BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Edukasi Perawatan Diri Terstrukutur Berbasis Teori Perilaku - Pengaruh Edukasi Perawatan Diri Terhadap Aktivitas Sehari-Hari Pasien Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Edukasi Perawatan Diri Terstrukutur Berbasis Teori Perilaku

  2.1.1 Pengertian Edukasi Perawatan Diri Terstrukutr Berbasis Teori Prilaku Edukasi secara umum merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu maupun kelompok untuk mengubah perilaku sehingga dapat mengikuti apa yang diharapkan oleh pendidik (Notoadmodjo, 2007).

  Edukasi pasien merupakan proses interaksi antara perawat dan pasien serta perawat dan keluarga untuk memberikan informasi kesehatan serta menambah pengetahuan pasien dan keluarga sehingga dapat menciptakan pelayanan praktik keperawatan yang efektif dan efisien (Potter & Perry, 2009).

  Perawatan diri merupakan suatu perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Hidayat & Uliyah, 2012). Perawatan diri (self-care) merupakan kemampuan individu untuk memotivasi dirinya dalam melakukan perawatan diri sendiri secara mandiri untuk meningkatkan dan mempertahankan status kesehatannya dan mengatasi penyakitnya (Tomey & Alligood, 2006).

  Terstruktur menurut Kamus Bahasa Indonesia merupakan suatu keadaan yang sudah tersusun secara rapi (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008). Terstrukutr juga merupakan suatu bentuk kegiatan edukasi yang disusun dengan terencana dan dengan materi edukasi yang sudah disiapkan dengan baik

  9 dengan tujuan untuk mempermudah petugas kesehatan dalam memberikan intervensi edukasi sehingga lebih optimal dan efektif.

  Individu memiliki keterbatasan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya secara mandiri (self care deficit), oleh karena itu, individu membutuhkan bantuan yang dianggap dapat membantu untuk merubah perilaku individu dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya (self-care)yang dapat dibantu oleh seorang perawat (nursing agency) dengan cara memberikan motivasi dan penjelasan lewat edukasi untuk mengubah perilaku pasien dalam memenuhi perawatan dirinya dan meningkatkan status kesehatannya (Tomey & Alligood, 2006). Defisit perawatan diri merupakan istilah yang menunjukkan ketidak mampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dan perannya dalam melakukan perawatan dirinya, sehingga memerlukan bantuan dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri tersebut (Alligood & Tomey, 2010). Defisit perawatan diri merupakan suatu keadaan seseorang yang mengalami hambatan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri, seperti mandi, berganti pakaian, makan dan eliminasi (Ahern & Wilkinson, 2014).

  Pendidikan perawatan diri terstruktur berbasis teori perilaku merupakan suatu kegiatan interaksi antara satu individu dengan individu yang lain (antara perawat dengan pasien dan keluarga) dalam proses memberikan informasi kesehatan yang efektif dan pengetahuan yang bertujaun untuk merubah perilaku pasien dalam mempertahan dan menjaga status kesehatannya dalam hal mengatur dan menjaga gaya hidup dalam melakukan perawatan dirinya sendiri (Paul & Wilson, 2014; Notoadmodjo, 2007; Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

  2.1.2 Tipe Edukasi Perawatan Diri Menurut Paul dan Wilson (2014) bahwa isi dari tipikal edukasi perawatan diri itu terdiri yaitu 1) penetapan tujuan dari edukasi; 2) menetapkan pemecahan masalah; 3) perubahan gaya hidup; 4) mengidentifikasi sumber masalah gangguan perawatan diri; 5) manajemen gejala gangguan perawatan diri; 6) manajemen gangguan psikologis seperti: marah dan frustasi akibat suatu penyakit kronis dan 7); isi edukasi tentang mengajarkan kemampuan berkomunikasi dengan tenaga kesehatan.Menurut Ahern dan Wilkinson (2014) edukasi perawatan diri diberikan pada individu yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan perawatan diri yang meliputi perawatan diri: mandi, berpakaian atau berhias,

  (deficit self care) makan dan eliminasi.

