2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan - Hubungan Faktor Sosiodemografi dan Sosiopsikologi terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek di Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama PT. Jamsostek (Pers

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Penelitian yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan

  telah dilakukan mulai tahun 1960-an. Beberapa ahli yang meneliti tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan antara lain Andersen, Newman serta Donabedian. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor sosial budaya, faktor organisasi, faktor terkait konsumen dan faktor terkait penyedia pelayanan (Dever, 1984).

2.1.1. Faktor Sosial Budaya

  Sosial budaya memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan meliputi teknologi dan nilai. Teknologi memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan khususnya dalam hal penggunaan teknologi untuk mengurangi tingkat kesakitan dan kebutuhan akan perawatan kesehatan (Lewis Thomas di dalam Dever, 1984) seperti imunisasi, penggunaan antibiotik dan kemotherapi. Nilai sosial juga memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, walaupun hal ini sedikit sulit uantuk dipelajari karena berupa norma sosial dan kepercayaan yang memengaruhi semua aspek dalam proses perawatan kesehatan, sebagai contoh, pertolongan persalinan di New York (1971) 98 % dilakukan di rumah sakit namun di Belanda adanya perbedaan pengambilan keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia, khususnya pada masyarakat yang memiliki struktur sosial yang terdiri cosmopolitan dan paroki. Dia menemukan bahwa group cosmopolitan lebih cepat memutuskan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan sementara group paroki masih sangat tergantung kepada hubungan kekerabatan dalam pengambilan keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan.

2.1.2. Faktor Organisasi

  Faktor kedua yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah struktur dan proses yang merupakan bagian dari organisasi pelayanan kesehatan yaitu hubungan antara pasien dan pusat pelayanan kesehatan yang terdiri dari : a.

  Ketersediaan Sumber Daya Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

  b.

  Akses Geografis Akses geografis dimaksudkan pada faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, Dengan demikian, ada hubungan antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh, atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan tergantung dari jenis pelayanan dari jenis sumber daya pelayanan yang berhubungan dengan keluhan-keluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis daripada pemakaian pelayanan kuratif sebagaimana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan, akan berakibat pada semakin berkurang pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.

  c.

  Akses Sosial Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau.

  Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial dan faktor budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Umumnya, konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada pusat pelayanan kesehatan seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras dan hubungan keagamaan.

  d.

  Karakteristik dari Struktur Perawatan dan Proses Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek tunggal, praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola pemanfaatan yang berbeda. Hal ini juga menjadi faktor penting yang menggambarkan hubungan antara pasien dan pusat pelayanan kesehatan dan seberapa sering pasien akan memanfaatkan pelayanan kesehatan.

  Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan interaksi antara beberapa karakter yang melekat pada konsumen dan pusat pelayanan kesehatan dalam lingkungan sosial. Tingkat kesakitan atau kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan merupakan salah satu karakter yang dapat diukur dengan indikator berupa tingkat kesakitan, persepsi gejala suatu penyakit, pencegahan penularan penyakit kronis, kehilangan hari kerja dan diagnosa atas suatu penyakit. Hal paling dominan yang menentukan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan adalah persepsi tentang sakit. Menurut Dever (1984), ada dua faktor yang memengaruhi konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan terdiri dari : 1.

  Faktor Sosiodemografi Faktor ini meliputi umur, jenis kelamin, ras, etnis, status perkawinan dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan)

2. Faktor Sosiopsikologi

  Hasil penelitian bahwa setiap orang melihat gejala penyakit itu berbeda dan hal ini menyebabkan perilaku yang berbeda dalam mencari tempat pelayanan kesehatan. Selain sikap persepsi sakit, keyakinan terhadap pelaksana pelayanan kesehatan, dokter dan jenis penyakit memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

2.1.4. Faktor Pelaksana Pelayanan Kesehatan

  Faktor ini merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan konsumen tenaga kesehatan di tempat pelayanan kesehatan. Faktor ini dapat di bagi dalam 2 kelompok yaitu :

1. Faktor Ekonomi

  Fuchs dan Kramer (1972) mengemukakan suatu hipotesis yang menjelaskan bahwa faktor penyediaan teknologi dan jumlah dokter yang melayani menentukan akan menentukan tingkat kebutuhan konsumen terhadap fasilitas pelayanan kesehatan atau memutuskan kapan saatnya memerlukan suatu pelayanan kesehatan. Konsumen sering tidak mampu untuk mengevaluasi apakah penyedia pelayanan kesehatan menawarkan perawatan yang lebih baik sebagai pengganti pelayanan yang seharusnya didapatkan. Lebih jauh lagi, seringkali konsumen tidak mengetahui manfaat apa yang akan diperoleh ketika akan menggunakan fasilitas pelayanan yang akan dipilihnya, sehingga tidak dapat memutuskan secara rasional dalam menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

