ANALISIS PENYIDIKANTERHADAP PELAKU PENGANCAMAN KEKERASAN ATAU MENAKUT-NAKUTI YANG DITUJUKAN SECARA PRIBADI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK (No :LP/B-/118/X/2015/SPKT Polda Lampung)

  

ANALISIS PENYIDIKANTERHADAP PELAKU PENGANCAMAN

KEKERASAN ATAU MENAKUT-NAKUTI YANG DITUJUKAN

SECARA PRIBADI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK

(No :LP/B-/118/X/2015/SPKT Polda Lampung)

  

(Jurnal)

Oleh

AHMAD SAWAL

  

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

  

ABSTRAK

ANALISIS PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU PENGANCAMAN

KEKERASAN ATAU MENAKUT-NAKUTI YANG DITUJUKAN

SECARA PRIBADI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK

  

(No: LP/B-/118/X/2015/SPKT Polda Lampung)

  Oleh

  

Ahmad Sawal, Erna Dewi, Budi Rizki Husin

  (Email : ahmadsawal33@gmail.com) Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat telah menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif. Dampak positif dari perkembangan teknologi informasi adalah masyarakat lebih mudah dan cepat dalam mengakses informasi, serta lebih mudah berkomunikasi dengan masyarakat lainnya di belahan dunia, disamping itu dampak negatifnya adalah tidak terkontrolnya sikap masyarakat dalam menggunakan aplikasi-aplikasi yang dimiliki, sehingga menimbulkan suatu tindak kejahatan salah satu bentuk dari tindak kejahatan yaitu pengancaman kekerasan melalui media elektronik. Permasalahan yang dikaji oleh penulis adalah bagaimanakah penyidikan terhadap pelaku pengancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi melalui media elektronik dan apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam penyidikan terhadap pengancaman kekerasan atau menakuti-nakuti yang ditujukan secara pribadi melalui media elektronik. Pendekatan masalah penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu Pendekatan Yuridis Normatif dan Pendekatan Yuridis Empiris dengan lebih memfokuskan pada Pendekatan Yuridis Empiris. Pendekatan secara Yuridis Normatif dilakukan terhadap hal yang berkaitan dengan asas hukum, perundang-undangan, sinkronisasi perundang-undangan dan yang berhubungan dengan penelitian. Dan prosedur pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan. Hasil penelitian dan pembahasan makadapat disimpulkan bahwa:(1) pelaksanaan penyidikan dilakukan sesuai Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang mana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik meliputi menerima laporan polisi, melakukan penyitaan barang bukti, melakukan koordinasi dengan provider, dan melakukan koordinasi berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian No. 14 Tahun 2012 tentang manajemen Penyidikan Tindak Pidana.(2) Faktor penghambat Penyidikan terhadap pelaku Ancaman Kekerasan melalui Media elektronik yaitu: sumber daya manusia Kepolisian masih perlu pengetahuan yang lebih dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik, kurangnya sarana dan fasilitas penunjang, serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum. Berdasarkan Kesimpulan di atas maka yang menjadi Saran penulis adalah perlunya sikap dan tindakan yang pro-aktif dari aparat penyidik, khususnya aparat kepolisan dalam meningkatkan kualitasnya dengan cara lebih memahami tentang kemajuan teknologi serta dampak yang ditimbulkan.

  Kata Kunci: Penyidikan, ancaman kekerasan, media elektronik

  

ABSTRACT

AN INVESTIGATION ANALYSIS OF THREATOF VIOLENCE OR THREAT

TO SCARE OTHERS DIRECTED PERSONALLY THROUGH ELECTRONIC

MEDIA (No: LP / B- / 118 / X / 2015 / IFMS Polda Lampung)

By

  

Ahmad Sawal, Erna Dewi, Budi Rizki Husin

  (Email : ahmadsawal33@gmail.com) The rapid development of information technology has led to various impacts of positive and negative outcomes. The positive impact from the development of information technology are: the easy and quick access to information, as well as the simple and easy access to communicate with other people in other part of the world; while the negative impacts included the uncontrolled public attitudes in using the applications which led to a crime in cyberspace (cyber crime). One form of the cyber crime is threat of violence through electronic media. The problems of the research are formulated as follows: how is the investigation process against the perpetrators of threat of violence or threat to scare others which addressed personally through electronic media? and what are the limiting factors in the investigation against the threat of violence or threat to scare others which addressed personally through electronic media? This research used two kinds of approaches: normative approach and empirical approach by focusing more on juridical approach. The normative approach included matters relating to the principle of law, legislation, synchronization of legislation and related research. The data collection procedures in this research was done trough literature study and field study (observation). The results and discussion of the research were: (1) the implementation of the investigation has been carried out in accordance with Law No. 2/2002 regarding the Indonesian National Police, which in accordance with the provisions of Law No. 11/2008 on Information and Electronic Transaction which includes receiving a police report, carrying out a seizure of evidence, conducting a coordination with providers, and conducting a coordination in accordance with the Regulations of Police Chief Officer No. 14/2012 on the management of criminal investigation. (2) Among the inhibiting factors in the investigation against the perpetrators of threat of violence or threat to scare others through electronic media, were: the Police officers were in need of a deeper knowledge on the development of information and electronic transaction, the inadequate number of infrastructure and supporting facilities, and lack of public awareness upon the law. It is suggested that the investigation authorities, especially the police officers to have an attitude and proactive actions to better understand the progress of technology and its impacts.

