Faktor faktor Penghambat e Government St

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT E-GOVERNMENT:
STUDI KASUS PEMERINTAH PROVINSI RIAU
Yulia Razila Ningsih, Achmad Nizar Hidayanto
Prodi Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia
Email: yuliarazila@riau.go.id, nizar@cs.ui.id
Abstrak
Implementasi e–government di lingkungan pemerintahan merupakan keharusan karena
memberikan banyak manfaat. Hanya saja dalam pelaksanaannya banyak implementasi e-government yang
mengalami hambatan sehingga tidak memberikan dampak seperti yang diinginkan. Hal tersebut juga
dialami oleh pemerintah provinsi Riau dalam implementasi e-government, dimana sampai tahun 2012
masih berada dalam kategori kurang. Artinya, ada kendala dan hambatan yang dialami oleh Pemerintah
Provinsi Riau dalam hal mewujudkan implementasi e-government yang ideal Rancangan model penelitian
yang digunakan pada penelitian ini merupakan sintesis tentang hubungan antar variabel yang disusun dari
berbagai teori dan hasil penelitian-penelitian terkait e-government. Dari hasil hasil analisa menggunakan
Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM) diperoleh kesimpulan bahwa faktor yang
menghambat pelaksanaan e-government di pemerintah provinsi Riau adalah faktor kepemimpinan, SDM,
pengelolaan informasi dan budaya organisasi yang masih belum dilakukan dengan baik. Selanjutnya,
studi ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam rangka implementasi e-government yang lebih
baik di pemerintahan provinsi Riau.
Kata kunci : E- Government, Faktor penghambat, PLS-SEM


1. Pendahuluan
Masyarakat dunia dewasa ini, tengah
memasuki era masyarakat informasi yang
ditandai dengan pertukaran berbagai
informasi secara cepat dan mudah baik
dalam lingkup lokal maupun global. Dalam
beberapa tahun, kawasan Asia dan Pasific
telah menjadi kawasan superlatif jika
dikaitkan dengan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK). Pesatnya perkembangan
TIK ditandai dengan fenomena digitalisasi
pada berbagai bidang serta sektor kehidupan
membuat dunia seperti tanpa batas ruang
dan waktu. Ketidakmampuan menyesuaikan
diri dengan kemajuan teknologi tersebut
akan berujung pada jurang digital divide,
yaitu keterisolasian dari perkembangan
global karena tidak mampu memanfaatkan
informasi. Di Indonesia, penggunaan TIK
oleh pemerintah sudah dimulai sekitar tahun

2000an. Hal tersebut ditandai dengan
adanya Instruksi Presiden No. 6/2001
tanggal 24 April 2001 tentang telematika
(Telekomunikasi, Media dan Informatika)

teknologi telematika untuk mendukung
good governance dan mempercepat proses
demokrasi. Dua tahun setelah itu, Presiden
Republik Indonesia Megawati Soekarno
Putri mengeluarkan Instruksi Presiden No.3
tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi
pengembangan
e-government.
Dalam
Inpres 3/2003, Presiden mengamanatkan
kepada
setiap
Gubernur
dan
Bupati/Walikota untuk mengambil langkahlangkah konkret yang diperlukan sesuai

dengan tugas, fungsi dan kewenangannya
masing-masing
guna
terlaksananya
pengembangan
e-government
secara
nasional. Menurut Inpres No 3/2003,
pengem-bangan e-government merupakan
upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis
(menggunakan) elektronik dalam rangka
meningkatkan kualitas layanan publik
secara efektif dan efisien. Melalui
pengembangan e-government dilakukan
penataan sistem manajemen dan proses
kerja di lingkungan pemerintah dengan

mengoptimasikan
pemanfaatan
teknologi informasi.

Adanya Undang-undang No. 22/1999
yang diperbaharui menjadi UU No.
32/2004 tentang pemerintahan daerah,
turut memacu perkembangan egovernment di tingkat daerah. Otonomi
daerah yang diberlakukan membuat
suatu perubahan kehidupan berbangsa
dan bernegara secara fundamental
(reformasi birokrasi), dimana daerah
diberikan kewenangan dan peluang
yang sangat luas untuk melaksanakan
program dan kegiatan yang sesuai
dengan kebutuhan daerah. Orientasi
penyelenggaraan pemerintah daerah
telah bergeser dari ketergantungan
kepada pemerintah pusat kepada
kemampuan pemerintah daerah itu
sendiri dalam membangun daerah
menuju kesejahteraan masyarakat.
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa
kunci keberhasilan e-government adalah

pemanfaatan TIK. Berkaitan dengan hal
tersebut, mulai tahun 2007 Pemerintah
melalui Direktorat e-Government di
dalam Direktorat Jendral Aplikasi dan
Informatika Kementerian Komunikasi
dan Informatika menyelenggarakan
pemeringkatan e-Government Indonesia
(PeGI) yang melibatkan instansiinstansi di Lingkungan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah di seluruh
wilayah Indonesia. Kegiatan PeGI
diadakan dalam rangka untuk melihat
peta kondisi pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) oleh
lembaga pemerintah secara nasional.
Harapan dari PeGI adalah untuk
meningkatkan
pengembangan
dan
pemanfaatan
TIK

di
lembaga
pemerintah
di
seluruh
wilayah
Indonesia. Berikut disajikan data
perkembangan
PeGI
Pemerintah
Provinsi Riau.

