BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi

BAB II URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

  Teori ialah himpunan konstruk atau konsep, definisi, dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.(Kerlinger, 1986). Teori menurut Wilbur Schram adalah suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abtraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi bisa dihasilkan yang dapat diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perlaku (Effendy, 2003:241).

  Seorang penelitisebelum melakukan penelitian perlu menyusun kerangka teori karenakerangkateorimerupakanlandasanberfikiruntukmenggambarkandari sudut manapenelitimenyorotimasalahyangakanditeliti.Adapun teori-teori yang relevan terhadap penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Interpersonal, Remaja, dan Pendidikan Kesehatan Reproduksi.

  2.1.1 Komunikasi Kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin communicare, berarti berpartisipasi atau memberitahukan.Kata communis berarti milik bersama atau berlaku dimana- mana sehingga communis opinion berarti pendapat umum atau pendapat mayoritas. Dengan demikian, komunikasi merupakan usaha untuk membangun sebuah kebersamaan yang dilandasi oleh persamaan persepsi tentang sesuatu sehingga mendorong di antara pelaku komunikasi untuk saling memahami sesuai dengan keinginan dan tujuan bersama (Hidayat: 2012, 19).

  Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin“communication”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama disini maksudnya sama makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Jadi secara sederhana dalam proses komunikasi yang terjadi adalah bermuara pada usaha untuk mendapatkan kesamaan makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut (Effendy, 2003:30)

  Mulyana (2003) mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membangun kebersamaan pikiran tentang suatu makna atau pesan yang dianut secara bersama. Usaha manusia menyampaikan isi pertanyaan atau pesan kepada manusia lain. Sementara itu, Carl I. Hovland mengemukakan komunikasi merupakan proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) yang menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate). (Mulyana, 2007:68)

  Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi menurut Harold Laswell adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; “Who Says What In Which

  Channel To Whom With What Effect?”. Dan berdasarkan definisi Laswell ini dapat

  diturunakan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu: sumber (komunikator), pesan, salutan atau media, penerima (komunikan), dan efek. Unsur-unsur lain yang sering ditambahkan adalah umpan balik (feed back), gangguan/kendala komunikasi (noise/barriers), dan konteks atau situasi tertentu.(Effendy, 2003).

  Dance (1970) juga membuat enam kategori dari berbagai definisi komunikasi yang ada (Liliweri, 1991:5) yang menunjukkan komunikasi sebagai:

1. Aktivitas dari suatu pihak

  Rumusannya adalah: Communication is the distric-minatory respons for an

  organism to a stimulus. (Stevens, 1950) 2.

  Aktivitas datang dari pihak lain: mempengaruhi Rumusannya adalah: The process by which an individual (the communicator)

  transmits stimulus (usually verbal symbols) to modify, the behavior of other individual. (Hoveland, 1948)

3. Hubungan adalah sentral

  Rumusannya antara lain: Communication is essentially the relationship set up

  by the transmission of stimully and the evocation of response. (Cherrey, 1964) 4.

  Hasil adalah yang utama, sharing atau pemilikan Rumusannya adalah: It its process that makes common to or several what was

  the monopoly of one or some . (Gode, 1959) 5.

  Transmisi informasi Rumusannya adalah: Communication is an information transformation

  process which organiates at mind and ends at a mind . (Toda, 1967) 6.

  Penggunaan Lambang Rumusannya adalah: To designate interaction by measn of signs and symbols.

  (Cullen, 1939) Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak ahli, dan daribanyak pengertian tersebut jikadianalisispadaprinsipnyadapatdisimpulkan bahwakomunikasimengacupada tindakan,olehsatuorangataulebih,yangmengirim dan menerimapesan dengan atau tanpa media, dalam suatu kontekstertentu, mempunyai pengaruhtertentu,danadakesempatanuntukmelakukanumpanbalik.

  2.1.2 Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The

  Interpersonal Communication Book”, (Deviot, 1989:4) sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.(Effendy, 2003:59). Komunikasi interpersonal atau disebut juga dengan komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2007:81).

  Effendy dalam buku Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (2003:61) mengatakan bahwa dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi atau interpersonal dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan.

  Vito (1976) mendefinikan komunikasi interpersonal sebagai, pengiriman pesan- pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.Dean C. Barnlund (1968) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Menurut Rogers dalam Depari (1988) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.

  Readon (1987) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal mempunyai paling sedikit enam ciri, yaitu:

1. Dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong 2.

  Berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja 3. Kerapkali bebalas-balas 4. Mempersyaratkan adaya hubungan (paling sedikit dua orang) antara pribadi 5. Suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan 6. Mengunakan berbagai lambang-lambang yang bermakna

  Komunikasi interpersonal atau yang sering disebut pula sebagai komunikasi antar pribadi, merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan feedback yang langsung (Devito). Komunikasi interpersonal sangat efektif dalam mengubah sikap atau perilaku karena satu sama lainnya terlibat komunikasi yang tinggi (Hidayat, 2012:38).

