Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Bulan Agustus 2010

(1)

BALITA DI KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT

TIMUR BULAN AGUSTUS 2010

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

LYDIA AMALIYA

NIM:107103001630

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M


(2)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 7 Oktober 2010


(3)

iii

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT

TIMUR BULAN AGUSTUS 2010

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

Oleh : Lydia Amaliya NIM: 107103001630

Pembimbing

Dr. Riva Auda, SpA, MKes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(4)

iv

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT TIMUR BULAN AGUSTUS 2010 yang diajukan oleh Lydia Amaliya (NIM: 107103001630), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 7 Oktober 2010. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 7 Oktober 2010

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang & Pembimbing Penguji

Dr. Riva Auda, SpA , MKes Dr. Yanti Susianti, SpA

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN


(5)

v

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh…

Alhamdulillahhirobbil’alamin selalu saya panjatkan atas nikmat dan berkah yang senantiasa Allah SWT limpahkan, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Bulan Agustus 2010”. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Untuk itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1) Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd, Drs. H. Achmad Gholib, MA, dan Dra. Farida Hamid MPd, selaku Dekan dan Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia mendengarkan keluh kesah kami PSPD dan senantiasa memberikan semangat agar terus berjuang untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.

2) DR. Dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM sebagai Kaprodi PSPD dan untuk semua dosen, yang telah begitu banyak membimbing dan memberikan kesempatan untuk menimba ilmu selama saya menjalani masa pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, rasa hormat saya atas segala yang telah mereka berikan.

3) Dr. Riva Auda, SpA, MKes selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan riset ini di tengah kesibukan beliau.

4) Dr. Yanti Susianti, SpA selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang membangun.

5) Drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D. selaku penanggung jawab riset PSPD 2007 yang selalu mengingatkan kami untuk segera menyelesaikan riset.

6) Puskesmas Ciputat Timur beserta staf dan kader-kader posyandu yang telah membantu dalam pengambilan sampel penelitian.


(6)

vi

telah kalian berikan juga pelajaran hidup yang sangat berharga sehingga menjadikanku dewasa.

8) Kakak-kakakku Vivi Luthfiyanti, Firmansyah, dan Riza Umami yang telah banyak mengajarkan arti kehidupan. Terima kasih karena kalian menjadikan hidupku penuh warna.

9) Keponakanku terlucu dan tersayang Kayla, Hasya, dan Azzam yang selalu membuatku tertawa dan selalu membuatku rindu kalian.

10)Seluruh keluarga besar, terima kasih atas dukungan materil dan moril yang tidak ternilai harganya.

11)Teman-teman kelompok riset Yurilla, Hilya, Karina, Emi, Idha, dan Ridwan. Terima kasih atas waktu dan canda tawa kalian selama ini. Mari berjuang kawan.

12)Tut Wuri Handayani, yang selalu memberikan kejutan dan semangat yang tiada henti. Terimakasih atas perhatiannya selama ini.

13)Seluruh teman seperjuangan PSPD angkatan 2007. Keep spirit.

14)Fitri Kurnia Rahim dan teman-teman terdekat yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas support dan bantuan kalian.

Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Jakarta, 7 Oktober 2010


(7)

vii ABSTRAK

Nama : Lydia Amaliya Program Studi : Pendidikan Dokter

Judul : HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT TIMUR BULAN AGUSTUS 2010

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan fakor lingkungan dan sosial ekonomi terhadap kejadian diare di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur pada bulan Agustus 2010. Penelitian ini dilakukan terhadap 96 responden ibu-ibu yang memiliki balita dengan menggunakan desain analisis potong lintang, kemudian dilakukan analisis univariat dan bivariat. Analisis statistik menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan dari faktor sosial ekonomi tidak ada hubungan antara faktor pekerjaan ibu (p=0,816), dan jumlah anak (p=0,065) dengan kejadian diare di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. Namun, Penghasilan keluarga menunjukkan adanya hubungan terhadap kejadian diare di wilayah tersebut (p=0,001). Faktor lingkungan menunjukkan adanya hubungan antara sumber air bersih (p=0,033), jamban (p=0,023), dan limbah (p=0,001) terhadap kejadian diare. Kualitas air (p=0,271) dan sampah (0,426) tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian diare di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.

