RESUME BUKU SISTEM POLITIK INDONESIA

RESUME BUKU SISTEM POLITIK INDONESIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik
Dosen Pengampu : Endik Hidayat.,SE,M.IP

Disusun Oleh :
Moh.Sunardi
Nim : 17031133

PROGRAM STUDI ADMINITRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA
SURABAYA
2018

IDENTITAS BUKU
JUDUL BUKU

: sistem politik indonesia

PENULIS


: prf.dr.kacung marijan

TEBAL BUKU

: 364 halaman.

UKURAN BUKU

: 15 x 23

PENERBIT

: PRENADAMEDIA GRUP

TERBIT

: 2010

CETAKAN


: keempat, januari 2015

ISBN

: 978-602-8730-16-7.

JUMLAH HALAMAN

: xxii+ 364 halaman

JUMLAH BAB

: 16 bab

DESAIN COVER

: cirlcestuff design

JENIS COVER


: soft cover

TEXT BAHASA

: Bahasa Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN
transfer kekuasaan dari preseden soeharto kepada wakil presiden b.j .habibi pada 21 mei
1998 telah membawa perubaan-perubahan yang berarti pada sistem politik indonesia.di tingkat
makro,perubahan ini terlihat dari adanya transformasi sistem politik indonesia,dari yang
sebelumnya bercorak otoriter kearah yang lebih demokratis.paling tidak,pintu menuju proses
demokratisasi sejak saat itu menjadi terbuka lebar.secara persial,kecendrungan itu terlihat dari
adanya perubahan relasi antara pemerintavpusat dengan pemerintah daerah,dari yang bercorak
sentralistis ke corak yan lebih terdesentralisasi,juga perubahan-perubahan kerangka kelembagaan
lainya,seperti adanya sistem multi partai ,pelaksanaan pemilu yang relefatif lebih
demokratis,adanya pers bebas,dan adanya menjadikan birokrasi dan militer sebagai kekuatan
profesional tetapi netral secara politik.
Jika dibndingkan transfer kekuasaan antara presiden soekarno kepada presiden soeharto
seusai peristiwa 30 september 965,telah terjafi perubahan besar-besaran (replacement),para

penguasa baru mencari format ekonomi politik baru melalui dua agenda utama yaitu stabilisasi
ekonomi dan setabilisasi politik,sebagaimana dicatat oleh herbert feith,ddua agenda iti
diwujudkan ke dalam pencarian lima bentuk ketertiban,yaitu’political order,sicial order,economic
order,legal order,dan security order’(feith 968:94)
Krisis ekonomi yang tiba-tiba melilit kuat pada 1997/1998 menjadikan negara orde baru
yang sebelumnya saat kuat berubah menjadikan negara orderbaru yang rentan secara ekonomi
dan politik.akibat krisis ini,penguasa meminjam istilah gaetano mosca (1959),yang ada
mengalami guncangan hebat dan mengalami keretakan,kosekuensinyayang ada saat itu sangat
rentan oleh perpecahan dan tergantinkan oelh kelas penguasa yang lain
Fakta kuatnya fondasi dan stabilitas ekonomi order baru sangat terlihat pada 1970-an dan
1980-an,ketika negara orde baru berupaya membangun infrastruktur dan meluncurkan programprogram untuk memenuhi kebutuhan pokok (sjahrir 1983),kususnya dibidang kesehatan dan
pendidikan.akan tetapi stabilitasdan fondasi ekonomi yang kuatitu mulai merosot terutama pada
paruh kedua tahun 1990-an,yakni ketidak mampuan mempertahankan pertumbuhan ekonomi
ditambah dengan penurunan tajam kemampuan daya beli masyarakat dan kekecewaankekecewaan lain dari masyarakat kepada negara telah membawa negara kehilangan legistimasi.

Akumulasi proses demokrasi

Jatuhnya pemerintahan soeharto bukan semata-mata disebabkan oleh krisis ekonomi pada
1997/1998 itu.kejatuhan rezim orde baru dan terbukanya proses demokrasi itu sejatinya
merupakan puncak akumulasi dari gerakan-gerakan sosial politik menuju demokrasi yang pernah

dicoba dilakukan jauh hari sebelumnya,ditengah-tengah himpitan kekuasaan yang
otoriter,kekuatan-kekuatan yang bisa diidentifikasi sebagai ‘civil society’,khususnya kekuatan

intrlektual dan mahasiswa berusaha menyuarakan sesuatu yang lain,yaitu berusaha membuka
sistem politik ke arah yang lebih demokrasi (aspinall 20015;nyaman 2006).
Memimjam kerangka analisis sistemnya david easton (1957) proses demokrastisasi yang
berkosekuensi pada tumbangnya pemerintahan orde baru itu,merupakan akibat dari
ketidakmampuan sistem politik untuk merespon tuntuta-tuntutan (demand)yan berkemban di
masyarakat.pemerintah orde baru termasuk lamban di dalam melakukan respon terhadap
tuntutan-tuntutan bagi percepatan demokratisasi.berbagai saran agar pemerintah lebih terbuka
dalammembangun sistem politik,tidak memperoleh tanggapan yang berarti.saran itu bahkan
bukan hanya datang dari kalangan akademisi dan intelek prodemokrasi.sejumlah jendral
purnawirawan yang pada awalnyavpernah dekat dengan soeharto seperti jendral suemitro juga
memberi saran agar iklim keterbukaan lebih dikembangkan.

Pemerintahan soeharto menjadi ketakutan kalau PDI dipimpin oleh megawati soekarno
putri,prolehan suaran PDI dikhawatirkan akan terus beranjak naik dan akan menjadi ancaman
serius bagi golkar.karena itu,megawati dianggap sebagai ancaman nyata bagi pemerintahan
soeharto.tetapi upayacuntuk menghadang megawati itu justru menjadi bumerang bagi
pemerintahan soeharto sendiri.puncaknya adalah ketika terdapat pasukan siluman yang tiba-tiba

menyerang kantor DPP PDI pada 27 juli 1996 yang terkenal dengan sebutan kudatuli (kudeta
duacpuluh tujuhjuli)
Tidaklah mengherankan,ketika krisis ekonomi menjadi trigel pamungkas bgi
pemerintahan orde batu,simpati kuatvkepada megawati terus berlanjut,pada pemilu 1999 pemilu
pertama pasca suara PDIP,partai yang dipimpin memperoleh suara yang sangat signifikan dan
keluar sebagai pemenang pemilu.disepanjang pemerintahan orde baru ,sudah terfapat kekuatan
perlawanan,mulai dari gerakan mahasiswa,LSM,sampai kelompok yng didirikan oleh toko
masyarakat seperti ‘petisi 50’dan ‘forum demokrasi’.
Sistem politik yang berubah
Para analisis yanvmenggunakan perspektif kelas(hiariej,2015;robison dan hadiz,2014)didalam
memahami jatuhnypemerintahan soeharto berpandangan bahwa keruntuhan penguasa orde baru
itu tidak serta merta akan diiringi oleh proses demokratisasi.
Regangan
Buku ini sendiri dimaksutkan untuk memperbincsngkan sistem politik indonesia pasca
pemerintahan orde baru.argumentasi yang fibangun di buku ini termasuk bagian dari mainstream
yang melihat bahwa jatuhnya pemerintahan soeharto telah menandai indonrsia untuk berproses
menjadi ngara demokratis.adapun yanvdiperbincangkan adalaha pelubahan kelembagaan
yanvberkaitan dengan relasi kekuasaan.bagian yang kedua berkaitan dengan kebijakan untuk
membangun relasi yang lebih baik dan demokratis antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.sedangkan bagian yang ketiga difokuskan pada birokrasi,militer,dan kelompok kelompok

kepentingan.