  Tujuan dari komunikasi interpersonal (Hidayat, 2012:55) adalah:

  1. Mengenal diri sendiri dan orang lain

  2. Mengetahui dunia luar

  3. Menciptakan dan memelihara hubungan yang bermakna

  4. Mengubah sikap dan perilaku oang lain

  5. Bermain dan mencari hiburan 6. Membantu orang lain. Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi interpersonal, dan bukan komunikasi lainnya.Hal ini terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan Samovar (1982). Sifat-sifat komunikasi interpersonal itu adalah: 1.

  Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal 2. Melibatkan pernyataan/ungkapan yang spontan 3. Komunikasi interpersonal tidaklah statis melainkan dinamis 4. Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi 5. Dipandu oleh aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik 6. Komunikasi interpersonal merupakan suatu kegiatan dan tindakan 7. Melibatkan di dalamnya biang persuasif

  Secara teoritis komunikasi interpersonal diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya (Effendy, 2003:62), yakni:

  1. Komunikasi diadik (dyadic communication) Komunikasi diadik adalah komunikasi interpersonal yang berlangsung antara dua orang yakni seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan.Oleh karena perilaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens.Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada komunikan seorang itu. Situasi komunikasi seperti itu akan nampak dalam komunikasi triadic atau komunikasi kelompok, baik kelompok dalam bentuk keluarga maupun dalam bentuk kelas atau seminar. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan terjadinya pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang disebut primasi diadik(dyadic primacy) (Devito, 1979:14). Yang dimaksud dengan primasi diadik ini ialah setiap dua orang dari sekian banyak dalam kelompok itu yang terlihat dalam komunikasi berdasarkan kepentingannya masing-masing.

  2. Komunikasi triadik (triadic communication) Komunikasi triadik adalah komunikasi interpersonal yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya A yang menjadi komunikator, maka ia pertama-tama menyampaikan kepada komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi, beralih kepada komunikan C, juga secara berdialogis.

  Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua factor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi. Rakhmat (2000) memberi catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi interpersonal yang menumbuhkan relasi antar pribadi yang baik (Hidayat, 2012:56), yaitu:

  1. Percaya, didefinisikan sebagai upaya mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko.

  2. Suportif, adalah sikap yang memgurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensive bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empati. Dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal akan gagal karena orang orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain.

  3. Sikap terbuka, yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antar pribadi. Keterbukaan atau sifat terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi antar pribadi yang efektif.

  Efektivitas Komunikasi Interpersonal (menurut Josep A. Devito) dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).

  a. Keterbukaan (openness) Keterbukaan ialah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenaan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Dalam proses komunikasi interpersonal, keterbukaan menjadi salah satu sikap positif. Hal ini disebabkan, dengan keterbukaan, maka komunikasi interpersonal akan berlangsung secara adil, transparan, dua arah, saling percaya, dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkomunikasi.

  b. Empati (empathy) Empati ialah kemampuan seseorang untuk mendengarkan sesuatu yang sedang dialami orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan dapat memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata orang lain.

  c. Sikap mendukung (supportiveness) Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung (supportiveness).Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka.Sikap mendukung juga merupakan sikap yang mengurangi defensif. Sika defensif merupakan sikap yang tidak dapat menerima, tidak jujur, cenderung melindungi diri dari ancaman yang akan ditanggapi dalam situasi komunikasi.

  d. Sikap positif (positiveness)

  Sikap positif adalah adanya kecenderungan bertindak pada diri komunikator untuk memberikan penilaian yang positif pada diri komunikan.Dalam komunikasi interpersonal, hendaknya antara komunikator dan komunikan saling menunjukkan sikap positif, tidak menaruh curiga, dan saling memberikan pujian jika memang dibutuhkan, guna menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.

  e. Kesetaraan (equality) Kesetaraan (equality) ialah perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapanya. Dalam persamaan tidak mempertegas perbedaan, artinya tidak menggurui, tetap berbincang pada tingkatan yang sama, dan tidak memaksakan kehendak pribadi.