Tabel 1.Data Perkembangan PeGI
Pemerintah Provinsi Riau
TAHUN
2008
2011
Kebijakan
2,29
2,17

Kelembagaan
2,4
2,33
Infrastruktur
2,1
2,14
Aplikasi
2,48
2,23
Perencanaan
2,25
1,93
Nilai rata-rata
2,3
2,16
Kategori
Kurang Kurang
Sumber: Direktorat e-Government Dirjen
Aplika Kementerian Kominfo (2012)
DIMENSI


Dari Tabel 1. diatas terlihat bahwa sejak
mulai dicanangkannya e-government
tahun 2003, perkembangan penerapan
e-government provinsi Riau sampai
tahun 2012 masih berada dalam
kategori kurang. Berdasarkan data
tersebut maka dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa ada kendala yang
dialami oleh pemerintah provinsi Riau
dalam hal mewujudkan implementasi egovernment yang ideal. Oleh karena itu,
maka dianggap perlu untuk mengetahui
faktor-faktor penyebab beserta elemen
penjelasnya yang menyebabkan mandeg
dan kurang optimalnya impelementasi
e-government di pemerintah provinsi
Riau.
2. Tinjauan Pustaka
Walaupun sebagai sebuah konsep, egovernment memiliki prinsip-prinsip
dasar yang universal. Namun karena

setiap negara memiliki skenario
implementasi atau penerapannya yang
berbeda, maka definisi dari ruang
lingkup e-government-pun menjadi
beraneka ragam sesuai dengan sudut
pandang sistem pemerintahan masingmasing. Berikut adalah beberapa
definisi e-government di beberapa
negara (Indrajit, 2006).

Pemerintah Federal Amerika Serikat
mendefinisikan e-government sebagai
penyampaian informasi dan pelayanan
online pemerintahan melalui internet
atau media digital lainnya. Pemerintah
New Zealand melihat e-government
sebagai sebuah cara bagi pemerintahan
untuk menggunakan sebuah teknologi
baru untuk melayani masyarakat dengan
memberikan kemudahaan akses untuk
pemerintah dalam hal pelayanan dan

informasi dan juga untuk menambah
kualitas pelayanan serta memberikan
peluang untuk berpartisipasi dalam
proses
dan
institusi
demokrasi.
Sedangkan
Negara
Italia,
mendefinisikan e-government sebagai
Penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi
(Information
and
Communication Technology -ICT) yang
modern
pada
pengadministrasian
negara, melalui aplikasi:

1. Desain
komputerisasi
untuk
tambahan
efisiensi
operasional
dengan inidvidu tiap departemen dan
divisi;
2. Pelayanan
komputerisasi
untuk
masyarakat dan perusahaan, sering
kali mengimplementasi integrasi
pelayanan pada departemen dan
divisi yang berbeda;
3. Ketetapan akses ICT untuk pengguna
akhir
dari
layanan
informasi
pemerintahan.
Untuk di Indonesia sendiri, egovernment didefinisikan sebagai upaya
penyelenggaraan kepemerintahan yang
berbasis (menggunakan) elektronik
dalam rangka meningkatkan kualitas
layanan publik secara efektif dan efisien
(Inpres RI No.3/2003). Sama halnya
dengan definisi e-government yang
dideskripsikan secara beragam oleh
lembaga pemerintah, masing-masing
individu
atau
komunitas
juga

mempunyai pendefinisian yang berbeda
terkait implementasi e-government.
Bank
Dunia
(World
Bank)
mendefinisikan e-government sebagai
penggunaan teknologi informasi oleh
kantor-kantor
pemerintahan
untuk
pelayanan yang lebih baik kepada
masyarakat, dunia usaha dan untuk
memfasilitasi kerjasama antar institusi
pemerintah. Disisi lain, dengan cara
yang lebih sederhana UNDP (United
Nation
Development
Programme)
mendefinisikan e-government sebagai
penggunaan
aplikasi
teknologi
informasi dan komunikasi oleh instansi
pemerintah.
Menurut
OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development), egovernment mengacu pada penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi
melalui internet sebagai alat untuk
mencapai pelayanan pemerintah yang
lebih baik (Indrajit, 2006).
Pendefinisian lain dikemukakan oleh
Grant dan Chau (2005) dalam Ridel
(2011). Grant dan Chau menyimpulkan
definisi e-government dari definisi egovernment pada literatur akademisi
dan praktisi yang diterbitkan antara
tahun 1992 sampai dengan 2004 sebagai
inisiatif transformasi yang dipengaruhi
oleh kemampuan teknologi informasi
dan komunikasi untuk:
1. Mengembangkan dan menghasilkan
pelayanan publik yang berkualitas
tinggi dan terintegrasi;
2. Membangun hubungan manajemen
konstituen yang efektif;
3. Mendukung tujuan pengembangan
ekonomi dan sosial masyarakat,
bisnis dan komunitas sosial pada
tingkat
lokal,
negara
dan
internasional.
Berbagai definisi yang ada mengenai egovernment memperlihatkan sebuah
keinginan
yang
sama,
yaitu