  2. Karakteristik Pelaksana Pelayanan Kesehatan Karakteristik penyedia juga sangat berhubungan erat dengan pemanfaatan layanan. Perilaku tenaga kesehatan dalam menghasilkan pemanfaatan layanan sangat terkait dengan derajat spesialisasi, lulusan universitas ternama, jarak dengan tempat tinggal serta lamanya rumah sakit tersebut dalam melaksanakan

2.2. Upaya Kesehatan

  Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Hal ini berarti, bahwa dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan ini, individu, kelompok, maupun akan masyarakat melakukan berbagai upaya guna mencapai derajat kesehatan sebagaimana yang diharapkan, baik yang dilakukan secara melembaga oleh pemerintah ataupun swadaya masyarakat. Apabila ditinjau dari sifat upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan, sarana pelayanana pada umumnya dibedakan menjadi 3 kategori, yakni:

  1. Sarana Pelayanan Kesehatan Primer Sarana pelayanan ini merupakan sarana atau pelayanan kesehatan bagi kasus-kasus atau penyakit-penyakit ringan. Sarana kesehatan ini paling dekat dan paling mudah diakses oleh masyarakat. Dengan demikian, pelayanan kesehatan yang tersedia merupakan pelayanan yang paling pertama menyentuh permasalahan kesehatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

  2. Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Dua Merupakan sarana atau pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus atau penyakit yang tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.

  3. Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Tiga Apabila sarana pelayanan kesehatan primer dan sekunder tidak dapat tingkat tiga. Oleh karena itu, sarana pelayanan kesehatan tingkat tiga ini biasanya menangani kasus-kasus yang memerlukan penanganan khusus dari penyedia layanan kesehatan.

2.3. PT Jamsostek (Persero)

  PT. Jamsostek (Persero) merupakan salah satu penyelenggara upaya kesehatan bagi tenaga kerja dan keluarganya sesuai amanat UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. UU ini menjadi payung hukum dalam penentuan kebijakan dan langkah yang dilakukan PT. Jamsostek (Persero) dalam upaya memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerja di Indonesia, termasuk dalam hal penyelenggaraan upaya kesehatan.

2.3.1. Latar Belakang Historis Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) PT. Jamsostek (Persero)

  Jauh sebelum UU Nomor 3 Tahun 1992 terbit, sejarah panjang perjalanan perlindungan terhadap buruh sudah dimulai sejak tahun 1952 dalam bentuk Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 3 tahun 1964 tentang pertanggungan asuransi sakit, hamil, bersalin dan meninggal dunia bagi tenaga kerja beserta keluarganya. Semakin meningkatnya kebutuhan perlindungan kesehatan bagi tenaga kerja dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa salah satu jenis perlindungan yang sangat diperlukan oleh tenaga kerja adalah pelayanan kesehatan. Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa untuk dapat memberikan produktivitas kerja yang baik, setiap tenaga kerja harus sehat. Bila mereka sakit, harus disembuhkan terlebih dahulu sebelum dapat bekerja kembali.

  Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan justru seolah-olah tidak menjadi program utama yang dimanfaatkan oleh tenaga kerja. Hal ini terlihat dari cakupan kepesertaan JPK yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan program-program Jamsostek lainnya. Kondisi ini bukan merupakan kesalahan pengelolaan di PT. Jamsostek (Persero), melainkan karena peraturan yang menjadi ketentuan implementatif dari UU Nomor 3 Tahun 1992 mempunyai celah untuk tidak berlaku wajib secara absolut bagi tenaga kerja yang ada. Hal ini dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Nomor

  14 Tahun 1993 pasal 2 ayat 4 yang menyatakan bahwa “bagi perusahaan yang

  

telah menyelenggarakan program JPK bagi tenaga kerja dengan manfaat yang

lebih baik dari paket JPK dasar tidak wajib ikut program JPK Jamsostek” .

  Selanjutnya, untuk mendukung PP ini dikeluarkan pula Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang akhirnya digunakan sebagai dasar bagi perusahaan untuk menghindar dari kewajiban mengikutsertakan tenaga kerja di perusahaannya ke Program JPK Jamsostek. Padahal pada kenyataannya, tidak semua perusahaan yang memilih untuk mengikut sertakan tenaga kerjanya benar mempunyai program JPK yang lebih baik dari program JPK PT. Jamsostek (Persero).

2.3.2. Sistem Penyelenggaraan Program JPK PT. Jamsostek (Persero) Sebagai penyelenggara program, tidak semua program yang dikelola PT.

  Jamsostek (Persero) dapat diselenggarakan sendiri oleh perusahaan seperti halnya program JPK. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan program JPK, PT.