BAB 2 PELEMBAGAAN SISTEM
PEMISAHAN KEKUASAAN

POLITIK

DEMOKRATUS:PEMBAGIAN

DAN

PENDAHULUAN
Kekuasaan merupakan masalah sentral didalam suatu negara,karena negara merupakan
pelembagaan masyarakat politik (polity) paling besar dan memiliki kekuasaan yan otoriter bakan
dalam pandangan max weber ,kekuasaan didalam suatu ngara itu mencangkup penggunaan
paksaan yang absah didalam suatu wilayah tertentu,masala kekuasaan itu pula sering dijadikan
sebagai titk tolak untuk membuat tipologi tentang rezim suatu negara,tepatnya berkaitan dengan
tipologi tentang negara negara yang demokratis (otoriter maupun totaliter).
Dinegara
otoriter

atau
totaliter,kekuasaan
itu
bersumber
dari
atas
(aristokrat,penguasa).sementea itu di ngara demokratis kekuasaan itu bersumber dari bawah atau
rakyat.sementara itu,dinegar negara yang demokratis,kekuasaan itu terbatas dan terdistribusi ke
sejumlavkekuatabatau lembaag lembga politik.dengan kata lain adanya penyebaran dan
pembagian kekuasaan,serta adanya mekanisme kontrol terhadap kekuasaan itu.
PROBLEM SENTRALISASI KEKUASAAN
Kecendrungan utama yang membuat indonesia terjebak pada sistem politik yang otoriter
sejak akhir 1950-an sampai akhir 1990 an adalah adanya sentralisasi kekuasaan yang menguat
pada pribadi,kelompok,atau institusi tertentu (aspinall 3005;jackson 1978;liddle 1985;maclntyre
1991).mengingat sentralisasi kekuasaan itu mesala utama di dalam sistem politik indonesia
dimasa lalu,ketika reformasi politik menguat hal ini menjadi perhatian serius.para pelaku
reformasi berusaha mengatasi masalah itu melalui desain kelembagaan (institutional design) yan
ada di lembaga lembaga politik yang berkaitan dengan kekuasaan ,agar kekuasaan yang ada tidak
cenderung mengarah kepada sistem yang otoriter.
Secara sederhana yang dimaksut dengan pemisahan kekuasaan adalah involes the pulling

apart of district power and allocating them to distint agent,rather than bundling them together in
the hands of a single agent(brennan dan hamlin,2000:212).secara umum hal ini terlihat antara
pemisahan lembaga eksekutif,legislatif danyudikatif.sementara itu yang dimaksut dengan
perbndingan kekuasaan adalah to take a particular power (or set of power)and spead it across
agents so that no one individual is uniquely powerful(brennan hamlin 2000:212),contoh
sederhana di dalam pembagian kekuasaan adala adanya sistem bikameral di dalam parlemen
yaitu lembaga DPR yang mewakili orang dan adanya lembaga senat mewakili daerah.
Para pendiri indonesia sebenernya sudah menyadari pentingnya pemisahan dan
pembagian kekuasaan semacam itu.hanya saja di awal pembahasan konstitusi itu,terdapat
gagasan dari supomo tentang bentuk negara yang bercorak totaliter,bentuk negara ini disebutya
sebgai negara integralistik (simanjuntak 1994),menurut simanjuntak ,usulan soepomo itu
mrmperolevpenolakan dari sebagian anggita BPUPKI,gagasan itu dianggap bertentangan dengan
prinsip kedaulatan yang ada di tangan rakyatkarena itu gagasan soepomo itu pada dasarnya telah
gugur di awal

dalam kontrks itulah lalu muncul pandangan bahwa sepanjang diberlakukannya UUD
1945 selalu menghasilkan pemerintahan yan tidak demokratis (indrayana ,2008:125-136;mahfud
md,1998:6)
AMENDEMEN UUD1945 DAN MASALAH KEKUASAAN
Mengingat konstitusi merupakan landasan fundamental dalam penyelenggaraan

negara,termasuk pengaturan di dalam relasi yang ada dalam lembaga lembaga
neagara.secarakonstitusional adanya amendemen memang dimungkinkan,sebagaiman
dikemukakan oleh mahfud md (1999:59),hal ini tidak lepas dari faktavbahwa UUD 1945 itu
bukan dimaksudkan sebagai konstitusi yanvpermanen,melainkan sesuatu yang sementara.
Berkaitan dengan upaya untu mengontrol kekuasaan agar tidak terulang
adanyacpemerintahan yang otoriter sebagaimana sebelumnya,amandemen UUD 1945 berusaha
memperjelas pembagian dan pemisahan kekuasaan yang ada di lembaga lembaga
pemerintahan.diantara kekuasaan presiden yang fibatasi dan di kontrol adalah berkaitan dengan
wilayah kekuasaan legislatif dan yudikatif ,dalam pasal 5 uud 1945 sebelum di amandemen
dikatakan ,presiden memganvkekuasaancmembentuk undang undang dengan persetujuan dewan
perwakilan rakyat.
Sedangkan upaya untuk membangun adanya mekanisme checks and balnces,selain
dilakukan pengurangan kekuasaan presiden juga diiringi oleh penguatan kekuasaan lembaga
perwakilan rakyat.hal ini dilakukan untuk mencegavterulangnya pola executive heavy
sebagaimana terjadi sebelumnya.semntea itu untuk memperkuat dan memperbarui lembaga
yudikatif,terdapat lembaga baru yaitu komisi yudisial (KY) danmahkamah konstitusi (MK).ky
memiliki fungsi untuk menyeleksi calan calon hakim agung sebelum di usulkan dpr.perubahan
penting lain setelah adanya amandemen itu adalahberkaitan dengan perubahan fundamental
terhadap makna kedaulatan (sovereignty).
PROBLEM KELEMBAGAAN

Upaya untuk memperjelascadanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pasca
pemerintahan orde baru memang telah mmbawa hasil yang cukup bermakna,kekuasaan yang
sebelumnya tersentralisasi kemudian menjadi terbagi bagi.meskipun demikian,pembagian seperti
itu masih menyisahkan permasalahan.misalnya saja,sistem pemerintahan yang terbangun masih
menyimpan kekaburan.itulah sebabnya,sebagaiman disinggung di depan,sistem pemerintahan di
indonesiackecendrunhn bermodelc’semi presidensial’.
Secara konstitusional indonesia memang tidak menganut sistem semi presidensial.tetapi
dalam praktik ppemerintahan 2004-2008 sistem itu tampak.pertama,pemerintahan SBYJkdidasarkan pada pemerintahan koalisi atas sejumlah politik,kedua,kekuasaan padi dalam
proses pembuatan keputusan keputusan politik cukup besar.
Pilihan terhadap sistem presidensial sendiri,secara akademik dan praktis,memunculkan
perdebatan.pertama,didalam sistem presidensial,presiden dan legislatif (asembly),sama sama
bersaing didalam memprebutkan legiyimasi.keduaaaaaaaaa,didalam sistem presidensial masa
jabatan ditentukan secara tetap(fixed term).ketiga,sistem presidensialdipandang introduce

