjadi tidak
tetap dan inilah yang membawa kompilasi dalam pendefinisian sistem tinggi.
Karena di dalam geodesi pengukuran tinggi (beda tinggi) pada dasarnya
mengukur jarak antara bidang-bidang equipotensial gaya berat, maka setiap
ukuran tinggi seharusnya melibatkan data gaya berat. Ini sesuai dengan
rekomendasi Internasional Association of Geodesy (IAG,1950)

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

Gambar Dasar Teori-5 Bidang Referensi Ketinggian (Noor, 2013).

II.4 Tinggi Orthometris
Tinggi orthometris adalah jarak yang diukur sepanjang garis unting-unting
dari titik itu sampai geoid. Geoid adalah bidang referensi untuk sistem
ketinggian ini. Untuk mendapat tinggi orthometris yang tepat maka bilangan
geopotensial dibagi dengan suatu harga menengah gaya berat sepanjang garis
unting-unting, antara titik bersangkutan dan geoid. (Ir. Sutomo Kahar, 2007)
Tinggi orthometris dapat dituliskan sebagai berikut:

..........................................................................................................(2.1)
Dimana

adalah gaya berat menengah sepanjang garis unting-unting antara geoid

dan titik pengamatan di permukaan tanah, didapatkan dengan rumus:

........................................................................................(2.2)
Dimana g(z) adalah nilai gaya berat di Q.
Menurut reduksi Prey:
........................................................................(2.3)

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

Dalam hal ini g adalah gaya berat ukursn di suatu titik di tanah. Sehingga
persamaan

menjadi:
..............................................(2.4)

Faktor 0,0424 diperoleh bila digunakan rapat massa standart ρ = 2.67 g/cm3:
Untuk mendapat massa sembarang, dengan rumus:

.............................................................................(2.5)

Dimana:
G = Konstanta gaya berat Newton
ɣ = Gaya berat normal
Substansi dari persamaan (2.1) dan (2.4), maka diperoleh:

......................................................................................(2.6)
Disebut tinggi orthometris Helmert.
Apabila dilakukan pengukuran beda tinggi dengan menggunakan sipat
datar terhadap dua titik atau lebih maka akan didapatkan beda tingginya antar
titik tersebut. Untuk merubah beda tinggi tersebut untuk menjadi tinggi
ortometris harus dilakukan koreksi ortometris terlebih dahulu, tetapi apabila
pengukuran dilakukan di daerah yang sempit dimana diasumsikan bahwa bidang
nivo di tiap titik saling sejajar maka koreksi ortometrik bisa diabaikan. Dengan
kata lain, koreksi ortometrik diberlakukan untuk pengukuran dengan cakupan
wilayah yang luas dimana besar gaya gravitasinya sudah berbeda di tiap titik
nya. Dimana koreksi orthometris dapat dirumuskan sebagai berikut:

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

OCAB=DCAB+DCA0B+DCB0B..............................................................................(2.7)
II.5 Metode Perhitungan Kerangka Vertikal
Ada banyak metode perhitungan yang bisa digunakan dalam mengolah
data lapangan, masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihan
tersendiri sehingga kita harus memilih metode sesuai kebutuhan.

Pengukuran Beda Tinggi antara Dua Buah Titik
Mekanisme pengukuran sipat datar adalah seperti di bawah ini :





p

p
B
dh
P

A

Gambar Dasar Teori-6 Cara Mengukur Sipat Datar Antara Dua Titik (Lutfi, 2015)

Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat sipat datar
(waterpass). Alat didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada dua buah rambu
yang berdiri vertikal. Maka beda tinggi dapat dicari dengan menggunakan
pengurangan antara bacaan muka dan bacaan belakang.
Rumus beda tinggi antara dua titik :
BT = BTB – BTA..................................................................................(2.8)
Keterangan :
BT = beda tinggi

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

BTA = bacaan benang tengah A
BTB = bacaan benang tengah B
Sebelum mendapatkan beda tinggi antara dua titik, diperlukan dulu
pembacaan benang tengah titik tersebut, dengan menggunakan rumus :
BT = BA + BB / 2
Keterangan :
BT = bacaan benang tengah
BA = bacaan banang atas
BB = bacaan benang bawah
Untuk mencari jarak optis antara dua titik dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
J = (BA – BB) x 100.............................................................................(2.9)
Keterangan :
J = jarak datar optis
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
100 = konstanta pesawat
Dalam setiap pengukuran tidaklah lepas dari adanya kesalahan pembacaan
angka, sehingga diperlukan adanya koreksi antara hasil yang didapat di lapangan
dengan hasil dari perhitungan.
Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain :
a.