  Jamsostek (Persero) berkewajiban untuk melibatkan pihak lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk itu, pelayanan kesehatan dalam jaminan pemeliharaan kesehatan diberikan oleh pihak lain dalam hal ini adalah Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) seperti dokter praktik, klinik, rumah bersalin, Puskesmas dan Rumah Sakit. Sarana Pelayanan ini ada yang merupakan milik pemerintah, namun ada pula milik swasta. Beragamnya fasilitas yang diberikan oleh sarana pelayanan kesehatan ini membawa konsekuensi bahwa tidak semua pelayanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik dari segi cakupan maupun mutu layanannya.

  Sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT. Jamsostek (Persero) memiliki wilayah kerja meliputi seluruh Indonesia. Oleh karena itu perusahaan ini mempunyai organisasi di setiap wilayah Indonesia sesuai sebaran pesertanya. Ada 3 (tiga) tingkatan dalam struktur organisasi perusahaan ini, yang terdiri atas: 1) Kantor Pusat; 2) Kantor Wilayah; 3) Kantor Cabang. Bila dilihat mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang berbeda, termasuk dalam hal penyelenggaraan program JPK.

  Kantor Cabang (Kacab) merupakan ujung tombak pelayanan yang akan berhadapan langsung dengan peserta. Untuk Program JPK , terdapat fungsi kantor cabang selain membina peserta juga membina PPK. PT. Jamsotek (Persero) dan PPK tentu saja mempunyai hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku, yang diikat dalam dokumen Ikatan Kerjasama (IKS).

  IKS ini dilakukan oleh Kantor Cabang sebagai pelaksana teknis pemberian jaminan kepada peserta PT. Jamsostek (Persero). Hubungan kerja yang diikat dalam IKS adalah memberikan manfaat pelayanan kesehatan kepada peserta PT. Jamsostek (Persero) sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan di dalam IKS.

2.3.3. Kedudukan, Peran dan Fungsi PPK

  Sebagaimana diamanatkan UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dalam penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, PPK berkedudukan sebagai mitra PT. Jamsostek (Persero) dan sebagai

  

provider atau pemberi pelayanan kesehatan kepada peserta. Dengan kedudukan

  tersebut, maka fungsi PT. Jamsostek (Persero) adalah menginformasikan secara benar kepada setiap PPK yang bekerjasama dengan PT. Jamsostek (Persero) tentang : 1.

  Cakupan pelayanan yang ditanggung

  3. Prosedur pelayanan yang wajib ditaati oleh peserta 4.

  Sistem pencatatan dan pelaporan yang dipersyaratkan oleh Badan Penyelenggara.

  Dengan kedudukan ini, maka terdapat 3 pihak yang saling berinteraksi dalam program jaminan sosial tenaga kerja ini. Ketiganya adalah :

  1. PT. Jamsostek (Persero) sebagai pengelola program 2.

  PPK sebagai pemberi pelayanan kesehatan kepada peserta 3. Peserta sebagai tertanggung yang berhak mendapatkan pelayanan sesuai ketentuan yang berlaku.

  Diantara ketiga pihak ini, kedudukan PPK memang sangat strategis karena akan sangat menentukan kualitas pelayanan PT. Jamsostek (Persero) kepada pesertanya. Hal ini menjadi dilema tersendiri, karena apabila PPK memberikan pelayanan yang kurang baik, maka itu akan identik dengan tidak baiknya kualitas pelayanan PT. Jamsostek (Persero). Oleh karena itu, hubungan kerjasama sebagai mitra dalam penyelenggaraan program JPK harus benar-benar terjalin dengan baik guna menjaga kualitas pelayanan yang diberikan kepada peserta.

2.3.3.1. Kedudukan PPK

  Kedudukan PPK sebagai pihak yang berhadapan langsung dengan peserta memainkan peranan strategis atas baik buruknya kualitas pelayanan program JPK PT. Jamsostek (Persero), karena penilaian peserta terhadap kinerja PPK secara sebagaimana yang telah diatur oleh undang-undang, kepuasan peserta harus diutamakan.

  Salah satu upaya memberikan pelayanan yang baik kepada peserta adalah melalui PPK. Dengan peran yang penting ini, maka PT. Jamsostek (Persero) harus memperlakukan PPK sebagai mitra penting sehingga mereka dapat memberikan pelayanan yang baik pula kepada peserta PT. Jamsostek (Persero).

2.3.3.2. Peran PPK

  Peran PPK yang lain yang cukup strategis adalah sebagai sumber informasi tentang prosedur pelayanan JPK yang harus diketahui dan ditaati oleh peserta.