  Ada beberapa faktor pembentuk individu melakukan komunikasi interpersonal dengan individu lainnya. Menurut Halloran (1980) yang menjadi faktor adalah (1) perbedaan antar pribadi; (2) manusia meskipun merupakan makhluk yang utuh namun tetap mempunyai kekurangan; (3) adanya perbedaan motivasi antara manusia; (4) kebutuhan harga diri yang harus mendapat pengakuan dari orang lain. Cassagrande (1986) juga berpendapat hampir senada, bahwa seseorang melakukan komunikasi interpersonal dengan orag lain karena: (1) setiap orang memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan; (2) setiap orang terlibat alam proses perubahan yang relatif tetap; (3) interaksi hari ini merupakan sprekturm pengalaman masa lalu, dan buat orang mebuat orang mengantisipasi masa depan; (4) hubungan yang diciptakan kalau berhasil merupakan pengalaman yang baru

  Komunikasi interpersonal sering dikatakan sebagai komunikasi yang paling efektif dari berbagai jenis komunikasi yang ada (Liliweri,1991). Hal ini dikarenakan:

1. Melalui komunikasi interpersonal dapat diketahui secara langsung apakah kita diterima oleh lawan bicara atau tidak.

2. Dapat juga mengetahui apakah pesan kita diterima dan dimengerti pihak lain 3.

  Dapat mengetahui apakah pesan kita tidak hilang ataupun menjadi kurang jelas, artinya kita dapat saling mengontrol pesan-pesan

  4. Dapat belajar mengenai sesuatu pesan yang perlu diulang, mengatur pesan- pesan yang lebih baik untuk menambah atau mengurangi jumlah mutu pesan yang kita komunikasikan

  2.1.2.1 Teori Johari Window Teori johari Window (Jendela Johari) merupakan perangkat sederhana dan berguna dalam mengilustrasikan dan meningkatkan kesadaran diri serta pengertian bersama individu-individu yang ada dalam suatu kelompok tertentu.Teori ini diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui dirinya, maupun orang lain (Liliweri, 1991:53).

  Joseph Luft tidak sendiri dalam mengembangkan teori Jendela Johari ini, namun ia bersama seorang Psikolog Amerika, Harry Ingham pada tahun 1950-an ketika mereka meneliti untuk program proses dari kelompok mereka. Uniknya nama “Johari” sendiri sebenarnya diambil dari potongan masing-masing nama mereka. “Jo” untuk Luft, dan “Harry” untuk Ingham.dalam selang waktu yang lama, Jendela Johari banyak dimanfaatkan sebagai pengertian dan latihan kesadaran diri, peningkatan hubungan interpersonal, kelompok-kelompok dinamis, penigkatan tim, dan hubungan inter-group.

  Berikut adalah gambaran Jendela Johari tentang bidang pengenalan diri dan orang lain: diketahui diri sendiri tidak diketahui sendiri 1 terbuka 2 buta

  3 tersembunyi 4 tidak dikenal Gambar yang disebut Jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan antar seseorang dengan lainnya terdapat empat kemungkinan sebagai mana terwakili melalui suasana di keempat bidang (jendela) itu. Adapun penjelasannya ialah sebagai berikut:

  • mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka

  Bidang 1, melukiskan suatu kondisi di mana antara seorang dengan yang lain

  • hanya diketahui orang lain, namun tidak diketahui diri sendiri

  Bidang 2, melukiskan bidang buta. Masalah hubungan antara kedua pihak

  • pihak diketahui diri sendiri, namun tidak diketahui orang lain

  Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua

  • mengetahui masalah hubungan di antara mereka.

  Bidang 4, bidang tidak dikenal. di mana kedua pihak sama-sama tidak

  Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi interpersonal atau antar pribadi ialah bidang 1, di mana antara komunikator dan komunikan saling mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubungan antar pribadi tidak seideal yang diharapkan itu, ini disebabkan karena dalam berhubungan dengan orang lain, seseorang cenderung untuk menyembunyi masalah yang dihadapinya.

  2.1.3 Remaja Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukka masa remaja, menurut

  Yulia S.D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa (1991) antara lain: (a) Puberteit, puberty dan (b) adolescentia. Istilah puberty (bahasa inggris) berasal dari istilah Latin,

  pubertas yang berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda-

  tanda kelaki-lakian..Adolescentia berasal dari istilah Latin, adolescentia, yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30 tahun.Jadi, remaja (adolescence) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar anatar usia 12/13-21 tahun.

  Masa remaja, menurut ciri perkembangannya dibagi menjadi tiga tahap (Pinem, 2009:303), yaitu:

  1. Masa remaja awal (10-12 tahun) dengan ciri khas antara lain: ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berpikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhya

  2. Masa remaja tengah (13-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam

  3. Masa remaja akhir (16-19 tahun), dengan ciri khas antara lain: mampu berpikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri. Di dalam buku Psikologi Perkembangan oleh DR. Hendriati Agustiani, dikemukakan bahwa secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut: (Konopa, 1973 dalam Pikunas, 1976; Ingersoll 1989):

  1. Masa remaja awal (12-15 tahun) Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua.Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.

