KEBIJAKAN INTEGRAL TERHADAP PENANGGULANGAN TAWURAN ANTAR PELAJAR (Studi Kasus Pada Wilayah Hukum Kota Bandar Lampung)

  KEBIJAKAN INTEGRAL TERHADAP PENANGGULANGAN TAWURAN ANTAR PELAJAR (Studi Kasus Pada Wilayah Hukum Kota Bandar Lampung) (Jurnal) Oleh Rini Fathonah, S.H., M.H.

  

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

  

ABSTRAK

KEBIJAKAN INTEGRAL TERHADAP PENANGGULANGAN

TAWURAN ANTAR PELAJAR

(Studi Kasus Pada Wilayah Hukum Kota Bandar Lampung)

Oleh

  Rini Fathonah, S.H., M.H. Email : rinifathonah@gmail.com Tawuran antar pelajar sudah menjadi tradisi yang mengakar di kalangan pelajar.

  Hal ini telah menimbulkan keprihatinan dan keresahan terhadap calon-calon generasi penerus bangsa ini. Permasalahannya adalah Bagaimanakah Kebijakan Intergral terhadap penanggulangan tawuran antar Pelajar dan Apakah yang menjadi faktor penghambat dan pendukung untuk dilaksanakan kebijkan intergral terhadap penanggulangan tawuran antar Pelajar tersebut. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan yaitu hasil wawancara dengan informan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka. Berdasarkan Hasil penelitian dan pembahasan terkait Kebijakan Integral Terhadap Penanggulangan Tawuran Antar Pelajar dapat di ketahui melalui faktor-faktor penyebab tawuran antar pelajar itu sendiri. Melalui faktor-faktor inilah kemudian alternatif solusi Kebijakan Integral Terhadap Penanggulangan Tawuran Antar Pelajar dapat dilakukan pendekatan kesehatan mental berupa intervensi primer atau tindakan preventif dengan memodifikasi lingkungan dan memperkuat kapasitas sasaran (remaja sebagai pelajar). Sampai Permasalahan faktor penghambat dilaksanakannya Kebijakan Integral Terhadap Penanggulangan Tawuran Antar Pelajar ialah perundang- undangan yang membatasi aparat penegak hukum untuk melakukan suatu tindakan. Kemudian faktor sarana dan fasilitas yang mendukung untuk dilakukannya pembinaan masih terbatas, serta dukungan juga kesadaran masyarakat masih minim. Saran dalam Kebijakan Integral Terhadap Penanggulangan Tawuran Antar Pelajar terletak pada pengoptimalan upaya preventif dan pemberian sosialisasi, pendekatan dan pengarahan tentang tindak pidana tawuran agar siswa sadar dan tidak melakukan aksi tawuran lagi, serta menggalangkan kerjasama dengan instansi terkait untuk meberikan penyuluhan. Dan lebih mengarahkan upaya mediasi penal dalam upaya penanggulangan tawuran antar pelajar.

  Kata Kunci: Kebijakan Integral, Penanggulangan Tawuran, Pelajar.

I. PENDAHULUAN

  Kenakalan remaja sudah menjadi masalah di semua negara. Setiap tahun tingkat kenakalan remaja menunjukkan peningkatan. Lingkungan sangat berpengaruh besar dalam pembentukan jiwa remaja. Remaja yang salah memilih tempat atau teman dalam bergaulnya akan berdampak negatif terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi, bila dia memasuki lingkungan pergaulan yang sehat, seperti organisasi pemuda yang resmi diakui oleh pemerintah, akan berdampak positif bagi perkembangan kepribadiannya.

  Remaja disini merupakan salah satu fase yang paling rentan dalam dalam menerima perubahan-perubahan yang terjadi sesuai dengan arus globalisasi karena remaja memasuki fase pencarian jati diri.

