Bab II BAB II Bab III TINJAUAN PUSTAKA Bab IV - Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar NAD

Bab II BAB II Bab III TINJAUAN PUSTAKA

  2. 1 Umum

Bab IV Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada

  prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan “siklus hidrologi’’. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut,seperti digambarkan pada Gambar 2.1. WS = Rnet - SS

  hujan (R) m.a.t perkolasi infiltrasi evaporasi aliran permukaan (DRO) kandungan air tanah (V) dV = V - V RO = BF + DRO Q = 0.0116 . Ro . A/H t t t-1 aliran air tanah (BF) sumber : Google Earth

  Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.

  Secara gravitasi air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk ke dalam tanah. Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang- ruang antara butir tanah dan di dalam retak-retak dari batuan disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan berkesinambungan.

  Pada retensi atau tempat penyimpanan, air akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau tempat- tempat yang rendah, maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll. Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff), aliran dalam tanah (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrologi.

  Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah, misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan curah hujan daerah tersebut.

  Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman, masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi. Sedangkan air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke tempat yang lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang langsung jatuh di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang langsung jatuh diatas danau menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di danau akan mengalir melalui sistem jaringan sungai, permukaan tanah dan merembes melalui tanah. mengalir atau merembes adalah outflow. Gambar 2.1 menunjukkan proses yang dijelaskan di atas.

  Bentuk persaman neraca air suatu danau atau reservoir: Perolehan (inflow) = Kehilangan (outflow). ................................................... ....(2.1) Q i + Q g + P - o + SQ + E .................................................................. ....(2.2)

  ΔS = Q o Q in – Q out

  = ΔS .............................................................................................. ....(2.3) dimana: Q = masukan air/ direct run-off (inflow)

  i

  Q = base flow (inflow)

  g

  Q o = outflow P = presipitasi SQ = perembesan E = evaporasi air permukaan bebas

  o

  ΔS = perubahan dalam cadangan t

  1 = muka air setelah kehilangan

  t

  2 = muka air sebelum kehilangan

  Gambar. 2.1. Parameter Neraca Air Akibat panas matahari air dipermukaan bumi juga akan berubah wujud menjadi gas/uap dalam proses evaporasi dan bila melalui tanaman disebut transpirasi. Air akan di ambil oleh tanaman melalui akar-akarnya yang dipakai untuk kebutuhan hidup dari tanaman tersebut, lalu air di dalam tanaman juga akan keluar berupa uap akibat energi panas matahari. Proses pengambilan air oleh akar tanaman kemudian terjadinya penguapan dari dalam tanaman disebut transpirasi.

  Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir, waduk maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Walaupun laut adalah tempat dengan sumber air terbesar namun tidak bisa langsung di manfaatkan sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam atau air asin (salt water).

2.2 Daerah Aliran Sungai

  Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita memandang suatu sistem yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah daerah aliran sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh suatu batas air, topografi dan dengan salah satu cara memberikan sumbangan terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar pengelolaan untuk sumber daya air. Gabungan beberapa DAS menjadi Satuan Wilayah Sungai. Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui siklus hidrologi.

  Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air dan curah hujan.

  DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

  DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Kebutuhan akan air bagi kehidupan manusia secara langsung atau tidak langsung makin meningkat. Untuk meningkatkan ketersediaan air permukaan perlu ada tindakan yaitu dengan memperbaiki kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sudah memburuk menjadi hijau kembali dengan membuat storage di permukaan

2.3 Jaringan Irigasi

  Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan dibuang kesaluran pembuangan. Istilah irigasi diartikan suatu bidang pembinaan atas air dari sumber – sumber air, termasuk kekayaan alam hewani yang terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang diusahakan manusia.

  Pengairan selanjutnya diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber – sumber air yang meliputi irigasi, pengembangan daerah rawa, pengendalian banjir, serta usaha perbaikan sungai, waduk dan pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan dan air industri.

  Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Jaringan utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk atau primer, saluran sekunder, dan bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya. Jaringan tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan saluran pembuang berikut, saluran turutan serta bangunan pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier. Dari segi konstruksi jaringan irigasi, Pasandaran (1991) mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :

  1. Irigasi Sederhana Adalah sistem Irigasi yang sitem konstruksinya tidak menggunakan alat ukur atau pintu-pintu masih sangat sederhana dan pada umumnya dimulai dari bangunan utama sampai dengan saluran tersier masih sangat sederhana dan sebahagian asli dari bangunan alam, sehingga efisiensinya rendah.

  2. Irigasi Setengah Teknis Adalah sistem Irigasi dengan sistem konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya teratut dan terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efesiensinya sedang.

  3. Irigasi Teknis Adalah sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur air pada bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efesiensinya tinggi.

  4. Irigasi Teknis Maju Adalah sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukurpada seluruh jaringan dan diharapkan efisiensinya sangat tinggi.

  Petak irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi. Petak tersier adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan kesatuan dan mendapatkan air irigasi melalui saluran tersier yang sama. Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing – masing seluas 8 sampai dengan 15 hektar.

Tabel 2.1 Klasifikasi Irigasi KLASIFIKASI JARINGAN IRIGASI Teknis Semiteknis Sederhana

  1. Bangunan utama Bangunan

  permanen Bangunan permanent atau semi permanen

  Bangunan sementara

  2. Kemampuan bangunan dalam mengukur & mengatur debit

  baik sedang Jelek

  3. Jaringan saluran Saluran irigasi dan

  pembuang terpisah Saluran irigasi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah

  Saluran irigasi dan pembuang jadi satu

  4. Petak tersier Dikembangkan

  sepenuhnya Belum dikembangkan atau densitas bangunan tersier jarang

  Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan

  5. Efisiensi secara keseluruhan

  50 – 60 % 40 – 50 % < 40 %

  6. Ukuran Tak ada batasan Sampai 2.000 ha Tak lebih dari 500 ha Sumber:Direktorat Jendral Pengairan, Standart Perencanaan Irigasi KP-01:1986

2.4 Analisa Hidrologi

2.4.1 Curah Hujan Rata – Rata

  Curah hujan rata–rata adalah tinggi air hujan yang jatuh pada suatu wilayah, dihitung setiap periode waktu. Data hujan yang tercatat di setiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan di sekitar stasiun tersebut. Salah satu cara untuk menghitung hujan rata-rata daearah aliran yang bisa dilakukan adalah dengan Metode Poligon Thiessen. Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut weighting factor atau disebut juga Koefisien Thiessen. Cara ini biasanya digunakan apabila titik-titik pengamatan di dalam daerah studi tidak tersebar secara merata. Metode Theissen akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian yang akan didapat juga seandainya untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan.

  Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:

  • Semua stasiun yang di dalam atau di luar DAS dihubungkan dengan garis, sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul.
  • Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu tersebut membentuk poligon.

  • Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut (atau dengan batas DAS).
  • Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.

  R = W

  1 R 1 + W

  2 R 2 + ... + W n R n ....................................................…(2.4) A i

  

W = .................................................................................................... … (2.5)

i A total

  dimana :

  R : Curah hujan maksimum harian rata-rata

  : Faktor pembobot

  W i

  : Luas daerah pengaruh stasiun i

  A

  1 A : Luas daerah aliran total R : Tinggi hujan pada stasiun n : Jumlah titik pengamat

Gambar 2.2. Cara Poligon Thiessen

  Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang dianggap diwakili. Akan tetapi cara ini dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak tampak. Demikian pula apabila salah satu stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar, maka poligon harus diubah. Contoh pembuatan poligon Thiessen dapat dilihat pada Gambar 2.2.

2.4.2 Debit Andalan

  Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum untuk kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi. Misalnya ditetapkan debit andalan 80% berarti akan dihadapi resiko adanya debit-debit yang lebih kecil dari debit andalan sebesar 20% pengamatan. Debit tersebut digunakan sebagai patokan ketersediaan debit yang masuk ke waduk pada saat pengoperasiannya. Untuk menghitung debit andalan tersebut, dihitung peluang 80 % dari debit infow sumber air pada pencatatan debit pada periode tertentu. Debit andalan 80% ialah debit dengan kemungkinan terpenuhi 80% atau tidak terpenuhi 20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi, debit yang sudah diamati disusun dengan urutan dari terbesar Volume andalan ialah volume dengan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi 20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi, volume yang sudah diamati disusun dengan urutan besar ke kecil.

