I. PENDAHULUAN - Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap warga negara. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kemampuan dalam memenuhi kecukupan pangan masyarakat. Dalam aspek yang lebih luas, pemenuhan kecukupan pangan terkait dengan ketahanan pangan (Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2009).

  Pangan berperan penting bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup primer. Komoditas potensial yang dapat dijadikan sebagai sumber pangan pokok masyarakat Indonesia antara lain: beras, ubi, jagung, dan sagu. Penduduk Indonesia sebagian besar memilih beras sebagai sumber karbohidrat, sehingga kebutuhan akan beras selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pola konsumsi masyarakat yang masih dominan terhadap beras mengakibatkan perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas disarnping anjuran terhadap diversifikasi pangan (Nowvan, 2009).

  Dalam sejarah perpadian nasional, produktivitas padi dapat ditingkatkan dari 2,3 ton GKG/ha pada tahun 1960 menjadi 4,54 ton GKG/ha pada tahun 2004. Kenaikan produksi diperoleh terutama dengan tersedianya varietas unggul baru berumur pendek, penggunaan pupuk kimia (urea, TSP, dan KCl), penggunaan pestisida bersamaan dengan penerapan sistem PHT (Pengelolaan Hama Terpadu), dan perbaikan jaringan irigasi. Kondisi pertanian seperti ini digambarkan sebagai pertanian intensif atau pertanian anorganik yang berhasil meningkatkan produktivitas tanaman padi (Makarim dan Suhartatik, 2006).

  Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintesis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat yang lebih memperhatikan kelestarian lingkungan telah menjadi trend (kecenderungan) baru dari masyarakat untuk meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintesis, dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik (Deptan, 2002).

  Beberapa data menyebutkan bahwa kebutuhan akan produk pangan organik meningkat pesat untuk kawasan Uni Eropa, Amerika, Jepang, Cina, dan Amerika Latin. Newsletter melaporkan bahwa penjualan produk organik dunia pada tahun 2004 mencapai US$ 27,8 Milyar dan diperkirakan pada tahun 2010 sudah mencapai US$ 50 Milyar. Dalam satu dekade ini terjadi peningkatan sekitar 20-25% untuk kawasan Uni Eropa. Bahkan untuk beberapa negara dapat mencapai 50% per tahun. Selain itu, harga produk organik di pasar internasional pun bisa mencapai 5 – 10 kali dari harga produk biasa (Purwasasmita dan Alik, 2012).

  Melihat arus perkembangan pertanian organik tersebut, Indonesia tidak ingin ketinggalan. Berdasarkan Statistik Pertanian Organik Indonesia 2011 diketahui bahwa terdapat 142 produsen organik produk-produk pertanian diantaranya sayuran, beras, buah-buahan, kacang-kacangan, kopi, teh, kakao, tanaman obat, tanaman hias, jamur, madu, rempah-rempah, bawang merah, dan minyak kelapa. Di mana dari 142 produsen produk organik terdapat 29 produsen padi/beras organik di Indonesia dengan penyebaran sebanyak 17 produsen (58,6%) berasal dari Pulau Jawa dan 12 produsen (41,4%) berasal dari luar Pulau Jawa (Lydia dkk, 2012).

  Sentra produksi padi organik paling banyak berlokasi di Pulau Jawa yaitu: Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Yogyakarta. Dewasa ini pertanian padi organik telah menjadi kebijakan pertanian unggulan di beberapa kabupaten seperti: Sragen, Klaten, Magelang, Sleman, dan Bogor. Kebijakan ini didasarkan oleh (1) padi organik hanya memakai pupuk dan pestisida organik sehingga mampu melestarikan lingkungan hidup, (2) beras organik lebih sehat karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida anorganik sehingga aman dan sehat untuk dikonsumsi, (3) segmen pasar beras organik umumnya merupakan masyarakat kelas menengah ke atas sehingga harga jualnya lebih mahal daripada beras anorganik (Tempo, 2005).

  Akan tetapi, menurut Agus dkk (2006) pertanian organik kini masih disangsikan kemampuannya dalam memberikan produktivitas yang tinggi oleh banyak orang dan kalangan. Hal ini disebabkan karena pertanian organik tidak dipercaya dapat memecahkan soal pertanian dan kecukupan pangan masa depan.

