HUBUNGAN TIMBAL BALIK DAMPAK PERUBAHAN K (1)

UDARA, AIR DAN HUTAN
(HUBUNGAN TIMBAL BALIK, DAMPAK PERUBAHAN KUALITAS DAN
KUANTITAS, SERTA REGULASI TERKAIT)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu Lingkungan
(Dosen: Dr. Tb. Benito A. Kurnani, Ir, Dipl. EST)

Disusun oleh:
KELOMPOK I
Novis Ezuar
Febriani Wijayanti
Dikarama Kaula
Yuki Alandra
Lukmanul Hakim

250120160010
250120160011
250120160015
250120160019
250120160023


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

A. Hubungan Timbal Balik Antara Udara, Air dan Hutan
Udara, air dan hutan merupakan sumber daya alam yang mempunyai peran penting dalam
kehidupan manusia dan semua makhluk hidup. Ketiganya digolongkan sebagai common-pool
resources atau sumber daya yang dimiliki/dikuasai oleh banyak orang/pihak. Manusia memanfaatkan
udara, air dan hutan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Pemanfaatan yang berlebihan
(eksplotitatif) sering menimbulkan berbagai permasalahan, seperti tragedy of the common, hingga
kerusakan dan degradasi kualitas lingkungan hidup.
Hubungan timbal balik antara udara, air dan hutan salah satunya dapat dijelaskan melalui siklus
hidrologi. Siklus hidrologi adalah suatu siklus atau sirkulasi air dari bumi ke atmosfer dan kembali
lagi ke bumi yang berlangsung secara terus menerus. Siklus hidrologi memegang peran penting bagi
kelangsungan hidup organisme bumi. Dengan adanya siklus ini, ketersediaan air di daratan bumi
dapat tetap terjaga.

Gambar 1. Siklus Hidrologi
Dalam siklus hidrologi (Gambar 1) terjadi penguapan air dari tanaman, tanah, dan air (laut,

danau, sungai, dan air terbuka lainnya) yang prosesnya disebut evapotranspirasi. Selanjutnya air
menguap ke atmosfer dalam bentuk uap air dan terkondensasi di udara membentuk awan lalu
kemudian terjadi hujan atau dapat presipitasi. Air hujan tersebut dapat langsung jatuh ke permukaan
tanah sehingga terjadi aliran permukaan (run-off) dan dapat pula jatuh melalui tajuk pohon
(throughfall), kemudian mengalir melalui batang (stemflow) dan terserap kedalam tanah (infiltration)

1

menjadi aliran bawah permukaan (sub-surface run-off), atau tersimpan dalam tanah menjadi air tanah
(ground water storage).
Melalui siklus hidrologi, terlihat jelas bahwa udara, air dan hutan saling mempengaruhi satu
sama lain. Udara (atmosfer) yang merupakan campuran berbagai macam gas, seperti nitrogen (N 2),
oksigen (O2), karbon dioksida (CO2), uap air (H2O), metana (CH4), ozon (O3), nitrogen oksida (N2O),
dan beberapa unsur minor lainnya merupakan bagian dari hasil aksi-reaksi yang terjadi pada siklus
tersebut. Air (H2O) merupakan komponen dasar di alam yang juga sangat berguna dalam menjaga
keseimbangan dan keberlangsungan kehidupan. Semua siklus yang terjadi di alam pasti melibatkan
air, dan pada kenyataannya tanpa air maka tidak akan ada kehidupan. Sementara hutan yang dipahami
sebagai ekosistem yang terdiri dari berbagai vegetasi tumbuhan dan juga dihuni beragam spesies
hewan memiliki peran yang sangat penting dalam siklus hidrologi ini. Hutan dalam siklus hidrologi
berperan pada proses presipitasi dan transpirasi.