  Mengingat dekatnya hubungan peserta dengan PPK yang mungkin melebihi kedekatan peserta dengan PT. Jamsostek (Persero), maka adalah bijak apabila manajemen PT. Jamsostek (Persero) membekali PPK dengan informasi yang lengkap dan memadai sehingga nantinya apabila diperlukan, PPK tersebut dapat memberikan penerangan kepada peserta secara lebih jelas dan rinci.

  Mengingat betapa pentingnya hubungan sebagai mitra ini terhadap kinerja program JPK PT. Jamsostek (Persero), terutama atas peran ganda PPK sebagai pemberi pelayanan serta sebagai perpanjangan tangan PT. Jamsostek (Persero) dalam melayani peserta, maka manajemen PT. Jamsostek (Persero) harus selektif dan cermat dalam memilih calon mitra yang baik dan menguntungkan semua

2.3.3.3. Fungsi PPK

  Dalam program JPK PT. Jamsostek (Persero), fungsi PPK sangat penting yaitu sebagai :

  1. Agen penyaring peserta yang berhak dan tidak berhak mendapatkan manfaat dari PT.Jamsostek (Persero). Ini dimungkinkan karena setiap peserta yang datang ke PPK harus menunjukkan kartu tanda peserta yang syah dan masih berlaku

  2. Sentra Pelayanan, khususnya pelayanan kesehatan. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan pula PPK digunakan sebagai tempat menyalurkan keluhan, protes ataupun tempat untuk bertanya terkait informasi seputar manfaat Jamsostek yang menjadi hak peserta. Fungsi ini terkait dengan peran ganda yang dijalankan oleh PPK dalam membina hubungan dengan peserta. Akibat peran ganda ini, seringkali peserta tidak menyadari bahwa secara organisasi, PPK merupakan struktur organisasi yang terpisah dengan PT.

  Jamsostek (Persero).

  3. Pemberi umpan balik, khususnya kepada penyelenggara program. PPK yang baik akan senantiasa memberikan informasi kepada PT. Jamsostek (Persero) tentang keluhan peserta serta memberikan alternatif solusi yang dapat dipilih untuk mengatasi masalah tersebut. PT.Jamsostek (Persero) tidak boleh menutup mata terhadap informasi ini, karena informasi yang masukan dan informasi yang disampaikan, oleh PPK, PT. Jamsostek (Persero) dapat melakukan pembenahan yang dibutuhkan guna meningkatkan kualitas layanan yang disediakannya.

4. Agen pengendali mutu dan biaya juga merupakan peran penting PPK, mengingat komponen biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh PT.

  Jamsostek (Persero) dalam pelaksanaan program JPK adalah biaya pelayanan kesehatan (biaya pelkes). Biaya itu merupakan tagihan PPK sesuai pelayanan yang telah atau akan diberikan kepada peserta PT. Jamsostek (Persero). PPK yang menjalankan fungsinya dengan baik, akan menghasilkan pelayanan yang bermutu baik dengan biaya pelayanan yang terkendali. Bila ini dilakukan oleh semua PPK, maka pada akhirnya biaya yang harus dikeluarkan oleh PT.

  Jamsostek (Persero) akan terkendali pula.

  5. Barometer kepuasan peserta bisa diukur dari kinerja PPK, karena pada dasarnya PPK merupakan representasi kepuasan peserta terhadap pelayanan PT. Jamsostek (Persero). PPK yang puas terhadap PT. Jamsostek (Persero), umumnya akan memberikan pelayanan yang baik terhadap peserta, sehingga peserta pun akhirnya akan puas juga atas pelayanan yang mereka terima.

2.3.4. Prosedur Pelayanan JPK

  Setiap peserta program JPK PT. Jamsostek (Persero) berhak mendapatkan pelayanan, namun untuk itu ada tahapan dan prosedur yang harus dijalankan kesehatan yang dibutuhkannya. Adapun prosedur pemilihan PPK I oleh peserta sebagai berikut :

1. Peserta mengisi formulir F1a yang disediakan oleh Account Officer (AO) 2.

  Setiap peserta harus memilih 1 PPK–I yang tercantum dalam daftar PPK–I yang boleh dipilih. Anggota keluarga boleh memilih PPK–I yang berbeda dengan tenaga kerja (tempat tinggal yang berbeda) 3. Selanjutnya tiap peserta akan mendapatkan Kartu Pemeliharaan Kesehatan

  (KPK) yang berlaku satu kartu satu peserta. Pada kartu tersebut tercantum antara lain : a.

  Nama Tenaga Kerja b.

  No. NPP c. No. KPK d.

  Nama peserta, status e. Alamat f. PPK I yang dipilih g.

  Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero) h. Masa berlaku 4. Bila memerlukan pelayanan kesehatan, maka setiap peserta diharuskan mengunjungi PPK–I yang telah dipilihnya sesuai yang tercantum di PPK, kecuali dalam keadaan emergency, peserta dapat menggunakan PPK yang

5. Bila karena sesuatu dan lain hal, peserta memerlukan atau menginginkan pindah PPK–I, maka peserta tersebut diharuskan mengisi formulir No.F1.

