Valuasi Ekonomi Hutan Tele Terhadap Masyarakat Di Kabupaten Samosir

TINJAUAN PUSTAKA Hutan

  Klasifikasi sumber daya alam terbagi ke dalam bentuk, yaitu: lahan pertanian, hutan dengan aneka ragam hasilnya, lahan alami untuk keindahan (rekreasi), perikanan darat dan perikanan laut, sumber mineral bahan bakar dan non bahan bakar, sumber energi non-mineral, misalnya panas bumi, angin, sumber tenaga air dan sebagainya. Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup (Zain, 1997).

  Hutan menurut Undang-Undang 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dan persekutuan alam dan lingkungannya satu dengan yanng lainnya yang tidak dapat dipisahkan. Hutan banyak mengubah keseimbangan panas pada permukaan tanah khususnya selama periode radiasi positif bersih dan dapat mengurangi fluktuasi suhu tanah. Sehingga dapat mempengaruhi kualitas air baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemungutan kayu dan degradasi lahan merupakan gangguan ekosistem dengan dampak-dampak yang secara potensial drastis terhadap kualitas produksi air, erosi dan percepatan sedimentasi. Gangguan terhadap ekosistem ini dapat mempengaruhi debit air pada sungai (Richard, 1990).

  Manfaat Hutan

  Hutan dengan penyebaran yang luas dengan struktur dan komposisi yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat lingkungan yang besar bagi sementasi serta pengendalian daur air. Semua peran vegetasi tersebut bersifat dinamik yang akan berubah dari musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Dalam keadaaan hutan yang tetap mantap, perubahan peran hutan mungkin hanya nampak secara musiman sesuai dengan pola sebaran hujannya. Peran hutan terhadap pengendalian daur air dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai intersepsi sampai pengendalian aliran. Kebanyakan persoalan distribusi sumber daya air selalu berhubungan dengan dimensi ruang dan waktu. Akhir-akhir ini sering dihadapkan pada suatu keadaan berlebihan air pada musin penghujan dan kekurangan air di musim kemarau (Suryatmojo, 2004).

  Keberadaan pohon-pohon dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh setiap orang tanpa harus membayar manfaat yang diterima tersebut. Manfaat yang dimiliki suatu keberadaan pohon-pohon tidak dapat dipindahtangankan melalui harga-harga yang ada di pasar. Dengan kata lain, manfaat keberadaan pohon- pohon tidak dapat diperjualbelikan. Hal ini karena keberadaan pohon-pohon adalah barang publik. Keberadaan pohon-pohon yang tidak memiliki harga di pasar menyebabkan kecilnya perhatian terhadap manfaat keberadaan tegakan pohon. Keadaan seperti ini akhirnya cenderung mengakibatkan berkurangnya rangsangan untuk memberikan kontribusi terhadap penyediaan dan pengelolaan barang publik. Walaupun ada kontribusi, sumbangan yang diberikan tidaklah cukup besar untuk membiayai penyediaan barang publik yang efektif dan efisien, karena masyarakat cenderung memberikan nilai yang lebih rendah dari yang seharusnya (Nazaruddin, 1996).

  Pohon memiliki pengaruh yang baik terhadap lingkungan. Hanya dalam tumbuhan/pohon yang mati atau setelah ditebang, maka akan memperbesar pori- pori tanah (bila bekas tebangan dibiarkan). Jika terjadi hujan, air dengan mudah berinfiltrasi ke dalam tanah. Pemilihan tipe pohon untuk kestabilan lereng sangat penting. Walaupun pohon umumnya memiliki pengaruh menguntungkan pada stabilitas lereng, namun pada kondisi tertentu pohon bisa memberikan pengaruh yang buruk (Hardiyatmo, 2006).

  Nilai Ekonomi Hutan

  Hasil hutan juga jelas merupakan sumberdaya ekonomi potensial yang beragam yang didalam areal kawasan hutan mampu menghasilkan hasil hutan kayu, non kayu dan hasil hutan tidak kentara (intangible) seperti perlindungan tanah, pelestarian sumberdaya air dan beragam hasil wisata. Uraian tersebut di atas terungkap bahwa hutan, kehutanan dan hasil hutan sesungguhnya menjadi sumberdaya (resources) yang mempunyai potensi menciptakan barang, jasa serta aktifitas ekonomi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Kajian ekonomi akan meliputi semberdaya sendiri-sendiri atau secara majemuk sehingga disebut sumberdaya hutan (Wirahadikusumah, 2003).

  Nilai valuasi ekonomi atau kuantifikasi nilai ekonomi fungsi, manfaat dan intensitas dampak kegiatan pada ekosistem hutan akan sangat bermanfaat untuk menentukan apakah ekosistem hutan di suatu lokasi dapat dimanfaatkan atau sebaiknya dipertahankan dalam kondisi alaminya. Apabila ternyata dapat dimanfaatkan, valuasi ekonomi juga dapat memberikan arahan sejauh mana pemanfaatan tersebut dapat dilaksanakan, sehingga tidak melebihi daya dukung dan bahkan mengurangi fungsi ekologisnya. Dengan demikian, konsep pemanfaatan berkelanjutan yang mempertahankan fungsi ekonomi dan ekologis dari ekosistem hutan masih dapat terus dipertahankan (KemenLH, 2012).