  2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self directed).Pada msaa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan implusivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai.Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

  3. Masa remaja akhir (19-22 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa.Selama periiode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity.Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini. Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri.Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode trasnsisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.Kita semua mengetahui bahwa antara anak-anak dan orang dewasa ada beberapa perbedaan yang selain bersifat biologis atau fisiologis juga bersifat psikologis.Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja (Agustiani, 2009:29). Secara ringkas, proses perubahan tersebut dan interaksi antara beberapa aspek yang berubah selama masa remaja bisa diuraikan seperti berikut ini (Lerner & Hultsch, 1983:318-320):

  1. Perubahan Fisik Rangkaian perubahan yang paling jelas Nampak dialami oleh remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun pada pria (Hurlock, 1973:2021). Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin, dan ini membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan memunculkan ciri-ciri seks sekunder.Gejala ini memberikan isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk menghasilkan keturunan sudah mulai berkerja.Seiring dengan itu, berlangsung pula pertumbuhna yang pesat pada tubuh dan anggota-anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa.Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda, dan sebagai konsekuensi dari hormon yang baru, dia sendiri mulai merasa adanya perbedaan.

  2. Perubahan Emosional Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal tadi adalah perubahan dalam aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormonal tadi, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan badaniah tersebut.Hormonal meyebabkam perubahan seksual dan menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru.Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya.Keterbatasannya untuk secara kognitif mengola perubahan- perubahan baru tersebut bisa membawa perubahan besar dalam fluktuasi emosinya.Dikombinasikan dengan pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa berubah, seperti tekanan dari teman sebaya, media masa, dan minat pada jenis seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara seksul.Ini semua menuntut kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya.

  3. Perubahan Kognitif Semua perubahan fisik yang mnembawa implikasi perubahan emosional tersebut makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga sedang mengalami perubahan kognitif.Perubahan dalam kemampuan berpikir ini diungkapkan oleh Piaget (1972) sebagai tahap terakhir yang disebut sebagai tahap formal operation dalam perkembangan kognitifnya. Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotetis, dan kontrafaktual, yang pada gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal.

  4. Implikasi Psikososial

  Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat itu membawa akibat bahwa fokus utama dari perubahan perhatian remaja adalah dirinya sendiri.Secara psikologis proses-proses dalam diri remaja semuanya tengah mengalami perubahan, dan komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif sedang mengalami perubahan besar. Pada masa remaja, selain perubahan fisik remaja juga mengalami perubahan kejiwaan. Perubahan kejiwaan terjadi lebih lambat dari fisik dan labil (Pinem:

  2009:304), meliputi:

  1. Perubahan Emosi; sensitif (mudah menangis, cemas, tertawa dan frustasi), mudah bereaksi terhadap rangsangan dari luar, agresif sehingga mudah berkelahi.

  2. Perkembangn Inteligensia: mampu berpikir abstrak dan senang memberi kritik, ingin mengetahui hal-hal baru sehingga muncul perilaku ingin mencoba hal yang baru. Perkembangan emosi remaja pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya.Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi yang ada pada remaja tersebut. (Ali, Asrori: 2004,69). Sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:

  1. Perubahan Jasmani Perubahan jasmani ditunjuuka dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh.Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang.Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tak terduga pada perkembangan emosi remaja.

  2. Perubahan Pola Interaksi dengan Orang Tua Pola asuh orang tua terhadap anak, temasuk rmaja, sangat bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja.

  3. Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya Remaja seringakali membangun interaksi sesame teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan membentuk semacam geng. Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis.

  4. Perubahan Pandangan Luar Ada sejumlah perubahan pandangan dunis luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik, emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut: a. Sikap dunia luar terhadap remaja erring tidak konsisten. Kadang-kadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa.

  b. Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan.

  c. Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.

  5. Perubahan Interaksi dengan Sekolah Dalam pembaruan, para remaja sering terbentur pada nilai-nilai yang tidak dapat mereka terima atau sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai yang menarik bagi mereka. Pada saat itu, timbullah idealisme untuk mengubah lingkungannya. Idealisme seperti ini tentunya tidak boleh diremehkan dengan anggapan bahwa semuanya akan muncul jika mereka sudah dewasa. Sebab, idealisme yang dikecewakan dapat berkembang menjadi tingkah laku emosional yang destruktitf.(Asrori, Ali:2004:69)

  Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang seing ditunjukkan oleh remaja yaitu sebagai berikut: 1.

  Kegelisahan Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idelaisme, angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu.Seringkali angan-angan dan keinginannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya.

  2. Pertentangan Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri.Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua.