  Perpindahan PPK–I dimungkin sekurang-kurangnya 6 bulan setelah pemilihan sebelumnya.

2.3.4.1. Prosedur Pelayanan Rawat Jalan

  Seluruh rawat jalan, harus dilakukan melalui PPK–I terlebih dahulu. Bila diperlukan, PPK–I dapat merujuk ke PPK–II. Berikut adalah tahapan dan prosedur pelayanan rawat jalan yang disediakan oleh PPK: a.

  Prosedur di PPK–I Prosedur dan tahapan pelayanan yang diberikan di PPK-I adalah sebagai berikut:

1. Setiap peserta yang datang harus menunjukkan Kartu Pelayanan

  Kesehatan (KPK) yang sah dan masih berlaku 2. PPK–I mencek data peserta sesuai Daftar Nama Tertanggung (DNT) terbaru yang dikeluarkan oleh PT. Jamsostek (Persero) cabang setempat

  3. Bila peserta tidak tercantum di DNT terbaru, maka PPK–I berhak tidak memberikan pelayanan atau melakukan konfirmasi terlebih dahulu ke

  4. Bila diperlukan rujukan, maka PPK–I harus mengisi formulir rujukan dan memberikan kepada peserta sesuai prosedur rujukan yang wajib ditaati oleh peserta, dan memintanya agar dokter konsulen (dokter spesialis) mengisi kolom atau bagian jawaban rujukan

5. Untuk penyakit kronik, PPK–I dapat mengeluarkan resep dan peserta diminta mengambil obat di Apotek yang telah ditunjuk.

  b.

  Prosedur di PPK–II Prosedur dan tahapan pelayanan yang diberikan di PPK-II adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mendapatkan pelayanan medis untuk PPK – II Rumah Sakit peserta harus memperlihatkan KPK pada petugas

  2. Petugas akan menunjukkan poliklinik yang dimaksud sesuai perintah surat rujukan

  3. Berkas surat rujukan diserahkan kepada petugas / suster pada poliklinik yang dituju.

  4. Pastikan dokter spesialis menuliskan jawaban rujukan pada rujukan sebelah kanan.

  5. Apabila dokter spesialis meminta pemeriksaan diagnostik, pastikan dokter

  6. Hasil pemeriksaan diagnostik dikirim kepada dokter spesialis yang meminta. Selanjutnya patuhi perintah dokter yang berhubungan dengan pengobatan.

7. Pastikan dokter spesialis menulis jadwal kontrol berikutnya.

  8. Pada setiap jenis pelayanan yang diberikan, peserta harus menandatangani surat bukti pelayanan (konsul dokter spesialis, laboratorium, radiologi, tindakan medis, dll.) 2.3.4.2.

   Prosedur Kegawatdaruratan (Emergensi)

  Prosedur dan tahapan pelayanan yang diberikan apabila terjadi keadaan darurat (emergensi) adalah sebagai berikut:

  1. Pada keadaan emergensi peserta dapat langsung datang ke rumah sakit yang ditunjuk dengan membawa KPK untuk mendapatkan pertolongan.

  2. Apabila tidak dapat menjangkau rumah sakit yang ditunjuk, maka peserta dapat mendatangi rumah sakit lain yang tidak bekerjasama dengan terlebih dahulu menanggung biaya pelayanan kesehatannya yang kemudian bisa diganti (reimbursement) sesuai standar PT. jamsostek (Persero) 3. Pelayanan emergensi dapat berupa pelayanan konsultasi, tindakan medis, pemeriksaan penunjang, dan obat (resep obat) sesuai kebutuhan medis

  4. Apabila diperlukan rawat inap pada rumah sakit yang ditunjuk maka dapat

  5. Apabila dokter menentukan pasien dapat pulang maka dokter akan memberikan resep/obat dan untuk selanjutnya berlaku ketentuan rawat jalan spesialis atau dikembalikan kepada PPK – I 6. Bukti pelayanan yang telah diberikan harus ditandatangani oleh peserta.

2.3.4.3. Prosedur Rawat Inap

  Prosedur dan tahapan pelayanan yang diberikan apabila diperlukan rawat inap terhadap peserta adalah sebagai berikut:

  1. Peserta mendatangi PPK rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis dengan memperlihatkan KPK, surat rujukan PPK – I dan perintah rawat dari poliklinik atau unit gawat darurat rumah sakit kepada petugas RS (P2D) 2. Dokumen perintah rawat inap diserahkan kepada suster pada ruang perawatan 3. Pasien/peserta akan mendapatkan perawatan dan pengobatan sesuai kebutuhan medis meliputi ruang, makan, obat-obatan, tindakan medis, pemeriksaan penunjang diagnostik, dll 4. Petugas menyerahkan surat keterangan rawat inap atas nama pasien peserta kepada keluarga untuk dibawa ke Kacab PT. Jamsostek (Persero) guna pengurusan surat jaminan 5. Berkas surat keterangan rawat inap diserahkan kepada petugas Kacab PT.

