Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pemberdayaan dan Respon atau Persepsi Pedagang Kaki Lima terhadap Implementasi Perda No 4 Tahun 2015

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1. Konsep Pemberdayaan

  Pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus-menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya, upaya itu hanya bisa dilakukan dengan membangkitkan keberdayaan mereka, untuk memperbaiki kehidupan di atas kekuatan sendiri.

  Menurut Gibson dan Woolcock (2005), pemberdayaan merupakan suatu proses untuk meningkatkan individu dalam menentukan pilihan dan mewujudkan pilihan tersebut dalam tindakan nyata. Untuk melaksanakan pemberdayaan bagi masyarakat marginal, beberapa strategi yang dapat dilakukan yaitu: kebijakan dan perencanaan, aksi sosial dan politik serta pendidikan, pemberdayaan juga berhubungan dengan kemampuan manusia, khususnya mereka yang tersisih dan tak berdaya supaya mendapat kekuatan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, mengakses sumber daya produktif, dan berpartisispasi dalam proses pengambilan keputusan.

  Friedmann (1992) mendefinisikan pemberdayaan sebagai pembangunan alternatif (alternati ve development) yang menghendaki “inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equaty” dengan menekankan pada keutamaan politik melalui otonomi pengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan rakyat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung melalui partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengamatan langsung.

  Prijono dan Pranarka (1996) mengatakan bahwa pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan pada kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasil-hasil pembangunan. Konsep empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain.

  Menurut Mubyarto (1999), mengemukakan bahwa pemberdayaan berkaitan erat dengan ekonomi rakyat. Proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini masyarakat pedesaan, penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Masyarakat menentukan jenis usaha, kondisi wilayah yang pada gilirannya dapat menciptakan lembaga dan sistem pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat. Upaya pemberdayaan masyarakat ini kemudian pada kegiatan pemberdayaan ekonomi rakyat. Pemberdayaan merupakan suatu strategi yang dilakukan untuk mengembangkan suatu kelompok atau individu didalam menjalani usaha atau kegiatan dalam mempertahankan hidup. Pemberdayaan sangat penting dilakukan dalam rangka mengubah pola pikir, strategi pengembangan usaha agar usaha yang dilakukan dapat dikembangkan dengan lebih baik. Tujuan adanya pemberdayaan yaitu untuk mengangkat harkat dan martabat dari masyarakat marjinal atau terpinggirkan. Dengan adanya pemberdayaan, kehidupan masyarakat kecil diharapakan dapat mejadi lebih baik. Masyarakat kecil yang pendapatannya relative kecil, dengan adanya pemberdayaan pendapatan masyarakat kecil menjadi lebih baik.

2.2. Konsep Kebijakan

2.2.1. Pengertian Kebijakan

  Menurut Friedrich kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Selanjutnya Anderson berpendapat, kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.

  Secara umum istilah kebijakan atau policy digunakan unutk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah actor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.Menurut (Edi Suharto, 2008), kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.

  Menurut Zainal Abidin kebijakan secara umum dibedakan menjadi 3 bagian yaitu: 1). Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. 2). Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.3). Kebijakan teknis, yaitu kebijakan operasional yang berada dibawah kebijakan pelaksanaan.

  Berdasarkan penjelasan beberapa definisi terkait kebijakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan. Upaya dan tindakan tersebut bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh. Dalam hal ini, terlihat dalam kebijakan Perda Nomor 4 Tahun 2015 mengenai Penataan, Pengelolaan dan Pemberdayaan PKL untuk memberikan kesempatan berusaha bagi para PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan peruntukannya, menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh, mandiri, dan berkelanjutan demi mewujudkan Kota yang bersih , indah, dan tertib dan aman dengan sarana dan sarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan. Kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kota Salatiga dalam pemberdayaaan PKL meliputi peningkatan kemampuan berusaha, fasilitas akses permodalan, fasilitas bantuan sarana dagang, penguatan kelembagaan, fasilitas peningkatan produksi, pengolahan, pengembangan jaringan dan promosi, pembinaan dan bimbingan teknis dan peningkatan kemitraan dengan dunia usaha. Melalui kebijakan-kebijakan tersebut merupakan hal utama yang dilakukan Pemerintah Kota Salatiga dalam memberdayakan para PKL lapangan Kota Salatiga.