astrong elemen of zero sum game into democrate politics with rules that tendtoward a winner
take all outcome.keempat,gaya politik sistem presidensial,pelaku politik luar bisa memungkinkan
memenangkan pemilihan.
Dengan kata lain ,pilihan terhadap sistem presidensial harus di ikuti oleh pilihan pilihan
kelembagaan politik lain yang mendukung.disamping itu ,problem kelembagaan juga terjadi
pada isu isu lainnya,praktik kebijakan desentralisasi atau otonom daerah misalnya,telah memberi
otoritas yang cukup besar kepada daerah.
BAB 3 SISTEM PERWAKILAN POLITIK CHEKS AND BALANCE DAN PROBLEM
AKUNTABILITAS
PENDAHULUAN
Sistem perwakilan suda dipakai ketiks kali pertama indonesia merdeka.hanya saja
institusi yang menjalankan fungsi perwakilan itu tidak semuanya terkonstruksi secara
demokratis.contohnya,baik pada masa pemerintahan soekarno maupun soeharto,terdapat
wakilrakyat yang tidak dipilih melalui pemilu.seperti utusan golongan atau ada pejabat pejabat
poliyltik yang ditunjuk (appointed).
KONSEP PERWAKILAN
Istilah perwakilan sendiri baru muncul pada masa romawi kuno.meskipun tidak secara
langsung bermakna.meskipun tidak secara langsung bermakna politik.fidalam bahasa
romawi,’representation’berasal dari kata represaentare’.pada abad pertengahan ,kata perwakilan
banyak dipakai oleh gereja.pitkin memberi gambaran ,misalnya saja ,’the pope and cardinals
were spoken of as representing the person of christ and the apostles—not as ther agents,but as
the their image and embodiment,their mystical re incorporation’.
Sebagaimana dikemukakan oleh hannah pitkin,perwakilan termasuk konsep yangbsering
diperdebatkan maknanya didalam ilmu politik,bahkan perdebatan itu terus berlangsung di awal
awal abad ke dua puluh saru (andeweg dan thomassen,2005;brenan dan
hamlin,2000;mansbridge,2003).menurut pitkin kita tidak harus mmadukan duapandangan seperti
itu,dalam pandangan dia,yang lebih penting adalah bagaimana membangun relasi yang baik
antara wakil dan terwakin.berangkat dari argumen seperti itu ,pitkin lalu mengelompokkan
perwakilan
kedalam
empat
kategori
pertama,perwakilan
formal(formalitstic
representation).kedua,perwakilan deskriptip(descritive representation).ketiga ,perwakilan
simbolik (syimbolic representation).
Jeans mansbridge (2003),juga mengelompokkan perwakilan ke dalam empat
kategori.yang menjadi pijakan berkaitan dengan relasi antara wakil dan terwakil,adapun empat
kategori perwakilan itu adalah promissory ,’anticipator’,’gyrosopic’,’dan’suttogacy’..
PENGUATAN LEMBAGA PERWAKILAN
Desain kelembagaan yang muncul pascapemerintahan soeharto adalah untuk membangun
lembaga perwakilan yang memiliki otoritas lebih besar.maksudnya,lembaga itu tidak sajamampu
menjalankan fungsi perwakilan,melainkan juga memperjuangkan pentingan pentingan dari

konstituen atau rakya yang diwakilinya.penguatan ini terlihat dari adanya pengeksplisitan fungsi
dpr,yaitu fungsi legislasi,anggaran dan kontrol.
Penguatan itu,sekali lagi ,tidak hanya di DPR,meinkan juga di DPRD.hanya saja ,untuk
yang terakhir ini terdapat perbedaan,yaitu apakah DPRD itu bisamenjalankan fungsi sebagai
legislatif sebagaiman DPR atau kah DPRD merupakan bagian dari pemerintahan di daerah.pada
masa pemerintahan orde baru ,DPRD merupakan bagian dari pemerintah daerah,didalam paal 13
UU no 5 tahun 1974 dikatakan,’pemerintah daerah adalah kepala daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah’.
Setelah terdapat demokratisasi pasca runtuhnya pemerintahan soeharto ,terdapat upaya
untuk membangun check and balance didaerah,DPRD diberi otoritas yang lebih besar.kekuasaan
besar yang diberikan kepada DPRD itu merefleksikan masuknya perspektif DPRD sebagai
kekuatan legistatif di daerah.hanya saja,kekuasaan yanvbesar itu kemudian direvisi,hal ini tidak
lepas dari adanya kritik bahwa setelah ada perubahan seperti itu relasi antara eksekutif dengan
legislatif lebi cenderung ke model legislatif heavy.
SISTEM GUASI DUA KAMAR
Didalam UUD 1945yang belum diamandemen,intitusi yang menjalankan fungsi
perwakilan adalah MPR danDPR/D.MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang memiliki
otoritas dalam membuat kebijakan kebijakan paling strategis.karena fungsinya sangat
strategis,kenggotaan MPR terdiri dari para anggota DPR dan wakil dari utusan daerah gan
golongan golonhan.hanya saja,sebagai representasi dai rakyat,baikDPR maupun MPR,tidak
terkontruksi secara demokratis,yaitu para anggotanyaharuslah merupakan pilihan dari rakyat
sexara langsung
Agar kontruksi lembaga perwakilan itu lebih demokratiis,konstitusi bru yang sudah di
amandemen lalu mengamanatkan agar semua oranh yang duduk di lembaga perwakilan politik
itudipilih secara langsumg melalui pemilu.adanya proses seleksi para wakil rakyat yang duduk
dilembaga,ditambah dengan adanya konstruksi baru mengenai kedaulatan sebagaiman
disebutkan diatas,memiliki implikasi terhadat kontruksi lembaga perwakilan sendiri
Komtruksi bikameral itu beranhkat dari pandangan bahwa lembaga perwakilan yang ada
(untuk sementara ini baru terbatas pada apa ynag ada di jakarta saja)itu mencerminkan dua
perwakilan.DPR merupakan lembaga yang terkontruksi sebagai wakil dari orang
(penduduk).sementara itu,DPD merupakan lembaga yang terkontruksi sebagai wakil dari daerah.
MASALAH PERWAKILAN KELOMPOK MARGINAL SECARA POLITIK
Dalam sistem negara demokrasi liberal,upaya untuk mengakomodasi kelompok
kelompok marginal itu dilakukan melalui pemberian kesempatan yang sama kepada semua
warga negara (equal opportunity) untuk mengambil bagian di dalam proses proses politik seperti
adanya kesempatan yang sama untuk memilih dan di pilih.semua warga negara memiliki
kedudukan yang sama,tanpa mempertimbangkan karakteristik kaateristik dasar seseorang,untuk
mencalonkan diri sebagai calon wakil rakyat misalnya ,baik di dalam jabatan parlemen maupun
di dalam jabatan eksekutif.