  2.1.3 Tujuan Edukasi Perawatan Diri

  

WHO Regional Eropa Compenhagen (1998), mengatakan pendidikan

  kesehatan dapat mebantu individu yang mengalami penyakit kronis untuk beradaptasi dengan kondisi penyakit merek, seperti mencegah komplikasi, mengikuti aturan atau program terapi yang diberikan dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi terkait dengan kondisi penyakit yang bertujuan untuk meningkatkan manajemen diri pasien dan keluarga serta dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Menurut Bahadori, Ghavidel, Mohammadzadeh dan Ravangard (2014) bahwa edukasi perawatan diripada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa dapat meningkatkan kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri dan kesehatannya sehingga pasien dapat mencapai kesehatan serta kualitas hidup yang diinginkan.

  2.1.4 Prinsip Edukasi Perawatan Diri Berikut merupakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh perawat pada saat memberikan intervensi edukasi terhadap pasien (Perry & Potter, 2009):

  1. Gaya belajar Gaya belajar seseorang mempengaruhi pilihan untuk belajar. Beberapa orang dapat belajar secara bertahap dan ada juga belajar secara sparodis. Rencana pembelajaran yang efektif meliputi kombinasi pendekatan yang sesuai dengan berbagai gaya

  2. Perhatian Perhatian sebelum memulai pembelajaran, seorang pelajar harus memusatkan perhatian terhadap pembelajaran, karena perhatian merupakan salah satu mental yang harus dipersiapkan untuk memfokuskan perhatian.

  3. Motivasi Motivasi merupakan suatu dorongan yang menimbulkan kekuatan dalam diri seseorang untuk mengikuti pembelajaran untuk mencapai tujuan dari pembelajaran.

  4. Penggunaan teori Pada saat memberikan intervensi edukasi klien, gunakan penerapan beberapa teori sebagai landasan atau dasar untuk memberikan edukasi klien suapaya tujuan yang diharapkan dalam edukasi dapat tercapai lebih efektif. Teori pembelajaran berbasis perilaku merupakan salah satu teori pendekatan yang mengarahkan kepada penjelasan karakterisitik pelajar dan membimbing para edukator untuk mencapai tujuan edukasi yang efektif.

  5. Adaptasi Adaptasi psikososial terhadap penyakit merupakan proses peralihan perasaan yang dialami individu akibat suatu gangguan kesehatan atau kehilangan pada dirinya, hal ini dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk memusatkan perhatiannya terhadap proses pembelajaran.

  6. Partisipasi aktif Tujuan pemebelajaran akan tercapai secara efektif apabila terjadi hubungan timbal balik yang baik antara pasien dan perawat saat proses edukasi berlangsung

  7. Kemampuan belajar Kemampuan belajar pasien dipengaruhi oleh kemampuan perkembangan dan kemampuan fisik. Kemampuan perkembangan pasien berkaitan dengan perkembangan kognitif, sehingga pada tahap ini perlu mempertimbangan kemampuan kognitif pasien untuk mencapai tujuan edukasi yang efektif.

  Kemampuan fisik pasien berkaitan dengan kesehatan fisik pasein, karena hal ini dapat mempengaruhi kemampuan belajar psikomotor pasien. Dalam mempelajari psikomotor pasien perlu mempertimbangkan kesehatan fisik, kekuatan fisik dan ketajaman penginderaan tertentu.

  8. Lingkungan belajar Lingkungan yang ideal akan membantu pasien fokus terhadap pembelajaran.

  2.1.6 Media Edukasi Perawatan Diri Media pembelajaran yang umum digunakan oleh seorang individu adalah

  visual, auditory dan kinesthetic (Gunaraya,2006). Penginderaan merupakan salah

  satu media yang paling umum dipergunakan dalam pemebelajaran adalah indra penglihatandibandingkan dari indra pendengaran dan perabaan (Notoadmodjo,2007). Media utama yang digunakan dalam pembelajaran melalui edukasi klien adalah media yang menggunakan idnra penglihatan, seperti: media cetak (booklet, leaflet, flifchart,poster dan tulisan), media elektronik (televisi dan slide ) dan media papan atau billboard (Notoadmodjo,2007).

2.2 Konsep Aktivitas Sehari-hari

  2.4.1 Defenisi Aktivitas Sehari-hari Kebutuhan aktivitas merupakan kebutuhan dasar untuk melakukan mobilisasi

  (bergerak) bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dalam rangka mempertahankan kesehatnnya. Aktivitas sehari-hari merupakan kebutuhan fisiologis dan kebutuhan yang paling dasar dipenuhi. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang terpenting untuk bertahan hidup. Manusia memiliki 8 jenis kebutuhan dasar yaitu: nutrisi, cairan, oksigenasi, eliminasi, tempat tinggal, seks, istirahat dan tempat tinggal (Hidayat & Uliyah, 2012).