2.2.2. Strategi Kebijakan

  Dalam memberdayakan para PKL di Lapangan Pancasila, kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah kota salatiga sejalan dengan model kebijakan Grindel (1980) yang memfokuskan pada tiga perhatian utama, yaitu memperhatikanlembaga-

  

lembaga yang bertanggung jawab, memperhatikan jaringan kekuatan (politik, sosial

dan ekonomi), serta memperhatikan dampak yang diharapakan atau tidak diharapkan

dari sebuah kebijakan.

  Dalam melibatkan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab, membangun

jaringan dan memperhatikan dampak kebijakan, pemerintah menggunakan sejumlah

strategi yang memfokuskan pada usaha-usaha pemeberdayan PKL. Strategi tersebut

sejalan dengan tujuan pemberdayan itu sendiri, seperti yang dikemukakan Mubyarto

  (1999) bahwa proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia, penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat, dan merupakan strategi yang dilakukan untuk mengembangkan suatu kelompok atau individu didalam menjalani usaha atau kegiatan dalam mempertahankan hidup.

  Sejalan dengan hal di atas, maka bisa dilihat bahwa strategi pemberdayaan PKL di Lapangan Pancasila, merujuk kepada peningkatan kesejahteraan PKL, dan usaha PKL dalam berdagang melalui kebijakan pemerintah yang melibatkan lembaga- lembaga administrasi yang bertanggung jawab, memperhatikan kekuatan jaringan, dan mengharapkan dampak positif dari kebijakan tersebut. Adapun strategi pemberdayaan PKL yang digunakan oleh Pemerintah Kota Salatiga dalam melaksanakan pemberdayaan PKL di Lapangan Pancasila, telah termuat dalam Peraturan Daerah (PERDA) Salatiga Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penataan, Pengelolaan, dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Oleh karena itu, untuk memahami PERDA tersebut, maka akan di jabarkan setiap strategi yang digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan pemberdayaan PKL di Lapangan Pancasila sebagai berikut: 1). Peningkatan Kemampuan Berusaha, Fasilitas Permodalan, dan Fasilitas Bantuan Sarana Dagang, 2). Penguatan Kelembagaan, 3). Fasilitas Peningkatan Produksi, 4). Pengolahan, Pengembangan Jaringan dan Promosi, 5).

  Pembinaan dan Bimbingan Teknis, 6). Peningkatan Kemitraan dengan Dunia Usaha.

2.2.3. Implementasi Kebijakan

  Grindle (1980:7) menyatakan, implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Sedangkan Van Meter dan Horn (Wibawa, dkk., 1994: 15) menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan.

  Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanann undang-undang di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program. Selanjutnya implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (ouput) maupun sebagai suatu dampak (outcome).

  Dalam hal ini, Pemerintah Kota Salatiga di dalam melakukan kegiatan pemberdayaan PKL melalui Perda Nomor 4 Tahun 2015 terhadap PKL di Lapangan Pancasila terlihat bahwa, kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan undang-undang atau sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau berdasarkan prosedur yang berlaku/ditetapkan.

  Untuk memperlancar implementasi kebijakan, perlu dilakukan diseminasi dengan baik. Syarat pengelolaan diseminasi kebijakan ada empat, yakni: 1). Adanya respek anggota masyarakat terhadap otoritas pemerintah untuk menjelaskan perlunya secara moral mematuhi undang-undang yang dibuat oleh pihak berwenang. 2). Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan. Kesadaran dan kemauan menerima dan melaksanakan kebijakan terwujud manakala kebijakan dianggap logis. 3).Keyakinan bahwa kebijakan dibuat secara sah. 4). Awalnya suatu kebijakan dianggap kontroversial, namun dengan berjalannya waktu maka kebijakan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar.

  Implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan hasil kegiatan pemerintah. Hal ini sesuai dengan pandangan Van Meter dan Horn (Grindle, 1980: 6) bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan (policy stakeholders) .

2.3. Konsep Respon

  Berbicara mengenai respon terlepas dari pembahasan sikap. Respon diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Sobur, 2003).