  Keywords: Investigation, threats of violence, electronic media

I. PENDAHULUAN

  Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sudah semakin cepat sehingga mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia, tanpa disadari produk teknologi sudah menjadi kebutuhan sehari-hari, penggunaan televisi, telepon, fax, cellular (handphone) dan internet sudah bukan hal yang aneh dan baru khususnya di kota-kota besar.

  cepat dan efektif melalui telepon rumah, telepon genggam, televise, komputer, jaringan internet dan berbagai media elektronik, telah menggeser cara manusia bekerja, belajar, mengelola perusahaan, menjalankan pemerintahan, berbelanja ataupun melakukan kegiatan perdagangan. Kenyataan demikian seringkali disebut sebagai era globalisasi ataupun revolusi informasi, untuk menggambarkan betapa mudahnya berbagai jenis informasi dapat di akses, dicari, dikumpulkan serta dapat dikirimkan tanpa lagi mengenal batas-batas geografis suatu negara.

  bersifat netral, dalam hal ini diartikan bahwa teknologi itu bebas,teknologi tidak dapat dilekati sifat baik dan jahat akan tetapi pada perkembangannya kehadiran teknologi menggoda pihak- pihak yang berniat jahat atau untuk menyalahgunakannya, dengan demikian teknologi biasa dikatakan juga merupakan faktor kriminogen yaitu 1 Dikdik M arief Mansur dan Elisatris

  Gultom,cyber law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Bandung; repika Aditama, 2005 hlm 121 2 Richard Mengko,memanfaatkan teknologi

  faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan orang untuk berbuat jahat atau memudahkan orang untuk melakukan kejahatan, seperti kejahatan dalam hal ini pengancaman dengan Short Message service (SMS).

  Terbukti bahwa sistem informasi teknologi elektronik tersebut bisa dijadikan alat bukti untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan bagi siapa- siapa yang melakukan pelanggaran, namun masih ada juga pelaku pelanggaran dan kejahatan yang belum teridentifikasi melakukan upaya tersebut. Bahwa semua kejahatan yang mereka lakukan melalui peralatan computer, telekomunikasi, dan informasi, baikberupa hardware,

1 Informasi yang dapat diakses secara

  software maupun brainware.

  Pemerintah pada Tahun 1989 mengesahkan dan mengeluarkan Undang- Undang No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi dan diganti oleh Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Komunikasi dan kemudian saat ini disempurnakan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi Teknologi elektronik oleh Pemerintah dapat menekan angka Kejahatan teknologi informasi yang saat ini semakin berkembang. Dengan kesempurnaan Pasal demi Pasal diharapkan oknum pelaku tidak dapat terlepas dari jeratan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 (Bab VII untuk “ perbuatan yang dilarang” Pasal 27-37 dan Bab XI untuk “ ketentuan pidana” Pasal 45-52).

2 Teknologi merupakan sesuatu yang

  Undang-Undang ITE (informasi dan transaksi elektronik) telah menetapkan perbuatan-perbuatan mana yang termasuk tindak pidana dibidang ITE (cyber crime) dan telah ditentukan sifat jahatnya dan penyerangan terhadap kepentingan hukum dalam bentuk

  rumusan-rumasan tindak pidana tertentu. Tindak pidana ITE diatur dalam 9 Pasal dari Pasal 27 sampai dengan Pasal 35. Dalam 9 Pasal tersebut dirumuskan 20 bentuk/jenis tindak Pidana