Merancang jalan raya, jalan baja, dan saluran-saluran yang mempunyai
garis gradien paling sesuai dengan topografi yang ada.

b.

Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana.

c.

Menghitung volume pekerjaan tanah.

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

d.

Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.

e.

Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.
Digunakan untuk mementukan ketinggian titik-titik yang menyebar
dengan kerapatan tertentu untuk membuat garis-garis ketinggian (kontur).
Selaama proses pengukuran sipat datar akan dilakukan proses dengan

istilah sebagai berikut :
a.

Station, merupakan titik dimana rambu ukur ditegakan, bukan tempat alat
sipat datar ditempatkan. Tetapi pada pengukuran horizontal, stasion adalah
titik tempat berdiri alat.

b.

Tinggi alat, adalah tinggi garis bidik di atas tanah dimana alat sipat datar
didirikan.

c.

Tinggi garis bidik, adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi
ketinggian (permukaan air laut rata-rata)

d.

Pengukuran ke belakang, adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di
station yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui
tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu belakang.

e.

Pengukruan ke muka, adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di
station yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui
tingginya garis bidik. Rambu di sebut rambu muka.

f.

Titik putar (turning point), adalah station dimana pengukuran ke belakang
dan ke muka dilakukan pada rambu yang ditegakan di station tersebut.

II.5.1 Deteksi Blunder
Kesalahan ini dapat terjadi karena kurang hati-hati dalam melakukan
pengukuran atau kurang pengalaman dan pengetahuan dari praktikan.Apabila
terjadi kesalahan ini, maka pengukuran harus di ulang atau hasil yang
mengalami kesalahan tersebut dicoret saja.
Suatu besaran yang diukur berulang hingga tak berhingga, diasumsikan
akan menghasilkan distribusi hasil pengukuran dengan mengikuti distribusi
normal.Jika dari hasil pengukuran tersebut dicari nilai reratanya maka data

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

ukuran yang mempunyai selisih besar dari nilai rerata kemungkinan merupakan
data blunder.
Sumber : Kesalahan personal (kecerobohan pengukur)
Efek : Hasil pengukuran yang tidak homogen.
Penanganan : Harus dideteksi dan dihilangkan dari hasil pengukuran Adapun
langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan
besar ini yaitu:
1. Cek secara hati-hati semua objek yang akan diukur.
2. Melakukan pembacaan hasil ukuran secara berulang untuk mengecek
kekonsistenan.
3. Memverifikasi hasil yang dicatat dengan yang dibaca.
4. Mengulangi seluruh pengukuran secara mandiri

untuk mengecek

kekonsistenan data
5. Penggunakan rumus aljabar atau geometrik sederhana untuk mengecek
kebenaran hasil ukuran. Misalnya dalam pengukuran sudut sebuah segitiga,
jumlah ketiga sudutnya sama 180 derajat
Distribusi normal adalah distribusi dari variabel acak kontinu. Kadangkadang distribusi normal disebut juga dengan distribusi Gauss. Distribusi ini
merupakan distribusi yang paling penting dan paling banyak digunakan di
bidang statistika.
Fungsi densitas distribusi normal diperoleh dengan persamaan sebagai
berikut:

.......................................................... (2.10)

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

dimana
π = 3,1416
e = 2,7183
µ = rata-rata
σ = simpangan baku

.................................................................................................

vi

:

residu

S0

:

Standar Deviasi Pengukuran =

qii

:

elemen diagonal matrik kofaktor residual (Qvv)

(2.11)

........................................................ (2.12)



Tabel Dasar Teori- 1 Rejection level
1-

1-

Rejection
Criteria

0.05

0.95

0.80

0.20

2.8

0.001

0.999

0.80

0.20

4.1

0.001

0.999

0.999

0.001

6.6

II.5.2 Koreksi Gaya Berat
Metode gaya berat (gravitasi) adalah salah satu metode geofisika yang
didasarkan pada pengukuran medan gravitasi. Pengukuran ini dapat dilakukan di
permukaan bumi, di kapal maupun di udara. Dalam metode ini yang dipelajari
adalah variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah
permukaan sehingga dalam pelaksanaannya yang diselidiki adalah perbedaan
medan gravitasi dari suatu titik observasi terhadap titik observasi lainnya.