  3. Mengkhayal Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya tersalurkan.Biasanya hambatan dari segi keuangan atau biaya. Sebab, menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya. Akibatnya mereka lalu mengkhayal.

  4. Aktivitas berkelompok Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama.Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama (Singgih DS., 1980).

  Sesuai dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyesuaian diri di kalangan remaja pun memiliki karakteristik yang khas pula. Adapaun karakteristik penyesuaian diri remaja adalah sebagaimana dipaparkan di dalam buku Psikologi Remaja oleh Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2004), berikut ini: 1.

  Penyesuaian Diri Remaja terhadap Peran dan Identitasnya Penyesuaian diri remaja secara khas berupaya untuk dapat berperan sebagai subjek yang kepribadiannya memang berbeda dengan anak-anak ataupun orang dewasa.

  2. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Pendidikan Penyesuaian diri remaja secara khas berjuang ingin meraih sukses dalam studi, tetapi dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan bebas dan senang, terhindar dari tekanan dan konflik, atau bahkan frustasi.

  3. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Kehidupan Seks Penyesuaian diri remaja secara khas ingin memahami kondisi seksual dirinya dan lawan jenisnya serta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan seksualnya yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma sosial dan agama.

  4. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Norma Sosial Penyesuaian diri remaja secara khas ingin menginteraksikan antara dorongan untuk bertindak bebas di satu sisi, dengan tuntutan norma sosial pada masyarakat di sisi lain.

  Menurut Schneiders (1984), setidakya ada lima faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja tersebut, yaitu:

  1. Kondisi fisik Seringkali kondisi fisik berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri remaja.

  Aspke-aspek yang daoat mempengaruhi penyesuaian diri remaha adalah (a) hereditas dan konstitusi, (b) sistem utama tubuh, (c) kesehatan fisik

  2. Kepribadian Unsur-usur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap peneysuaian diri adalah (a) kemauan dan kemampuan untuk berubah, (b) pengaturan diri, (c) realisasi diri, dan (d) inteligensi

3. Edukasi/Pendidikan

  Termasuk unsur-unsur penting dalam edukasi/oendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri, adalah (a) belajar, (b) pengalaman, (c) latihan, dan (d) determinasi diri 4. Lingkungan

  Berbicara faktor lingkungansebagai variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri sudah tentu meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat 5. Agama dan Budaya

  Masa Remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja (dalam Santrock, 1999), dianggap sebagai masa topan badai dan stress (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan yang baik.

  Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja, menurut pandangan Gunarsa dan Gunarsa (1991), yakni:

  1. Faktor endogen (nature). Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan- perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya , misalnya postur tubuh, bakat- minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya.

  2. Faktor exogen (nurtutre). Pandangan faktor exogen menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu itu sendiri.Faktor ini diantaranya berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.Lingkungan fisik berupa tersedianya sarana dan fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainya.Sedangkan lingkungan sosial ialah lingkungan di mana seorang mengadakan reaksi/interaksi dengan individu atau sekelompok individu di dalamnya, misalnya tetangga, teman, lembaga pendidikan, dan sebagainya.

  Dalam kenyataannya, masing-masing faktor tersebut tak dapat dipisahkan.Kedua faktor itu saling berpengaruh sehingga terjadi interaksi antara faktor interaksi antara faktor internal maupun eksternal, yang kemudian membentuk dan mempengaruhi perkembangan remaja.

  Pada usia remaja terdapat pula tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus dipenuhi oleh individu. Pada akhir masa remaja ini, diharapkan tugas-tugas tersebut telah terpenuhi sehingga individu siap memasuki masa dewasa dengan peran-peran dan tugas-tugas barunya sebagai orang dewasa. Hurlock (1991) menegemukakan tugas-tugas perkembangan masa remaja adalah berusaha: 1.

  Mampu menerima keadaaan fisiknya.

  2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

  3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

  4. Mencapai kemandirian emosional.

  5. Mencapai kemandirian ekonomi.

  6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

  7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua 8.

  Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.

  9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

  10. Memahami dam memepersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. Dewasa ini tidak sedikit remaja yang melakukan perbuatan antisocial maupun asusila karena tugas-tugas perkembangan tersebut kurang berkembang dengan baik.

  Menurut Boonggarts,J: Cohen,B, (1998) dalam BKKBN dan UNFPA, (2005) pada masa remaja banyak kejadian penting dalam hal biologis dan demografi yang sangat menentukan kualitas kehidupan remaja di masa depan. Kesejahteraan remaja tergantung dari pemanfaatan kesempatan untuk pengembangan pribadi serta pencegahan putus sekolah dan berperilaku sosial yang menyimpang seperti hubungan seksual pranikah.