  ITE. Sementara ancaman pidananya ditentukan di dalam Pasal 45. Kepolisian Republik Indonesia memiliki wewenang dalam proses penyidikan sebagai upaya untuk menemukan dan menentukan pelaku dalam suatu peristiwa pidana. Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, polri menduduki posisi sebagai aparat penegak hukum, polri diberikan peran berupa kekuasaan umum menangani tindak pidana di seluruh wilayah negara Indonesia. Aparat hukum wajib melakukan berbagai tindakan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Tindakan yang dimaksud adalah melakukan penyelidikan oleh penyelidik dan kemudian diteruskan dengan penyidikan sebagai suatu tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang serta dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Polri sebagai penyidik didasarkan kepada ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf (g) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pada dasarnya pejabat penyidik yang berwenang melakukan penyidikan tindak pidana ITE adalah penyidik pejabat Polisi Negara RI. Namun demikian dalam hal penyidikan tindak pidana ITE juga dapat dilakukan oleh pejabat penyidik lain yang ruang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik adalah pejabat dari Departemen/Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Dalam hal penyidikan tindak pidana dibidang ITE, selain berlaku seluruh ketentuan mengenai penyidikan dalam kodifikasi hukum acara (Bab IV Bagian kesatu dan kedua KUHAP) berlaku pula ketentuan khusus tentang Penyidikan dalam Bab X Pasal 42 s/d 44 UU ITE. Dalam tiga pasal tersebut sekedar diatur tentang dua hal saja yang bersifat khusus, yaitu : a.

  Tentang penyidikan dan hak atau kewenangannya serta prosedur yang harus dipenuhi dalam hal melaksanakan kewenangan melakukan penyidikan tersebut (Pasal 43) b. Tentang alat bukti yang dapat digunakan dalam hal penyidikan, penuntutan dan dalam sidang pengadilan perkara tindak pidana

  ITE (Pasal 44).

  3 Pengancaman melalui SMS, pelaku

  pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat Karena hukum dan pengadilan Indonesia tidak memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia, Karena bisa saja pelaku tindak pidana pengancaman melalui SMS ini berada di luar wilayah hukum Indonesia, misalnya Singapura, Malaysia dan negara lainnya. Berikut ini salah satu contoh kejahatan pengancaman kekerasan melalui sms : 3 Adami chazawi dan Ardi Ferdian, Tindak kasus laporan pengancaman yang diduga dilakukan oleh mantan Bupati Tulangbawang, Abdurachman Sarbini alias Mance terhadap Mualim Taher salah seorang tokoh masyarakat Pesawaran. Dari informasi yang dihimpun di Mapolda Lampung, Mance dikabarkan telah diperiksa oleh penyidik Kriminal Khusus (Krimsus) Polda Lampung untuk dimintai keterangannya terkait pesan singkat yang berisi pengancaman kepada tokoh pendiri Pesawaran tersebut. “Sudah diperiksa Mance oleh penyidik subdit II Dirkrimus Polda Lampung, pemeriksa- annya dari jam 10.00 hingga 12.00 WIB,” kata salah seorang sumber yangenggan disebutkan namanya, Rabu (18/11). Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung Kombes Dicky Patrianegara mengatakan pihaknya telah memeriksa lima saksi dalam kasus ini. Sebelumnya korban merasa terancam akan sms tersebut melalui pesan singkat, yang berisi ancaman: Mulaimin kalau kamu laki mari kita sepagasan kapan dimana kamu, saya mance!! Jangan kan kamu syahrudin gubernur aja ku tantang. kamu.Mulaim Taher (50), warga Desa pampangan melaporkan Abdurahman Sarbini ke Polda Lampung dengan laporan polisi nomor LP/B-/118/X/2015/SPKT tanggal 19 oktober 2015.Diketahui sebelumnya, Mance dilaporkan ke bagian Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung pada Senin (19/10) lalu oleh Mualim Taher didampingi kuasa hukumnya, Syamsudin atas kasus dugaan tidak menyenangkan melalui pesan singkat (SMS). Dalam SMS itu, diduga berbunyi adanya pengancaman yang dilakukan oleh Mance. Permasalahan SMS itu, bermula ketika Mualim mengirimkan pesan singkat (SMS) terkait ucapan selamat kepada pihak Kejaksaan dan tokoh masyarakat. Yakni atas keberhasilan penegakan hukum, telah mengeksekusi Dodi Anugerah (Anak Mance) terkait dengan kasus korupsi pengadaan kendaraan mobil dinas (Randis) di Kabupaten Pesawaran.

  4 Pasal 369 KUHP mengatur tentang

  Tindak Pidana Pengancaman, sebagai berikut : (1)

  Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2)

  Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena kejahatan. Ketentuan Pasal di atas, jika dikaitkan dengan pola baru dalam kejahatan Pengancaman dengan SMS, maka ini dirasakan cukup sulit menjerat pelaku kejahatan pengancaman dengan SMS menggunakan Pasal dalam KUHP. Guna mengatur tata cara penggunaan teknologi informasi dan Komunikasi di Indonesia, pemerintah mengeluarkan Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tindak Pidana Pengancaman di dalam UU ITE diatur dalam Pasal berikut: 4 Pasal 29: “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut- nakuti yang ditujukan secara pribadi.”