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

Metode gravitasi umumnya digunakan dalam eksplorasi jebakan minyak (oil
trap). Disamping itu metode ini juga banyak dipakai dalam eksplorasi mineral
dan lainnya.

Prinsip pada metode ini mempunyai kemampuan dalam membedakan rapat
massa suatu material terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan demikian struktur
bawah permukaan dapat diketahui. Pengetahuan tentang struktur bawah
permukaan ini penting untuk perencanaan langkah-langkah eksplorasi baik
minyak maupun mineral lainnya. Untuk menggunakan metode ini dibutuhkan
minimal dua alat gravitasi, alat gravitasi yang pertama berada di base sebagai
alat yang digunakan untuk mengukur pasang surut gravitasi, alat yang kedua
dibawa pergi ke setiap titik pada stasiun mencatat perubahan gravitasi yang ada.
Biasanya dalam pengerjaan pengukuran gravitasi ini, dilakukan secara looping.
(Purwansyah, 2012)
II.5.3 Metode Bowditch
Metode Bowditch merupakan metode hitung perataan dimana kesalahan
yang terdapat pada pengukuran dibagi rata kepada sejumlah parameter.
Perhitungan dengan metode Bowditch pada pengukuran kelompok ini dilakukan
sebanyak tiga kali.
II.5.4 Metode Least Square
Semua metode perhitungan kwadrat terkecil atau least square adjustment
menggunakan dasar “kuadrat dari koreksi pengukuran harus minimum.Secara
umum metode Least Square mencari koefisien sebuah rumus yang diharapkan
dapat mendekati suatu gejala di lapangan semaksimal mungkin. Dengan
demikian metode ini selalu berpasangan dengan sebuah model persamaan yang
diusulkan ( telah dipilih ) untuk mendekati suatu data hasil pengukuran lapangan
atau bahkan sebuah persamaan diferensial parsial. Adapun untuk koreksi
pengukuran elevasi adalah sebagai berikut :

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

Koreksi (V) = -AT [A.AT]-1 F.................................................(2.13)
V : Koreksi jarak
A: Merupakan angka 1 dan 0 sebagai identitas yang dilihat dari arah
loopnya
F : Penjumlahan beda tinggi sesuai dengan loop dan kerangka utamanya.
(Djanur, 2013)
Misalnya kita melakukan pengukuran jarak antar dua titik sebanyak 3
(tiga) kali l1, l2 dan l3 sedangkan jarak sebenarnya kedua titik tersebut adalah la.
Karena pengukuran l1, l2 dan l3 mengandung kesalahan maka ada koreksi untuk
masing-masing pengukuran misal v1, v2 dan v3. Persamaan antara 3 (tiga)
pengukuran tersebut dengan koreksinya terhadap la adalah:
(l1+v1)=la..............................................................................(2.14)
(l2+v2)=la............................................................................. (2.15)
(l3+v3)=la............................................................................. (2.16)
Koreksi v1, v2 dan v3 bisa bernilai positif atau negatif.
Pengukuran yang dilaksanakan dengan benar akan menghasilkan
nilai koreksi yang kecil untuk v1, v2 dan v3. Karena nilai koreksi ada yang
positif dan negatif, untuk pengukuran yang benar, nilai v12 + v22 + v32 akan
minimum. Atau dalam bentuk umum

............................................(2.17)
jika ada bobot ukuran (w) persamaan di atas menjadi:

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

..............(2.18)
(Kahar, 2007)

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Persiapan Praktikum
Hal yang perlu disiapkan sebelum memulai praktikum adalah survey
lokasi yang akan kita ukur, dengan survey terlebih dahulu kita dapat
memperkirakan lokasi serta bentuk polygon atau loop yang akan dibuat. Selain
survey lokasi, kita juga perlu mempersiapkan alat ukur waterpass beserta
kelengkapannya dan beberapa peralatan pendukung praktikum lainnya seperti
payung, meteran, patok, topo, alat tulis dan lain-lain.
a. Lokasi Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Kelautan UNDIP.