1 Dalam

  proses pencarian jati diri ini remaja mengekspresikannya dengan berbagai cara dan gaya karena ingin tampil beda untuk menarik perhatian orang lain. Dan dalam fase inilah melakukan hal-hal baru yang menurut pandangan remaja sebagai suatu hal yang menantang dan memberikan sensasi tersendiri. Akhirnya tidak sedikit para remaja yang terjerumus ke hal-hal yang bertentangan dengan nilai- nilai moral, norma agama, norma sosial dan norma hidup di masyarakat.

  melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) jenis 1 Ramadina Savitri. 2017. Jurnal: “Kajian

  Kriminologi Terhadap Pelaku Tawuran Antar Pelajar Sekolah Menengah Atas Di Kota Yogyakarta.” Yogyakarta: FH-UGM. hlm. 3. 2 Agus Sujanto, Halem Lubis dan Taufik Hadi.

  1986. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Aksara

  delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Tawuran pelajar merupakan salah satu perbuatan anak yang dapat dikategorikan sebagai kenakalan remaja atau juvenile deliquency yang dikemukakan oleh Alder. Tawuran pelajar menurut Kamus Besar Bahas Indonesia atau KBBI berasal dari kata “tawur” dan “pelajar”.

  3 Tawur adalah

  perkelahian beramai-ramai, perkelahian massal, perkelahian yang tiba-tiba terjadi antara kedua pihak yang berselisih. Sedangkan tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar. Saat ini tawuran antar pelajar bukan saja merupakan masalah yang di pandang sebelah mata saja, karena tawuran memberikan efek buruk bukan saja kepada para pelajar yang terlibat namun masyarakat sekitar ikut menjadi imbasnya dari sisi ekonomi, sosial, maupun budaya.

2 Secara psikologis, perkelahian yang

  3 Tawuran pelajar berasal dari kata “tawur” dan “pelajar”. Tawur adalah perkelahian beramai- ramai, perkelahian massal, perkelahian yang tiba- tiba terjadi antara kedua pihak yang berselisih.

Gambar 1.1. Data Tawuran Antar PelajarTingkat Nasional Pelajar

  Sumber : website Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Data dari website pemerintah yang terdapat pada grafik diatas dijelaskan bahwa dari tahun 2011-2016 menunjukan bahwa anak pelaku tawuran pada tahun 2011 sebanyak 64 kasus, pada 2012 sebanyak 82 kasus, untuk tahun 2013 sebanyak 71 kasus, Kemudian pada tahun 2014 sebanyak 46 kasus, dan pada tahun 2015 sebanyak 126 kasus serta ditahun 2016 sebanyak 41 kasus.

  ”, Vol.2, No.1, 2013, hlm. 9.

  Tawuran Pelajar Sebagai Upaya Mencegah Terjadinya Degradasi Moral Pelajar Studi Kasus Di Kota Blitar Jawa timur

  Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 6 Septian Bayu Rismanto, “Model Penyelesaian

  6. hilangnya perasaan peka, toleransi, tenggang rasa dan saling menghargai antar sesama pelajar.

  5. Menurunnya moralitas para pelajar kedua sekolah, ini diwujudkan secara nyata dengan mengutamakan kekerasan sebagai jalan menyelesaikan konflik dan mengumbar kata-kata kotor sebagai luapan emosi.

  4. terganggunya proses belajar mengajar karena dengan adanya tawuran ini para pelajar tidak nyaman dalam mengikuti pelajaran, ini di akibatkan rasa yang berkecamuk dalam dirinya seperti rasa takut, gelisah dan rasa ingin balas dendam yang mendorong diri mereka yang terlibat tawuran untuk mengabaikan proses pembelajaran atau membolos dan memilih untuk menyelesaikan perkara dengan jalan tawuran.

  3. menggangu kenyamanan pengendara jalan, karena tawuran banyak terjadi di pusat kota dimana banyak aktivitas dari warga masyarakat.

  kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran seperti luka- luka baik ringan maupun luka berat karena lemparan benda tumpul atau batu dan adu fisik dengan tangan kosong, 2. masyarakat sekitar tempat terjadinya tawuran, contohnya rusaknya rumah warga akibat pel ajar yang tawuran melempari batu dan mengenai rumah warga.