  Jamsostek (Persero) yang selanjutnya akan memberikan surat jaminan rawat 6. Surat jaminan rawat tersebut diserahkan kepada petugas di loket pendaftaran

  7. Apabila lama hari rawat inap inap dalam surat jaminan telah hampir terlampaui, rumah sakit akan menghubungi Kacab PT. Jamsostek (Persero) atau bisa melalui keluarga dengan minta perpanjangan surat jaminan dari Kacab PT. Jamsostek 8. Sesuai kebutuhan medis, Kacab PT. Jamsostek (Persero) akan memperpanjang atau tidak tidak memperpanjang surat jaminan

  9. Apabila pasien peserta dinyatakan bisa pulang, peserta diharuskan menandatangani surat bukti perawatan inap

10. Resume medis harus diisi dengan lengkap oleh dokter yang merawat 11.

  Pasien harus diingatkan kapan harus kembali untuk kontrol dan nasehat lainnya seperti obat yang harus diminum, diet dll

2.3.4.4. Prosedur Klaim Penggantian Biaya (Reimbursement)

  Prosedur dan tahapan untuk proses reimbursement adalah sebagai berikut: 1. Klaim yang dapat diklaim penggantian biayanya (reimburse) adalah kasus kegawatdarutan sesuai ketentuan yang berlaku baik didalam dan luar kota

  2. Syarat klaim yang direimburs harus lengkap dan melampirkan perincian yang jelas sehingga data yang dilampirkan dapat dianalisa dan diverifikasi , dimana resume medis mutlak dilampirkan 3. Penggantian biaya klaim yang diajukan disesuaikan dengan standar yang berlaku baik standar kelas perawatan, tindakan, obat-obatan maupun harga

  4. Klaim yang direimbursement akan dilakukan verifikasi berdasarkan quality assurance dan pengecekan kasus meragukan

  5. Apabila terjadi selisih biaya pengajuan dengan yang disetujui untuk dibayarkan, maka selisih tersebut menjadi tanggung jawab peserta untuk menanggungnya.

2.3.5. Faktor Pendukung dan Kendala

  Memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan sosial seperti Jamsostek, memang tidaklah mudah. Banyak kendala yang dihadapi, baik dari PPK maupun dari peserta, bahakan dari internal perusahaan pengelola sendiri.

  Meskipun demikian, disamping kendala, ada juga kemudahan dan faktor pendukung yang harus dikenali untuk dimaksimalkan, sehingga dapat meminimalisir kendala-kendala yang ada.

  Beberapa faktor pendukung yang perlu dikenali di program pemeliharaan kesehatan PT. Jamsostek (Persero) ini adalah :

  1. Kepesertaan bersifat wajib 2.

  Produk tidak bervariasi karena cakupan layanan sudah diatur oleh peraturan perundangan

  3. Hanya menganggung peserta di usia produktif 4.

  Iuran dibayarkan oleh pemberi kerja 5. Peserta meliputi tenaga kerja dan keluarga

  7. Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero) berjumlah 121 Kantor Cabang dan tersebar di daerah tingkat II Faktor pendukung ini harus mampu dimaksimalkan oleh manajemen PT. Jamsostek (Persero) karena akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan dan peserta serta PPK itu sendiri. Faktor pendukung lain adalah sebaran peserta, yang umumnya merupakan pekerja formal, sehingga tidak berada pada tempat yang sangat jauh/terpencil sehingga sulit dicapai.

  Disamping faktor pendukung, juga ada faktor penghambat yang menjadi kendala keberhasilan program. Diantara faktor kendala yang ada dikelompokkan menjadi : 1.

  Kendala dari peserta a.

  Ekspektasi terlalu tinggi b.

  Sebaran tempat tinggal tidak merata c. Pengetahuan tentang program yang dikelola dengan pendekatan sistem yang belum dipahami dengan baik d.

  Umumnya dari sosial ekonomi yang kurang baik, sehingga angka kesakitan relatif cukup tinggi e.

  Kurang memahami prosedur pelayanan yang telah ditentukan 2. Kendala dari PPK a.

  Sebaran tidak merata d.

  Pengetahuan tentang program yang dikelola dengan pendekatan sistem ini masih kurang baik e.

  Kulitas SDM kurang baik f. Tidak mempunyai SOP g.