  Catatan n tahun sehingga nomor tingkatan m debit dengan kemungkinan tak terpenuhi 20%, dapat dihitung volume andalan dengan menggunakan pendekatan empiris dengan rumus : m = 0,20 n...............................................................................................(2.6) dimana : m = tingkatan tak terpenuhi n = jumlah tahun pengamatan Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum yang diperlukan untuk analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun data.

  Dari data debit inflow yang diperoleh pada studi ini, maka diketahui pengisian waduk berlangsung tiap bulannya selama setahun. Data ini nantinya akan dipakai dalam perhitungan debit yang masuk ke waduk.

  2.4.3 Ketersediaan Air

  Ketersediaan air adalah jumlah debit air yang diperkirakan terus menerus ada di suatu lokasi bendung atau di bangunan air lainnya, dengan jumlah tertentu dan Untuk pemanfaatan air, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan. Debit andalan adalah debit minimum dengan besaran tertentu yang mempunyai kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

  2.4.5 Metode Meteorological Water Balance Dr. F.J. Mock

  Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock pada tahun 1973 dimana metode ini didasarkan atas fenomena alam dibeberapa tempat di Indonesia. Dengan metode ini, besarnya aliran dari data curah hujan , karakteristik hidrologi daerah pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run

  

off ) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), dimana infiltrasi

  pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow). Dalam hal ini harus ada keseimbangan antara hujan yang jatuh dengan evapotranspirasi, direct run off dan infiltrasi sebagai soil moisture dan ground

  

water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di

permukaan tanah (direct run off) dan base flow.

  Metode Mock mempunyai dua prinsip pendekatan perhitungan aliran permukaan yang terjadi di sungai, yaitu neraca air di atas permukaan tanah dan neraca air bawah tanah yang semua berdasarkan hujan, iklim dan kondisi tanah. Rumus untuk menghitung aliran per-mukaan terdiri dari:

  net a

  Et = ET – E..........................................................................................(2.8)

  a o

  E = ET o . N d /N.m....................................................................................(2.9) Neraca air di atas permukaan :

  (WS) = R – SS...................................................................................(2.10) net

  SS = SM t + SM t -1.................................................................................(2.11) SM t = SM t -1 + R net ...............................................................................(2.12)

  Neraca air di bawah permukaan dV t = V t – V t-1 .......................................................................................(2.13) I = C . WS............................................................................................(2.14)

  i

  V t = ½ (1+k).I + k. V t-1 .........................................................................(2.15) Aliran permukaan: RO = BF + DRO...................................................................................(2.16)

  BF = I-dV t .............................................................................................(2.17) DRO = WS-I.........................................................................................(2.18) Dalam satuan debit: Q = 0,0116 . RO . A/H..........................................................................(2.19) dimana: R net = hujan netto, mm; R = hujan, mm Et o = evapotranspirasi potensial, mm Et = evapotranspirasi aktual, mm

  a

  N = jumlah hari dalam satu bulan, hari N = jumlah hari kering (tidak hujan), hari

  d

  N r = jumlah hari hujan, hari WS = kelebihan air, mm SS = daya serap tanah atas air, mm SM = kelembaban tanah, mm dV =perubahan kandungan air tanah, mm V t = kandungan air tanah, mm I = laju infiltrasi, mm C i = koefisien infiltrasi (<1) k = koefisien resesi aliran air tanah (<1) DRO = aliran langsung, mm BF = aliran air tanah (mm) RO = aliran permukaan, mm H = jumah hari kalender dalam sebulan, hari m = bobot lahan tak tertutup vegetasi (0 < m< 40%) A = luas DAS, km2

3 Q = debit aliran permukaan, m /det

  t = waktu tinjau (periode sekarang t dan yang lalu t-1)

  hujan (R) WS = Rnet - SS transpirasi m.a.t perkolasi infiltrasi evaporasi aliran permukaan (DRO) kandungan air tanah (V) dV = V - V RO = BF + DRO Q = 0.0116 . Ro . A/H t t t-1 aliran air tanah (BF)

Gambar 2.3. Struktur Model F.J. Mock

  Pada model F.J. Mock ada lima parameter yang menggambarkan karak teristik DAS yang besar pengaruhnya terhadap keluaran sistem (Gambar 2.3), yaitu : a. Singkapan lahan (m).

  b.