  Secara pribadi adalah orang perseorangan (manusia atau natural person) sehingga dengan demikian tidak termasuk korporasi. Penjelasan yang tidak memberikan keterangan apapun tindak pidana tersebut hanya dapat di pertanggungjawaban secara pidana kepada pelakunya apabila sasaran atau korban tindak pidana tersebut adalah orang perseorangan Karena yang dapat merasa takut adalah manusia.

  dalam Pasal 29 UU ITE bukan merupakan delik aduan.. Uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang penerapan ketentuan pidana terhadap tindak pidana pengancaman kekerasan dengan mengambil judul “ Analisis Penyidikan terhadap Pelaku Pengancaman Kekerasan atau Menakut- nakuti Yang Ditujukan Secara Pribadi Melalui Media Elektronik ”. Berdasarkan uraian latar belakang dan memperhatikan pokok-pokok pikiran di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1.

  Bagaimanakah penyidikan terhadap pelaku yang melakukan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana ketentuan Pasal 29 UU No. 11 Tahun 2008? 5 Asri Sitompul, Hukum Internet Pengenalan 2.

  Apakah faktor-faktor penghambat dalam penyidikan terhadap pelaku yang melakukan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana ketentuan Pasal 29 UU No. 11 Tahun 2008?

  Pendekatan masalah penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu Pendekatan Yuridis Normatif dan Pendekatan Yuridis Empiris dengan lebih memfokuskan pada Pendekatan Yuridis Empiris. Pendekatan secara Yuridis Normatif dilakukan terhadap hal yang berkaitan dengan asas hukum, perundang-undangan, sinkronisasi perundang-undangan dan yang berhubungan dengan penelitian. Dan prosedur pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan.

5 Pengancaman sebagaimana dimaksud

  II. PEMBAHASAN A. Penyidikan Terhadap Pelaku Ancaman Kekerasan atau Menakuti-Nakuti yang Ditujukan Secara Pribadi Melalui Media Elektronik

  Penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Suatu proses penyidikan dikatakan telah mulai dilaksanakan sejak dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di instansi penyidik, Setelah pihak Kepolisian menerima laporan atau informasi tentang adanya suatu peristiwa tindak pidana, ataupun mengetahui sendiri peristiwa yang diduga merupakan suatu tindak pidana.

6 Perumusan dalam Undang-Undang

  Nomor

  11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengenai perbuatan yang dilarang yang mengandung unsur pengancaman kekerasan melalui media elektronik tidak sejalan dengan keadaan masyarakat yang sebagian tidak menerapkan Undang-Undang tentang

  ITE. Kemudian pada perumusan sanksi pidana dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberatkan kepada pelaku tindak pidana yang dilarang, belum membuat pelaku tindak pidana tersebut jera atau rasa takut untuk melakukan tindak pidana penghinaan, misalnya pada Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor

  11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal ini dilakukan pihak kepolisian dalam menegakan hukum guna mengurangi atau bahkan memeberantas tindak pidana pengancaman tersebut, tetapi tidak dibarengi dengan sikap masyarakat yang turut membantu agar tidak secara bebas dan tidak terkontrol dalam menggunakan media elektronik yang dimilikinya.

  pada tahap penyidikan; pembuktian bukan dimulai pada tahap penuntutan maupun persidangan. Dalam penyidikan, penyidik akan mencari pemenuhan unsur pidana berdasarkan alat-alat bukti yang diatur dalam perundang-undangan. Pada tahap penuntutan dan persidangan kesesuaian 6 Hasil wawancara dengan Jepri Syaifullah,

  Penyidik Subdit

  II Ditreskrimsus Polda Lampung, 16 November 2016 7 Hasil wawancara dengan Jepri Syaifullah,

  dan hubungan antara alat-alat bukti dan pemenuhan unsur pidana akan diuji.

  8 Penyidikan terhadap tindak pidana

  cybercrime selain dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang diatur mengenai penyidikan yang terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana juga dilaksanakan berdasarkan ketentuan khusus mengenai penyidikan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, hal ini dilakukan agar penyidikan dan hasilnya dapat diterima secara hukum. Berikut adalah beberapa hal mengenai penyidikan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:

  1. Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur bahwa yang diizinkan untuk melakukan penyidikan di dalam undang-undang ini adalah Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.

7 Pembuktian sebenarnya telah dimulai

  2. Pasal 43 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana cybercrime harus memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan.

  3. Pasal 43 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 8 Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrime,

  yang mengatur bahwa penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.

  4. Pasal 43 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur bahwa Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.