  6 1.

  pihak, Dampak –dampak negatif akibat tawuran diantaranya yaitu:

4 Ketua Komnas

  bankdata.kpai.go.id. diakses tanggal 04 April 2017 pada pukul 14.00 WIB. 5 Selama 2012: 147 Kasus Tawuran, 82 Pelajar Mati Sia-Sia. Di kutib dari pada tanggal 16 April 2017

  efek buruk yang di timbulkan dari tawuran tidak hanya merugikan sendiri bagi pelaku ternyata tawuran dapat merugikan semua 4

  Berdasarkan data diatas, saat ini kondisi pelajar sangat mengkhawatirkan karena banyaknya penyimpangan yang mengakibatkan adanya pelangaran hukum. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan mulai dari upaya penanggulangan tawuran antar pelajar sampai dengan penegakan hukum terhadap pelaku antar pelajar tersebut.

  PA Arist Merdeka Sirait menyatakan berdasarkan Pantauan data Komisi Nasional Perlindungan Anak, telah terjadi 147 kasus tawuran antar pelajar sepanjang tahun 2012 yang mengakibatkan 82 orang pelajar tersebut meninggal secara sia-sia.

5 Kasus di atas adalah bukti dari

  1. Bagaimana kebijakan intergral terhadap penanggulangan tawuran antar Pelajar Studi Kasus Wilayah Hukum Bandar Lampung? 2. Apakah yang menjadi faktor penghambat dan pendukung untuk dilaksanakan kebijkan intergral terhadap penanggulangan tawuran antar Pelajar Studi Kasus Wilayah Hukum Bandar Lampung?

  society on crime and punihsment/mass media) . Dalam teori G.P Hofnagels Upaya

  b. kebijakan dari negara melalui badan- badang yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam 7 Barda Nawawi Arief, 2005, Bunga Rampai

  usaha untuk mewujudkan peraturan- peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat.

  7 a.

  Upaya Penal dapat juga di artikan sebagai upaya Represif, diartikan dengan kebijakan hukum pidana atau politik hukum pidana. Politik hukum menurut Soedarto adalah:

  1. Menggunakan Sarana Penal (Represif)

  atau kebijakan ini dapat dilakukan melalui:

  mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (Influencing View of

  Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah. Dan pendekatan normatif atau pendekatan kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.

  (Prevention Without Punishment) dan

  berupa pencegahan tanpa pidana

  Application) dan sarana non penal yaitu

  Upaya penanggulangan kejahatan berdasarkan teori G.P. Hofnagels itu dapat di tempuh dengan sarana penal yaitu penerapan hukum pidana (Criminal Law

  II. HASIL PEMBAHASAN A. Kebijakan Integral Terhadap Penanggulangan Tawuran Antar Pelajar Studi Kasus Pada Wilayah Hukum Kota Bandar Lampung

  Sumber dan jenis data, jenis data dilihat dari sudut sumbernya, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakatdan dari bahan kepustakaan. Data Primer yaitu data secara langsung dari sumber pertama. Dengan demikian data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian di lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian. Data Sekunder bersumber dari studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip. dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen dokumen, kamus, literatur, berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Setelah data terkumpul dan diolah, kegiatan selanjutnya adalah analisa data. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu dengan cara mendeskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk penjelasan dan uraian- uraian kalimat. Dan dapat ditarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berfikir dari hal-hal yang bersifat umum lalu diambil kesimpulan secara khusus. Dari kesimpulan-kesimpulan yang telah diambil kemudian disampaikan saran-saran.