bertransformasinya
bentuk-bentuk
interaksi antara pemerintah dengan
masyarakatnya yang terlalu birokratis,
menjadi mekanisme hubungan interaksi
yang jauh lebih bersahabat. Dalam arti
kata lain, pada dasarnya implementasi
konsep
e-government
merupakan
sebuah tantangan transformasi. Fungsi
teknologi informasi di dalam kerangka
ini, tidak hanya sekedar sebagai
penunjang manajemen pemerintahan
yang ada, tetapi justru merupakan driver
of change atau sebagai hal yang justru
menawarkan terjadinya perubahanperubahan
mendasar
sehubungan
dengan
proses
penyelenggaraan
pemerintahan di era moderen yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
efektivitas dan efisiensi layanan
pemerintahan (Porte, 2005).
Seperti halnya konsep e-commerce yang
kerap diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu Business to Business (B2B)
dan Business to Citizen (B2C), di dalam
konsep e-government dikenal pula
setidaknya tiga jenis interaksi, yaitu:
Government
to
Citizen
(G2C),
Government to Businesss (G2B) dan
Government to Government (G2G).
Adapun manfaat yang diharapkan
dengan diterapkannya konsep eGovernment bagi suatu negara, antara
lain (Indrajit, 2006):
• Memperbaiki kualitas pelayanan
pemerintah kepada para stakeholdernya;
• Meningkatkan transparansi, kontrol,
dan akuntabilitas;
• Mengurangi secara signifikan total
biaya administrasi, relasi, dan
interaksi;
• Memberikan
peluang
bagi
pemerintah
untuk
mendapatkan
sumber-sumber pendapatan baru;
• Menciptakan suatu lingkungan yang
dapat secara cepat dan tepat

menjawab berbagai permasalahan
yang dihadapi;
• Memberdayakan masyarakat dan
pihak-pihak lain sebagai mitra
pemerintah
dalam
proses
pengambilan berbagai kebijakan
publik.
Dalam perkembangannya, implementasi
e-government yang dijalankan oleh
departemen, lembaga non departemen,
instansi
pemerintah
(Pemerintah
Provinsi serta Kabupaten/Kota) tidak
semuanya berujung pada keberhasilan.
Artinya tidak semua pembangunan egovernment bisa mencapai tujuan dan
dirasakan manfaatnya. Ketidakberhasilan
penerapan e-government yang terjadi
dikarenakan implementasi e-government
memang tidak mudah, tidak hanya
dengan memasang komputer sudah
disebut e-government. Dari berbagai teori
dan hasil penelitian diketahui bahwa
tantangan yang paling penting ialah
menyadari bahwa tidak ada solusi tunggal
untuk semua situasi, dimana masingmasing situasi memerlukan pendekatan
yang berbeda-beda. Pada penelitian ini,
penulis mengintegrasikan beberapa faktor
penghambat
yang
diasumsikan
merupakan hambatan potensial bagi
adopsi dan pengembangan e-government
di pemerintah provinsi Riau. Faktor
tersebut
adalah
kepemimpinan,
infrastruktur TI, pengelolaan informasi,
SDM
dan
budaya
organisasi.
Pembentukan model penelitian dapat
dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2. Rancangan Model Penelitian
Faktor yang
diteliti

Inpres RI
No.3/2003

PeGI

Fallahi
(2007)

Coursey &
Norris (2008)

Aziz (2008)

Lee (2009)

Schwester
(2009)

- Visi, objektif,
strategi
- Keuangan
- Hukum
& - Dukungan
peraturan
pejabat
- Struktur
terpilih
organisasi

El Haddadeh
et al (2010)

Medina
(2011)

Kepemimpinan

Kepemimpinan

- kebijakan
- perencanaaan
- kelembagaan

Legalisasi

Infrastruktur
TI

Infrastruktur
jaringan
informasi

Infrastruktur

Infrastruktur

Pengelolaan
informasi

Pengelolaan
informasi

Aplikasi

Keamanan

Legalisasi
(security &
privacy)