  Schafer (1973), mengukur perkembangan remaja dalam istilah “separation” dan

  

“autonomy” .Tujuan utama remaja adalah upayanya untuk melepaskan diri dari

  pengaruh orang tua.Sementara itu Crikhtenmihalyi & Larson (1984) menjelaskan bahwa bagi remaja, waktu dengan teman merupakan bagian penting bagi remaja dalam kesehariannya.Teman bagi remaja merupakan tempat menghabiskan waktu.Berbicara.Berbagi kesenangan dan kebebasan. Terdapat tiga model klasik dari hubungan antara keluarga, dan teman sebaya pada remaja, yaitu: 1.

  Model Psikoanalisa Model Psikoanalisa menjelaskan kematangan dalam tiga konsep, yaitu: konflik, kebebasan dan autonomy. Menurut Frued (1966), masa remaja merupakan waktu terjadinya konflik internal antara ketergantungan dan dorongan autonomy. Relasi dengan teman senaya merupakan lingkungan aman untuk mengembangkan kemampuan autonomy dan memisahkan remaja dari orang tua.

  2. Model Sosialisasi (teman sebaya sebagai saingan bagi orang tua) Pandangan yang lebih negative dari pergaulam pada masa remaja menjadi jelas dari hasil penelitian para sosiolog terhadap kelompok orang tua dan teman sebaya.Sudut pandang ini melihat orang tua sebagai pengawas dan pemberi kritik yang tajam pada perkembangan anaknya agar anak dapat memberikan kesinambungan dalam menjalin norma-norma sosial (Brittan 1963; Kahn 1989).

  3. Model Kognitif

  Teman sebaya merupakan suatu kelompok yang unik dan saling melengkapi dengan orang tua.Relasi teman sebaya memberikan kontribusi yang unik bagi perkembangan.Piaget (1932) menekankan secara khusu bahwa pengalaman anak dengan teman sebaya dan orang tua tidak dilihat sebagai pesaing ataupun sebagai pengganti, tapi lebih dilihat bahwa masing-masing memberikan penekanan khusus yang berbeda. Remaja yang juga merupakan makhluk sosial sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengontrol, menguasai diri, serta mendisplinkan dirinya.Remaja sesungguhnya mampu membatasi diri dalam menggunakan kebebasan yang diberikan kepada mereka. Perlu ditekankan disini bahwa berhasil tidaknya kerja sama antara remaja dan orang tua merupakan permasalahan kemampuan membangun hubungan manusiawi. Untuk itu, orang tua hendaknya mampu mempelihatkan dirinya sebagai teladan atau menjadi contoh kepribadian yang hidup atas nilai-nilai yang dijunjung tinggi. (Asrori, Ali:2004,101).

  2.1.4 Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja PendidikanKesehatan

  Reproduksimerupakanupayauntukmemberikanpengetahuantentangfungsiorganreproduks idenganmenanamkanmoral,etika, sertakomitmenagamaagartidakterjadi“penyalahgunaan”organreproduksitersebut (Dariyo, Agoes. 2004).

  

Kesehatan Reproduksiadalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh

dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem

reproduksi(Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan,

1994).Kesehatan Reproduksi Menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.

  Pendidikan kesehatan reproduksi harus dianggap sebagai bagian dan proses- proses pendidikan, dengan demikian mempunyai tujuan untuk memperkuat dasar- dasar pengetahuan dan pengembangan kepribadian. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan reproduksi adalah bagian integaral dari usaha-usaha pendidikan pada umumnya (Gunarsa, S.D. & Gunarsa, Y. S. D. 2000). Adapun yang menjadi materi dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada remaja, yakni:

1. Perubahan Fisik remaja, yang meliputi:

  adalah pengetahuan tentang terjadinya haid yang

  • pertama pada remaja perempuan, dan mimpi basah pada remaja laki-laki
  •   Tanda-tanda seks Primer,

    • adalah pengetahuan tentang perubahan fisik

      Tanda-tanda seks Sekunder,

      maupun organ reproduksi pada remaja perempuan dan laki-laki. Misalnya tumbuhnya paudara, membesarnya pinggul, dan tumbuhnya bulu halus pada bagain tubuh tertentu pada remaja perempuan. Sementara itu pada remaja laki-laki ditandai dengan bertumbuhnya jakun, dada yang membesar, dan

    tumbuhnya bulu janggut, kumis, dan bagian tubuh tertantu lainnya.

      2. adalah pengetahuan tentang sebab dan akibat Perilaku Seksual Pranikah, melakukan hubungan seksual belum pada waktunya (pranikah).