  Kebijakan Hukum Pidana , Citra Aditya Bakti, masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Upaya penal dalam Kebijakan Integral terhadap penanggulangan tawuran antar pelajar dapat dilakukan dengan berbagai macam. Akan tetapi untuk lebih mengenai sasaran upaya yang tepat yaitu melalui beberapa instansi berikut ini:

  a) Melalui Sekolah

  Upaya represif yang dapat dilakukan pihak sekolah pembinaan kepada siswa atau pemanggilan oleh guru, koordinasi sekolah dan pihak kepolisian, serta pemberitahuan ke orang tua. Dalam hal sekolah mengetahui siswa sekolahnya melakuka tawuran, sekolah akan melakukan pemanggilan kepada siswa yang terbukti melakukan tawuran, hukuman yang dapat diberikan sekolah tidak bersifat pembalasan atau dapat menimbulkan efek jera, karena sanksi yang diberikan biasanya hanya berbentuk nasehat dari guru atau upaya mediasi penal, hal ini hanya dilakukan jika sekolah mengetahui siswanya ikut melakukan tawuran.

  8

  b) Melalui Kepolisian

  Bhira W. Menerangkan bahwa dalam hal polisi berhasil mengamankan pelajar yang terlibat tawuran, sanksi yang diberikan polisi sifatnya berupa pengamanan atas pelajar pelaku tawuran di kantor polisi, hukuman yang diberikan bisa berbentuk hukuman fisik, mulai dari perintah untuk melakukan push-up hingga menampar atau memukul pelajar tersebut, dan sanksi baru selesai diberikan dalam hal sudah ada perwakilan dari keluarga yang menjemput anak pelaku tawuran. 8 Hasil wawancara dengan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Ibu Dr.

  Erna Dewi, S.H., M.H. Pada tanggal 25 Oktober

  Sanksi yang diberikan oleh polisi ini sifatnya hanya menimbulkan efek jera sementara dan pelaku tidak memahami manfaat dari pemberian sanksi tersebut. Menurut pelaku, hukuman fisik sifatanya hanya mengakibatkan lelah secara fisik. Sehingga seharusnya, diharapkan sanksi yang diberikan oleh pihak kepolisian memang bersifat mendidik dan dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku tawuran. Koordinasi dari kepolisian dengan pihak sekolah baru terjadi apabila polisi menghubungi sekolah dari pelaku tawuran, namun hal ini jarang dilakukan jika tawuran dilakukan tanpa identitas sekolah, koordinasi yang dilakukan hanya antara orang tua dan polisi, tidak ada pemberian informasi kepada sekolah.

  9 Bentuk koordinasi antara sekolah dan

  kepolisian dilakukan dalam bentuk pengiringan pelajar hingga sampai di rumah setelah kegiatan belajar mengajar telah usai, perwakilan dari sekolah dan perwakilan dari polisi biasanya akan melakukan pengawalan terhadap kelompok pelajar yang merupakan geng pelaku tawuran pelajar. Meskipun hal ini dilakukan, namun lagi-lagi pelaku tawuran pelajar dapat menyiasatinya, karena seperti yang penulis singgung sebelumnya, tawuran masih dapat dilakukan diluar jadwal sekolah.

  c) Melalui Kejaksaan dan Pengadilan

  Kedua instansi penegakan hukum ini baru berperan jika akibat dari perbuatan tawuran sudah tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Menurut Salman Alfarasi, upaya penyelesaian kejahatan tawuran oleh penyidik tentu harus mengupayakan diversi terlebih dahulu, karena pelaku 9 Hasil wawancara dengan KBO Sat Reskrim

  Bapak Bhira W. S.Kom., M.M. Pada tanggal 20 tawuran merupakan anak. Sistem peradilan pidana anak tidak menghendaki sanksi pemidanaan terhadap anak, penyelesaian perkara melalui jalur diversi tentu diutamakan. Jika diversi tidak tercapai, baru kemudian perkara ditingkatkan ke kejaksaan dan pemeriksaan sidang.