  Manajemen sumber daya yang kurang baik h. Tidak mempunyai SOP i. Manajemen sumber daya yang kurang atau bahkan tidak profesional

  Kedua faktor diatas harus mampu dikelola dengan baik, sehingga segi positif dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan aspek negatif dapat ditekan serendah mungkin. Untuk itulah diperlukan sebuah program yang akan memandu para pembina dan PPK untuk dapat melakukan hal tersebut.

2.3.6. Indikator Mutu dalam Pelayanan JPK

  Indikator merupakan acuan untuk menyamakan bahasa dan persepsi terhadap satu hal. Begitu pula ketika membicarakan mutu pelayanan kesehatan dalam rangka jaminan pemeliharaan kesehatan, harus berpedoman kepada indikator-indikator tertentu yang telah disepakati. Oleh karenanya, ada standar yang telah disepakati sebagai acuan definisi dan batasan tentang mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta PT. Jamsostek (Persero).

  Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai acuan adalah : 1. Kelengkapan fasilitas sarana medis dan non medis ini dapat diukur menggunakan standar perijinan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang untuk itu.

  b.

  SDM yang tersedia : jumlah dan kualitas SDM yang tesedia merupakan indikasi potensi kemampuan fasilitas tersebut memberikan pelayanan yang bermutu. SDM merupakan operator penting dalam pelayanan, sehingga keberadaannya merupakan kunci keberhasilan. Dengan melihat jumlah dan kualitas SDM yang tersedia, dapat diproyeksikan kemampuan fasilitas tersebut tersebut untuk memberikan pelayanan yang bermutu.

  c.

  Proporsi jumlah peserta dan PPK : hal ini akan memberikan gambaran kualitas yang dapat diberikan. Peserta yang terlalu banyak di satu PPK mempunyai potensi untuk terjadinya penurunan mutu layanan. Sebaliknya peserta yang terlalu sedikit dapat juga menjadi indikasi ketidaksenangan orang terhadap PPK tersebut.

2. Cakupan Program, terdiri atas: a.

  Jumlah kunjungan b.

  Utilisasi c. Unit Cost d.

  Jumlah dan prosentase rujukan 3. Kepuasan peserta a. Jumlah keluhan

2.3.7. Indikator-indikator Pengendalian Pemanfaatan PPK

  Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan program JPK, telah berhasil dikumpulkan data unit cost nasional maupun regional yang dapat diamati perubahannya dari tahun ke tahun. Pengamatan terhadap tingkat pemanfaatan pertama kali ditetapkan pada tahun 1996 melalui Surat Edaran Direksi No SE/05/0596 tentang pengendalian Pemanfaatan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK). Dalam perjalanan penyelenggaraan program JPK selama ini, terbukti bahwa tingkat pemanfaatan tersebut masih berlaku dan tidak banyak berubah.

  Indikator – indikator yang perlu diperhatikan : 1. Persentase kunjungan PPK Tk. I sebanyak 12% - 17% 2.

  Persentase kunjungan PPK Tk. II rawat jalan dokter spesialis sebanyak 0.6%- 0.8% 3. Persentase kasus rawat inap sebanyak < 0.3% 4. Rata – rata lama hari rawat 5 -7 hari 5. Persentase rujukan atau contact rate :

  1) Persentase rujukan ke rawat jalan spesialis dari kunjungan PPK–I sebanyak

  3% - 6% 2)

  Persentase rujukan ke rawat inap dari kunjungan PPK-II sebanyak 30 %- 40%

  3) Persentase rujukan ke rawat inap dari kunjungan PPK–I sebanyak 1%-2%

  Produk PT. Jamsostek (Persero) adalah managed care yang manfaatnya dalam bentuk pelayanan. Pelayanan diberikan dengan berjenjang dari pelayanan primer hingga sekunder dan tersier. Untuk memberikan pelayanan kepada pesertanya, PT. Jamsostek (Persero) bekerjasama dengan PPK yang akan memberikan pelayanan kesehatan. PPK-I sebagai sentra pelayanan merupakan pelayanan primer yang menjadi ujung tombak dari rangkaian pelayanan kesehatan program JPK.

  Pelayanan primer adalah pelayanan terbanyak digunakan oleh peserta karena jenis kasus dan cakupan pelayanan di pelayanan primer memang paling banyak dan bervariasi. Disamping itu peserta yang memerlukan pelayanan di PPK–II harus berdasarkan rujukan dari PPK–I. Karenanya jumlah PPK–I harus tersedia dalam jumlah yang banyak dan tersebar mendekati lokasi tempat tinggal atau lokasi kerja peserta PT. Jamsostek (Persero).