Di indonesia,kebijakan khusus itu diberikan kepadakelompok perempuan atau yang
dikenal sebagai kebijaan kuota.lebijakan semacam ini dileluarkan setela memperoleh desakan
dari berbagai kelompok yan menginginkan adanya kesepakan yang lebih besar kepada politisi
perwmpuan untuk duduk di lembaga perwakilan rakyat (siregar 2007).hanya saja ,kebijakan
alternatif itu tidak lagi beakna penting pada pemilu 2009.dalam pemilu ini ,penentuan siapa ynag
akan yerpili untuk mewakili partai yang memperoleh alokasi kusi di DPR/D tidak lagi
didasarkan pada nomor urut,melainkan pada perolehan suara terbanyak.
RELASI WAKIL TERWAKILI DAN AKUNTABILITAS
Secara substansial,perwakilan berarti adanya para wakil yang bertindak sebagaimana
kepentingan atau yanvdiinginkan oleh orang orang yanvdiwakilinya.adanya wakil rakyat yang
berkarakter semacam ini lah yang diharapkan bisa terjadi setelah pemerintahan orde baru
jatuh,hanya saja seperti telah disinggung sebelumnya ,harapan itu belum menjadi lenyataaan
karena masih terjadi disconnect antara wakil dan terwakil.
Disampin itu ,secara kelembagaan,para wakil juga didorong untuk mengadakan
kunjungan secara rutin ke daerah pemilihannya masing masing,diharapkan ,melalui kegiatan
semacam itu para wakil rakyat berusahan memperjuangkan kepentingan dan berupaya
menyelesaikan permasalahn di daerah pemilihannya melalui kebijakan kebijakan yang dibuat
bersama sama pemerintah .melalui desain semacam itu ,relasi antara para wakil rakyat sebagai
agent denga para pemilih sebagai principal ,diharapkan bisa lebih melembaga.
Meskipun demikian,mekanisme kelmbagaan semacam itu teryata tidak membawa
perubhan yang cukup berati.ini hal ini terlihat dari realitas bahwa tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap anggota DPR priode 2004 2009 itu tidak lebih baik kalau dibamdimgkan
dengam priode sebelumnya.masalah akuntabilitas para wakil juga masih menjadi masalah
yanvcukup serius ,bulan hanya berkaitan dengan para wakil sendiri,melainkan juga terjadi ketika
dikaitkan dengan kontituen.
BAB 4 PARTAI BARU,ELECTORAL THRESJOLD DAN MASA DEPAN SISTEM MULTI
PARTAI
PENDAHULUAN
Bab ini dimaksudkan untuk memperbincangkan fenomena munculnya partai-partai ,oenggunaan
desain kelembagaan (institusional design) electoral threshold dan masa depan sistem multipartai
di indonesia .berangkat dari hasil hasi pemilu yang pernah diselnggarakan secara demokratis
(pemilu 1955,1999,2004,dan 2009).
DEMOKRASI,MASYARAKAT MAJEMUK,DAN PARTAI BARU
Di indonesia ,munculnya partai partai politik tidak lepas dari kebijakan pemerintah
kolonial belanda yang menerapkan politik elik implikasi dari kebijakan demikian tidak hanya
berkaitan dengan lahirnya proyek proyek pembangunan dan sosial melainkan juga adanya iklim
kebebasan yang lebih uas kepada masyarakat (imawan 1989)

Setelah merdeka,lahirnya partai partai politik berikut matinya partai partai politik,juga
tidak lepas dari dibukan tidaknya keran demokratis .pada awal kemerdekaan ,partai partai politik
tumbuh kuat karena munculnya kebijakan untuk membuka seluas luasnyakeran tumbuhnya
organisa organisasi politik.sebaliknya ,matinya partai partai politik juga memiliki keterkaitan
dengan ada tidaknya demokratisasi
Di samping didorong oleh iklim demokrasi,munculnya partai partai juga tidak lepas dari
karakteristik masyarakat indonesia yang majemuk.meskipun demikian ,realitas masyarakat
indonesia yang plural itu memberi kontribusi yang tidak kecil bagi lahirnya partai partai
politikdan sistem multipartai.
PELAJARAN DARI PEMILU 1955,1999,2004 DAN 2009
Pemilu 1955 merupakan pemilu pertama yang paling demokratis di dalam sejarah politik
di indonesia.sebagai konsekuensi dari dianutnya kebijakan multipartai,pemilu 1955 diikuti oleh
172 partai

Partai
PNI
MASYUMI
NU
PKI
PSII
PARJINDO
PARTAI KATOLIK
PSI
IPKI
PERTI
MURBA
Lain lain

suara
8.434.653
7.903.886
6.955.141
6.176.914
1.091.160
1.003.325
770.740
753.191
541.306
483.014
199.588
3.472.381

persentase
22,3
20,9
18,4
16,4
2,9
2,6
2,0
2,0
1,4
1,3
0,5
9,3

Kursi
57
57
45
39
8
8
6
5
4
4
2
22

ELECTORAL (PARLIAMENTARY)THRESHOLD DAN SISTEM KEPARTAIAN
Sejak pemilu 1999,indonesia sebenarnya sudah memberlakukan desain kelembagaan
untuk membangun sistem multi partai sederhana melalui electoral rules yaitu diperkenalkannya
electoral threshold .wujud dari threshold itu berupa persentase minimal perolehan suara di dalam
angka tertentu.tetapi antara negara satu dengan negara yang lain mengimplementasikan
presentase yang tidak sama ,ada yang 0,67 persen atau adapula yang 10 persen.
Denga kata lain ,impilkasi dari aturan seperti itu adalah hanya partai partai yang
memperoleh suara yang cukup berarti saja yang bisa mempengaruhi proses politik secara formal
karena memiliki kursi di parlementer.dalam threshold seprti itu ,apabila dilihat dari segi
jumlah.sistem kepartaian yang dimilii oleh suatu negara bisa jadi terkategori multipartai
penuh,misalnya saja memiliki lebih dari sepuluh partai.

Kalau kita serius menggunakan threshold sebagai instrumen untuk membangun sistem
kepartaian yang lebih sehat ,mau tidak mau kita harus memikirkan efektifitas penggunanya.untuk
itu kita bisa kembali pada pemahaman tentang threshold yang kita pakai.pertama adalah
memahami dan mengimplementasikan threshold sebagaiman terjadi di negara negara yang lain
yaitu memahaminya sebagai batas minimal perolehan suara suatu partai politik untuk
memperoleh kursi di parlemen. Yang kedua adalah memahami dan mengimplementasikan
threshold seperti yang terjadi sejak 1999 itu tetapi dengan mekanisme implementasi aturan yang
lebih ketat lagi
Adapun besaran threshold nya bisa berangkat dari argumen mekanisme perwakilan yang
ada di DPR.idealnya partai yang lolos threshold adala partai partai yang memiliki wakil di setiap
komisi di DPR.selin itu mekanisme treshold pada dasarnya lebih cenderung menguntungkan
partai partau yang sudavcukup mapan.meskipun demikian agar relasi antar partai tidak
cenderung sentrifugal,perlukan benang merah yan menghibungkan ideologi partai yang satu
dengan yan lain.
BAB 5 SISTEM PEMILU : MODUFIKASI SISTEM PROPOSIONAL DAN SISTEM
LANGSUNG
PENDAHULUAN
Bab ini diarahkan untuk memperbincangkan sitem pemilu yang suda dipakai oleh negara
indonesia pasca pemerintahan soeharto .bahasan awalnya diawali dengan perbicaraan mengenai
sistem sistem pemilu yang ada.kedua berkaitan dengan modifikasi modifikasi dilakukan guna
memperoleh sistem pemilu yanvlebih baik .ketiga berkaitan dengan implikasi dari penerapan
sistem pemilu itu terhadap stabilitas pemerintahan yang terbangun .
SISTEM SISTEM PEMILU
Secara sederhana sistem pemilu di bagi kedalam dua kelompok besar,yaitu sistem
proporsional dan sistem nonproposional ,yancterakhir ini serinvdisebut sebagai sistem distrik.di
indonesia sisrem pluralitas/mayoritas lebih dikinal sebaagi sistem distrik.karena transfer prolehan
suara ke dalam prolehan kursi lebih didasarkan pada distrik atau daerah pemilihan.
Rumpun keduan di dalam sistem pemilu adala sistem proporsional .prinsip utama
didalam ssitem ini adaalh adanya terjemahan capaian suara dalam pemilu oleh peserta pemilu ke
dalam alokasi kursi dilembaga perwakilan secara proporsional.karena menganut sistem
proporsionalitas ,sistem ini menggunakan multi member districk
Rumpun ketiga adalah aap yang disebut sebgai sistem campuran (mixed system).sistem
ini pada dasarnya berusaha menggabunhkan apaganvbaik di dalam sistem pluraritas/mayoritas
dan di dalam siatem proporsionalitas.ada dua sistem di dalam sistem campuran ini ,pertama
adaalh apa yang dimaksud mixed member proporsional (MMP).yanvkedua sistem pararel
(PARAREL SYSTEM).
MODIFIKASI SISTRM PROPORSIONAL