      Perilaku seksual pranikah merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual untuk mendapatkan kesenangan seksual dengan lawan jenis yang dilakukan tanpa ikatan perkawinan yang sah.Terdapat berbagai bentuk perilaku seksual prnikah, seperti berkencan intim, berciuman, bercumbu, dan melakukan kontak seksual. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seksual pranikah, yaitu kualitas diri yang rendah, kualitas keluarga, kualitas lingkungan sekitar yang kurang sehat, minimnya kualitas informasi yang diterima, bentuk penyaluran kasih saying yang salah dalam masa pacaran, dan kematangan biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri yang cenderung berakibat negatif. Sementara itu menurut Wilson (dalam Ghifari 2003) akibat yang diperoleh dari perilaku seksual pranikah mencakup perkembangan mental (psikis), fisik, dan nasa depan si pelaku. Selain kehamilan di luar pernikahan dan adanya kemungkinan menggugurkam kandungan, akibat lainnya yakni terciptanya

    kenangan yang buruk yang berujung pada penghakiman sosial, dan tentunya

    berujung pada penyakit menular seksual.

      3. Pendewasaan Usia Perkawinan,merupakan bagian dari program Keluarga

      

    Berencana Nasional yang bertujuan untukmemberikan pengertian dan kesadaran

    kepada remaja agar di dalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga,

    kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial dan tentunya ekonomi.

    Adapaun yang menjadi kerangka dalam pendewasaan usia perkawinan dalam

    materi pendidikan kesehatan reproduksi yakni :

    • tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria.

      Pengetahuan tentang usia minimal pada saat perkawinan, yaitu 20

    • 20-35 tahun, dan

      Pengetahuan tentang masa menjarangkan kehamilan, yaitu pada umur

    • kehamilan 2-4 tahun

      Jumlah anak, yaitu dianjurkan untuk memiliki 2 anak, dengan jarak

      adalah pengetahuan tentang penyakit yang 4.

      Penyakit Menular Seksual,

      ditularkan melalui hubungan seksual, seperti HIV/AIDS, gonorea, klamidia, sifilis, dll.

      5. pengetahuan tentang dampak negatif dari penggunaan Penyalahgunaan NAPZA, NAPZA (Narkoba, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).

      Dampak penyalahgunaan NAPZA terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti penurunan fungsi hormon reproduksi, serta gangguan fungsi seksual.Bagi remaja perempuan dapat berdampak pada perubahan dan ketidakteraturan periode menstruasi.Dampak buruk lainnya dari penyalahgunaan NAPZA, ialah tertular penyakit HIV/AIDS yang ditularkan melalui jarum suntik, dan hubungan seksual.Secara umum dampak penyalahgunaan NAPZA dapat terlihat pada fisik, psikis, maupun sosial seseorang.Dan seseorang yang sudah menggunakan NAPZA cenderung memiliki perilaku menyimpang seksual.

      

    Namun, Pendidikan Kesehatan Reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat

    perhatian yang cukup. Ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu terjadi (Dianawati,2003), yaitu: 1.

      Banyak kalangan yang berpendapat bahwa pendidikan kesehatan reproduksi, seperti juga masalah kesehatan lainnya, semata-mata menjadi urusan kalangan medis, sementara pemahaman terhadap kesehatan reproduksi (apalagi kesehatan reproduksi remaja) di kalangan medis sendiri juga masih minimal.

      2. Banyak kalangan yang beranggapan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi hanyalah masalah kesehatan sebatas sekitar poses kehamilan dan melahirkan, sehingga dianggap bukan masalah kaum remaja.

      3. Banyak yang masih mentabukan untuk membahas pendidikan kesehatan reproduksi remaja karena membahas masalah tersebut juga akan juga berarti membahas masalah hubungan seks. Menurut remaja membahas soal seks, kesehatan reproduksi remaja, perlaku

    seksual, akan lebih terbuka dan lebih senang bila dilakukan dengan teman sebaya

    sendiri dari pada dengan orang tua. Hal ini dikarenakan remaja merasa enggan untuk

    menyampaikan masalah dan mencari jawaban dari orang tuanya. Sementara banyak

    juga orang tua yang tidak mempunyai pengetahuan dan merasa risih untuk

    membicarakan mengenai perkembangan biologis, psikologis, serta masalah kesehatan reproduksi dengan anak-anaknya (Pinem, 2009: 311)

    Beberapa hal penting yang dapat diperhatikan dalam memberikan Pendidikan

    Kesehatan Reproduksi Remaja (Gunarsa, S.D. dan Gunarsa, Y.S.D., 2000:99) yakni: 1.

      Cara menguraikan sesuatu harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-

    ragu seperti mengesankan kurang terbuka, terlalu penting atau istimewa.