  Data yang diperoleh dari provider (penyedia jasa layanan Komunikasi) oleh Penyidik biasa disebut dengan Call

  Data Record (CDR). CDR ini adalah

  sebutan untuk data yang ada dalam

  Mobile Switching Centre (MSC) yang

  menyimpan banyak data yang berasal dari lalu lintas panggilan atau pesan

  Short Messages Service (SMS).

  9

  jadi melalui CDR para penegak hukum dalam hal ini adalah penyelidik dan/atau Penyidik dapat mengetahui Ponsel tersebut digunakan untuk melakukan tindak pidana atau tidak. Berdasarkan koordinasi yang telah dilakukan tersebut, seharusnya pelacakan (tracking) yang merupakan tugas dan fungsi dari Subdit II Ditreskrimsus dapat dilakukan dengan baik, sehingga tindak pidana cybercrime yang dalam hal ini dilakukan dengan sarana ponsel (handphone) dapat terungkap dan mengakibatkan berkurangnya kejahatan dengan modus ini. Akan tetapi melihat kenyataannya penyalahgunaan ponsel untuk melakukan kejahatan masih saja banyak 9 Muhammad Nuh Al-Azhar, Digital Forensik: terjadi, ini menunjukan para pelaku leluasa untuk melakukan kejahatannya, yang artinya bahwa pengungkapan tindak pidana cybercrime oleh Subdit II Ditreskrimsus belum dilakukan dengan maksimal.

  Berdasarkan hal tersebut, menurut penulis tindak pidana cybercrime yang terjadi di bukanlah merupakan tindak pidana cybercrime yang benar- benar melulu menyerang komputer, tetapi hanya menggunakan sarana komputer atau teknologi informasi untuk mempermudah dilakukannya suatu tindak pidana. Pengungkapan tindak pidana yang seperti ini tentu lebih mudah, mengingat pelaku tindak pidana tersebut tidak mempunyai keahlian yang terlalu baik dalam bidang teknologi informasi, sehingga seharusnya pengungkapan tindak pidana oleh kepolisisan melalui penyelidikan dan penyidikan, serta koordinasi dengan akademisi dapat mengungkap secara maksimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak jepri syaifullah, kepolisian belum bisa mengungkapkan tindak pidana cybercrime dengan maksimal dikarenakan penyelidikan tindak pidana cybercrime oleh Polisi baru dilakukan sebatas berdasar adanya laporan/pengaduan dari korban, hal ini menunjukan bahwa perbuatan untuk menunjukan, membuktikan, menyingkapkan tindak pidana cybercrime tersebut baru hanya bisa menyelidiki tinndak pidana yang sudah dirasa merugikan korban dan belum bisa menyelidik yang belum dirasakan oleh korban, apalagi untuk melakukan pencegahan agar tidak sampai terjadi adanya tindak pidana cybercrime.

  10 10 Hasil wawancara dengan Jepri Syaifullah, Pada dasarnya sistem penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pengancaman kekerasan melalui media elektronik sama halnya dengan sistem penegakan hukum terhadap tindak pidana lainnya. Pada pembahasan ini, hal ini merupakan tahap formulasi atau

  in abstracto , berdasarkan Undang-

  Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi dan Elektronik terdapat perbuatan-perbuatan yang dilarang. Perbuatan tersebut terdapat dalam Pasal 29 yang menjelaskan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut- nakuti.

  Prosedur khusus dalam penyidikan tindak pidana cybercrime dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik antara lain:

  a. Penyidik yang menangani tindak pidana cybercrime ialah dari instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kementerian Komunikasi dan Informatika;

  b. Penyidikan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data;

  c. Penggeledahan dan atau penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat;

  d. Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan Sistem Elektronik, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

  11 11

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penyidikan berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eleketronik dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan saksi-saksi (seseorang yang bisa diminta keterangan yang mendengarkan, melihat, dan dialami, sita barang bukti (screenshoot SMS) karena penyidik diharapkan mampu membuktikan perbuatan tersebut.

  Menurut penulis, penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana cybercrime yang dilakukan oleh kepolisian merupakan tolak ukur pengungkapan tindak pidana cybercrime. Penyelidikan dan penyidikan tersebut akan berhasil secara hukum ketika para penyelidik dan penyidik melaksanakan cara, tingkah dan perbuatan dalam penyelidikan dan penyidikan berdasarkan metode yang benar, dalam hal ini berkenaan dengan pengungkapan tindak pidana pengancaman kekerasan melalui media elektronik adalah baik itu yang terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor

  11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta tentunya dengan memperhatikan metode khusus dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana cybercrime.