Sejak pemilu 19 indonesia menganut ssitem proporsional di dalam pemilu.di dalam
ssitem ini ,alokasi jumlabkursi dilembaga perwakilan didasarkan pada prolehan suara masing
masing peserta pemilu secara proporsional.alokasi dan distribusi kursi didasarkan pada jumla
penduduk.tetapi untuk luar jawa tidak sepenuhnya berdasarkan jumlavpenduduk.sistem
proporsional juga memiliki kekurangan .diantaranya adalah kurangnya tingkat ketereakilan dan
akuntabilitas para wakil kalau di katakan dengan kewilayahan.
Jatuhnya pemerintahan soeharto juga diirinhi oleh harapa untuk mengubah sistem pemilu
dari proporsional k sistem distrik.hanya saja tuntutan demikian tidakbisa dikabulkan karenapara
wakil rakyat mengambil keputusan bahwa indonesia tetap menganut sistem pemilu secara
proporsional .alasan yan dipakai tidak berbeda dengan alasan mdnjelang pemilu 1955,yaitu
bahwa sistem proporsionl dianggao sebagai sistem yan lebih pas untuk indonesia.
Meskipun demikian ,didalam tiga kali pemilu pasca pemerintahan soeharto
1999,2004,3009,terdapat perubahan perubahan variasi didalam sistem pemilu yang dipakai.pada
pemilu 1999,provinsi tetap menjadi DP tetapi suda mulai mempertimbangkan
kabupaten/kota.alokasi kursi dari partai partai peserta pemilu,fidasarkan oada prolehan suara
yang ada di masin masin provinsi tetapi mulai mempertimbangkan prolehan calon dari masing
masing kabupaten/kota.
Pada pemilu 2004 DP tidak lagi provinsi melainkan daerah yan lebih kecil lagi,meskipun
ada juga DP yan mencangkup satu provinsi yaitu riau ,jambi,bengkulu ,bangka belitu,kepulaauan
riau ,yogyakarta ,bali,NTB ,semua provinsi di kalimantan ,sulewesi utara ,sulawesi
tenggara,gorontalo,maluku,maluku utara,paoua dan iriran jaya barat..masing masing DP terdapat
jatah antara 3 sampai 12 kursi.pada pemilu 2009 besaran untuk DPR diperkecil antara 3 -10
kursi.
SISTEM UNTUK DPD,PRESIDEN/WAKIL PRESIDEN,DAN KEPALA DAERAH
Selain untuk memilih para angota DPR/D ,pemilu juga dipakai sebagai instrumen untuk
memilih pejabat pejabat politik lain,yaitu dewan perwakilan daerah (DPD),dan presiden /wakil
presiden.untuk pemilihan anggota DPD,pemilihannya dilakukan secara bersama dengan
pemilihan anggota DPR/D.sedangkan untuk pemilihan presiden /wakil presiden dilakukan secara
terpisa
Untuk pemilihan calin DPD,calon tidak didasarkan pada partai ,melainkan perorangan,hal
ini dimaksutkan untuk menakomodasiangota MPR dari utusan daerah dan golongan yan suda
dihapuskan .dengan demikian tokoh tokovdaerah dan tokoh tokoh masyarakatnon partai
memiliki kesempatan menjadi anggota DPD tanpa harus berafiliasi dengan partai lain.
Kalau sebslumnya presiden /wakil presidsn dipili oleh MPR.sejak 2004 presiden /wakinl
presiden dipilih secara langsung ,pemilihan semacam ini dimaksudkan sebagi upaya untuk
memperbaiki kehidupan demokratis,mencegah kebijakan kekuasaan olevpara wakil rakyat di
DPR dan untuk menciptakan adanya akuntabilitas yan lebih baik dari pada pemimpin kepada
rakyat.
SISTEM PEMILU DAN STABILITAS PEMERINTAHAN

Diantara implikasi penting dari penggunaan sistem proporsional adaal
sulitnyacmenghasilkan
adanya
partai
mayoritas
yang
bisa
mengendalikan
pemerintahan.berangkat dari atudi perbandingan di banyak negara.michael gallagher (3005:562)
mmbuat kesimpulan bahwa sistem proporsional cenderunvmenghasilkan pemerintahan koalisi
(coalition goverment),sedangaln sistem non proporsional cenderung menghasilkan pemerintahan
tunggal (single party govermen )
BAB 6 PARTISIPASI PUBLIK ,BUDAYA POLITIK PEMILIH,DAN DEMOKRASI.
PNDAHULUAN
Bab ini diarahkan untu memperbincangkan partisipasi politik,budaya pemilih dan
demokrasi di indonesia.uraian secara teoritis tentan keterkaitan antara partisipasi politik dan
budayacpolitik di dalam demokrasi,mengawali pembahasan.bagian keduan membahas
pelembagaan demokrasi dan problem keterwakila di indonesia pasca reformasi .bagian
selanjutnya memperbincangkan desain kelembagaan untuk membangun partisipasi politik
.seteleha itu ,secarackhusu diperbincangkan partisipasi publik dalam taraf yang minimal yaitu
partisipasi melalui pemilu.terkhir adalah perbincangan tenteng keterkaitan antara partisipasi
politik dan budaya politik.
PARTISIPASI PUBLIK,BUDAYA POLIYIK DAN DEMOKRASI.
Partisipasi publik pada dasarnya merupakan bagian dari partisipasi pada
umumnya.merujuk pada the 1995-1997 world value survey,charles andrian dan james smiteh
(2006:67)mengelompokkan tiga bentuk partisipasi.pertama adalah partisipasi yan lebih pasif ,di
dalam tipe pertama ini partisipasi dilihat dari keterlibtan politik seseorang yakni sejauh mana
oran itu melihat politik sebagai sesuatu yanvoenting ,memiliki minat terhadap politik,dan sering
berdiskusi mengenai isu isu politik dengan deman .kedua adalavpartisipanyan lebih
aktif.yanvmenjadi perhatian adala sejauh mana oranvitu terlibat di dalam organisasi organisasi
atau asosiasi asosiasi sukarela (voluntary associations) seperti kelompok kelompok keagamaan
oleh raga ,pecinta lingkungan,organisasi profesi dan organisasi buruh.ketiga adalah partisipasi
yan berupa kegiatan kegiatan protes seperti ikut menandatangani petisi ,melakukan boikot dan
demonstrasi.
Pentingnya partiaipasi publik dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
kebijaakn publik di dalam direct democracy dan participatory democracy acap kali dikaitkan
dengan realitas tentang penurunn pandangan bahwa para wakil di lembaga lembaga perwakilan
politik itu sudah tidak cukup mampu menjalankan funsinnya (deficiencies of representative
politics)(lupia dan matsusaka,2004,vater 2000).
Dalam pandangan almond dan verba ,budaya politik warga negara dapat menopang
tetjadinya :govermental power’dan ‘govermental responsivenes’ di dalam sistem perwakilan
(almond dan verba ,1963:8).goverment power berarti adanya elite di dalam sistem politik yan
memiliki otoritas dari rakyat sehingga memungkinkan mereka bisa membuat dan melaksanakan
kebijakan kebijakan secara absah sementara itu govemental responsivenes berarti bahwa para