  Respon berasal dari kata response yang berarti tanggapan (reaction) atau balasan. Respon merupakan istilah psikologi yang digunakan untuk menyebutkan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Defenisi tanggapan ialah gambaran ingatan dari pengamatan (Kartono, 1990). Dalam hal ini untuk mengetahui respon masyarakat dapat dilihat melalui persepsi, sikap,dan partisipasi. Yang dimaksud dengan Persepsi yaitu suatu konsep atau pandangan seseorang/kelompok yang di bangun di dalam menanggapi suatu kejadian maupun tindakan yang ada di sekitar lingkungan. Dan Sikap yang dimaksud adalah suatu reaksi atau tindakan seseorang/kelompok di dalam merespon suatu kejadian/peristiwa baik berupa dalam hal positif maupun negative, sedangkan yang dimaksud dengan Partisipasi adalah keikutsertaan atau keterlibatan seseorang/kelompok didalam suatu kejadian/peristiwa. Ketiga unsur/factor tersebut terlihat bahwa para PKL didalam menanggapi/merespon apa yang dilakukan oleh Pemerintah dalam pemberdayaan PKL melalui Perda no 4 tahun 2015.

  Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi suatu ransangan tertentu.Jadi, berbicara mengenai respon atau tidak respon terlepas dari pembahasan sikap.

  Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi respon seseorang, yaitu : a). Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, dan harapannya. b). Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang melihatnya. Dengan kata lain, gerakan, suara, ukuran, tindakan-tindakan, dan ciri-ciri lain dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang. c). Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana respon itu timbul mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang (Mulyani, 2007).

  Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, prapemahaman yang mendeteil, ide-ide, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui, yaitu: Pengaruh atau Penolakan, Penilaian, Suka atau tidak suka, Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi.

  Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objektif, seseorang disebut mempunyai respon positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci objek tertentu. Ada dua jenis variabel yang dapat mempengaruhi respon, yaitu : 1). Variabel struktural, yaitu faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik. 2). Variabel fungsional, yaitu faktor-faktor yang terdapat pada diri sipengamat, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu (Cruthefield, dalam sarwono, 1991).

  Dalam Dollard dan Miller mengemukakan bahasa memegang peranan penting dalam pembentukan respon masyarakat. Respon-respon tertentu terikat dengan kata- kata, dan oleh karena itu, ucapan dapat berfungsi sebagai mediator atau menentukan hirarki mana yang bekerja. Artinya sosialisasi yang mempergunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan merupakan media srtategis dalam pembentukan respon masyarakat. Apakah respon tersebut berbentuk respon positif atau negatif, sangat tergantung pada sosialisasi dari objek yang akan direspon.

2.4. Pedagang Kaki Lima (PKL)

  Secara sosiologis, PKL merupakan entitas sosial yang di dalamnya terdapat pengelompokan menurut karakteristik tertentu seperti suku, etnik, bahasa, adat istiadat, asal daerah, jenis kegiatan, dan juga agama (Sarjono 2005:5). Entitas ini memiliki aktivitas yang sama yakni berdagang pada tempat-tempat yang tidak semestinya dalam tata letak kota untuk melakukan aktivitas sosial dan ekonomi. (Sarjono: 2005 hal 28).

  Menurut Ghozali (2011), pedagang kaki lima merupakan suatu kegiatan ekonomi dalam wujud sektor informal yang membuka usaha dibidang produksi dan penjualan barang dan jasa dengan menggunakan modal yang relative kecil serta menempati ruang publik. Pedagang kaki lima merupakan usaha informal yang dibentuk dari kelompok masyarakat yang terpinggirkan atau marginal yang terbentuk sebagai akibat dari tidak meratanya pembangunan dan tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Pedagang kaki lima membetuk usaha dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan yang digunakan untuk mempertahankan hidup atau melanjutkan hidup dari masyakarakat.