  Mengacu pada hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada responden, bahwa penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk membuat terang suatu tindak pidana, dengan melakukan pengamanan barang bukti, melakukan penyidikan terhadap pelaku dan saksi-saksi. dalam mengumpulkan alat bukti tindak pidana melalui Media Elektronik guna terangnya suatu tindak pidana tersebut melakukan penyitaan terhadap barang bukti yang biasanya berupa komputer, laptop, dan telefon. Barang bukti yang telah disita tersebut akan dibawa ke Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk diteliti, hal ini dikarenakan Subdit

  II DItreskrimsus Polda Lampung belum mempunyai sarana dan prasarana yang memadai atau belum mempunyai laboratorium forensic untuk alat bukti digital.dan dalam penyidikan Kepolisian menjalankan peran sesuai dengan yang diatur dalam undang- undang dan KUHAP, serta mengacu pada undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

  Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan narasumber yang menjadi penghambat penyidikan terhadap pengancaman kekerasan melalui media elektronik adalah sebagai berikut; a.

  Faktor Undang-Undang Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan faktor penghambat dari Undang-Undang, artinya dalam susbstansi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut memiliki kelemahan kelemahan diantaranya: Undang

  • – Undang No. 11 Tahun 2008 bermaksud memberi sanksi terhadap perbuatan
  • – perbuatan yang dilarang yang awalnya hanya diberikan sanksi sosial atau moral setelah berlakunya un
  • – undang ini maka hal tersebut dikenai sanksi pidana maka bisa dikatakan Undang – Undang No. 11

  Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah melakukan kriminalisasi yang berlebihan atau disebut over criminalization.

  b.

  Faktor Penegak Hukum Salah satu keberhasilan dalam upaya penegakan hukum adalah pribadi dari para penegak hukum itu sendiri. Sebab, apabila penegak hukum memiliki sikap yang profesional dan bermoral baik maka tentu saja akan menegakan hukum dengan baik dan sesuai aturan yang berlaku. Begitupun sebaliknya, jika penegak hukum tidak memiliki integritas yang baik, dan sikap yang profesional, maka tentu saja kaidah hukum tersebut tidak dapat ditegakan dengan sebagaimana mestinya.

  12 Selain itu dari segi kualitas dan

  kuantitas penegak hukum itu juga sangat mempengaruhi. Perhatian penegak hukum, secara khusus Kepolisian lebih berfokus pada kejahatan-kejahatan yang bersifat konvensional yang banyak menyita perhatian publik seperti perampokan, pembunuhan, perkosaan, pencurian, dan sebagainya, dilain pihak kurangnya respon penyidik menangani kejahatan lain, apabila tindak pidana tersebut dapat dikategorikan tindak pidana ringan, atau tanpa ada laporan dan aduan pada penyidik. Kelemahan lain adalah prosedur yang sangat lama dan kurang tanggapnya dalam menangani perkara dan pemahaman polisi dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam proses penyelidikan dan penyidikan, hal ini sangat melemahkan sistem peradilan pidana sebagaimana telah ditetapkan oleh ketentuan undang-undang. Kelemahan lainnya adalah terbatasnya jumlah aparat penegak hukum dan unit 12 Hasil wawancara dengan Jepri Syaifullah,

B. Faktor Penghambat Penyidikan terhadap Pelaku Pengancaman Kekerasan atau menakut-nakuti yang Ditujukan Secara Pribadi melalui Media Elektronik

  khusus yang menangani kasus pengancaman dan masih lemahnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap pengetahuan mengenai teknologi dan informatika. Hingga saat ini, tidak semua aparat penegak hukum, dalam hal ini adalah kepolisian yang tahu apa itu pengancaman kekerasan melalui media elektronik, dan bagaimana cara penanganannya. Hal ini melemahkan sistem peradilan pidana sebagaimana telah ditetapkan oleh ketentuan undang-undang. Menurut pendapat penulis dengan terbatasnya pemahaman aparat hukum terhadap teknologi dan informatika tentu akan bermuara pada kualitas penanganan kasus pengancaman lewat sms mengingat kasus jenis tersebut merupakan kasus yang memerlukan pengetahuan khusus, terlebih teknologi yang terus berkembang dengan sangat cepat. Kasus jenis ini merupakan kasus yang dapat terjadi dengan cepat, oleh karena itu jumlah aparat hukum dan unit terkait akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan penanganan kasus.

  c.

  Faktor Sarana dan Fasilitas Penyidikan akan berjalan dengan baik jika didukung oleh sarana dan fasilitas yang lengkap dan memadai demi kepentingan tegaknya hukum agar terlaksana secara efektif. Sarana dan fasilitas tersebut mencakup sumber daya manusia yang berpendidikan, terampil, dan bertanggungjawab.