  2.4.2 Jenis Kebutuhan Aktivitas Sehari-Hari Menurut Santoso (2003) bahwa aktivitas sehari-hari dapat digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu 1) aktivitas sehari-hari personal, meliputi: makan dan minum, mandi, berpakaian, berdandan, kebersihan dirii, toileting dan mobilitas;

  2) kemampuan untuk menyelesaikan aktivitas yang berhubungan dengan tugas- tugas kebutuhan utama dalam kehidupan sehari-hari seperti memakai telepon, belanja, menyiapkan makanan dan mengelola keunagngan; 3) aktivitas vokational meliputi kemampuan kembali untuk sekolah dan kembali bekerja; 4) aktivitas avokasional seperti rekreasi, melakukan hobi dan kegemaran.

  Menurut Moorhead, Jhonson, Maas dan Swanson (2013) bahwa domain perawatan diri yang menjadi bagian dari kegiatan aktivitas sehari-hari adalah sebagai berikut:

  1. Mandi Mandi merupakan salah satu bagian dari perawatan diri total yang harus dipenuhi oleh setiap individu setiap harinya. Mandi dapat menghilangkan mikroorganisme dari kulit dan mejadi sekresi bagi tubuh, menghilangkan bau tidak enak, memperbaiki sirkulasi darah ke kulit dan membuat individu menjadi lebih rileks dan segar (Siregar, 2011).

  2. Berpakaian Berpakaian merupakan sesuatu yang dapat menutupi tubuh serta dapat melindungi kulit dari rangsangan luar serta memberikan citra pada individu yang menggunakannya. Pemilihan jenis pakain hendaknya dari bahan yang lembut dan dapat menyerap keringat serta menghindari pakaian yang membuat suasana gerah dan tidak nyaman. Aktivitas berpakaian merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi sehari-hari berupa memakai baju, mengancing baju, memakai celana atau rok, menggunakan ikat pinggang dan kegiatan membuka pakaian (Mooerhead, et.al, 2013).

  3. Makan Kebutuhan nutrisi merupakan kebtuhan terhadap proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan untuk menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas sehari-hari tubuh (Hidayat & Uliyah, 2012).Aktivitas makan merupakan kegiatan yang terdiri dari mengambil makanan dengan sendok, memasukkan makanan ke mulut dengan tangan, menelan makanan, membuka botol atau kaleng minuman dan minum menggunakan gelas atau cangkir sekaligus menelan makanan dan mengunyah bahan makanan yang keras (Moorhead, et al, 2013).

  4. Berhias Kemampuan ingin berdandan atau berhias sangat tergantung dari kebiasaan seseorang. Kegiatan aktivitas merawat diri berdandan atau berhias berupa: menggunakan body lotion, menggunakan deodoran, merias wajah, menyisir rambut, merapikan penampilan dan menggunakan cermin (Mooerhead, et al, 2013).

  5. Kebersihan Diri Dalam kehidupan sehari-hari, kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan, karena kebersihan akan dapat mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang (Wartonah & Tarwoto, 2006). Kegiatan aktivitas kebersihan diri ini meliputi mencuci tangan, mengeringkan tangan, membersihkan mulut dan membersihkan telinga (Moorhead, et al, 2013).

  6. Menggunakan Alat Aktivitas Sehari-hari Alat untuk aktivitas sehari-hari merupakan suatu penggunaan alat dalam kegiatan aktivitas sehari-hari yang melibatkan diri dengan lingkungan fisik maupun sosial seperti: menggunakan alat komunikasi tulis, memakai telepon, mengatur keuangan dan menggunakan kursi roda (Moorhead, et al, 2013).

  g. Pengobatan Kegiatan aktivitas sehari-hari pengobatan ini meliputi mengetahui dosis yang benar, menyimpan obat di tempat yang tepat dan mengatur dosis obat yang tepat

  (Moorhead, et.al, 2013).

  h. Toileting Kegiatan aktivitas sehari-hari toileting meliputi kemampuan pergi ke kamar mandi, menyeka dan menyiram setelah buang air besar, mengenal dan merespon keinginan untuk berkemih, berjalan ke toilet, memakai pakaian setelah buang air besar dan buang air kecil serta mampu bangun dari kloset setelah buang air besar (Moorhead, et al, 2013).