  penal yang dilakukan kejaksaan terhadap pelaku tawuran antar pelajar dapat dituntut dengan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan karena tawuran pelajar dilakukan secara beramai- ramai. Selain itu juga bisa digunakan pasal-pasal tentang kejahatan terhadap nyawa yaitu pasal 378 KUHP, 339 KUHP, dan 340 KUHP, atau pasal- pasal tentang penganiayaan seperti pasal 351 KUHP, 352 KUHP, dan

  pasal 354 KUHP, tergantung fakta yang terungkap dipersidangan.

  dapat mengacu pada Undang-Undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak jika pelaku merupakan anak, dan Undang-Undang Darurat No. 12 tahun 1991 yang didalamnya mengatur tentang senjata tajam atau senjata api, karena tidak jarang pelaku tawuran juga menggunakan alat-alat berbahaya dalam aksinya.

  (Preventif)

  Terhadap penanggulangan tawuran pelajar, upaya preventif dapat dilakukan melalui sekolah, keluarga serta pihak kepolisian. Terhadap penangulangan tawuran melalui upaya represif dapat 10 Hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan

  Negeri Kelas 1A Tanjung Karang Bapak Salman Alfarasi, S.H., M.H. Pada tanggal 11 Oktober 2017. 11 Hasil wawancara dengan Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung Bapak M. Rama Erfan, S.H., M.H. Pada tanggal 27 September 2017 di

  dilakukan melalui sekolah, pihak kepolisian, hingga penuntutan dan pemeriksaan sidang. Upaya preventif sebagai bentuk Kebijakan Integral terhadap penanggulangan tawuran antar pelajar dapat dilakukan melalui: a) sekolah memaksimalkan jam pelajaran, mengadakan kegiatan-kegiatan non akademik yang melibatkan siswa, disiplin dari guru, serta kordinasi guru dan orang tua.

10 M. Rama Erfan menyatakan upaya

  b) Melalui peran keluarga, kerena keluarga merupakan bagian utama dari pembentukan karakter seorang anak, maka peran keluarga tentu turut andil menjadi faktor terhadap seorang anak untuk melakukan perbuatan menyimpang atau tidak.

  Beberapa sebab anak melakukan tawuran, salah satunya karena terdapat faktor dari keluarga. Kurangnya perhatian atau kepedulian dari orang tua terhadap anak, menyebabkan anak merasa lebih nyaman dan merasa lebih diperhatikan oleh kumpulan pertemananya.

11 Atau

  12

  c) Peranan Kepolisian, polisi sudah selayaknnya mengetahui wilayah- wilayah yang rawan untuk melakukan tawuran. Melakukan razia pada lokasi- lokasi tertentu dan di jadwal-jadwal yang berpotensi untuk terjadi tawuran sangat diperlukan, hal ini terbukti efektif karena beberapa rencana pelajar untuk melakukan tawuran bisa saja dibatalkan karena sudah diketahui oleh polisi, disamping itu, untuk menghindari aktivitas tawuran polisi dapat melakukan sosialisasi kepada para pelajar di sekolah-sekolah untuk menghindari pebuatan tawuran, karena akibat dari tawuran, seorang pelajar bisa saja dikenai ancaman pidana.

2. Menggunakan sarana Non-Penal

  13 12 Hasil wawancara dengan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Ibu Dr.

  Erna Dewi, S.H., M.H. Pada tanggal 25 Oktober 2017 di Fakultas Hukum Universitas Lampung. 13 Hasil wawancara dengan Jaksa Kejaksaan

  Proses kebijakan integral terhadap penanggulangan tawuran antar pelajar di kota Bandar Lampung sendiri lebih mengutamakan sarana non-penal. Hal ini dikarenakan dari beberapa kasus tawuran yang terjadi di Kota Bandar Lampung proses penyelesaiannya melalui upaya mediasi yang dilakukan pihak-pihak sekolah yang bersangkutan atau yang melakukan tawuran tersebut.