  Fasilitas seperti alat yang dimiliki Puslabfor, yaitu alat yang dapat mendeteksi dokumentasi elektronik yang telah dihapus, guna menghilangkan jejak oleh si pelaku tindak pidana, agar dapat dimunculkan kembali, sehingga pihak kepolisian tidak ada alasan untuk kehilangan atau tidak mendapatkan barang bukti.

  Fasilitas seperti itu sebaiknya dimiliki oleh setiap kantor Polisi Daerah (POLDA), belum mempunyai software

  forensic seperti tracer signal, kemudian hardware dengan signal GSM hanya

  ada di Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, kemudian juga alat yang digunakan untuk mengidentifikasi keaslian foto belum dimiliki, dalam melacak (tracking) nomor bermasalah belum mempunyai tracer-nya.

  13 d.

  Faktor Masyarakat Masyarakat Indonesia umumnya masih mengandalkan pihak kepolisian dalam menindaklanjuti suatu kejahatan. Mereka umumnya hanya menunggu hasil akhir dari pihak kepolisian dalam menangani suatu kasus tersebut tanpa mau ikut terlibat dan turut berpatisipasi bersama-sama menumpas suatu kejahatan. Berdasarkan kondisi tersebut diatas, pentingnya sosialisasi hukum dari aparat penegak hukum untuk menumbuhkan budaya serta keasadaran hukum masyarakat, karena ketika terjadi tindak pidana maka kemungkinan besar dapat terjadi berbagai tindak pidana yang memanfaatkan kesempatan tersebut, terlebih lagi jika budaya hukum dan kesadaran hukum masyarakat itu minim dan ketidak tahuan tentang hukum membuat masyarakat memandang masalah pengancaman lewat SMS adalah hal biasa.

  Sehingga masyarakat tidak melakukan hal-hal yang dilarang yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Begitu pula pada korban pengancaman untuk tidak takut melaporkan suatu tindakan yang dirasa telah mengganggu atau mengusik 13 Hasil wawancara dengan Ijan wahyudi, kehidupannya melalui media elektronik kepada polisi. Dengan majunya teknologi dan lahirnya banyak media elektronik, diharapkan masyarakat menggunakannya dengan bijak dan sesuai kepentingan namun tetap terkontrol. Hal ini bertujuan agar hukum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dengan bantuan masyarakat yang dapat bekerjasama dalam menekan angka atau bahkan memberantas tindak pidana pengancaman.

  e.

  Faktor Kultur atau Budaya Masyarakat Indonesia sebagian besar memiliki aturan atau hukum adat masing- masing, yang memang hal tersebut diakui oleh undang-undang bahwa hukum adat itu berlaku ditengah-tengah masyarakat. Hal ini mengakibatkan meskipun undang- undang yang diciptakan sudah demikian bagusnya serta sedemikian kuat dan adilnya penegak hukum menurut pemerintah, namun apabila tidak terdapat keseimbangan dengan budaya dan adat yang berlaku dalam masyarakat, maka semuanya itu tidak akan berarti apa-apa. Selain itu tidak ada undang-undang yang menyalahi perihal berlakunya hukum adat yang ada dalam masyarakat.

  Berdasarkan uraian di atas, penulis menilai, bahwa dalam melakukan penyidikan atas suatu tindak pidana pengancaman bukanlah hal yang mudah. Ditambah lagi bila sarana dan prasarananya tidak mendukung sehingga menambah kesulitan bagi pihak kepolisian khususnya penyidik untuk mengusut tuntas kasus yang sedang ditanganinya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus bagi pemerintah untuk melengkapi kebutuhan sarana dan prasarana yang terbatas khususnya pada polsek-polsek yang berada di tempat-tempat yang terpencil, untuk dapat mempermudah bagi pihak kepolisian dalam melakukan tugasnya.

  III. PENUTUP

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dan diuraikan oleh penulis, maka dapat disimpulkan yaitu:

  1. Kepolisian dalam pengungkapan tindak pidana Pengancaman Kekerasan melalui Media Elektronik meliputi Penyelidikan dan Penyidikan. Dalam menerima laporan polisi, belum dapat melakukan pelacakan (tracking), tindak pidana yang disidik adalah tindak pidana yang didapat dari laporan korban, kemudian dalam hal adanya tindak pidana yang berhubungan dengan penyalah- gunaan ponsel (handphone) Kepolisian melakukan koordinasi dengan provider. Terhadap barang bukti dan/atau alat bukti yang diperoleh dari penyitaan penyidik membawa barang alat bukti tersebut ke Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk diteliti lebih lanjut. Keseluruhan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana pengancaman kekerasan melalui media elektronik oleh penyidik dilakukan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

  2. Faktor Penghambat Penyidikan terhadap Pelaku Ancaman Kekerasan melalui Media Elektronik antara lain: a.

  Undang-Undang, Undang-

  Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik batasan masih sarat dengan muatan standar yang tidak jelas, misalnya pada interpretasi suatu pengancaman dan masih kurang sosialisasi sehingga masyarakat dalam menggunakan media elektronik belum mengetahui batasan- batasannya.

  b.