Gambar III. 1 Lokasi Pengukuran
(Sumber : Google Maps, Kelompok V-A, 2017)

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

b. Waktu Pelaksanaan
Pengukuran dilaksanakan tiga hari pada tanggal 2-4 Mei 2017.
Peralatan
Peralatan yang digunakan pada praktikum ini diantaranya :

II.6

a.

Paku payung

b.

Meteran

c.

Correct pen atau pylox

d.

Tripod (1 buah)

e.

Waterpass Topcon AT 100 D

f.

Rambu Ukur (2 buah)

g.

Meteran 50 m (1 buah)

Spesifikasi Waterpass
Pada praktikum kali ini kelompok VI menggunakan alat ukur berupa
Waterpass Topcon AT 100 D

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

II.7

Diagram Alir Pelaksanaan
Berikut adalah diagram alir Praktikum Kerangka Vertikal

III.3.1.Diagram Alir Pelaksanaan Praktikum
Persiapan

Persiapan

Pemasangan Patok Ring Utama

Pemasangan Patok
Wilayah Pengukuran

Pengukuran Ring Utama
Pengukuran Wilayah
Pengukuran
Tidak
Perhitungan
Tidak
Yaa

Perhitungan

Tinggi Orthometrik Ring Utama

Data Tinggi Orthometrik Ring Utama

Pembuatan Laporan

Laporan Krangka Vertikal

Yaa
Tinggi Orthometrik

Penggambaran

Gambar Penampang Memanjang

Gambar III. 2 Diagram alir pelaksanaan praktikum

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

III.3.2. Diagram Alir Pelaksanaan Pengukuran

Persiapan dan Perencanaan

Pengukuran

Tidak

Cek selisih
Pergi Pulang
Ya
Penentuan Kelas Orde

Penentuan Tinggi Orthometrik

Tinggi Orthometrik

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

III.4

Pelaksanaan Praktikum

II.7.1 Persiapan Praktikum
Pada persiapan pelaksanaan praktikum, hal yang perlu dilakukan adalah
survei lokasi yang nantinya akan diukur dan mempersiapkan alat ukur berupa
Waterpass apakah masih layak untuk digunakan atau tidak dalam praktikum.
II.7.2 Pemasangan Patok
Sebelum melakukan pengukuran suatu daerah, terlebih dahulu harus
ditentukan patok-patok untuk pengukuran. Patok ini biasanya disebut Kerangka
Utama pengukuran.
1) Tujuan
Tujuan dari pemasangan patok ini adalah sebagai Kerangka Utama
horizontal (x,y) dan vertikal (z). Selain itu patok juga berguna sebagai
acuan tempat berdiri alat dan untuk menandai titik-titik yang menjadi
acuan dalam pengukuran serta untuk diketahui ukuran jaraknya. Apabila
pekerjaan pemasangan patok sudah selesai, maka dapat dilakukan
pengukuran berikutnya.
2) Alat dan Bahan
a)

Paku payung.

b)

Meteran.

3) Cara kerja
1. Mempersiapkan alat dan bahan.
2. Untuk daerah yang tidak berupa tanah atau berupa aspal dan
paving maka digunakan patok dari paku payung.
3. Menentukan titik–titik mana saja yang akan dipasang patok sesuai
kebutuhan, yaitu jarak yang disesuaikan dengan medan daerah.
4. Memberikan tanda yang jelas pada tiap patok agar memudahkan
dalam melakukan kegiatan pengukuran.
5. Usahakan patok tersebut dapat dijadikan untuk acuan tempat
berdiri alat dan antar patok yang satu dengan patok berikutnya
harus terlihat satu sama lain.