elite itu harus accuntable sehingga memungkinkan rakyat melakukan evaluasi tethadap apa yan
telah mereka lakukan
DEMOKRASI DI INDONESIA:PROBLEM KETERWAKILAN
Jatuhnya pemerintahan soeharto telah wmbuka ruang yang cukup besar pada ptoses
demokratisasi di indonesia, dari sisi prosedural,perubhan kearavmenuju sistem politik yang lebih
demokratis memang sudah terjadi .syarat minimal demokrasi sebagaiman dikemukakan
olevrobert dahl (1971),seperti adanya partisipaai dan kontestasi ,yan terwujud pada dibukannya
keran sistem multi partai dan pemilu yang bebas dan adil telah dipenuhi.
Demokrasi memang tidak berhenti pada adanya pemilu yang bebas,yang oleh hungtinton
disebut sebagai defini minimal demokrasi (hungtunton 1991:9)didalam sistem perwakilan
,demokrasi
juga
menuntut
adanya
pertanggungjawaban
dari
para
wakil
(representiatif)kepadayang diwakili (represented)
RUNG LINGKUP DAN PELEMBAGAAN PARTISIPASI PUBLIK
Selain membuka ruang adanya sistem multipartai dan pemilu yang bebas dan adil,upaya
membangun relasi yan lebih baik antara wakil presiden dan terwakil dan partisipan publik
dilaksanakan dilakukan melalui deaain kelembagaan lain.diantaranya adalah modifikasi sistem
pemilu,pembukaan ruanvrelasi antara eakil dan terwakil melalui jaring aspirasi masyarakat
(jaring asmara)dan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang)dan ruang konsultasi
serta rapat antara DPR/D dengan publik di gedung DPR/D,kebijjan ekonomi daerah,dan
pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung dan pemberian kebebasan untuk berbicara
di ruan ruan publik.
Pertama ,masalah modifikasi sistem pemilu,jenis sistem pemilu memiliki kosekuensi
yanvtidak sama antara satu dan yanvlain (ferell,2001 ;gallagher dan mitchell,2005 ;reece dan
ware ,1992),sistem proporsionl misalnya dipandanvlebih mampu menghasilkan para wakil yang
mencerminkan kelompok kelompok yanvada di dalam masyarakat.meskipun demikian desain
kelembagaan semacam itu masih belum mampu mangasilkan relasi yan lebih baik antara wakil
danterwakil,kendati mengalami perbaikan
PEMILU ,PILPRES,DAN PILKASA SECARA LANGSUNG PROBLEM GOLPUT
Ikut serta di dalam pemilu merupakan salah saru bentuk partisipasi politik minimal warga
negara ,mellui pemilu warga memilih para wakil yanvakan duduk di lembaga lembaga
perwakilan.kaalu dibandingkan dengan negara negara yan sudavmapan demokrasinya,tingkat
partisipan pemilihan di dalam pemilu memanvmasih cukup tinggi.tetapi mengingat indonesia ini
sedang menepati proses demokratisasi,kecendrungan menurunya partisipasi pemilih itu patut
menjadi perhatian.indonesia agak terlalu dini memasuki suatu tahapan apa yang disebut oleh
onthony gidens sebagai ironi demokrasi .dalam pandangam gidens disampincterdapat fenomena
demokratisasi yancmeluas,negara negara yang sebelumnya otoriter atau totaliter berubah menjadi
lebih demokratis

Memang di sebagain besar negara di dunia,termasuk di indonesia ,ikut di pemilu
merupakan bagian dari pada apa yang disebut bruce ackerman dan james fishkin (2003:7)sebagi
civic privatism.mengikuti pemilu merupakan utusan pribadi ,meskipun hal ini menyangkut
urusan kenegaraan (publik),ketiak datanvke bilik bilik suara ,pilihan pilihan yang dibuat juga
merupakan bagian dari masalah pribadi
Sikap ignorance iti bisa jadi merupakan refleksi terhadap sikap ignorance yang dilakukan
oleh para wakil akibat adanya disconnect elektroral.yang menjafi maslah adalah apakah adanya
publik ignorance sebagaiman tercermin di dalam peningkatnya angka golput iti tifak malah
membuat masalah disconnect electoral semakin lebar,golputyang terjadi iti pada pemilu
belkangan memanvbukan disebbkna oleh aksi sengaja untuk tidak golput dan melawan
pemerintah sebagaiman pemilu 1971
PARTISIPASI PUBLIK DAN BUDAYA POLITIK
Masih rendahnya partisipasi publik di dalam proses pembuatan dan pelaksaan kebijakan
kebijakan publik di indonesia merupakan bukti betapa desain kelembagaan sja tidak cukup
seperangkat kelembagaan sepertu itu adanya uu yang menjamin kebebasan
nerpendapat,berkspresi dan bersosialisasi,serta adanya peluanvbagi wakil dan terwakil untuk
berinteraksi (engagent)tidak serta merta mendorong adanya partisipasi politik iti
Jauh sebelum jatuhnya pemerintahan orede baru ,wiliam liddle (988) menepatkan budaya
politik indonesia didalam kontek tronsformasi dari budaya politik tradisional ke budaya politik
moderen.budaya politik tradisonal dipengaruhi olevoelh beragam etnis,agama ,dan budaya
budaya lokal lainnya.sementra itu budaya politik moderen dipengaruhi oleh budaya barat
Ketidak puasan terhafap kinerja pemerintahan atau para wakil,itu tidak hanya diwujudkan
dalam bentuk menghukum .ketidak puasan iyu juga melahirkan distrust dari para memilij yanh
memicu pada suatu keputisan untuk tifak ikut dalam pemilu dan trtlibat dalam partisipan publik
lainnya
PENUTUP
Di indonesia proses demokratisasi juga melibatkan desain kelembagaan
yanvmemunhkinkan terbangunya lerangka kerja demokrasi seperti itu,tertapi sati dekade proses
demokratisasi pasca runtuhnya pemerintahan soeharto trlah menyaksikan betapa upaya untuk
mewujufkan kerangka seperti itu tidak lah mudah dilakukan
BAB 7 DESENTRALISASI DAN PEMBANGUNAN SEBUAH PERDEBATAN
PNDAHULUAN
Bab ini mencoba memperbincangkan literatur yan memperdebatkan kebijakan
desenyralisasi yang terbahi ke dalam du bagian besar.bagian pertama akan membahas batasan
desentralisasi.bagianledua membahas perdebatan mengenai implikasi pada pembangunn
KOMSEP DESENTRALISASI DAN CAKUPANNYA