  Nilai Penyerapan Karbon

  Sebagai komunitas tanaman berkayu yang tumbuh dan hidup dalam jangka waktu yang relatif panjang, hutan memiliki kesempatan untuk mengakumulasikan karbon dioksida (CO2) atmosfer dalam bentuk biomassa. Dengan demikian vegetasi hutan merupakan cadangan karbon (carbon stock) terestrial yang sangat penting. Oleh karena itu alih-guna lahan dari hutan ke non-hutan dan sebaliknya merupakan aktivitas manusia yang mempengaruhi kemampuan ekosistem hutan dalam melepas dan mengikat karbon atmosfer. Hutan memberikan jasa lingkungan yang sangat penting bagi penyerapan karbon. Karena kondisi vegetasinya yang relatif masih alami yang memiliki fungsi sebagai penyerap karbon, sehingga dapat mengurangi pemanasan global (Alam, dkk., 2009).

  Jasa berupa carbon credit ini memiliki nilai ekonomis yang dapat ditransfer dalam kaitannya dengan perjanjian internasional, yaitu Protokol Kyoto, dimana negara-negara industri memiliki kewajiban menurunkan emisi karbon (carbon debit) yang telah ditetapkan dalam perjanjian tersebut. Sementara ini hingga tahun 2012 kegiatan alih guna lahan hanya terbatas pada agforestasi dan reforestasi. Sedang kredit karbon yang ditransfer secara sukarela dapat melibatkan kegiatan konservasi, sehingga jasa lingkungan lainnya seperti perlindungan nilai keanekaragaman hayati dan fungsi daerah aliran sungai dapat memberikan nilai tambah yang selanjutnya dapat ditransfer dengan mekanisme pasar lainnya.

  Perdagangan karbon ini membuat peluang menjual hutan tanpa menebang pohon, penyerapan karbon dilakukan dengan menentukan harga jual karbon di pasar internasional (Alam dkk, 2009).

  Penilaian Sumberdaya Hutan

  Menurut KemenLH (2012), manfaat melakukan valuasi ekonomi ekosistem hutan akan sangat tergantung pada tujuan valuasi itu sendiri yang akan tercermin pada pilihan komponen/penggunaan yang dihitung. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan melaksanakan valuasi ekonomi yang terpadu dan terarah diantaranya adalah: 1.

  Mengidentifikasi nilai penting, manfaat dan permasalahan yang timbul pada ekosistem hutan.

  2. Memandu arah kebijakan dan akuntabilitas pemanfaatan berkelanjutan ekosistem hutan.

  3. Menyusun indikator pemanfaatan berkelanjutan ekosistem hutan.

  4. Memperbaiki standar untuk mengukur pemanfaatan berkelanjutan ekosistem hutan.

  Penilaian sumberdaya hutan merupakan studi tentang metodologi dan konsep penentuan nilai dari sumberdaya hutan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, langkah pertama untuk untuk memperoleh nilai dari sumberdaya hutan adalah dengan melakukan identifikasi terhadap berbagai jenis manfaat yang dihasilkan dari sumberdaya hutan. Keberadaan setiap jenis manfaat ini merupakan indikator adanya nilai yang menjadi sasaran penilaian. Setiap indikator nilai (komponen sumberdaya hutan) ini dapat berupa barang hasil hutan, jasa dari fungsi ekosistem hutan maupun atribut yang melekat pada hutan tersebut dalam

  Hutan Manfaat non marketable Manfaat marketable (kayu, (jasa lingkungan) pangan, obat-obatan, dll)

  Off-site effect On-site effect (menyerap karbon, menjaga (kenyamanan, menjaga debit air, mencegah banjir, siklus hara, mencegah dll) erosi, dll) Persepsi dan penghargaan

  Persepsi dan penghargaan pemilik lahan terhadap masyarakat terhadap hutan hutan Kesediaan membayar (willingness to pay)

  Penanaman / Rehabilitasi hutan Konversi

  Gambar 1. Kerangka pemikiran tentang jasa lingkungan hutan bagi masyarakat lokal dan valuasi ekonominya dengan metode willingness to pay (WTP).

  Metode yang digunakan dalam CVM terdiri dua macam, yaitu willingness

  

to pay (WTP) yang bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar dari

  masyarakat terhadap perbaikan kualitas lingkungan, dan willingness to accept (WTA) untuk mengetahui keinginan menerima kerusakan lingkungan. Pemilihan teknik ini didasarkan pada hak kepemilikan. Jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam, maka pengukuran yang relevan adalah willingness to pay (Fauzi, 2004).

  Gambaran Umum Lokasi Penelitian

  Wilayah hutan Tele termasuk ke dalam desa Partungkonaginjang, Kecamatan Harian, kabupaten Samosir. Wilayah ini terletak di dataran tinggi beriklim sejuk, berkabut dan memiliki kelembaban yang cukup tinggi, berada pada ketinggian 1.875,5 meter di atas permukaan laut, dan sebagian besar wilayahnya merupakan hutan alam yang berstatus hutan negara.

  Jumlah penduduk yang terdapat di Tele adalah sebanyak 204 KK, masyarakat Tele sebagian besar bermata pencaharian sebagai pedagang dan pengusaha warung atau kedai kopi serta petani yang memiliki ladang kecil di sekitar wilayah hutan. Namun pada umumnya masyarakat sekitar masih bergantung pada hutan atau memanfaatkan hasil-hasil dari hutan, misalnya sebagai penyedia sumber air, menghasilkan iklim mikro, penunjang lahan-lahan pertanian, hasil-hasil hutan yang dijual atau dikonsumsi sehari-hari seperti kayu bakar, hewan buruan, bunga dan tumbuhan-tumbuhan yang memiliki nilai eksotis tertentu dan laku dijual ke pasaran, akar-akaran dan tumbuhan obat, dan juga hasil-hasil hutan lainnya.