Security &
privacy

Security
privacy

SDM

SDM

Staff TI

Kemam-puan
teknis

SDM

Employment
training

Orang

Organizational
culture

Struktur
(sharing
culture)

Budaya
organisasi

Sosial
budaya

Keuangan

&

Kepemimpinan

Infrastruktur

Politik
&
organisasi

Budaya

Political
themes

- Standar TI
- Integrasi
sistem

Teknologi
informasi

Teknologi

&

Berdasarkan penjelasan di atas, maka
dibuat gambar rancangann model
m
untuk
penelitian ini sebagai beriku
ikut:

Gambar 1. Rancangan
gan Model
Penelitian
Gambar 1. merupakan gambaran
gam
yang
dijadikan landasan oleh ppenulis untuk
melakukan prediksi terhada
adap hambatan
pengembangan
e-gover
vernment
di
lingkungan pemerintah provinsi
pr
Riau.
Dari gambar penulis men
engasumsikan
bahwa terdapat hubungan
an yang linear
antara kepemimpinan, infas
fastruktur TIK,
pengelolaan informasi, SDM,
SD
budaya
organisasi
dan
implem
lementasi
egovernment.

equation modelling mem
emerlukan ukuran
sampel antara 100-200.
Dalam
penelitian
ini,
penulis
menggunakan
kuesio
sioner
sebagai
instrumen
pengukura
uran
terhadap
variabel-variabel
dal
dalam
model
penelitian. Instrumen yang
ya digunakan
dalam penelitian ini merupakan
instrumen yang diran
rancang khusus
untuk penelitian ini, seje
sejenis instrumen
yang telah dimodifika
fikasi (modified
instrument) dari kombi
binasi beberapa
instrumen penelitiann sebelumnya.
Pertanyaan-pertanyaann pada
p
kuesioner
dirancang berdasarka
kan item-item
pengukuran untuk setiap
iap konstruk atau
variabel laten yang
ng ada pada
rancangan
modell
penelitian.
Berdasarkan
rancang
angan
model
penelitian
yang
sudah
su
dibuat
sebelumnya,
berikut
ut
dijelaskan
variabel dan indikator yang
ya digunakan
penelitian ini
da Indikator
Tabel 3. Variabel dan
Variabel

3. Metodologi Penelitian
Penelitian
ini
dilakuk
kukan
untuk
menganalisis faktor-faktor
or penghambat
e-government di pemerint
rintah provinsi
Riau. Adapun target popula
ulasi penelitian
ini adalah pegawai pemerin
rintah provinsi
Riau.
Data
dikumpulkan
m
menggunakan
metode survey dengan
an satu kali
pengumpulan data (one shot),
sh
dimana
penarikan
sampel
dilakukan
menggunakan metode pena
narikan sampel
nonprobabilitas (purposiv
sive/judgement
sampling). Ukuran sampe
pel ditentukan
dengan
menggunakan
an
metode
pendekatan konvensionall ((conventional
approach) yaitu pendeka
ekatan analisa
statistik (statistical analysis
ysis approach).
Menurut Guritno et al (2010
010), structural

Implementasi egovernme
nt

Kepemim
pinan

Ind
ndikator
ekerjaan lebih efektif
- menjadikan pek
(Indrajit, 2006, Lee,
Le 2009)
- layanan online (Lee,
(Le 2009)
- kemudahan akses
ses data dan informasi
(Lee, 2009)
- mengurangi biaya
aya dalam berhubungan
dengan pihak keti
etiga (pengadaan barang,
lelang, komunikas
kasi, dll) (Indrajit, 2006,
Medina, 2011)
- mengurangi biaya
aya administrasi (kertas,
surat, ballpoint,, dl
dll) (Indrajit, 2006, Lee,
2009, Medina, 2011)
201
- keakuratan data
ta dan informasi (Lee,
2009)
dijadikan sebagai media
- Website bisa dija
komunikasi yangg efektif
e
(Medina,
2011)
stra
jangka panjang
- rencana dan strategi
(Fallahi, 2007, PeGI,
Pe
Indrajit, 2006 Lee,
2009, El Haddadeh
deh, 2010)
- Alokasi anggara
aran (Indrajit, 2006,
Fallahi, 2007, PeGI,
Pe
Corsey & Norris,
2008, Aziz, 2008
08, schwester 2009, El
Haddadeh et al, 20
2010
- visi dan misi yang
ng jelas (Lee, 2009)
- dukungan pejaba
bat terpilih (Corsey &
Norris, 2008, schwester, 2009, El
Haddadeh et al, 2010)
20
- peraturan
dalam
lam
pelaksanaan
egovernment (Ind
Indrajit, 2006, Fallahi,
2007, PeGI, Lee,
e, 2009, el Haddadeh et