Sperti dikatakan oleh mark turner (2999:4)desentralisasi merupakan salah satu komsep
didalam ilmu sosial yang memiliki banyak makna di sepanjang waktu .memahami desentralisasi
denganxdemikian tifak lepas dari berbagai perspektif.sejauh ini paling tidak,terdapat tiga
perspektif pertama afala perspektif politik.didalam perspektif ini desentralisasi di tempatkan
dalam konteks relasi antara pemerintabpusat dan daerah dan pemguatan demokrasi di
daerah.kedua,perspektif adminitrasi uanvlain cenderung untul membahas desentralisasi dalam
konteks pembagian kewenangan anyara lembaga lembaga atau agen agen pemerintavpusat.ketiga
perspektif ekonomi,didalam perspektif ini desenyralisasi diapahami dalam dua hal .pertama
adalah berkaita dengan pembagian sumberdaya keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
atai yanvdisebut desenttalisasi fiskal.kedua adalah privatisasi pelayanan publik.
Penerapan desentralisasi dari pespektifvpolitik secara kaku itu memunculkan
sejumlavpermasalahan.pertama menyimak fakta bahwa desentralisasi itu bukan hanya berkaitan
dengan penguatan masyarakat lokal atau kelompok marginal,melainkan
juga tlrelasi
kelembagaan antaar pemerintah pusat dan daerah.Kedua ,perspektif desentralisasi politik
berasumsi bahwa desentralisasi berkaitan dengan demokratisasi daerah.faktanya desentralisasi
yltidak tidak sama dengan demokratisasicseperti yang dikatakan oleh croock dan manor
(2998:2).ketiga,teransfer kekuasaan tidak culup bagi desentralisasi tanpa melibatkan transfer
sumber dayackeuangan (rondineli,2983:olowu,1989)
DESENTRALISASI DAN PEMBANGUNAN :PRO DAN KONTRA
Implikasi desentralisasi terhadap pembangunan ,dalam artian yanvluas.telah menjadi
perdebatan didalam literatur yang membahasnya yakni apakabmemiliki nilai positif atau
negatif .sebagian besar desentralisasi yang memahami desentralisasi sebagai alternatif dari
sentralisasi melihat sisi positif dari kebijakannya (mad dick.1963;rondineli and
cheema,1983;smith ,1985;rondinelli mvcullough et al.,1989 ;sellers 2002)
desentralisasi sebagai alternatif dari sentralisasi serin dianggap sebagai kekuatan yang
mampu mebawa kebijakan pembangunan lebih dekat dengan masyarakat,selain untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi .karena itulah rondinelli dan cheema (1983;14-16) sampai
pada kesimpulan bahwa melalui desentralisasi,pemerintah pemerintah daerah akan dapat bekerja
lebih efektif dan efisien,termasuk dalam penyediaan barang-barang dan pelayanan publik.
Argumen lain berasal dari orang orang yang berangkat dari teori pilihan teori pilihan
publik (theory of publik chice) yang mengatakan bahwa desentralissi merupakan instrumen
penting untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakat.(tiebout,1956;oates,1972;smith,1985;oates
1999).argumen dasar dari teori pilihan publik bahwa ‘man is an egoistic,rational utility
maximizer’ (mueller 1979;1)dipakai untuk enjelaskan bahwa pemerintahan yang terdesentralisasi
mampu menyediakan barang barang dan pelayanan publik yang lebih baik dari pada
pemerintahan yang terdesentralisasi.
Disamping mampu menciotakan ‘allocative efficiency’seperti di atas ,desentralisasi juga
dipandang mampu menciptakan suatu pemerintahan yang memiliki akuntabilitas mendorong
demokratisasi,dan bahkan mampu menghasilkan ‘cost recovery’.meskipun demikian,literatur
yang melihat sisi positif desentralisasi juga menyadari bahwa implementasi kebijakan ini

tidaklah mudah.olowu (1989;202),misalnya,terang terangan menyebut bahwa pelaksanaan
kebijakan desentraisasi di sejumlah negara afrika pada 1960 an dan 1970 an telah gagal.tidak
hanya itu,di negara negara lain ,termasuk di indonesia ,kebijakan desentralisasi pada tahu tahun
itu juga pernah gagal. Sebab sebab dari kesulitan atau kegagalan pelaksanaan kebijakan
desentralisasi itu beraneka ragam.
PENUTUP
Desentralisasi telah menjadi pilihan kebijakan di nbnyak negara yang sedang
berkembang.pandangan bahwa desentralisasi merupakan unstrumen untuk mencapai alokasi
penyediaan barang barang dan pelayanan publik lebih efisien,menciptakan pemerintahan yang
memiliki responsibility dan accountablity,serta mendorong demokratiasi di daerah,telah menjadi
pendorong kuat dari banyak negara untuk mengadopsi kebijakan tersebut.
BAB 8 OTONOMI DAERAH DAN MASALAH DEMOKRATISASI DAERAH
PENDAHULUAN
Bab ini dibangun berdasarkan argumen bahwa perubahan peran kelembagaan di daerah
masih belum mampu membangun kehidupan demokrasi yang lebih baik di daerah.perubahan iti
seharusnya dikaitkan dengan perubahan perubahan kelembagaan politik yang lain sepertu sistem
kepartaian dan pemilu.yang tidak kaalh pentingya adalah penguatan lembaga lembaga
yanvterdapat di dalam masyarakat (civil society).kekuatan yanvterakhir ini,secara teoritis
memiliki peran yancsangat penting dalam mendorong proses demokratisasi di daerah.
PERUBAHAN KELEMBAGAAN DAN DEMOKRATISASI
Di dalam literatur yang membahas mengenai desentralisasi atau otonomi daerah,baik
yang menekankan pada desentralisasi adminitrasi maupun poliyik,disebutkan pentingnya
lembaga di daerah falam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.agar lembaga di tingkat
lokal mampu mrlaksanakan desentralisasi,maka yang sering dilakukan adalah melaksanakan
perubahan kelembagaan yang lebih substansial,baik dalam struktur organisasi maupun
fungsinya.di jerman dan belanda ,misalnya perubahan struktur dan fungsi lembaga di tingkat
lokal terus dilaksanakan di sepanjang 1980 an dan 1990 an .di belanda,pada 1980 an,perubgan di
dalam pemerintahan lokal lebih bnyak dipengaruhi oleh gagasan menejemen publik baru (the
new publik management,NPM)yang kala itu di populerkan oleh negara negara anglo
saxon.sementara itu,di jerman lebih banyak dipengaruhi oleh gagasan yang disebut renewal of
politics from below.
Meminjam istilah hirschman,menurut burn,hambleton dan hogget (1994)meningkatkan
demokratisasi di tingkat lokal bisa dilakukan melalui mekanisme suara (voice),yaitu adanya
mekanisme yang memungkinkan terdengarnya dan tersalurnya aspirasi politik dari
masyarakat.untuk itu terdapat rmpat pendapt umum yang bisa dilakukan sebagai berikut (burn et
al.,1994:35-36).pertama,melalui perbaikan sistem demokrasi perwakilan (improving representatif
demokracy).kedua ,melalui perluasan cakupan demokrasi perwakilan (extending representayive
democracy).ktiga melibatkan demokrasi partisipatoris ke dalam demokrasi perwakilan (infusing