  2.4.3 Tingkat Ketergantungan Kemampuan Aktivitas Sehari-hari Menurut Ahern dan Wilkinson (2014) bahwa kemampuan individu dalam melakukan perawatan diri atau pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari terdiri dari: makan, toileting, mandi serta berpakaian dan berhias dapat dinilai dari tingkat ketergantungan individu dalam memenuhi kebutuhan pemenuhan aktivitas tersebut dengan kriteria ketergantungan total, membutuhkan pertolongan dari orang lain serta membutuhkan alat bantu, membutuhkan pertolongan dari orang lain sebagai penagwasan dan motivasi, membtuhkan perlatan atau alat bantu dan mandiri total.

  2.4.4 Alat Ukur Aktivitas Sehari-hari Salah satu alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan individu melakukan aktivitas sehari-hari adalah dengan Lawton and Brody Instrumental

  activities yang terdiri dari 8 item penilaian diantaranya kemampuan untuk

  menggunakan telepon, shoping atau berbelanja, mempersiapkan makanan, menjaga kebersihan rumah, mencuci pakaian, cara transportasi, tanggung jawab terhadap pengobatan dan kemampuan mengatur keuangan (Saryono, 2011). Skor penialaian kemampuan aktivitas ini dikategorikan menjadi dua bagian yaitu kemampuan aktivitas sehari-hari rendah (ketergantungan) dan kemampuan aktivitas sehari-hari tinggi (mandiri) (Graf, 2007). Menurut Aheren dan Wilkinson (2014) tingkat ketergantungan sehari-hari pasien dibagi kedalam tiga kategori yaitu ketergantungan minimal (ringan), ketergantungan partial (sedang) dan ketergantungan total (berat).

2.3 Konsep Hemodialisa

  2.3.1 Pengertian Hemodialisa Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat dan zat-zat lain melalui memberan semi permeabel (Rendy & Margareth, 2012).

  2.3.2 Prinsip Dasar Hemodialisa Terapi hemodialisa dilakukan pada pasien gagal ginjal, dimana tubuh tidak mampu melakukan pembuangan sisa metabolisme dalam bentuk cairan yang bertujuan untuk mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, mengurangi nilai urea nitrogen darah, kreatinin, hiperkalemia, memperbaiki keadaan asidosis metabolik dan mengatasi anemia (Smeltzer & Bare, 2003).

  Ada tiga prinsip yang mendasar kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dialisat yang memiliki konsetrasi rendah. Ciaran dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsetrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan dengan mengatur rendaman dialisat (dyaliysat bath) secara tepat. Sel darah merah dan protein tidak dapat melewati pori-pori kecil dalam memberan semi permeabel.

2.3.3 Komplikasi Hemodialisa

  Menurut Randy & Margareth (2012) bahwa komplikasi yang terjadi saat pelaksanaan terapi hemodialisa adalah sebagai berikut 1) hipotensi, terjadi selama proses dialisis ketika cairan dikeluarkan; 2) nyeri dada, terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan sirkulasi darah diluar tubuh; 3) gatal-gatal, terjadi selama terapi dialisis karena terjadi perpindahan cairan cerebral dan memicu sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang lebih berat; 4) fatigue (kelemahan) dan kram otot, terjadi akibat hipoksia yang disebabkan oleh edema pulmoner akibat kerusakan ginjal mengeluarkan cairan sisa metabloisme tubuh. Disamping itu kelelahan dan kram otot juga dapat terjadi selama dan setelah hemodialisa akibat penurunan plasma atau cairan interstitial dan osmolaritas serum yang cepat.Fatique dan kram otot bisa mengaikatkan terjadinya gangguan keseimbangan energi dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap keinginan dan motivasi untuk melakukan mobilisai atau kegiatan aktivitas sehari-hari; 5) malnutrisi, terjadi akibat kontrol diet dan kehilangan nutrient selama hemodialisa; 6) sakit kepala dan kejang, terjadi akibat gagalnya ginjal dalam membuang sisa metabolisme tubuh atau toksit dalam bentuk cairan sehinggamengakibatkan teertimbunnya toksit tersebut dalam tubuh dan mengakibatkan terjadinya sindrom uremia

2.4 Perawatan Diri (Self-Care) Pasien Hemodialisa

  Kemampuan perawatan diri (self-care)pasien hemodialisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada teori perawatan diri (self-care) Orem.