  Oleh karena itu pedagang kaki lima merupakan komponen penting yang harus diberdayakan oleh pemerintah. Dengan adanya pemberdayaan PKL, maka pedagang akan mampu untuk membuka lapangan pekerjaan yang besar bagi masyarakat lain, dapat mengurangi bentuk pelanggaran hukum atau aturan yang saat ini menjadi tren dilakukan oleh PKL. Permasalahan yang sering dibuat oleh PKL dapat di proteksi dan diselesaikan jika pemberdayaan dilakukan dengan baik. Tanpa pemberdayaan maka permasalahan yang dilakukan oleh PKL akan semakin menjadi-jadi. Keberadaan PKL Lapangan Pancasila merupakan tanggung jawab Pemerintah Kota Salatiga. Hal ini terlihat di dalam mengimplementasikan kebijakan Perda Nomor 4 Tahun 2015 mengenai pemberdayaan PKL. Melalui pemberdayaan PKL yang dilakukan Pemerintah supaya para PKL mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitas usaha.

  Swasono (2007), mengemukakan bahwa sektor informal bukan hanya sekedar terbentuk karena kurangnya lapangan pekerjaan, apalagi menampung pekerja yang terbuang dari sektor lain, akan tetapi sektor informal adalah sebagai pilar bagi keseluruhan ekonomi sektor formal yang terbukti tidak efeiien. Oleh karena itu maka jika pemerintah mampu memberdayakan PKL maka sektor ini akan menjadi penentu dalam kegiatan mempertahankan ketahanan nasional dalam bidang ekonomi. Sektor informal dalam hal ini pedagang kaki lima akan menjadi penopang sektor formal dalam hal ini industry didalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

2.5. Kerangka Pikir

  Gambar 1. Kerangka Pikir PERDA no.4 tahun 2015 tentang PKL

  Realita PKL Salatiga Strategi pemberdayaan

  PKL oleh Dinas Perdagangan

  PKL yang diberdayakan Pemberdayaan &

  Respon Respon PKL tentang

  Pemberdayaan PKL

  Keterangan Kerangka Pikir :

  Permasalahan penataan PKL merupakan permasalahan yang tidak hanya dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia tetapi juga menjadi permasalahan bagi kota-kota kecil di Indonesia salah satu kota yang mengalami permasalahan tentang keberadaan PKL adalah Kota Salatiga. PKL di Kota Salatiga mulai menjamur hampir di seluruh sudut kota sehingga menyebabkan Kota Salatiga terlihat kumuh atau tidak teratur. Selain itu keberdaan PKL menyebabkan kemacetatan lalu lintas di beberapa titik di KotaSalatiga akibat fasiltas umum seperti bahu jalan, dan trotoar dijadikan sebagai tempat berjualan PKL.

  Untuk mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh keberadaan PKL maka Pemerintah Kota Salatiga mengeluarkan Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pemberdayaan PKL. Untuk mengimplementasikan Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pemberdayaan PKL tersebut, melalui Dinas Perdagangan, pemerintah Kota Salatiga melakukan kegiatan strategis pemberdayaan.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of Cultural Words in The Novel See Me by Nicholas Sparks

0 3 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of Cultural Words in The Novel See Me by Nicholas Sparks

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak di Salatiga yang Memakai Gadget

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak di Salatiga yang Memakai Gadget

0 0 10

BAB V ANALISIS DAN BAHASAN HASIL PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak di Salatiga yang Memakai Gadget

0 1 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ratio Legis Pembentukan Undang-Undang: Studi terhadap Konsideran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang - Undan

0 0 14

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fenomenologi Uma Kalada: Studi Sosiologis tentang Motif Sebab dan Motif Tujuan Modernisasi Uma Kalada di Desa Omba Rade, Kab.Sumba Barat Daya

0 1 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fenomenologi Uma Kalada: Studi Sosiologis tentang Motif Sebab dan Motif Tujuan Modernisasi Uma Kalada di Desa Omba Rade, Kab.Sumba Barat Daya

0 0 11

5.1. Motif Sebab (because of motife) Uma Kalada - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fenomenologi Uma Kalada: Studi Sosiologis tentang Motif Sebab dan Motif Tujuan Modernisasi Uma Kalada di Desa Omba Rade, Kab.Sumba Barat Daya

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fenomenologi Uma Kalada: Studi Sosiologis tentang Motif Sebab dan Motif Tujuan Modernisasi Uma Kalada di Desa Omba Rade, Kab.Sumba Barat Daya

0 0 14