Kondisi normal pada suatu siklus hidrologi dapat diartikan sebagai kondisi dimana komponenkomponen alam memiliki komposisi (kualitas dan kuantitas) yang seimbang. Dengan komposisi yang
seimbang, maka siklus hidrologi (begitu juga siklus-siklus alam lainnya) dapat berjalan optimal dalam
menjaga keseimbangan alam. Namun, ketika salah satu komponen berada pada komposisi yang tidak
seimbang, maka siklus-siklus tersebut akan terganggu, yang pada akhirnya akan menyebabkan
terganggunya keseimbangan alam.
Kawasan hutan yang ditumbuhi berbagai macam vegetasi berperan sebagai produsen oksigen
yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Dengan memanfaatkan air dan karbon dioksida, serta
didukung oleh cahaya matahari, berbagai tumbuhan di hutan menghasilkan oksigen melalui proses
fotosintesis. Hal ini menjelaskan bahwa betapa eratnya hubungan antara hutan, air, dan udara. Oleh
sebab itu, kerusakan yang terjadi pada hutan akan menyebabkan terjadinya berbagai perubahan pada
air dan udara, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Jika luasan hutan berkurang (misalnya akibat penebangan dan perambahan), maka air hujan yang
seharusnya tertahan di dalam tanah (sehingga dapat dimanfaatkan) sebagian besar akan mengalir
sebagai air permukaan yang menuju ke laut. Artinya, volume air permukaan akan semakin banyak dan
2

akan langsung menguap kembali ke udara. Pada dasarnya volume air yang ada di bumi adalah tetap.
Namun dengan adanya perubahan pada hutan, maka akan terjadi perubahan pola peredaran air dalam
siklus hidrologi. Perubahan inilah yang kemudian menyebabkan ketidakseimbangan di alam, dan
selanjutnya dapat memicu terjadinya bencana alam seperti erosi, longsor dan banjir.


B.

Dampak Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air



Dampak Perubahan Kualitas Air
Salah satu penyebab perubahan kualitas air adalah pencemaran air. Definisi pencemaran air

menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Secara umum penyebab terjadinya pencemaran air dikategorikan menjadi dua, yaitu sumber
kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar industri,
tempat pemrosesan akhir sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung adalah
kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau atmosfer berupa hujan. Perubahan
kualitas air akibat pencemaran air (baik air permukaan dan air tanah) dapat berdampak cukup luas,
antara lain terhadap :

1. Biota air; banyaknya zat pencemar pada air limbah menyebabkan menurunnya kadar oksigen
terlarut dalam air yang berpengaruh bagi perkembangan biota air.
2. Kesehatan; terdapat beberapa penyakit yang masuk dalam katagori water-borne diseases,
penyakit-penyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya masuk ke dalam sumber air
yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Air yang tercemar tentunya
banyak mengandung mikroba pathogen sehingga menjadi media vektor penyakit.
3. Estetika lingkungan; dengan semakin banyaknya zat organik yang dibuang ke lingkungan
perairan, maka perairan tersebut akan semakin tercemar. Hal ini biasanya ditandai dengan bau
yang menyengat selain tumpukan yang dapat mengurangi estetika lingkungan.
3



Dampak Perubahan Kuantitas Air
Perubahan kuantitas air terkait dengan ketersediaan (debit) air. Dalam uraian sebelumnya telah

dijelaskan bahwa siklus hidrologi mempengaruhi kuantitas air, dimana ketika terjadi kerusakan hutan
(akibat aktivitas manusia atau pun bencana alam), air yang seharusnya diserap ke dalam tanah melalui
akar tumbuhan/pepohonan hutan mengalir sebagai air permukaan dengan volume/kuantitas yang lebih
besar. Hal inilah yang menjadi pemicu terjadinya erosi/longsor dan banjir.

Di sisi lain, perubahan kuantitas air juga terkait dengan penurunan ketersediaan air
(kekurangan/kelangkaan air). Kekurangan air salah satunya dipengaruhi aktivitas penyedotan air tanah
yang meningkat dengan tajam di banyak tempat, baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk
industri. Di Surabaya dan sekitarnya, misalnya, ekploitasi air tanah 1995 sampai 1997 meningkat
hampir dua kali dari 26,6 juta m3 menjadi 49,4 juta m3 per tahun. Deflasi air tanah ini melebihi suplesi
yang telah menurun karena berkurangnya peresapan air ke dalam tanah sehingga permukaan air tanah
menurun. Di Jakarta permukaan air tanah turun rata- rata antara 0,5 – 3 meter per tahun. Tekanan air
tanah yang semula rata-rata antara 5 – 10 meter di atas muka laut, sejak tahun 1960 menjadi negatif.