Disarankan pada petugas kesehatan agar memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang penggunaan sumber air bersih, jamban, dan pengelolaan limbah.

Kata kunci:


(8)

viii ABSTRACT

Name : Lydia Amaliya Study Program : Medical Education

Title : RELATIONSHIP BETWEEN THE ENVIRONMENT FACTORS AND ECONOMIC SOCIAL FACTORS WITH DIARRHEA CASE AT CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD IN KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT TIMUR IN AUGUST 2010

The purpose of this analytical study is to know the relationship between the environment factors and Economic social factors with diarrhea case at children under five years old in Kelurahan Pisangan Ciputat Timur in August 2010. This research was conducted on 96 women respondents who has children under five years old using cross-sectional analitical design, and then performed univariate and bivariate analysis. Statistic analyzed used chi square test. The result of this research showed from economic social there was not relationship between mother job (p=0,816), and number of children (p=0,065) with diarrhea case at children under five years old in Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. The family income showed there was relationship with diarrhea case in that place (p=0,001). The environment factors suggest a relationship between clean water sources (p = 0.033), latrine (p = 0.023), and waste (p = 0.001) on the incidence of diarrhea. However, from water quality (p = 0.271) and garbage (0.426) showed no relationship with incidence of diarrhea in Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. It is recommended to health care workers to provide counseling to the community about the use of clean water sources, latrines, and waste management.

Key words:


(9)

ix

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK... vii

ABSTRACT ……… viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... 2

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. LANDASAN TEORI .…………... 5

2.1.1. Definisi Diare ………... 5

2.1.2. Klasifikasi Diare ………... 5

2.1.3. Etiologi... 6

2.1.4. Epidemiologi... 7

2.1.5. Patofisiologi... 8

2.1.6. Manifestasi klinis ... 10

2.1.7. Dehidrasi ………. 10

2.1.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare ……… 12

2.1.9. Pencegahan diare ………. 12

2.1.10.Penatalaksanaan ……….. 13

2.2. Faktor Lingkungan Memperngaruhi Kejadian Diare ……….. 19

2.3. Faktor Sosial Ekonomi Mempengaruhi Kejadian Diare …………. 28

2.4. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ………. 31

2.5. DEFINISI OPERASIONAL ………... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Desain Penelitian ... 34

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

3.4. Kriteria Penelitian ... 35

3.5. Cara Kerja ... 36

3.6. Analisis Data ... 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 38

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ……….. 38

4.1.2. Keadaan Geografi ………... 38


(10)

x

……….

4.3.3. Gambaran Kejadian Diare ……… 42

4.3. Analisis Bivariat ………. 42

4.3.1. Faktor Sosial Ekonomi ……… 43

4.3.2. Faktor Lingkungan ……….. 46

4.4. Keterbatasan Penelitian ……….. 51

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1. Simpulan ... 52

5.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(11)

xi

Halaman Tabel 2.1. Derajat Keparahan Dehidrasi ... 11 Tabel 2.2. Kebutuhan oralit per kelompok umur (terapi A) ... 16 Tabel 2.3. Kebutuhan oralit berdasarkan umur dan berat badan ………… 16 Tabel 2.4. Kandungan yang terdapat dalam air yang ideal ……… 22 Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……… 38 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu, Penghasilan

Keluarga, dan Jumlah Anak ……….. 39

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Air Bersih, Kualitas Air, Jamban, Sampah, dan Limbah.

40 Tabel 4.4. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kejadian Diare …….. 42 Tabel 4.5. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Kejadian Diare …… 43 Tabel 4.6. Hubungan Antara Penghasilan Keluarga Dengan Kejadian

Diare ……….