2.4. Landasan Teori 2.4.1. Teori Faktor yang Memengaruhi Kesehatan

  Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor ekternal (diluar diri manusia). Faktor internal ini pun terdiri dari faktor fisik dan psikis. Demikian pula faktor eksternal , terdiri dari berbagai faktor yang antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis besar faktor– dikelompokkan menjadi 4 (Blum,1974), berturut–turut besarnya pengaruh tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Lingkungan (environment), yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.

  2. Perilaku (behavior) 3.

  Pelayanan kesehatan (health services) 4. Keturunan

  Keempat faktor tersebut dalam memengaruhi kesehatan tidak berdiri sendiri, namun masing- masing saling memengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan selain langsung memengaruhi kesehatan juga memengaruhi perilaku. Demikian pula sebaliknya, perilaku juga memengaruhi lingkungan, kemudian perilaku juga memengaruhi pelayanan kesehatan dan seterusnya. Melihat keempat faktor pokok yang memengaruhi kesehatan masyarakat tersebut, maka dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat, hendaknya intervensi juga diarahkan kepada empat faktor tersebut.

2.4.2. Teori tentang Determinan Perilaku Kesehatan

  Lawrence Green (1980) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non-

  

behavior causes ) selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk 3

  1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) Faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan.

  2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor) Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana atau prasarana yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.

  3. Faktor Penguat (reinforcing factors) Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat yang sering terjadi

2.4.3. Teori Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

  Di dalam model Anderson terdapat tiga kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yakni: karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, dan karakteristik kebutuhan (Notoatmodjo, 2012), dengan penjelasan sebagai berikut: a.

  Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristics) Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan ke dalam tiga kelompok.

  2) Struktur sosial seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras, dan sebagainya.

  3) Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Selanjutnya Anderson percaya bahwa:

  a) Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

  b) Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, gaya hidup, dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

  c) Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan.

  b.

  Karakteritik Pendukung (Enabling Characteristics) c. Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, seseorang tidak akan bertindak untuk penggunaannya, kecuali bila ia mampu menggunakannya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar.

  d.

  Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristics) Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk mengunakan Kebutuhan (need) dibagi menjadi dua kategori, dirasa atau perceived (subject

  assessment) dan evaluated (clinical diagnosis)

  Secara skematis konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan Model Anderson ini dapat di ilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Konsep Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Model Anderson 2.5.

   Kerangka Konsep

  Berdasarkan landasan teori dan tinjauan pustaka yang telah dijelaskan di Enabling Predisposing

  Tingkat Level Demografi

  Tingkat yang dirasa Keluarga

  Umur, Jenis Kelamin, Status Perkawinan,

  Pendapatan, Asuransi

  Disability, Gejala

  penyakit, Diagnosis, Keadaan

  Struktur Sosial Pendidikan, Ras, Pekerjaan, Besar Keluarga, Etnis, Agama, Tempat Tinggal, k

  Keyakinan Nilai-nilai Sehat dan Sakit, Sikap terhadap Pelayanan Kesehatan, Pengetahuan

  Komunitas Rasio Petugas Kesehatan dan Fasilitas dengan Populasi, Biaya

  Evaluasi Gejala-gejala, Diagnosis-diagnosis rawat jalan di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK-I) oleh peserta Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Belawan adalah sebagai berikut: terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen yaitu pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat jalan di PPK-I oleh peserta Program JPK PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Belawan. Sedangkan variabel independen meliputi: status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, persepsi tentang sakit, prosedur pelayanan kesehatan, keyakinan pelayanan kesehatan. Berikut ini dapat digambarkan kerangka konsep penelitian :

  

Variabel Independen Variabel Dependen

  Status Perkawinan (X

  1 )

  Pemanfaatan Pendidikan (X

  2 )

  pelayanan Pekerjaan (X ) kesehatan

  3

  rawat jalan di Pendapatan (X

  4 )

  PPK-I oleh peserta Persepsi tentang Sakit (X

  5 )

  Program JPK PT. Jamsostek

  Prosedur Pelayanan Kesehatan (X

  6 )

  (Persero) Keyakinan Pelayanan Kesehatan (X )

  7 Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Dokumen yang terkait

I. PENDAHULUAN - Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

0 0 8

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

0 0 18

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan 2.1. Sejarah dan Kegiatan Operasional Perusahaan - Analisis Sistem Pencatatan dan Metode Sistem Penilaian pada PT. PP London Sumatra Indonesia,Tbk

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Dampak Pelaksanaan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota)

0 1 71

Dampak Pelaksanaan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota)

0 0 14

Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

0 0 30

Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

1 3 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Diabetes Mellitus 2.1.1. Pengertian Diabetes Mellitus - Gambaran Pola Makan dan Dukungan Keluarga Penderita Diabetes Melitus yang Menjalani Rawat Jalan di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015

0 0 19

Hubungan Faktor Sosiodemografi dan Sosiopsikologi terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek di Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Belawan Tahun 2013

0 0 48