Infrastrukt
ur TIK

Pengelolaan
Informasi

SDM

Budaya
organisasi

al, 2010)
- Kebijakan e-government yang selalu di
review (Lee, 2009, el Haddadeh et al,
2010)
- infrastruktur yang memadai untuk
implementasi e-government (Fallahi,
2007, PeGI, Corsey & Norris, 2008, Lee,
2009, El Haddadeh et al, 2010)
- infrastruktur TI yang memadai untuk
integasi sistem (Lee, 2009, El Haddadeh,
2010)
- penggunaan
standar
dalam
pengembangan infrastruktur TI (Fallahi,
2007, PeGI, Corsey & Norris, 2008, Lee,
2009, El Haddadeh, 2010
- jaminan kualitas, ketepatan waktu dan
ketersediaan data (Fallahi, 2007, Cousey
& Norris, 2008, Surendro, 2009,
Schwester, 2009, El Haddadeh et al,
2010)
- sitem aplikasi pendukung e-government
yang sesuai dengan tugas dan fungsi
instansi (PeGI, Surendro, 2009, El
Haddadeh et al, 2010)
- prosedur dalam pengelolaan data dan
informasi (Surendro, 2009, El Haddadeh
et al, 2010)
- Tingkat pemahaman yang memadai
(Fallahi, 2007, El Haddadeh et al, 2010)
- Pendidikan
dan
pelatihan
yang
dilaksanakan (Fallhi, 2007, El Haddadeh
et al, 2010, Medina, 2011)
- SDM TI yang handal (Coursey & Norris
2008, El Haddadeh et al, 2010
- Motivasi untuk berinovasi (Fallhi, 2007,
Mulyono, 2012)
- Tingkat penerimaan resiko (Fallahi,
2007, Kumar, 2007)
- Dukungan manajemen yang mendorong
penerapan e-government (Irani et al,
2005)
- Budaya berbagi (sharing) informasi
(Aziz, 2008, El Haddadeh et al, 2010,
Medina, 2011)
- Resistensi terhadap perubahan (Fallahi,
2007, Corsey & Norris, 2008, Aziz,
2008, El Haddadeh et al, 2010)

4. Analisa dan Pembahasan
PLS-SEM bertujuan untuk menguji
hubungan prediktif antar variabel
dengan melihat apakah ada hubungan
atau pengaruh antar variabel tersebut,
sehingga konsekuensi penggunaan PLSSEM adalah pengujian dapat dilakukan
tanpa
dasar
teori
yang
kuat,
mengabaikan beberapa asumsi (nonparametrik) dan parameter ketepatan
model prediksi dilihat dari nilai

koefisien determinasi (R-square) (Latan
& Ghozali, 2012).
R-Squares
Nilai
R-Square
merupakan
prosentase total variasi variabel
dependen yang dijelaskan oleh
variabel independen dalam model
struktural. Nilai R-square untuk
setiap variabel dependen digunakan
sebagai kekuatan prediksi dari
model struktural. Perubahan nilai RSquare
digunakan
untuk
menjelaskan pengaruh variabel
independen
terhadap
variabel
dependen (Latan & Ghozali, 2012).
Tabel 4. Nilai R-Square
Budaya
Organisasi
-> E-Gov
R2

Implment
asi e-Gov

Leadersip
-> E-Gov

Pengelolaan
Informasi ->
E-Gov

SDM > EGov

Infrastru
ktur TI > E-Gov

0.6393

Sumber : output Smart PLS 2.0 M3

Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa
nilai R-Square untuk variabel EGovernment
sebesar
0.6393.
Sehingga, ini berarti bahwa
pengaruh variabel kepemimpinan,
variabel pengelolaan informasi,
variabel SDM, dan variabel budaya
organisasi
terhadap
variabel
implementasi e-government adalah
sebesar 63.93 dan sisanya 36,07
persen dipengaruhi oleh variabel
lain di luar model penelitian ini.
Uji signifikansi
Uji signifikansi digunakan untuk
melihat
pengaruh
variabel
independen
terhadap
variabel
dependen dalam model melalui uji t.
Pada
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan pendekatan estimasi
model secara simultan. Metode ini
dilakukan dengan memasukkan
semua
variabel
independen
kemudian baru dievaluasi variabel
independen mana yang berpengaruh
(signifikan)
terhadap
variabel

dependen
(Widarjono,
2010).
Variabel dinyatakan signifikan jika
nilai signifikansi bobot > t-tabel
(Latan & Ghozali, 2012).
Tabel 5. Hasil Path coefficient (Mean,
STDEV, T-Values)
Kepemimpinan ->
implementasi E-Gov
Infrastruktur TI ->
implementasi E-Gov
Pengelolaan Informasi
-> implementasi EGov
SDM -> implementasi
E-Gov
Budaya Organisasi ->
implementasi E-Gov

Original
Sample (O)

T Statistics
(|O/STERR|)