C. Regulasi Terkait
Beberapa regulasi/aturan dan undang-undang yang dikeluarkan di Indonesia antara lain sebagai
berikut:
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
merupakan aturan pokok/utama dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia yang tentunya wajib dijadikan pedoman/landasan dalam setiap aspek pelestarian fungsi
lingkungan hidup, termasuk dalam manajemen kualitas dan kuantitas sumber daya air. Secara
umum mengatur upaya-upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, kembali menjadi pedoman dalam
perencanaan pengelolaan sumber daya air sejak dicabutnya Undang-Undang No. 7 Tahun 2004

tentang Sumber Daya Air. Undang-undang ini mengatur perencanaan teknis
4

pengusahaan/pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya air, termasuk perlindungan dan
pemeliharaannya, serta ketentuan pidana terkait pelanggaraan dalam aktivitas/kegiatan
pemanfaatan sumber daya air. Untuk mendukung pelaksanaan teknisnya, Pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air
yang mengatur lebih rigid mengenai pengelolaan sumber daya air.
3. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air, merupakan aturan/regulasi teknis utama dalam pengelolaan kualitas air yang
berlaku saat ini. Muatan/substansi peraturan ini mengatur ketentuan-ketentuan terkait pengelolaan
kualitas dan pengendalian pencemaran air, seperti penetapan kriteria/klasifikasi mutu, status mutu
dan baku mutu air, hak dan kewajiban dalam pengelolaan kualitas air, perizinan terkait
pembuangan limbah cair, pembinaan dan pengawasan, dan lain-lain.
4. Peraturan Pemerintah No. 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air merupakan
penjabaran yang lebih teknis dari Undang-Undang No. 11 Tahun 1974. Peraturan ini mengatur
secara jelas dan detail mengenai perizinan pengusahaan sumber daya air dan penerapan sanksi
administratif atas pelanggaran dalam aktivitas/kegiatan pengusahaan/pemanfaatan sumber daya
air.
5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah yang

memuat standar baku mutu limbah cair untuk 42 jenis kegiatan industri dan beberapa kegiatan
non industri, seperti perhotelan, fasilitas pelayanan kesehatan, serta kegiatan domestik
(permukiman, rumah makan dan asrama). Peraturan ini sangat tepat digunakan sebagai pedoman
setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam mengelola limbah cairnya agar tidak
merusak dan mencemari sumber daya air (dalam upaya menjaga kualitas air, baik permukaan dan
tanah), dan dapat dijadikan pedoman oleh Pemerintah Daerah (provinsi maupun kabupaten/kota)
dalam menyusun aturan tentang baku mutu limbah cair kegiatan di daerahnya yang lebih spesifik.

5

REFERENSI

Adiwibowo, Soeryo. 2012. Teori Sumberdaya Bersama (Common-Pool Resource/Common Property
Resource). https://ahnku.files.wordpress.com/2011/ 02/k-2-common-pool-resource.pdf.
Diakses tanggal 14 November 2016.
Efrianti, Susi. 2012. Menurunnya Kualitas Air Akibat Kerusakan Lingkungan.
https://uwityangyoyo.wordpress.com/2012/02/01/menurunnya-kualitas-air-akibat-kerusakanlingkungan/. Diakses tanggal 15 November 2016.
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2016. Konvensi Internasional tentang Merkuri
2013. http://www.menlh.go.id/konvensi-internasional-tentang-merkuri-2013/. Diakses tanggal
15 November 2016.

Maulana, Sendi. 2011. Aktivitas Manusia Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Air.
http://sendirisesta.blogspot.co.id/2011/07/aktivitas-manusia-mempengaruhi.html. Diakses
tanggal 15 November 2016.
Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan – Cetakan ke-10.
Djambatan. Jakarta.
Wati, Dian Lisna. 2014. Penurunan Kualitas Air Sebagai Akibat dari Pencemaran Air oleh Limbah
Industri. http://diankim2421.blogspot.co.id/2014/09/makalah-penurunan-kualitas-airsebagai.html. Diakses tanggal 15 November 2016.
Yuono, Teguh. 2016. Siklus Hidrologi, Pengertian, Proses, Gambar dan Penjelasannya.
http://www.ebiologi.com/2016/03/siklus-hidrologi-pengertian-proses.html. Diakses tanggal
14 November 2016.

6