44 Tabel 4.7. Hubungan Antara Jumlah Anak Dengan Kejadian Diare 45 Tabel 4.8. Hubungan Antara Sumber Air Bersih Dengan Kejadian Diare. 46 Tabel 4.9. Hubungan Antara Kualitas Air Dengan Kejadian Diare ……... 47 Tabel 4.10. Hubungan Antara Jamban Dengan Kejadian Diare ………….. 48 Tabel 4.11. Hubungan Antara Sampah Dengan Kejadian Diare …………. 49 Tabel 4.12. Hubungan Antara Pengelolaan Limbah Dengan Kejadian

Diare ………..


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Jalur Penularan Penyakit Melalui Tinja Manusia ... 24 Gambar 2.2. Kerangka Konsep ...31


(13)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare. Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 5,5%. (Juffrie M dan Mulyani NS, 2009)

Statistik di Amerika mencatat tiap tahun terdapat 20-35 juta kasus diare dan 16,5 juta diantaranya adalah balita. Angka kematian balita di negara berkembang akibat diare ini sekitar 3,2 juta setiap tahun. (Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (P2MPLP), 1999) Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota Assosiation South East Asia Nation (ASEAN). Penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang adalah diare. Sampai saat ini diare tetap sebagai child killer peringkat pertama di Indonesia. (Andrianto P, 1995; Warouw PS, 2002)

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2001, diare menduduki peringkat pertama penyebab kematian anak dengan persentasi sebesar 35%. Di Indonesia sendiri dapat ditemukan sekitar 60 juta penderita diare setiap tahunnya sekitar 70-80% dari penderitanya adalah anak di bawah lima tahun dengan masih tingginya angka kesakitan yang dilaporkan, yaitu 23,35 per 1000 penduduk pada tahun 1998 meningkat menjadi 26,13 per 1000 penduduk pada tahun 1999. (Profil Kesehatan Indonesia, 2004)

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak. Faktor-faktor


(14)

tersebut salah satunya adalah faktor lingkungan dan sosial ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian Yulisa (2008) yang melakukan penelitian di Kelurahan Kasongan Baru, Kalimantan Tengah, diketahui bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan, sumber air minum, kualitas fisik air minum, jenis jamban keluarga, serta tidak ada pengaruh jenis pekerjaan dengan kejadian diare pada anak balita. Sedangkan hasil penelitian Irianto dan kawan kawan diketahui bahwa faktor sosiodemografi yang mempengaruhi kejadian diare pada balita yaitu pendidikan orang tua, pekerjaan ibu dan umur anak balita merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi kejadian diare pada balita, sedangkan umur ibu tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita. (Irianto J dkk, 1996)

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik mengetahui hubungan antara lingkungan dan sosial ekonomi dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pisangan dengan mengambil data dari Posyandu di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah terdapat hubungan antara faktor lingkungan dan sosial ekonomi terhadap kejadian diare pada balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur pada bulan Agustus 2010?

1.3. Hipotesis

Hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1.3.1. Adanya hubungan antara keadaan lingkungan, yakni sumber air bersih, kualitas air, jamban, sampah dan pengelolaan limbah, dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur pada bulan Agustus 2010.

1.3.2. Adanya hubungan antara faktor sosial ekonomi yakni pekerjaan ibu, penghasilan keluarga, dan jumlah anak dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur pada bulan Agustus 2010.


(15)

1.4. Tujuan penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

 Mengetahui hubungan antara faktor lingkungan dan sosial ekonomi terhadap kejadian diare pada balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur . 1.4.2. Tujuan Khusus

 Mengetahui hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan kejadian diare di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.

 Mengetahui hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.

 Mengetahui hubungan antara jumlah anak dengan kejadian diare di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.

 Mengetahui hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian diare di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.

 Mengetahui hubungan antara kualitas air dengan kejadian diare di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.

 Mengetahui hubungan antara tempat pembuangan tinja (jamban) dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.

 Mengetahui hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.

 Mengetahui hubungan antara pengelolaan limbah dengan kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.