0.327926

4.445271

0.006231

0.099595

0.216404

2.629199

0.203904

2.358604

0.181999

2.517276

Sumber: output Smart PLS 2.0 M3

Berdasarkan nilai Path coefficient
(Mean, STDEV, T-Values) diperoleh
bahwa
faktor-faktor
seperti
kepemimpinan, pengelolaan informasi,
SDM dan budaya organisasi memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi
e-government
di
pemerintah provinsi Riau. Sedangkan
untuk variabel infrastruktur, TIK tidak
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap implementasi e-government di
pemerintah provinsi Riau.
Dari Tabel 5. terlihat bahwa pengaruh
yang paling dominan adalah faktor
kepemimpinan. Hal ini terlihat dari nilai
estimator faktor kepemimpinan (sebesar
0.327926) paling besar diantara nilai
estimator faktor-faktor lainnya. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian
Aziz (2008) yang mengatakan bahwa
faktor kepemimpinan merupakan faktor
penyebab kegagalan penerapan egovernment di sebagian besar daerah di
Indonesia.
Faktor
pengelolaan
informasi
menempati urutan kedua dalam hal
berkontribusi terhadap terhambatnya
implementasi e-government dengan
nilai estimator sebesar 0.216404.

Berdasarkan
Inpres
No.3/2003,
disebutkan bahwa aspek pengelolaan
informasi merupakan salah satu kunci
keberhasilan
implementasi
egovernment di Indonesia. Berdasarkan
hal tersebut, peneliti memprediksikan
bahwa apabila aspek informasi tidak
dikelola dengan baik, maka dapat
mengakibatkan
terhambatnya
implementasi e-government. Dari Tabel
5., terlihat bahwa nilai T-Statistic yang
dihasilkan (2.629199) > 1,96.
Sedangkan SDM dan budaya organisasi
berturut-turut menempati posisi ketiga
dan ke-empat dalam hal yang
menyebabkan
terhambatnya
implementasi
e-government
di
pemerintah provinsi Riau dengan nilai
estimasi 0.203904 dan 0.181999. Dari
sisi SDM, Heeks (1996) menunjukkan
bahwa negara-negara berkembang harus
sadar dan mempertimbangkan kesulitan
dalam menarik karyawan yang terampil
yang tepat (Al-Heddah et al., 2010).
Dimensi yang diperhatikan dalam
penelitian ini terkait SDM adalah
pelatihan dan pendidikan serta IT
awereness para pengguna maupun
pengelola
e-government.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Weerakkody & Choudrie (2005), Falahi
(2007),
Schwester
(2009)
yang
menyatakan bahwa kendala faktor SDM
merupakan
hambatan
dalam
implementasi e-government.
Faktor yang terakhir yang turut
berperan
dalam
menghambat
implementasi e-government menurut
penelitian ini adalah faktor budaya
organisasi. Jajaran pemerintah di
Indonesia sebenarnya cukup mudah
dalam memperoleh akses teknologi, dan
tidak kurang juga banyak pemimpin
yang punya visi pengembangan layanan
secara elektronik. Namun masalahnya

adalah
bahwa
peman
anfaatan
egovernment sering terben
bentur dengan
faktor budaya pengelola dan
da pengguna
yang memang menduku
kung. Faktor
budaya diantara para birokrat
bir
dalam
lembaga pemerintah inilah
in
yang
seringkali mengakibatkan
an kurangnya
kesadaran dan pengharga
gaan terhadap
pentingnya e-government.. Yang sering
muncul
adalah
ketak
takutan
atau
kekhawatiran yang berleb
lebihan bahwa
aplikasi e-government akan
an mengancam
jabatannya yang sudah map
apan. Dan juga
selalu terkendala karena ma
masing-masing
tidak mau berbagi data dan
da informasi.
Inilah kendala yang paling
ing pokok bagi
penerapan e-government secara
se
serius.
Karena hambatan sikap
ap dan cara
berpikir yang sempit dian
iantara pejabat
pemerintah, upaya integ
tegrasi masih
menyisakan bentukan sistem
sis
berupa
pulau-pulau database yang
ang sulit untuk
dikomunikasikan apalagi diintegrasikan.
di
Hasil dari penelitian ini sej
sejalan dengan
penelitian yang dilakukan
an oleh Fallahi
(2007) terkait The Obs
Obstacles and
Guidelines
of
Establi
blishingt
Egovernment in Iran Case
C
Study:
Ministry of Commerce in Iran. Dalam
Coursey and Norris (2008)
8) Aziz (2008)
Schwester (2009) juga dijel
jelaskan bahwa
resistensi
terhadap
perubahan
merupakan
hambatan
tan
dalam
mengadopsi e-government.
Seperti
yang
sudahh
dijelaskan
sebelumnya, bahwa infras
rastruktur TIK
adalah
satu
kunci
keberhasilan
implementasi e-governm
nment adalah
aspek infrastruktur TIK
TI
(Inpres
No.3/2003), yang terang
ngkum dalam
keberadaan infrastruktur da
dan standar TI.
Namun, hasil pada penelit
litian ini tidak
mendukung teori dan
an penelitian
sebelumnya yang dilak
lakukan oleh
Coursey & Norris (2008
08) Schwester
(2009) yang menunjukk
ukkan bahwa