  Selain itu, masih diragukan sebagai peluang bisnis yang menjanjikan di masa kini dan masa depan. Ini wajar karena belum cukup banyak bukti pertanian organik berhasil membuka mata para pihak yang kontra tersebut.

  Kelompok kontra pertanian organik yang diwakili oleh para peneliti padi menilai bahwa pertanian organik adalah sistem pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai salah satu input untuk pembenah tanah dan supplemen pupuk, namun tetap menggunakan input kimia berupa pupuk buatan dan pestisida secara selektif. Mereka sepakat untuk mengurangi penggunaan input kimia dan pengurangan tersebut dikompensasi oleh bahan organik. Berdasarkan konsep yang disampaikan oleh pihak yang kontra tersebut maka muncullah istilah pertanian semiorganik, yaitu suatu bentuk tata cara pengolahan tanah dan budidaya tanaman dengan memanfaatkan pupuk yang berasal dari bahan organik dan pupuk kimia untuk meningkatkan kandungan hara yang dimiliki oleh pupuk organik (Balai Penelitian Tanaman Padi, 2006).

  Kegiatan pertanian organik di Indonesia berkembang pesat karena dukungan banyak pihak, di antaranya Yayasan BITRA Indonesia. Di mana Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan) merupakan yayasan yang bergerak di bidang pertanian organik dan sudah menerapkan model pertanian organik di beberapa kelompok dampingan sejak tahun 1997 di daerah pedesaan. Adapun kelompok tani yang telah dibina dan didampingi oleh pihak Yayasan BITRA Indonesia di wilayah Provinsi Sumatera Utara dalam hal penerapan model pertanian organik, antara lain Kelompok Tani Mandiri di Desa Namu Landor, Kab. Deli Serdang dan Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai.

  Adapun wilayah administrasi Kabupaten Serdang Bedagai selain memiliki potensi bagi pengembangan usahatani padi sawah organik juga memiliki potensi dalam pengembangan usahatani padi nonorganik dan semiorganik. Dimana salah satu sentra produksi padi di wilayah Kab. Serdang Bedagai yang dapat dijadikan sebagai pusat pengembangan usahatani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik adalah Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan. Hal ini didukung dengan adanya Kelompok Tani Mawar yang telah menerapkan budidaya padi sawah secara semiorganik sejak tahun 2005.

  Hal yang melatarbelakangi penerapan budidaya padi semiorganik pada Kelompok Tani Mawar dikarenakan adanya pelaksanaan program SIPT (Sistem Integrasi Padi Ternak) pada tahun 2003. Dimana Kelompok Tani Mawar dipilih menjadi kelompok tani yang dibina dan didampingi oleh Dinas Pertanian Kab.

  Serdang Bedagai untuk Program SIPT (Sistem Integrasi Padi Ternak) yang menekankan pada penggunaan pupuk kandang dari kotoran ternak untuk budidaya padi sawah. Selanjutnya pada tahun 2005 Kelompok Tani Mawar telah memenangkan kompetisi tingkat nasional dalam hal pengelolaan program SIPT (Sistem Integrasi Padi Ternak) dan mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat berupa 80 ekor sapi. Setelah mendapatkan bantuan berupa 80 ekor sapi, sebagian dari petani anggota Kelompok Tani Mawar hingga sekarang masih tetap menerapkan budidaya padi semiorganik dengan memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk kandang dan pupuk organik cair (NaTaMa) yang dihasilkan sendiri oleh kelompok tani tersebut.

  Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan kepada koordinator penyuluh Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai mengenai alasan masih sangat sedikitnya petani yang menerapkan budidaya padi sawah organik disebabkan terjadinya penurunan produktivitas gabah yang dihasilkan selama 4 (empat) musim panen pertama. Hal ini mengakibatkan para petani takut mengambil resiko

  (mengalami kerugian panen) apabila menerapkan budidaya padi sawah organik. Selain itu, para petani juga relatif mengalami kesulitan dalam hal aplikasi budidaya padi organik dikarenakan adanya masa peralihan yang cukup lama dan pemeliharaan yang lebih intensif daripada usahatani padi nonorganik.