  Koefisien Infiltrasi.

  c. Kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity)

  d. Initial Storage e.

  Faktor Resesi Air tanah

2.4.6 Analisa Evapotranspirasi

  Evaporasi merupakan peristiwa ber-ubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara. Faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi adalah sebagai berikut: 1. Radiasi matahari.

  2. Angin.

  3. Kelembaban relatif.

  4. Suhu (temperatur). Transpirasi adalah suatu proses yang air di dalam tumbuh–tumbuhan dilimpah kan dalam atmosfer sebagai uap air. Umumnya transpirasi sulit diukur secara langsung, oleh karena itu untuk tujuan praktis digabungkan dengan penguapan di permukaan bumi sehingga dinyatakan sebagai evapotranspirasi.

  Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit untuk dibedakan karena keduanya terjadi secara simultan. Di dalam perhitungan dikenal ada dua istilah evapotranspirasi yaitu:

  • Evapotranspirasi potensial, terjadi apabila tersedia cukup air untuk memenuhi pertumbuhan optimal.
  • Evapotranspirasi aktual, terjadi dengan kondisi pemberian air seadanya untuk memenuhi pertumbuhan.

  Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari

2.4.6.1 Evapotranspirasi Potensial (ET )

  

o

  Evapotranspirasi Potensial dapat dihitung dengan menggunakan Metode Penman modifikasi sebagai berikut: ET = c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed)] ………....………………..……. (2.20)

  o

  dimana : ET : Evapotranspirasi acuan (mm/hari)

  o

  w : Faktor koreksi terhadap temperatur

  Rn : Radiasi netto (mm/hari) f(u) : Fungsi angin (ea – ed) : Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar) c : Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam

2.4.6.2 Evapotranspirasi Aktual (ET ) a

  Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi sesungguhnya sesuai dengan keadaan persediaan air dan kelembaban tanah yang tersedia. Persamaan evapotranspirasi aktual adalah sebagai berikut:

  ET = ET - ET (m/20)(18 - Nr).........................................................(2.21)

  a o o

  dimana: Et = evapotranspirasi aktual (mm/bulan)

  a

  Et = evapotranspirasi potensial (mm/bulan)

  o

  m = luas kawasan tidak bervegetasi (%) Nr = jumlah hari hujan/bulan

2.5 Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi

2.5.1 Curah Hujan Efektif

  Turunnya curah hujan pada suatu areal lahan mempengaruhi pertumbuhan tanaman di areal tersebut. Curah hujan tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk mengganti kehilangan air yang terjadi akibat evapotranspirasi, perkolasi, kebutuhan pengolahan tanah dan penyiapan lahan. Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh selama masa tumbuh tanaman, yang dapat digunakan untuk memenuhi air konsumtif tanaman. Jumlah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman tergantung pada jenis tanaman. Namun, tidak semua jumlah curah hujan yang turun pada daerah tersebut dapat dipergunakan untuk tanaman dalam pertumbuhannya, maka disini perlu diperhitungkan dan dicari curah hujan efektifnya.

  Curah hujan efektif (R eff ) ditentukan berdasarkan besarnya R yang merupakan

  80

  curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Artinya, bahwa besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dari R mempunyai kemungkinan hanya 20%.