  Apabila dikaitkan antara pendapat responden dengan teori mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi penegakan hukum oleh Soerjono Soekanto dapat diketahui bahwa hambatan secara substansi hukum materiil merupakan bentuk nyata dari faktor hukumnya sendiri, hambatan secara struktur hukum formil dan alat kelengkapannya merupakan bentuk nyata dari faktor penegak hukum dan faktor sarana atau fasilitas pendukung, hambatan secara kultur atau budaya hukum merupkan bentuk nyata dari faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Sebagai upaya pemerintah untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan tawuran antar pelajar, jika dikaitkan antara penghambat yang ada pada kenyataannya dengan teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum oleh Soerjono Prodjodikoro, maka faktor yang menjadi penghambat dalam Kebijakan Integral terhadap penanggulangan Tawuran antar Pelajar yaitu:

  S.H., M.H. Pada tanggal 27 September 2017 di 1.

   Peraturan Perundang-undangan

  Berdasarkan hasil wawancara dengan KBO Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Lampung, Bhira W.

  Menuturkan penangkapan dan penahanan pelaku tawuran tidak dapat dilakukan karena kepolisian dibatasi oleh KUHAP tentang tata cara penahanan dan penangkapan. Upaya kebijakan integral terhadap tawuran antar pelajar dengan adanya pemberian tindakan disversi dan restoratif justice cenderung menggunakan tindakan ini dari pada langsung menerapkan sanksi pidana dalam Pasal 170 dan Pasal 351 KUHP.

B. Faktor Penghambat Dilaksanakan Kebijkan Intergral Terhadap Penanggulangan Tawuran Antar Pelajar Studi Kasus Wilayah Hukum Bandar Lampung

  Selain itu, jika hanya di berikan suatu tindakan saja cenderung ringan seperti misalnya upaya mediasi penal dan skors sekolah. Hal ini tentu tidak akan menimbulkan efek jera bagi pelaku, bahkan tidak menutup kemungkinan aksi tawuran tersebut dapat terulang kembali. Bhira W. Menegaskan bahwa masih lemahnya aturan dalam undang- undang yang memberikan sanksi tindakan sehingga hukumannya dinilai ringan. Hal ini maerupakan salah satu faktor yang menjadi penghambat penerapan kebijakan integral terhadap penanggulangan tawuran antar pelajar.

  2. Faktor Sarana dan Pra-Sarana

  Sarana dan Pra-sarana masih kurang mendukung, sedangkan sanksi pidana yang di jatuhkan kepada pelaku tawuran yang usianya masih anak-anak di butuhkan tempat yang layak bagi anak tersebut. Menurut Salman Alfarasi, sebagai contoh pemberian pendidikan serta pelatihan bagi narapidana anak. Selanjutnya masih kurang sarana dan pra-sarana dalam hal pengawasan serta pelatihan bagi anak, sehingga masih banyak kekurangan dalam melakukan penanggulangan tawuran antar pelajar.

3. Budaya Hukum Masyarakat

  Budaya hukum masyarakat mempengaruhi kebijakan integral terhadap penanggulangan tawuran antar pelajar yaitu antara lain: masih kurangnya kesadaran masyakat untuk melaporkan kejadian tawuran kepada pihak Kepolisian apabila terdapat aksi tawuran antra pelajar. Budaya hukum masyarakat yang kurang berpartisipasi dalam penerapan kebijakan integral terhadap penanggulangan tawuran antar pelajar. sehingga tugas aparat penegak hukum tidak maksimal. Masyarakat masih cenderung apatis terhadap perkembangan permasalahan hukum yang terjadi, akibatnya sebagian masyarakat terkesan diam sehingga tidak mengetahui tindakan awal yang harus dilakukan apabila melihat atau mengetahui adanya aksi tawuran antar pelajar. Budaya hukum suatau masyarakat yang juga mempengaruhi pola perilaku sehari-hari masyarakat tersebut. Budaya apatis terhadap perkembangan permasalahan hukum membuat hasil tugas aparat penegak hukum tidak maksimal dan penanganan kasus tawuran pun menjadi sulit untuk di eksploitasi secara hukum yang berlaku.