  Teori perawatan diri (self-care)Orem merupakan suatu pemahaman tindakan yang mengupayakan individu memiliki kemampuan untuk mempertahakan dan meningkatkan fungsi optimal (Tomey & Alligood, 2006).

  Menurut Curtin dan Mapes (2001) perawatan diri (self-care) merupakan kemampuan pasien dalam memanajemen diri untuk mengawasi dan berpartisipasi dalam status kesehatan mereka, seperti peduli akan kesehatannya, mencegah komplikasi, mengontrol gejala, memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dan meminimalkan dampak penyakit terhadap kemampuan aktivitas sehari-harinya untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Perawatan diri (self-care) pada pasien hemodialisa meliputi kemampuan individu dalam mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya terkait dengan penyakit dan terapi hemodialisa yang dijalani seperti mengikuti program terapi medis yang ditentukan (obat-obatan, cairan dan nutrisi), komunikasi terhadap orang lain atau kemampuan komunikasi diri, manajemen diri, pemantauan tanda dan gejala serta komplikasi, meningkatkan pengetahuan tentang penyakit gagal ginjal, memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dan kemampuan untuk melakukan dan menjaga kebutuhan aktivitas sehari-hari agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

  Menurut Curtin et al., (2005) manajemen perawatan diri (self-care

  mangement) pasien hemodialisa yang terganggu adalah kemampuan perawatan diri

  sehari-hari (self care activity) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh individu untuk mempertahankan dan meningkatkan satatus kesehatannya. Adapun bagian atau aspek yang dinilai dari perawatan diri sehari-hari (self-care activity) yang terganggu ini adalah kemampuan perawatan fisik, pemenuhan asupan cairan dan nutrisi, perawatan akses vascular, kemampuan berinteraksi, regimen terapi pengobatan, melaporkan gejala yang muncul dan juga perilaku kesehatan.

  2.4.1 Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Diri (self-care)Pasien Hemodialisa

  1. Usia Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perawatan diripasien hemodialisa. Bertambahnya usia seiring dengan keterbatasan maupun kerusakan fungsi sensori. Menurut Depkes (2009) umur dibagi menjadi 5 kategori yaitu: masa anak-anak: 0-11 tahun, remaja: 12-25 tahun, dewasa: 26-45 tahun, lansia > 46-65 tahun dan manula: >65 tahun. Menurut Curtin, Walters, Schatell, Phennel, Wise & Klicko (2008) dan Washington (2013) bahwa semakin tinggi usia pasien hemodialisa maka semakin tinggi kemampuannya untuk menerapkan manajemen diri (self-care mangement) nya. Menurut Wang dan Nazawa (2004) hal ini bertolak belakang dengan usia, dimana semakin bertambah usia maka kemampuan manajemen dirinya (self-care manajement) nya semakin rendah atau mengarah ke kemampuan sedang. Hal ini mungkin dikarenakan semakin bertambah usia individu maka semakin menurun kondisi fisik dan psikososialnya yang dapat mempengaruhi penurunan kemampuan terhadap manajemen dirinya.

  2. Jenis Kelamin Menurut Heidazardeh et al., (2011) bahwa pasien hemodialisa laki-laki lebih cenderung memiliki kemampuan yang lebih tinggi melakukan pemenuhan perawatan diri dibandingkan perempuan, hal ini dikarenakan salah satu faktor bahwa pendidikan responden cendrung lebih tinggi pada laki-laki yang dapat menjadi salah satu faktor pendukung dari pengetahuan untuk melakukan perawatan diri.

  3. Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang akan pola hidupnya.

  Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah untuk memperoleh informasi yang dapat merubah perilakunya (Notoadmodjo, 2010).