  Hal-hal yang melatarbelakangi masih sedikitnya petani padi sawah di Desa Lubuk Bayas untuk beralih dari budidaya nonorganik menjadi organik tersebut, juga didukung oleh Ketua Serikat Petani Sumatera Utara dalam Harian Medan Bisnis (2007) yang menyatakan bahwa sulitnya mengubah cara bertanam petani dari cara konvensional ke cara tanam nonkimia dikarenakan proses normalisasi tanah dari ketergantungan pupuk kimia yang membutuhkan waktu bertahun – tahun. Selain itu, adanya penurunan produktivitas padi organik pada panen pertama hingga 20%, sehingga membutuhkan kesabaran para petani. Akan tetapi, pada musim panen keempat dan kelima produktivitas padi organik dapat meningkat hingga 9 ton per ha atau melebihi produktivitas padi biasa yang hanya 5 – 6 ton per ha.

  Berdasarkan uraian mengenai kelebihan dan kekurangan usahatani padi sawah organik dan adanya fenomena berupa masih sangat sedikitnya jumlah kelompok tani di Kabupaten Serdang Bedagai yang menerapkan budidaya padi semiorganik maupun organik, maka penulis tertarik untuk meneliti apakah terdapat perbedaan dari segi biaya produksi, tingkat pendapatan petani, dan kelayakan usahatani padi sawah dengan menerapkan budidaya secara nonorganik, semiorganik, dan organik di Kabupaten Serdang Bedagai.

  1.2 Identifikasi Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimana perbedaan komponen biaya produksi dan total biaya produksi pada usahatani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian?

  2. Bagaimana perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian?

  3. Bagaimana perbedaan kelayakan usahatani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik yang ditinjau dari nilai R/C ratio dan BEP (BEP produksi dan BEP penerimaan) di daerah penelitian?

  4. Bagaimana perbedaan total biaya produksi, pendapatan petani, R/C ratio, BEP produksi, dan BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani di daerah penelitian?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan di atas, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :

  1. Menganalisis perbedaan masing-masing komponen dan total biaya produksi pada usahatani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian.

  2. Menganalisis perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian.

  3. Menganalisis perbedaan kelayakan usahatani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik yang ditinjau dari nilai R/C ratio dan BEP (BEP produksi dan BEP penerimaan) di daerah penelitian.

  4. Menganalisis perbedaan total biaya produksi, pendapatan petani, R/C ratio, BEP produksi, dan BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani di daerah penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian

  Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Sebagai bahan informasi bagi petani konvensional lainnya yang tertarik untuk menerapkan usahatani padi organik dan semiorganik.

  2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti – peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai padi organik dan semiorganik.

  3. Sebagai sumber informasi bagi pemerintah maupun instansi terkait dalam rangka menyusun program maupun kebijakan – kebijakan pengembangan padi organik dan semiorganik di Kabupaten Serdang Bedagai maupun di kabupaten-kabupaten sentra produksi padi sawah lainnya yang ada di Provinsi Sumatera Utara.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Banjir Pada Masyarakat Di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun

0 0 24

2.2 Pengertian ASI Eksklusif - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Serta Suami Dalam Mendukung Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara 2014

1 1 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Serta Suami Dalam Mendukung Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara 2014

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teknik Menyusui - Hubungan Teknik Menyusui Dengan Produksi Asi Pada Ibu Primipara Yang bersalin di klinik bidan sumiariani jl. Karya kasih Kecamatan Medan Johor Tahun 2014

0 0 14

BAB II MEMBACA PETA BUTA - Finding the Glassbox of Wonder

0 0 33

BAB I BERDIRI DI TITIK NOL - Finding the Glassbox of Wonder

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian getaran - Hubungan Lama Paparan Getaran Tangan dengan Keluhan Kesehatan pada Pekerja Cukur Rambut di Kelurahan Padang Bulan I Medan 2015

0 1 15

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

0 0 72

III. METODE PENELITIAN - Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

0 1 55

II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

0 0 19