representative with participatory democracy)..yang terakhir adalah memperluas demokrasi
partisipatoris (extending participatory democracy).
PENGUATAN LEMBAGA PERWAKIALAN (DPRD)DAN MASALAHNYA
Perubahan yang cukup besar didalam otonomi daerah terjadi berkaitan dengan posisi
DPRD,baik di tingkat kabupaten/kota atau di tingkat provinsi.pada masa pemerintahan orde baru
atau tepatnya sebelim uu nomer 22 tahun 1999 diberlakukan posisi DPRD dapat dikatan
lemah.secara kelembagaan,sebagaimana yan terdapat di dalam UU nomor 5 tahun
1974,kelemahan itu terletak pada posisi yang dimiliki oleh DPRD yakni menjadi bagian dari
pemerintah daerah.
Disamping itu,lemahnya DPRD tifak lepas dari corak otonomi daerah yang ada di
indonesia sebelum jatuhnya pemerintahan soeharto,yang cenderung terletak pada masalah
adminitratif dari pada masalavpolitik (gerritson dan situmorang,1999).didalam corak
demikian,daerah hanya sedikit diberi keluasan untu membuat kebijakannya sendiri.daerah lebih
banyak di beri kewenangan untuk melaksanakan fungsi yang ditentukan olevpusat.sedangkan
perumusan kejikan termasuk berbagai perencanaan,khususnya yang bersifatcstrategis,ditentukan
oleh
pusat.kosekuensinya,didalam
konteksvpolitik,DPRD
sulit
menjalakan
fungsinya.berbagaickeputusan yang dibuat tidak bisacbegitu saja berlaku tanpa terlebih dahulu
memperoleh persetujuan dari pemerintah pusat .
Paling tidak terdapat tiga ruang yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan
kekuasaan yang dimiliki oleh lembaga perwakilan rakyat daerah.pertama,kewenangan dan
kekuasaan di dalam memilih kepala daerah.kedua,kekuasaancdan kewenangan didalam laporan
pertanggung jawaban.ketiga,kekuasaan dan kewenagan di dalam anggaran.
PENTINGNYA KONTROL
Pengiatan lembaga perwakilan rakyat di daerah dimaksutkan sebgai upaya untuk
melaksanhan kontrol terhadap jaalnnya pemerintahan didaerahcdan untuk membangun
demokratisasi daerah,masalahnya kalau di lembgacyang diharapkan dapat memiliki peran besar
sudavterdapat penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan,lalu apa yanvbisa diharapkan lagi?
Sebagai kosekuensi dari dipakainya sistem pemilu proporsional sebenarnya peran kontrol
terhadap wakil rakyat itu bisa dilakukan oleh partai politik.tetapi mekanisme demikian tidak
berjalan secara baik.diantaracsebabnya adalah karena peraturan tentang hak,recall tidak lagi bisa
dipaki pada anggota DPR hasil pemilu 1999.hal iti dihilangkan karena terdapat kekawatiran
disalahgunhan oleh partai politik seperti pada masa permerintahan orde baru.hak recal justru
diperuntukan bagi para wakil rakyat yang kritis kepada pemerintah .tetapi,didalam
perkembangannya,hak recal itu diberlakukan kembali setelah pemilu 2004,setelah partai partai
merasakan adanya pembanhkangan yang dilakuakn oleh anggotanya di DPR/D priode 19992004.
Disamping itu,perbaikan sistem kepartaian dan sistem pemilu ituvjuga diikuti
olevkemungkinan pemilih untuk mengontrol leboh lanhsung terhadap para wakilnya.sekirannya
hak recall dihidupkan kembali,misalnya,hak itu harus melibatkan para konstituen.disamping

untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan olebpartai politik perlibatan konstituen didalam
hal recall akan memungkinkan rakyat untuk mengoreksi para wakilnya.misalnya,ketika
parackonstituen mengetahui bahwa ada wakilnya yang menyalahgunhan kekuasaan dan
kewenangan ,mereka bisacramai rami mengusulkancagar eakilnya ditarik dari lembaga
perwakilan rakyat.
PENUTUP
Kebijakan otonomi daerah sebagaimaan terdapat di dalam UU nomer 22 dan nomor 35
tahun 1999 memberi peluang yang lebih baik dalam membngun relasi antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah.melalui UU itu,daerah tidak hanya memiliki kewenangan yang lebih
besar di bidanvadminitrasi.melainkan juga di bidan politik.daerah juga memungkinkan untuk
mengelola ekonominya secara lebih mandiri.melalui kebijakan otonomi daerah seperti ini
ketimpangan ekonomi politik antara pusat dan daerah bisa diminimalisir.
BAB 9 PRONLEM KELEMBAGAAN TRANSISI DEMOKRASI DI DAERAH
Ada pun literatur yang memperbincangkan transisi demokrasi di daerah biasnya berkait
dengan perbincangan tentang kebijakan desentralisasi (choup,2003;diamond et
al.,1999;smith,1998)disini desentralisasi tidak hanya dianggap sebagai bagian dari upaya untuk
memperbaiki tersedianya jasa jasa dan baranvbarang publik di daerah agar berlangsung lebih
efisien dan efektif.sebagaiman dipahami didalam desentralisasi adminitratif dan
fiskal.desentralisasi juga berfungsi sebagai instrumen untul memperbaiki kualitas demokrasi di
daerah,terutama sekali untu mendorong munculnya pemerintahan yang acuntable,responsible dan
transparent.
MENGAPA DEMOKRASI DI DAERAH
Menurut brian c smith,munculnyacperhtian trrhadap transmisi demokrasi di daerah
berangkat dari suatu keyakinan bahwa adanya demokrasi di daerah merupakan prasyarat bagi
munculnya demokrasi di tingkat nasional (1998:85-86).pandangan yanvbercorak fumgsional ini
berangkat dari asumsi bahwa ketika terdapat perbaikan kualitas demokrasi di daerah,secara
otomatis bisa diartikan sebagai adanyavperbaikan kualitas demokrasi di tingkat
nasional.berdaskan studi studi yamvpernah dilakukan disejumlah negara di berbagai belahan
dunia,smit mengungkapkan empat alasan untuk memperkuat pandangan tersebut.
Pertama,demokrasi pemerintahan di daerah merupaakn suatau ajang pendidikan politik
yanvrelevan bagi warga negara di dalam suatu masyarakat yang demokratis (free
societies).kedua,pemerintah daerah dipandanvsebagai penhonytol bagicperilaku pemerintah
pusat yang berlebihan dan kencendrungan anti demokratis di dalam suatu pemerintahan yamg
sentralistis.ketiga,demokrasi di daerah dianggap mampu menyuhuhkan kualitas pastisipasi yang
lebih baik dibandingkan kalau terjafi di yingkat nasional.keempat,kadus kolombia menunjukan
bahwa legitimasi pemerintah pusat akan mengalami penguatan manakala pemerintah pusat itu
melakukan revormasi di tingkat lokal.
TRANSISI DEMOKRASI DAERAH

Transii demokrasi di daerah berati masa pemilihan dari kondisi pemerintahan daerah
yang kurang demokratis (otoriter,totaliter)menuju pemerintahan yang lebih demokratis.transisi
seperti ini paling tidak bisa melibatkan tiga bentuk proses (gill,2000;68;71).pertama ‘transition
throuht transaction’.transisi ini terjadi manakala para elite berinisiatif untuk melakukan
demokratisasi.kedua ‘transition throuht extriaction’,yakni manakala rezim itu melemah.karena
menyadari kelemahan itu,rezim mencoba menyingkirkan diri sendiri dari kekuasaan.ketiga