  4. Status Pernikahan Menurut Heidarzadeh et al. (2011) bahwa ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan kemampuan melakukan perawatan diri pasien hemodialisa. Pasien hemodialisa yang menikah akan lebih cendrung memiliki jumlah anggota keluarga serta masalah keuangan dan sosial akan dapat meningkat, sehingga dapat berdampak terhadap keinginan dan kemampuan pasien hemodialisa untuk melakukan perawatan diri.

  5. Sosial Ekonomi Menurut Smith et al., (2010) bahwa pasien dengan status sosial ekonomi yang tinggi lebih memiliki perawatan diri yang baik dibandingkan dengan status sosial ekonomi pasien yang rendah di unit hemodialisis Nashvile. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) (2008), membedakan tingkatan status sossial ekonomi penduduk kedalam 4 tingkatan yaitu: golongan pendapatan sangat tinggi (> Rp 3.500.000 per bulan), golongan pendapatan tinggi (Rp 2.500.000 – Rp 3.500.000 per bulan), golongan pendapatan sedang (Rp 1.500.000 – Rp 2.500.000 per bulan), golongan pendapatan rendah (< Rp 1.500.000 per bulan).

2.5 Aktivitas Sehari-hari Pasien Hemodialisa

  Kemampuan aktivitas sehari-hari pasien hemodialisa yang mengalami gangguan yang perlu diperhatikan yaituketerbatasan dalam melakukan aktivitas/mobilisasi atau pergerakan/olahraga, ketidakmampuan dalam melakukan perjalanan panjang atau jauh, pembatasan pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan, kemampuan mempersiapkan makanan, belanja, membersihkan rumah, membersihkan kamar mandi, mencuci, gangguan tidur (insomnia), kemampuan interaksi sosial, kehilangan penghasilan (pekerjaan) serta kemampuan perawatan akses vaskular (simino dan double lumen) (Curtin et.al 2005; Cook & Jassal, 2008).

  Keterbatasan kemampuan aktivitas sehari-hari pasien hemodialisa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya 1) akibat kondisi fisik seperti kelelahan, kram otot, malnutrisi, sakit kepala atau kejang dan ketergantungan terapi pengobatan; 2) akibat kondisi psikologis seperti kecemasan, stress akibat penyakit kronis yang dialami (Brunner & Suddarth, 2002).

  2.6 Materi Edukasi Perawatan Diri Pasien Hemodialisa

  Materi edukasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan model konsep slef-management activity.

  Materi edukasi ini terdiri dari 1) pengetahuan tentang terapi hemodialisa meliputi komplikasi akibat terapi hemodialisa; 2) aktivitas fisik fungsional sehari hari atau perawatan diri sehari-hari meliputi aktivitas/mobilisasi atau pergerakan/olahraga, pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan, kebutuhan istirahat tidur, perawatan akses vaskular dan kegiatan sehari-hari; aktivitas rumah seperti kebersihan rumah dan kamar mandi, berbelanja, dan kemampuan mempersiapkan makanan, kemampuan merawat pekarangan rumah.

  2.7 Landasan Teori

  Kemampuan perawatan diri (self-care)pasien hemodialisa dalam penelitian ini adalah mengacu pada konsep model teori Orem. Teori perawatan diri (self-

  care) Orem merupakan suatu pemahaman tindakan yang mengupayakan individu memiliki kemampuan untuk mempertahakan dan meningkatkan fungsi optimal (Tomey & Alligood, 2006).

  Perawatan diri (self-care)pada pasien hemodialisa meliputi kemampuan individu dalam mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya terkait dengan penyakit dan terapi hemodialisa yang dijalani, seperti: pemenuhan kebutuhan nutrisi, mandi, toileting, kebersihan diri, penggunaan alat bantu aktivitas sehari-hari, mobilisasi atau pergerakan, pemenuhan terapi pengobatan (Curtin & Mapes, 2001; Moorhead, et al., 2014). Berdasarkan pernyatan Curtin et al., (2005) bahwa konsep perawatan diri yang perlu dinilai dari pasien hemodialisa tersebut adalah perawatan diri sehari-hari (self-care activity) seperti kemampuan perawatan fisik, pemenuhan asupan cairan dan nutrisi, memeriksakan akses bruit, kemampuan berinteraksi, pemanfaatan fasilitas kesehatan, negosisasi memilih pelayanan kesehatan, melaporkan gejala yang muncul dan juga perilaku keehatan.