1.5. Manfaat penelitian 1.5.1. Bagi instansi terkait

Memberikan informasi bagi instansi terkait tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian diare pada balita sehingga dapat dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan dan penanggulangan diare di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.

1.5.2. Bagi masyarakat

Memberikan informasi tentang faktor lingkungan dan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kejadian diare pada balita sehingga


(16)

masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan kasus diare di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur.

1.5.3. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dasar dan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lain.


(17)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LANDASAN TEORI 2.1.1. Definisi Diare

Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja menjadi lembek sampai cair dan bertambahnya frekuensi buang air lebih dari biasanya (lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari). (Departemen Kesehatan RI, 1993)

Menurut Hippocrates diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair. Menurut WHO diare adalah buang air besar tiga kali atau lebih dalam sehari dengan atau tanpa disertai darah. Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya. (Suharyono, 2008)

2.1.2. Klasifikasi Diare

Rendle Short membuat klasifikasi berdasarkan ada atau tidaknya infeksi (Suharyono, 2008) :

a. Diare infeksi spesifik b. Diare non-spesifik.

Berdasarkan organ yang terkena infeksi :

a. Diare infeksi enteral atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus, parasit)

c. Diare infeksi parenteral (sistemik) atau diare karena infeksi di luar usus (otitis media, infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran urin dan lainnya).

Ellis dan Mitchell membagi diare pada bayi dan anak secara luas berdasarkan lamanya diare dibagi atas (Suharyono, 2008):

a. Diare akut : diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak. Diare karena infeksi usus dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang bayi umumnya disebut gastroenteritis infantil.


(18)

b. Diare kronik : umumnya bersifat menahun; di antara diare akut dan kronik disebut diare subakut.

2.1.3. Etiologi

Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan, efek obat, imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu.

a. Infeksi

Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan dan infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan. (Ngastiyah, 2005)

 Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.

 Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

 Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.

 Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis).

 jamur (Candida albicans).

 Infeksi parenteral (sistemik) : infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut (OMA), tonslitis atau tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun. (Mansjoer dkk, 2000, Asnil dkk, 2003)

b. Makanan

Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas, makanan yang mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap makanan tertentu seperti susu sapi akan terjadi malabsorbsi karbohidrat, disakarida, lemak, protein, vitamin dan mineral. (Mansjoer dkk, 2000, Asnil dkk, 2003)


(19)

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita. (Widjaja, 2002)

c. Imunodefisiensi

Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan respon imun normal.

Defisiensi imun terutama Secretory Immunoglobulin A (SigA) yang mengakibatkan berlipat gandanya bakteri, flora usus, jamur, terutama Candida. (Mansjoer dkk, 2000, Asnil dkk, 2003)

d. Terapi obat

Walaupun sebagian besar besar diare disebabkan oleh infeksi, namun diare juga dapat dipicu oleh pemakaian obat-obatan.

Obat-obat yang dapat menyebabkan diare diantaranya antibiotik dan antasida. (Mansjoer dkk, 2000, Asnil dkk, 2003)

e. Keadaan tertentu

Keadaan lain yang menyebabkan seseorang diare seperti gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf. (Mansjoer dkk, 2000, Asnil dkk, 2003)

Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar. (Widjaja, 2002)

2.1.4. Epidemiologi

Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada balita dari pada anak yang lebih besar. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fekal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar atau kontak langsung dengan tinja penderita. Prevalensi diare yang tinggi di negara berkembang merupakan kombinasi dari sumber air


(20)

yang tercemar dengan kekurangan protein yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh. (Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999)

Penurunan angka kejadian diare pada bayi di negara-negara maju erat kaitannya dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang sebagian disebabkan oleh kurangnya pencemaran minum anak dan sebagian lagi karena faktor pencegahan imunologik dari ASI. (Asnil dkk, 2003) Perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare antara lain, tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, dan tidak mencuci tangan sesudah buang air besar. (Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999)