      2. Isi uraiannya harus objektif. Namun jangan menerangkan yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi. Boleh mempergunakan contoh atau simbol, namun jangan memberikan perumpamaan yang tidak objektif dan tidak masuk akal.

      3. Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus sesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak.

      4. Pendidikan kesehatan reproduksi harus diberikan secara pribadi, karena luas- sempitnya pengetahuan dengan cepat-lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat semua anak.

      5. Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usaha melakukan pendidikan kesehatan reproduksi perlu dilakukan berulang-ulang. Sementara itu Agoes Dariyo, Psi, di dalam bukunya Psikologi Perkembangan

      Remaja (2004) mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja, yakni seperti:

      1. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja

      2. Perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas

      3. Dampak positif-negatif media masa bebas terhadap perilaku seksual remaja

      4. Fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi, seperti: IUD kondom 5. Cara mencegah dan mengatasi terjadinya hubungan bebas di kalangan remaja.

      Untuk mencapai tujuan pendidikan kesehatan reproduksi secara maksimal, sebaiknya para pendidik mempertimbangkan teknik apa yang tepat (efektif dan efisien) untuk menyampaikan bahan-bahan informasi kepada individu atau sekelompok individu, khususnya remaja. Ada beberapa teknik pengajaran (Dariyo Agoes, 2002:39) yakni: 1.

      Ceramah Dalam teknik ini bersifat monolog yakni seorang pendidik berusaha menyampaikan dan menjabarkan bahan-bahan informasi secara lisan kepada audien (pendengar). Namun cara ini umumnya kurang efektif, kalau pendengar tidak memahami istilah-istilah penting dalam materi ceramah.

      2. Permainan peran Para peserta dalam pengajaran/pendidikan kesehatan reproduksi, dilibatkan secara aktif untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu yang telah diatur dalam naskah drama atau sandiwara, maka pendidik perlu menyiapkan scenario jalan cerita drama itu. Sehingga hal ini perlu persiapan yang matang dan mungkin perlu kerja sama dengan penulis/pengarang cerita. Bila ini terwujud, maka efektivitas pedidikan kesehatan reproduksi ini cukup tinggi, karena peserta didik (remaja) dapat memahami, merasakan, mengalami, menghayati arti pendidikan kesehatan reproduksi bagi hidupnya.

      3. Diskusi Biasanya, setelah diberi topik atau tema suatu pembicaraan tertentu, para peserta (remaja) diminta secara aktif untuk menyampaikan informasi, mendebat atau mempertahankan pendapat kepada individu lain. Pendidik dapat berfungsi sebagai fasilitator demi terciptanya kelancaran proses diskusi itu, atau kadang-kadang ia perlu menjadi nara sumber untuk memberi keterangan secara akurat, ilmiah dan sistematis, tentang pokok bahasan yang dijadikan bahan diskusi.

      4. Pemutaran Film Dalam teknik ini, peserta didik (remaja) diajak untuk menyaksikan film-film yang telah disiapkan terlebih dahulu.Tentu film yang dimaksudialah yang mengandung unsur-unsur mendidik, agar mereka memiliki pemahaman, pandangan dan sikap yang baik dan benar terhadap masalah kesehatan reproduksi.

    2.2 Kerangka Konsep

      Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama(Bungin, 2001:148). Kerangka konsep adalah tahapan di mana peneliti dapat menggambarkan rancangan dan strategi penelitian ini akan dijalankan. Peniliti haruslah mengkombinasikan masalah penelitian, teori yang digunakan serta bagaimana penerapan metodologi penelitian dalam mendapatkan kesimpulan sebagai output dari penelitian yang dijalankan (Pohan: 2012, 11)

      Komunikasi Interpersonal Pendidikan Kesehatan Orangtua dan Anak Reproduksi

Dokumen yang terkait

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PERIKANAN MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA - Peran Polisi Perairan Dalam Menangani Tindak Pidana Perikanan di Perairan Serdang Bedagai (Studi di Satuan Kepolisian Perairan Resort Serdang Bedagai)

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Judi Menurut Hukum Positif (Kuhp) Dan Qanun Nomor 13 Tahun 2003

0 0 18

2. Jenis Kelamin Anda: ☐ Laki-laki - Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

0 1 16

Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

0 1 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK A. Defenisi Merek - Tinjauan Yuridis Terhadap Perdagangan Barang Tiruan yang Menggunakan Merek Terkenal BerdasarkanUU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi di Kota Medan)

0 1 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Perdagangan Barang Tiruan yang Menggunakan Merek Terkenal BerdasarkanUU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi di Kota Medan)

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Forensik - Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara

0 1 46

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara

0 0 8

Penerapan Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif dalam Mendeteksi Fraud di Lingkungan Pemerintahan Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara

0 1 11