  Setelah dilakukan analisis data dan penelitian yang dilakukan oleh penulis yang mengacu pada rumusan masalah diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

  1. Kebijakan integral terhadap penanggulangan tawuran antar pelajar yaitu: a)

  Upaya non penal secara preventif Bimbingan teknis kepada siswa- siswi di sekolah, melakukan kegiatan ekstrakulikuler yang bersifat positif, sosialisasi oleh pihak Kepolisian terkait tawuran, dan Komunikasi Intensif oleh keluarga.

  b) Proses Penal yang dilakukan sampai saat ini hanya melakukan teguran atau pemanggilan orang tua siswa yang terlibat dalam tawuran serta upaya mediasi penal.

  Selain itu Pihak sekolah memperluas jam kegiatan ekstrakulikuler mereka. Kebijakan integral terhadap Penaggulangan tawuran pelajar dapat dilakukan melalui upaya represif dan upaya preventif. Kedua upaya ini bisa berjalan efektif jika peran keluarga, sekolah, maupun penegak hukum dapat saling berkoordinasi dalam upaya mengurangi kenakalan pelajar yang melakukan tawuran, karena kedua upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi tawuran pelajar. Baik upaya preventif ataupun represif diberikan dengan tujuan selain untuk menimbulkan rasa takut sehingga tidak melakukan tawuran tetapi juga untuk tujuan mendidik para pelajar bahwa tawuran bukanlah hal yang benar untuk dilakukan.

III. PENUTUP A. Simpulan

  2. Faktor Penghambat Dilaksanakan Kebijkan Intergral Terhadap Penanggulangan Tawuran Antar Pelajar Studi Kasus Wilayah Hukum Bandar Lampung yaitu:

  pertama faktor perundang-undangan

  yang membatasi ruang gerak kepolisian dalam melakukan penangkapan dan penahanan pelaku tawuran, sehingga penangkapan dan penahanan tidak dapat dilakukan karena kepolisian dibatasi oleh KUHAP tentang tata cara penahanan dan penangkapan. Upaya kebijakan integral terhadap tawuran antar pelajar dengan adanya pemberian tindakan disversi dan restoratif justice cenderung menggunakan tindakan ini dari pada langsung menerapkan sanksi pidana dalam Pasal 170 dan Pasal 351 KUHP.

  Kedua , faktor sarana dan fasilitas yang

  Arief, Nawawi Barda. 2005. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana .

  Sujanto, Agus. Lubis, Halem dan Hadi, Taufik. 1986. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Aksara Baru. bankdata.kpai.go.id. diakses tanggal 04 April 2017 pada pukul 14.00 WIB.

  “Kajian Kriminologi Terhadap Pelaku Tawuran Antar Pelajar Sekolah Menengah Atas Di Kota Yogyakarta.” Yogyakarta: FH- UGM.

  Savitri, Ramadina. 2017. Jurnal:

  Penyelesaian Tawuran Pelajar Sebagai Upaya Mencegah Terjadinya Degradasi Moral Pelajar Studi Kasus Di Kota Blitar Jawa timur , Vol.2, No.1.

  Bandung: Citra Aditya Bakti. Rismanto, Bayu Septian. 2013. Model

  3. Kepolisian sebagai penegak hukum seharusnya tidak hanya memberikan tindakan represif saja tetapi tindakan preventif dengan cara memberikan penyuluhan kepada pelajar di sekolah dengan memberikan gambaran bahwa pelaku tawuran dapat dikenakan pidana.

  mendukung masih terbatas yaitu belum adanya tempat atau fasilitas yang memamdai untuk dilakukannya pendidikan dan pelatihan bagi anak sebagai bentuk panggulangan.

  sehingga pihak tawuran pelajar dengan memperbanyak kegiatan positif tersebut. Selain itu sekolah dapat menerapkan sistem scoresing (merumahkan) pelajar yang kedapatan melakukan tawuran, sehingga diharapkan para pelajar takut untuk melakukan tindakan tawuran.