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

Gambar III. 3 Patok

II.7.3 Pengukuran
1) Tempatkanlah Waterpass di antara patok P1 dan P2, usahakan alat
ditempatkan di tengah dan Waterpass dengan P1 dan P2 memiliki jarak
yang sama agar dapat meminimalkan kesalahan.
2) Centering nivo Waterpass tersebut.
3) Setelah dilakukan centering, kemudian arahkan Waterpass ke P1 dan
bacalah serta catatlah BT, BA dan BB, ini disebut data BT belakang
untuk stand 1. Namun dalam penggunaan Waterpass digital, data yang
dihasilkan dari pembacaan barcode adalah jarak vertikal (BT) dan
jarak horizontal (jarak dari titik yang ditembak ke alat).
4) Setelah dicatat kemudian Waterpass diarahkan ke P2 tanpa memindah
kedudukan Waterpass kemudian baca dan catat BA, BT, dan BB atau
mencatat data yang dibaca oleh Waterpass digital, untuk data
pengukuran BT muka stand 1.
5) Hitung beda tinggi P1 dan P2 yaitu dengan mengurangkan BT belakang
dengan BT mukanya, untuk beda tinggi stand 1.
6) Lakukan seperti langkah di atas untuk stand 2.
7) Ulangi pembacaan benang di patok selanjutnya sampai akhir
(Waterpass pergi).
8) Setelah dilakukan pembacaan Waterpass pergi kemudian lakukan
pembacaan lagi tetapi dengan pembacaan pulang sampai selesai
dengan mendirikan alat dua kali (double stand).

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

II.7.4 Perhitungan
Perhitungan dilakukan setelah diperoleh data pengukuran Waterpass.
Untuk melakukan perhitungan dapat dilihat pada Bab II Dasar Teori dan
penerapan dapat dilihat pada bab IV Hasil dan Pembahasan.
II.7.5 Penggambaran
1) Tujuan
Tujuan dari penggambaran ini adalah untuk memberikan gambaran
tentang beda tinggi dan elevasi titik daerah yang diukur serta bermaksud
untuk memberikan informasi data pengukuran.
2) Alat dan Bahan
a) Laptop / PC.
b) Plotter.
c) Kertas HVS.
3) Pelaksanaan Penggambaran
a) Mempersiapkan

data–data

hasil

pengukuran

dan

perhitungan

waterpass.
b) Menggambar penampang memanjang dengan menggunakan aplikasi
AutoCAD dengan skala horizontal 1:1000 (atau menyesuaikan jarak)
dan skala vertikal 1:1000.
c) Menggambarkan tinggi titik sesuai dengan tinggi yang diperoleh dari
pengukuran dan perhitungan waterpass dengan menggunakan aplikasi
AutoCAD.
d) Setelah selesai digambar pada AutoCAD, kemudian plot gambar
tersebut pada kertas HVS.

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

4) Sketsa frame

2
3
4
1
5

6
7
Gambar III. 4 Format Hasil Plotting Penggambaran

Keterangan :
1. Gambar penampang memanjang
2. Logo dan nama jurusan
3. Judul gambar
4. Skala Gambar
5. Legenda
6. Nama dan anggota kelompok
7. Kolom pengesahan
III.5

Pelaksanaan Pengukuran
Pengukuran waterpass kali ini bertujuan untuk menentukan beda tinggi

antar titik dengan menggunakan waterpass instrument, menentukan elevasi titik
dari titik awal dengan menggunakan beda tinggi antar titik dan menghasilkan
penampang memanjang dari pengukuran yang dilakukan.Adapun langkahlangkahnya :

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

1. Tempatkanlah waterpass diantara patok TK 22 dan P1, usahakan alat
ditempatkan ditengah-tengah agar dapat meminimalkan kesalahan.
2. Aturlah waterpass tersebut sebelum digunakan.