kendala yang berhub
ubungan dengan
faktor infrastruktur TIK menjadi
hambatan implementasi
asi e-government.
Penelitian ini menduk
ukung apa yang
pernah diungkapkan oleh
ole Eko Prasojo
(2007) bahwa 80% peny
enyebab kegagalan
e-government adalah karena
ka
unsur nonTIK dan hanya 20% yang
ya benar-benar
disebabkan
karena
faktor
TIK
(Kumorotomo, 2008).
8). Dari hasil
tersebut diketahui bahwa,
b
faktor
penghambat
imple
plementasi
egovernment yang disebabkan
dis
oleh
faktor infrastruktur TIK
IK tidaklah begitu
signifikan. Berdasarkan
an hasil penelitian
ini, faktor infrastruk
ruktur TI tidak
signifikan
memberika
ikan
kontribusi
terhadap hambatan im
implementasi egovernment di pemer
erintah provinsi
Riau. Hal tersebut da
dapat disebabkan
karena
pada
saatt
ini
kondisi
infrastruktur TI dii masing-masing
instansi sudah mend
endukung untuk
implementasi e-governm
nment.
Dari penjelasan diatas,, diketahui
d
bahwa
variabel infrastrukturr ttidak signifikan
mempengaruhi
impl
plementasi
egovernment di pemer
erintah provinsi
Riau. Sehingga varibel
bel tersebut tidak
dimasukkan kedalam model.
m
Hal ini
berarti, bahwa setelah ddilakukan proses
pengolahan data deng
engan PLS-SEM
model penelitian in
ini mengalami
perubahan.
Model
akhir
untuk
penelitian ini dapat dilih
lihat pada Gambar
2.

Sumber: output SmartPLS 2.0 M3

Gambar 2. Mod
odel akhir

Dari Gambar 2. dapat dibuat persamaan
analisis jalur untuk model diatas sebagai
berikut:
Implementasi = 0.33 (Kepemimpinan)
+ 0.22 (Pengelolaan
e-government
informasi) + 0.203
(SDM)
+
0.18
(Budaya organisasi) +
ε
5. Kesimpulan
• Faktor
kepemimpinan,
SDM,
pengelolaaan informasi, dan budaya
organisasi secara bersama-sama
berpengaruh dalam memprediksi
hambatan
pengembangan
egovernment di pemerintah provinsi
Riau. Dimana faktor kepemimpinan
berkontribusi paling besar terhadap
hambatan
e-government
di
pemerintah provinsi Riau. Hal ini
berarti bahwa pemerintah provinsi
Riau
belum
menunjukkan
komitmennya dalam mendukung egovernment secara optimal. Oleh
sebab itu, agar implementasi egovernment bisa lebih berhasil di
masa yang akan datang, pemerintah
provinsi Riau harus memberikan
dukungan yang lebih baik, misalnya
dengan
membuat cetak biru
implementasi e-government.
• Faktor ketersediaan infrastruktur TIK
secara signifikan tidak memberikan
pengaruh terhadap pengembangan eGovernment di pemerintah provinsi
Riau.
6. Saran untuk penelitian lebih lanjut
Penelitian ini merupakan penelitian
tahap awal untuk mengetahui faktorfaktor penghambat e-government di
pemerintah provinsi Riau. Tentu saja,
agar lebih banyak membawa manfaat,
masih harus dilakukan penelitian lebih

lanjut. Masukan untuk penelitian lebih
lanjut
adalah
mencoba
dengan
penarikan sampel berdasarkan expert
sampling
(sampling
berdasarkan
keahlian), karena dimungkinkan akan
menghasilkan hasil yang berbeda.
Penulis juga menyarankan untuk
mempertimbangkan
faktor-faktor
penghambat e-government yang didapat
dari hasil penelitian di daerah lain
dengan
menambahkan
atau
memodifikasi variabel-variabel lain
yang mungkin akan menghasilkan hasil
yang berbeda.
Penelitian lanjutan lainnya yang bisa
dilakukan yaitu penelitian mengenai
rancangan pengembangan e-government
untuk pemerintah provinsi Riau dengan
konsep integrasi dan interkoneksi antar
sistem informasi di setiap satuan kerja
perangkat daerah di lingkungan
pemerintah provinsi Riau, karena saat
ini setiap satuan kerja di lingkungan
pemerintah provinsi riau membangun
sendiri-sendiri aplikasi e-government
menurut versi masing-masing. Selain
itu, penelitian mengenai pengembangan
sistem dan proses kerja yang lebih
fleksibel untuk memfasilitasi berbagai
bentuk interaksi yang kompleks dengan
pemerintah daerah lainnya, pemerintah
pusat, masyarakat, dunia usaha dan
masyarakat internasional.
7. Daftar Pustaka
Azis, H. (Desember, 2008). Integrasi eGovernment: Tantangan, Kebijakan dan
Implementasi. Dipresentasikan pada
Seminar Pelayanan Publik dan Egovernment, Bappenas, Jakarta.
Coursey, D. & Norris, D. (2008).
‘Models of E-Government: Are they
correct?: An empirical assessment’.
Public Administration Review, 68, 523536.