  ekstrakurikuler

  2. Pihak sekolah seharusnya lebih mengoptimalkan perannya dalam membimbing para siswanya, dengan cara memperbanyak kegiatan

  Keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama dalam melakukan proses sosialisasi kepada anak seharusnya dapat mengontrol kegiatan anak di dalam maupun di luar rumah, sehingga peran orang tua sebagai pembimbing anak dapat mengawasi pertumbuhan mental dan fisik si anak, sehingga tawuran yang merupakan tindakan tidak baik dapat dicegah.

  masyarakat yaitu antara masyarakat dan aparat penegak hukum tidak tercipta kerjasama yang bersinergi, sehingga kurang dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk memberikan atau melaporkan kejadian tawuran kepada pihak Kepolisian sebagai bentuk kesinergian antar masyarakat dengan aparat penegak hukum untuk menanggulangi aksi tawuran antar pelajar tersebut.

  Ketiga , faktor budaya hukum

DAFTAR PUSTAKA

B. Saran 1.

  Selama 2012: 147 Kasus Tawuran, 82 Pelajar Mati Sia-Sia. Di kutib dari pada tanggal 16 April 2017 pukul

  13.13 WIB. Hasil wawancara dengan Hakim

  Pengadilan Negeri Kelas

  1A Tanjung Karang Bapak Salman Alfarasi, S.H., M.H. Pada tanggal 11 Oktober 2017.

  Hasil wawancara dengan Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung Bapak M.

  Rama Erfan, S.H., M.H. Pada tanggal 27 September 2017 di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Hasil wawancara dengan KBO Sat

  Reskrim Bapak Bhira W. S.Kom., M.M. Pada tanggal 20 Oktober 2017 di Polresta Bandar Lampung.

  Hasil wawancara dengan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H. Pada tanggal 25 Oktober 2017 di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Dokumen yang terkait

UPAYA PENANGGULANGAN KEPOLISIAN RESOR TULANG BAWANG TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG MENYEBABKAN KEMATIAN (STUDI LAPORAN POLISI NO. STPL/34/2016/SIAGA

0 0 12

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIMPAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI TANPA IZIN (Studi Putusan No. 516Pid.Sus.LH2016PN.Tjk) (Jurnal Skripsi)

0 0 12

ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN BISNIS ONLINE

0 0 11

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TRAFFICKING YANG MERAMPAS ANAK SEBAGAI JAMINAN UTANG (Study Kasus Wilayah Hukum Polda Lampung) Jurnal

0 0 14

PERANAN INTELIJEN KEJAKSAAN NEGERI BANDAR LAMPUNG DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN ALIRAN AGAMA TERLARANG AMANAT KEAGUNGAN ILAHI (Jurnal Skripsi)

0 0 11

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (Studi di Wilayah Hukum Bandar Lampung) Ernita Larasati, Eko Raharjo S.H., M.H., Gunawan Jatmiko S.H., M.H. email: (ernita1995gmail.com) Abstrak - ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERH

0 0 8

UPAYA BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN DALAM PENANGGULANGAN PEREDARAN NARKOTIKA DI DALAM LEMBAGA PERMASYRAKATAN (Studi pada Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Kalianda)

0 0 14

ANALISIS PERRLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENAHANAN TERSANGKA PADA TINGKAT PENYIDIKAN BERDASARKAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 (STUDI KEPOLISIAN RESOR LAMPUNG BARAT) Oleh Devolta Diningrat, Eddy Rifai, Tri Andrisman

0 0 11

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN KETERTIBAN UMUM (Studi Kasus Penghinaan Lambang Negara oleh Zaskia Gotik)

0 1 14

ANALISIS PENYIDIKANTERHADAP PELAKU PENGANCAMAN KEKERASAN ATAU MENAKUT-NAKUTI YANG DITUJUKAN SECARA PRIBADI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK (No :LP/B-/118/X/2015/SPKT Polda Lampung)

0 0 14