  80 Untuk menghitung besarnya curah hujan efektif berdasarkan R (Rainfall equal

  80

or exceeding in 8 years out of 10 years) , dinyatakan dengan rumus sebagai berikut

  : R = (n/5) + 1 ............................................................................................... ..(2.22)

  80

  dimana : R eff = R : curah hujan efektif 80 % (mm/hari)

  80

  (n/5) + 1 : Rangking curah hujan efektif di hitung dari curah hujan terkecil n : jumlah data Analisa curah hujan efektif ini dilakukan dengan maksud untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif atau andalan ialah bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman. Untuk irigasi padi curah hujan efektif bulanan diambil 70% dari curah hujan minimum dengan periode ulang rencana tertentu dengan kemungkinan kegagalan 20%. Re = (R x 70%) mm/hari ...................................................................... ..(2.23)

  padi

  80

2.5.2 Efisiensi Irigasi

  Hampir seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran-saluran dari reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi dapat dicari dengan menggunakan rumus:

  Wf

  = x 100 % ......................................................................................... ..(2.24)

  E C Wr

  dimana : E : efisiensi irigasi

  c

  Wf : jumlah air yang terdapat di areal persawahan Wr : jumlah air yang tersedia yang berasal dari reservoir Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian air dan efisiensi penyimpanan air.

  Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persentase. Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.

  Pada dasarnya, semua kehilangan air yang mempengaruhi efisiensi irigasi berlangsung selama proses pemindahan air dari sumbernya kelahan pertanian dan selama pengolahan lahan pertanian.

2.5.3 Kebutuhan Air di Sawah

  Kebutuhan air untuk tanaman pada suatu jaringan irigasi merupakan air yang dibutuhkan untuk tanaman untuk pertumbuhan yang optimal tanpa kekurangan air NFR). Kebutuhan air bersih disawah (NFR) dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti penyiapan lahan, pemakaian konsumtif, penggenangan, efisiensi irigasi, perkolasi dan infiltrasi, dengan memperhitungkan curah hujan efektif (Re). Bedanya kebutuhan pengambilan air irigasi (DR) juga ditentukan dengan memperhitungkan faktor efisiensi irigasi secara keseluruhan. Perhitungan kebutuhan air irigasi dengan rumus sebagai berikut: NFR = Et + P + WLR – Re ......................................................................... ..(2.25)

  c

  DR = (NFR x A)/e ............................................................................ ............ ..(2.26) dimana: NFR = kenutuhan air irigasi disawah (lt/det/ha) DR = kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/ha) Et = penggunaan konsumtif (mm/hari)

  c

  P = perkolasi (mm/hari)

  WLR = penggantian lapisan air (mm/hari) Re = curah hujan efektif A = luas areal irigasi rencana (ha) e = efisiensi irigasi

  2.5.4 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan

  Kebutuhan air di pintu pengambilan merupakan jumlah kebutuhan air di sawah dibagi dengan effisiensi irigasinya. Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

  DR = NFR / 8.64 x EI ................................................................................... ..(2.27) dimana : DR : Kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/dt/Ha) NFR : Kebutuhan air di sawah (mm/hari) EI : Efisiensi irigasi secara total (%) 8.68 : Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/hari

  2.5.5 Kebutuhan Penyiapan Lahan

Bab VI Pada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk

  penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan ialah: a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan.

  b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan. Metode ini didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut :

  k k

  LP = M. e / ( e – 1 ) .................................................................................. …(2.28) dimana : LP : Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah (mm/hari) M : Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di jenuhkan E : Evaporasi air terbuka (mm/hari)

  o

  P : Perkolasi (mm/hari) T : Jangka waktu penyiapan lahan (hari) S : Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 250 + 50 = 300 mm k : MT / S

2.5.6 Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman

  Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang diperlukan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman yang bebas penyakit, tumbuh di areal pertanian pada kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat lingkungan pertumbuhan yang baik.

  Untuk menghitung kebutuhan air untuk konsumtif tanaman digunakan persamaan empiris dan perlu diketahui nilai koefisien tanaman (Tabel 2.1) sebagai berikut : Et = Kc x Et ................................................................................................ ..(2.29)

  c o

  dimana : Kc : Koefisien tanaman Et : Evapotranspirasi potensial (mm/hari)

  o

  Et : Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

  c

Tabel 2.2 Tabel Koefisien Tanaman Padi dan Jagung

  Periode Padi Jagung tengah bulan Variasi biasa Variasi unggul

  1 1,1 1,1 0,5 2 1,1 1,1 0,95 3 1,1 1,05 0,96 4 1,1 1,05 1,05 5 1,1 0,95 1,02 6 1,05 0,95