  Menurut Curtin et al.,(2005) bahwa gangguan perawatan diri akan berdampak terhadap kemampuan pasien hemodialisa dalam melakukan perawatan diri sehari- hari seperti: makan, mandi, berpakaian dan berdandan, menjaga kebersihan diri, pengelolaan obat, menyiapkan makanan, shoping atau rekreasi dan ambulasi (pergerakan) (seperti: penggunaa telepon seluler, menaiki tangga dan kebersihan rumah) (Cook & Jassal, 2008).

  26

2.8 Kerangka Teori Penelitian

  Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian

  Theory of Nursing System Theory of Self Care

Theory of Self Care

  

Deficit

5 Methode of Helping: 1.

   Accomplihses patien’s therapeutic self care

  Self Care Self Care Agency Self Care

  

Orem’s Self Care Models

2. Support and protect patient 3.

  Care Demand

  Sehari-Hari (self care

  

activity ) Pasien

  Hemodialisa Edukasi Perawatan Diri

  Menambah dan Merubah: Pengetahuan Perilaku Prilaku (Notoadmodjo, 2007 : Braden et,al, 2005)

  Requisites Wholy Compensatory System Supportive/Ed ucative System Therapeutic Self

  Sumber: Tomey & Alligood (2006); Curtin & Mapes (2001); Curtin et al., (2005) Lingerfelt dan Thornton (2011) ; Notoadmodjo (2007)

  5. Self care maintanance Partial Compensatory System

   Education 4. Supportif Physicis and Phycologic

  Kemampuan Melakukan Aktivitas

  27

2.9 Kerangka Konsep

  Kerangka konsep penelitian merupakan suatu uraian dan visualisasi berhubungan atau kaitan antara konsep satu dengan konsep lainnya atau antara variabel satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoadmodjo, 2010).

  Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Aktivitas Sehari-Hari

  Aktivitas Sehari-Hari Edukasi Perawatan Diri

  Sesudah Edukasi Sebelum Edukasi

  Perawatan Diri Perawatan Diri

  Manajemen perawatan diri aktivitas sehari-hari, meliputi:perawatan akses vaskular, mengenali dampak dari terapi hemodialisa , pemenuhan

  Faktor yang kebutuha nutrisi dan cairan, mempengaruhi: pemenuhan kebutuhan

  Karakteristik responden fungsional (seperti; mobilisasi berdasarkan: Umur, atau pergerakan/olahraga, jenis kelamin, aktivitas rumah, kebutuhan pendidikan, status istirahat/tidur dan tanggung pernikahan dan status ekonomi jawab terhadap pengobatan)

  Sumber: Modifikasi dari Curtin dan Mapes (2001) ; Curtin et al. (2005) Heidarzadeh et.al (2011) ; Swanson et.al (2014) ; Mohammed, El-Fouly dan El- Deeb (2016).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal di Sumatera Utara

0 0 15

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sensor HCSR-04 - Rancang Bangun Alat Ukur Ketebalan Kayu Menggunakan Tampilan LCD Berbasis Arduino

0 3 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah 2.1.1. Definisi Sampah - Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Alat Pelindung Diri (APD) Dengan Gangguan Kelainan Kulit Pada Petugas Pengangkut Sampah Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2016

0 0 52

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Alat Pelindung Diri (APD) Dengan Gangguan Kelainan Kulit Pada Petugas Pengangkut Sampah Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2016

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Likuiditas, Leverage, dan Aktivitas Terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Perkebunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

0 0 16

Perbandingan Nilai Neutrofil Limfosit Rasio (NLR) pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Multi-Drug Resistant (MDR) TB di RSUP H. Adam Malik Medan

0 1 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan TB paru dan MDR TB di Indonesia - Perbandingan Nilai Neutrofil Limfosit Rasio (NLR) pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Multi-Drug Resistant (MDR) TB di RSUP H. Adam Malik Medan

1 4 56

Perbandingan Nilai Neutrofil Limfosit Rasio (NLR) pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Multi-Drug Resistant (MDR) TB di RSUP H. Adam Malik Medan

0 3 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENYAKIT DIABETES MELLITUS (DM) 2.1.1 Definisi DM - Pengaruh Puasa Ramadhan Terhadap Profil Lipid Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

0 0 9

Pengaruh Puasa Ramadhan Terhadap Profil Lipid Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

1 2 20