Langkah-langkah mengatur waterpass:
A

A

B
C

B

C

Gambar III. 5 Mengatur Gelembung Nivo

a. Apabila nivo belum berada tepat ditengah tabung nivo maka
putarlah sekrup A dan B beralawanan arah (masuk semua atau
keluar semua)
b. Putar sekrup C agar nivo masuk dalam lingkaran tengah tabung

Gambar III. 6 Sentering Gelembung Nivo

3. Setelah dilakukan penyetelan, kemudian arahkan waterpass ke TK 22
dan bacalah serta catatlah BT, BA dan BB, ini disebut data BT
belakang untuk stand 1. Namun dalam penggunaan waterpass digital,
data yang dihasilkan dari pembacaan barcode adalah jarak vertikal
(BT) dsn jarak horizontal (jarak dari titik yang ditembak ke alat).

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal



Cara pembacaan BT, BA, dan BB :

BA=1,360
BT=1,335
BB=1,310

Gambar III. 7 Cara Membaca BA, BT, dan BB

BT, BA, dan BB harus memenuhi rumus:
BT = (BA+BB)/2..............................................................................(3.1)
Dimana :
BT : Benang Tengah
BA : Benang Atas
BB : Benang Bawah
Cara pencatatan BT, BA, dan BB :

Bacaan Rambu
Benang atas=a
Benang tengah=t Benang bawah=b
2t = a+b
Belakang

Muka

Belakang

Muka

Jarak dari
rambu ke alat
Jarak Optis
Belakang

Muka

Jarak
Antar
Patok

Beda tinggi

Naik

Turun

4. Setelah dicatat kemudian waterpass diarahkan ke P1 tanpa memindah
kedudukan waterpass kemudian baca dan catat BA, BT, dan BB atau
mencatat data yang dibaca oleh waterpass digital, untuk data
pengukuran BT muka stand 1.

SKETS

Titik yang dibidik

Tempat Alat

Tabel III. 1 Sampel Formulir Tabel Pencatatan Data

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

5. Hitung beda tinggi P1 dan TK 22 yaitu dengan mengurangkan BT
belakang dengan BT mukanya, untuk beda tinggi stand 1.
6. Lakukan seperti langkah diatas untuk stand 2.
7. Ulangi pembacaan benang di patok selanjutnya sampai akhir
(Waterpass pergi).
8. Setelah dilakukan pembacaan waterpass pergi kemudian lakukan
pembacaan lagi tetapi dengan pembacaan pulang yaitu antara P1 dan
P2 dan seterusnya sampai selesai dengan mendirikan alat dua kali
(double stand).
A.

Keselamatan Kerja
1. Alat
a. Melindungi alat dari panas matahari dan hujan ssecara langsung
b. Dilarang untuk membanting dan menduduki alat maupun tempat
alat
c. Menjaga agar nivo dan statif tetap stabil
2. Surveyor
a. Menjaga stamina tubuh dan konsentrasi
b. Cukup istirahat

A. Referensi Tinggi
Ketinggian yang diperoleh berdasarkan titik referensi (MSL) yang
berada di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Dari titik referensi tersebut
diukur keatas menuju daerah Banyumanik, tepatnya di BM yang berada di
depan Swalayan ADA. Kemudian dari BM tersebut ditarik menuju BM
yang berada di jalan Prof. Soedarto, SH., tepatnya didekat Bundaran
Kampus UNDIP Tembalang. Titik tersebut ditarik menuju GD 08 yang
berada didekat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.GD 08 inilah yang
menjadi titik ikat untuk waterpass tertutup kelompok V-A.
III.6

Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan setelah diperoleh data pengukuran waterpass.

Untuk melakukan pengolahan data dapat dilihat pada bab II Dasar Teori dan

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

penerapan dapat dilihat pada bab IV Hasil dan Pembahasan. Pengolahan data yang
dilakukan pada praktikum ini dengan menggunakan metode perhitungan least
square.