  • 7 0,95 8 - -

   Sumber : Diktorat Jendral Pengairan. Standar Perencanaan Irigasi KP-01 : 1986

2.5.7 Perkolasi

  Proses masuknya air kedalam tanah dinamakan infiltrasi atau perkolasi. Kapasitas infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan tempat lain, tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup permeabel, cukup mudah ditembus air, maka laju infiltrasinya akan tinggi. Semakin tinggi tingkat permeabilitas tanah semakin tinggi pula laju infiltrasinya. Perkolasi merupakan gerakan air ke bawah dari zona air tidak jenuh yaitu daerah antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah, ke dalam daerah yang jenuh dibawah permukaan air. Proses ini merupakan proses kehilangan air yang terjadi pada penanaman padi di sawah. Istilah perkolasi kurang mempunyai arti penting pada kondisi alam, tetapi dalam kondisi buatan, perkolasi mempunyai arti penting, dimana karena alasan teknis, dibutuhkan proses infiltrasi yang terus menerus. Besarnya perkolasi dinyatakan dalam mm/hari.Perkolasi atau peresapan air kedalam tanah dibedakan menjadi dua, yaitu perkolasi vertikal dan perkolasi horizontal. Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah ke permukaan air tanah. Daya perkolasi adalah laju maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah, Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah. Dari hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan genangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari. Di daerah dengan kemiringan diatas 5 %, paling tidak akan ter terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan. Faktor yang mempengaruhi perkolasi adalah :

  • Tekstur tanah
  • Permeabilitas tanah
  • Letak permukaan air tanah
  • Tebal lapisan tanah bagian atas

2.5.8 Pergantian Lapisan Air

  a) Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan air menurut kebutuhan.

  b) Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2 kali, masing – masing 50 mm ( 3,3 mm/hari selama 1/2 bulan ) selama sebulan dan dua bulan setelah transplatasi.

2.6 Pola Tanam

  Pola tanam ialah susunan rencana penanaman berbagai jenis tanaman selama satu tahun yang umumnya di Indonesia dikelompokkan dalam tiga jenis tanaman, yaitu padi, tebu, dan palawija. Umumnya pola tanam mengikuti debit andalan yang tersedia untuk mendapatkan luas tanam yang seluas-luasnya. Terbatasnya persediaan air adalah alasan yang mempengaruhi penyusunan pola tanam dalam satu tahun. Rencana tata tanam bagi daerah irigasi berguna untuk menyusun suatu pola pemanfaatan air irigasi yang tersedia untuk memperoleh hasil produksi tanam yang sebesar-besarnya bagi usaha pertanian.

  Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus dibagi-bagi menjadi sedikitnya tiga atau empat golongan. Hal ini dilakukan agar bisa mendapatkan luas lahan tanam maksimal dari debit yang tersedia. Perencanaan golongan dilakukan dengan cara membagi lahan tanam dengan masa awal tanam yang berbeda. Langkah ini ditempuh dengan alasan tidak mencukupinya jumlah kebutuhan air apabila dilakukan penanaman secara serentak atau bisa juga dengan asumsi apabila tidak turunnya hujan untuk beberapa saat ke depan. Termasuk juga dikarenakan keterbatasan dari sumber daya manusianya maupun bangunan pelengkap yang ada.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Forensik - Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara

0 1 46

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara

0 0 8

Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara

0 1 11

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Remaja - Gambaran Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Aborsi di Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Persatuan Amal Bakti (PAB) 2 Helvetia Kecamatan Labuhan Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas serta Kapasitas Antioksidan Total Sari Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims) dan Sari Buah Markisa Konyal (Passiflora ligularis Juss)

0 0 17

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium Dan Natrium Pada Biji, Daging Buah Dan Daun Labu Kuning (Cucurbita Moschata D.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 59

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Sampel 2.1.1 Tumbuhan Labu kuning - Penetapan Kadar Kalium, Kalsium Dan Natrium Pada Biji, Daging Buah Dan Daun Labu Kuning (Cucurbita Moschata D.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 13

Penetapan Kadar Kalium, Kalsium Dan Natrium Pada Biji, Daging Buah Dan Daun Labu Kuning (Cucurbita Moschata D.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15