Depkominfo, “Blue Print Sistem
Aplikasi e-government”, 2004.
EL-Haddadeh, R., et al (2010). ‘EGovernment
implementation
Challenges: A Case study’. AMCIS
2010 Proceedings. Paper 312.
Fallahi, M. (2007). ‘The Obstacles and
Guidelines
of
Establishing
eGovernment in Iran Case Study:
Ministry of Commerce’. Tesis Lulea
university of Technology. Iran.
Guritno, S., et al. (2011). Theory and
Application of IT Research. Edisi I.
Yogyakarta : Penerbit ANDI.
Indrajit,
R.
(2006).
Elektronik
Government: Strategi Pembangunan
dan Pengembangan Sistem Pelayanan
Berbasis Teknologi Digital. Edisi III,
Cetakan I. Yogyakarta : Penerbit ANDI.
Inpres No.3 Tahun 2003, ‘Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengembangan egovernment
Indonesia’
2003.‘Evaluating e-government: m the
Kumar, et all (2007). ‘Factors for
succesful e-government adoption: a
conceptual framework’. The Electronic
Journal of e-Government, Vol. 5, Issue
1, pp. 133 – 122.
Kumorotomo, W. (2008). Kegagalan
Penerapan E-Government dan Kegiatan
Tidak
Produktif
dengan
Internet. Makalah Kuliah. Tapak maya
:http://kumoro.staff.ugm.ac.id/wpcontent/uploads/2009/01/kegagalanpenerapan-egov.pdf. Diakses pada 6
Maret 2013.
Latan & Ghozali (2012). Partial Least
Squares: Konsep, Teknik dan Aplikasi
SmartPLS 2.0 M3. Semarang : Badan
penerbit Universitas Diponegoro.
Lee, N. (2009). ‘Penerapan eGovernment’, Seri Modul 3, Asian and
Pacific Training Centre for Information
and Communication Technology for
Development.

Medina, D. (2011). ‘Pengaruh Budaya
Organisasi Terhadap Keberhasilan
Pengembangan e-Government’. Tesis
Universitas Bina Nusantara. Jakarta.
Porte, T.M. (2005). ‘Being Good and
Doing Well: Organizational Openness
and Government Effektiveness on the
World Wide Web’. Bulletin of the
American Society for Information
Science and Technology, 51(5), 23-27.
Ridley, G. (2011).
‘Potential to
Mitigate E-Government Barriers: Use of
an IT Control Framework’. MCIS 2011
Proceedings. Paper 51.
Schwester, R. (2009). ‘Examining the
Barrier to e-government Adoption’.
Electronic Journal of e-Government,
Vol. 7 Issue 1 2009 (113-122).
Surendro, K. (2009). Implementasi tata
kelola teknologi informasi. Cetakan I.
Bandung : Informatika Bandung.
Weerakkody, V. and Choudrie, J. P
(2005). ‘Exploring E-Government in the
UK:
Challenges,
issues
and
complexities’. Journal of Information
Science and Technology, (2)2, 25-45.
Widarjono,
A.
(2010).
Analisis
Statistika
Mulitivariat
Terapan.
Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

Kajian Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Edible Film dari Tiga Jenis Pati (Kimpul, Ubi Jalar Putih dan Singkong) dengan Penambahan Filtrat Kunyit (Curcuma longa Linn.) Sebagai Penghambat Bakteri Salmonella.

16 119 21

Analisis Sirkulasi Udara Pada Tanaman Kopi Berdasarkan Faktor Tanaman Pelindung dan Pola Tanam Graf Tangga Menggunakan Metode Volume Hingga

0 18 26

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Penerimaan Retribusi Terminal Penumpang di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2014 (Factors That Influence Realization Acceptance Retribution of Passengger Terminal In Banyuwangi 2010-2014)

0 8 5

Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Bulan Agustus 2010

2 21 84

Tekanan Darah Sistolik dan Denyut Jantung Sebagai Faktor Prediktor Major Adverse Cardiac Events pada Sindrom Koroner Akut

0 35 62

Analisis Pengaruh Faktor Yang Melekat Pada Tax Payer (Wajib Pajak) Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan

10 58 124

Laporan Realisasi Anggaran N e r a c a C

0 11 4

Hubungan Kejadian Pneumonia Neonatus dengan Beberapa Faktor Risiko di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2010-2012

0 0 6