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Kring Utama
III.1.1 Hasil
Pengukuran waterpas tertutup kerangka utama dilakukan dengan metode
pergi dan pulang secara BFFB serta pengukurannya harus kembali ke titik awal.
Dari pengukuran waterpas didapat bacaan BT yang digunakan untuk menentukan
beda tinggi dan tinggi titik tiap patok. Pengukuran waterpas tertutup kerangka
utama didapat hasil sebagai berikut :

Slag
Dari Ke
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
8
8
9
9
10
10
11

ΔH benar
-2,42216
-0,39951
0,173042
-0,89311
-1,12776
-1,43551
-0,98876
-2,50756
-1,93361
-1,01706

H
210,096
207,6738
207,2743
207,4474
206,5543
205,4265
203,991
203,0022
200,4947
198,5611
197,544

bm 05
1
2
bm 28
3
4
5
bm 20
6
7
bm 14

III.1.2 Pembahasan
Hasil perhitungan pada Tabel IV.1 diperoleh dari pengukuran dan
perhitungan dengan metode “Pergi Pulang dengan BFFB”.
A. Beda Tinggi Pergi
Untuk mendapatkan beda tinggi “Pergi”, pengukuran dilakukan dengan
Stand 1 dan Stand 2. Berikut langkah kerjanya :
1. Alat didirikan ditengah GD 05 dan P1, mendirikan rambu di GD 05 dan P1.
GD 05 sebagai bacaan belakang dan P1 sebagai bacaan muka, kemudian
baca dan catat dH, jarak, ketinggian. Lakukan sampai waterpas berdiri
diantara P107 dan GD 05 untuk pengukuran Stand 1.

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

2. Alat didirikan kembali ditempat yang berbeda ditengah GD 05 dan P1,
mendirikan rambu di GD 05 dan P1. GD 05 sebagai bacaan belakang dan P1
sebagai bacaan muka, kemudian baca dan catat dH, jarak, ketinggian.
Lakukan sampai waterpas berdiri diantara P107 dan GD 05 untuk
pengukuran Stand 2.
Setelah data “Pergi” baik untuk Stand 1 dan Stand 2 didapat, kita melakukan
perhitungan untuk mendapatkan beda tinggi antara kedua titik tersebut. Berikut
langkah perhitunganya :
a. Untuk mencari beda tinggi dengan rumus ( BT belakang – BT muka)
b. Menghitung rata-rata beda tinggi dengan rumus :

Rata-rata beda tinggi GD 05 ke P1 =

 2.4523   2.4520
2

= -2.45215 m
B. Beda Tinggi Pulang
Untuk mendapatkan beda tinggi “Pulang”, pengukuran dilakukan dengan
Stand 1 dan Stand 2. Berikut langkah kerjanya :
a. Alat didirikan ditengah GD 05 dan P107, mendirikan rambu di GD 05
dan P07. GD 05 sebagai bacaan belakang dan P07 sebagai bacaan muka,
kemudian baca dan catat dH, jarak, ketinggian. Lakukan sampai
waterpas berdiri diantara P2 dan GD 05 untuk pengukuran Stand1.
b. Alat didirikan kembali ditempat yang berbeda ditengah GD 05 dan P07,
mendirikan rambu di GD 05 dan P07. GD 05 sebagai bacaan belakang
dan P88 sebagai bacaan muka, kemudian baca dan catat dH, jarak,
ketinggian. Lakukan sampai waterpas berdiri diantara P2 dan GD 05
untuk pengukuran Stand 2.
Setelah data “Pulang” didapat, kita melakukan perhitungan untuk
mendapatkan beda tinggi antara kedua titik tersebut. Berikut langkah
perhitunganya :

Laporan Praktikum Kerangka Vertikal

a. Untuk mencari beda tinggi dengan rumus pada (2.1)
b. Menghitung rata-rata beda tinggi dengan rumus (2.4) :

Rata-rata beda tinggi

=

Rata-rata beda tinggi GD 05 ke P2

=

(  2.4523   2.4520)
2

= -2.4522 m
Lakukan hal yang sama hingga ke GD 05 kembali.
C. Perhitungan Elevasi Titik
Setelah mendapatkan beda tinggi pergi dan pulang, kita akan mencari
elevasi titik dengan cara perhitungan :
a. Menghitung beda tinggi rata-rata pulang dan pergi dengan rumus (2.5) :

Rata-rata beda tinggi

=

Rata-rata beda tinggi GD 05 ke P2 =

(  2.4523   2.4520)
2

= -2.4522 m
Lakukan hal yang sama hingga ke GD 05 kembali.
b. kemudian mencari koreksi tiap titik dengan metode least square dimana
tahapannya sebagai berikut :
1) Menghitung beda tinggi rata rata pulang pergi dari seti