DAFTAR PUSTAKA

  c.

  Hukum Teknologi Informasi,

  No. HP : 085369479302

   Indonesia.

  Dalami-Kasus-Pengancaman-Oleh- Mance.

  Tatanusa. Http://Www.Harianpilar.Com.Terus-

  Cybercrime, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Jakarta: PT.

  Citra Aditya Bakti, Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace,

  Pengenalan Mengenai Masalah Hukum Cyberspace, Bandung : PT.

  Sitompul, Asri. 2001. Hukum Internet

  Teknologi Informasi, Http//Teknologi Informasi.Com.

  Bandung; Repika Aditama, Mengko, Richard. 2016. Memanfaatkan

  Mansur, Dikdik M Arief Dan Elisatris Gultom, 2005. Cyber Law Aspek

  Sarana dan Fasilitas, kurangnya sarana dan fasilitas penunjang.

  Penyidik, dalam hal ini aparat penegak hukum khususnya sumber daya manusia Kepolisian masih perlu pengetahuan yang lebih dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam proses penyelidikan dan penyidikan.

  2015. Tindak Pidana Informasi

  Selatan, Salemba Infotek. Chazawi, Adami dan Ardi Ferdian.

  Forensik: Panduan Praktis Investigasi Komputer, Jakarta

  Al-Azhar, Muhammad Nuh. Digital

  Kultur dan Budaya, Media elektronik dijadikannya sebuah wadah untuk berkomunikasi. tidak langsung masyarakat membawa pribadinya masuk ke dalam media sosial tersebut. Hal ini mengakibatkan meskipun undang-undang yang diciptakan sudah demikian bagusnya serta sedemikian kuat dan adilnya penegak hukum menurut pemerintah, namun apabila tidak terdapat keseimbangan dengan budaya dan adat yang berlaku dalam masyarakat, maka semuanya itu tidak akan berarti apa-apa.

  e.

  11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

  Masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum. Masyarakat harus selalu berhati-hati dalam menggunakan media elektronik guna terhindar dari tindak pidana yang di atur dalam Undang-Undang Nomor

  d.

  Dalam proses pencarian alat bukti untuk membuktikan suatu perakara tersebut, penyidik harus ke Mabes Polri, mengingat alat yang belum tersedia di kantor mereka. Hal ini melemahkan penegakan hukum pidana tersebut dalam menanggulangi tindak pidana pengancaman kekerasan mealui media elektronik.

  Dan Transaksi Elektronik, Media Nusa Creative, Malang.

Dokumen yang terkait

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN SEBAGAI PENYEBAB MATINYA PELAKU AMUK MASSA (Study Perkara Nomor 166Pid.2012PN TK) (Jurnal Ilmiah) TIRTA ARI N

0 0 11

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGANIAYAAN YANG DI LAKUKAN OLEH PENAGIH HUTANG (DEBT COLLECTOR) (Studi Wilayah Hukum Bandar Lampung)

0 0 14

UPAYA PENANGGULANGAN KEPOLISIAN RESOR TULANG BAWANG TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG MENYEBABKAN KEMATIAN (STUDI LAPORAN POLISI NO. STPL/34/2016/SIAGA

0 0 12

ANALISIS KOMPARATIF PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI DALAM HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

0 0 13

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIMPAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI TANPA IZIN (Studi Putusan No. 516Pid.Sus.LH2016PN.Tjk) (Jurnal Skripsi)

0 0 12

ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN BISNIS ONLINE

0 0 11

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TRAFFICKING YANG MERAMPAS ANAK SEBAGAI JAMINAN UTANG (Study Kasus Wilayah Hukum Polda Lampung) Jurnal

0 0 14

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (Studi di Wilayah Hukum Bandar Lampung) Ernita Larasati, Eko Raharjo S.H., M.H., Gunawan Jatmiko S.H., M.H. email: (ernita1995gmail.com) Abstrak - ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERH

0 0 8

ANALISIS PERRLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENAHANAN TERSANGKA PADA TINGKAT PENYIDIKAN BERDASARKAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 (STUDI KEPOLISIAN RESOR LAMPUNG BARAT) Oleh Devolta Diningrat, Eddy Rifai, Tri Andrisman

0 0 11

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN KETERTIBAN UMUM (Studi Kasus Penghinaan Lambang Negara oleh Zaskia Gotik)

0 1 14