2.1.5. Patofisiologi a. Proses sekretorik

Proses ini terjadi karena dihasilkannya enterotoksin oleh kuman, zat metabolik, atau sumber toksin dari luar. Enterotoksin merangsang sekresi air dan elektrolit oleh sel-sel kripta dari mukosa usus halus. Proses tersebut melalui pengaktifan adenyl siklase dan peningkatan sekresi aktif cairan dan elektrolit dari sel kripta ke lumen usus halus. Proses ini juga melibatkan prostaglandin. Dengan mekanisme yang belum jelas, Enterotoksin juga menghambat reabsorpsi cairan dan elektrolit oleh sel-sel villi usus halus. Proses ini terjadi pada infeksi oleh

Vibrio cholera, Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), Shigella stadium awal, Clostridium sp, Salmonella sp, Campylobacter sp, dan Staphylococcus sp.

Gejala-gejalanya: diare disertai dengan muntah, tidak ada demam, dan cepat menyebabkan dehidrasi. Diare yang disebabkan oleh ETEC berlangsung lebih singkat dibandingkan kolera, sehingga penggunaan antibiotik tidak atau kurang berguna. Infeksi karena ETEC biasanya berlangsung selama 2-3 hari. (Garnadi Y,dkk, 2000)


(21)

b. Proses invasif

Pada proses ini ditandai dengan terjadinya kerusakan atau destruksi sel-sel mukosa villi usus halus, sering disebabkan oleh invasi virus. Setelah sel mengalami lisis, vili memendek sehingga luas permukaan untuk absorbsi berkurang. Selain itu infeksi Rotavirus dapat meningkatkann aktivitas enzim laktase dan disakaridase, sehingga menyebabkan gangguan penyerapan disakarida. Sementara itu sel kripta yang berfungsi sekretorik tidak banyak terganggu, dengan demikian hasil akhir adalah penurunan absorbsi dan sekresi relatif bertambah sehingga terjadi diare yang bersifat cair. (Garnadi Y,dkk, 2000)

c. Proses osmotik

Diare osmotik disebabkan oleh adanya bahan non-absorbsi di traktus gastrointestinal. Proses ini sering terlihat pada sindrom malabsorbsi, meskipun sebenarnya secara fungsional terjadi pula pada diare karena proses sekretorik dan invasif yang mana terdapat penurunan kemampuan absorbsi cairan dan nutrien secara normal. Sindrom malabsorbsi yang paling sering adalah intoleransi laktosa.

Mekanisme diare osmotik karena malabsorbsi terjadi peningkatan tekanan osmotik lumen usus sehingga cairan tertarik dari intraselular ke ekstraselular. Gejalanya : demam, pantat merah, perut kembung (distensi abdomen), tinja asam, dan diare encer. (Garnadi Y,dkk, 2000)

d. Proses disenterik

Pada proses ini terjadi peradangan pada mukosa dari ileum terminal dan usus besar. Peradangan ini sering akibat invasi bakteri patogen, udem mukosa, perdarahan, dan infiltrasi leukosit. Absorbsi cairan, yang merupakan fungsi utama usus besar dapat menurun. Iritasi pada usus besar dapat menyebabkan peningkatan frekuensi defekasi dan sering disertai tenesmus. Bakteri yang sering menjadi penyebab adalah Shigella sp, Salmonella sp, Campylobacter jejuni, dan beberapa jenis E.coli (ETEC).(Garnadi Y,dkk, 2000)


(22)

2.1.6. Manifestasi klinis

Mula-mula anak balita menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Anak-anak yang tidak mendapatkan perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada keadaan-keadaan seperti dehidrasi, gangguan keseimbangan asam-basa, hipoglikemia, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi. (Asnil dkk, 2003)

2.1.7. Dehidrasi

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air. Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan berat badan.


(23)

Klasifikasi Keparahan Dehidrasi pada Anak-anak dengan Diare Tabel 2.1. Derajat Keparahan Dehidrasi

Klasifikasi Tanda atau gejala Tata laksana Dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih dari

tanda-tanda berikut:

 Letargis atau tidak sadar

 Mata cekung

 Tidak bisa minum atau malas minum

 Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat

 Jika tidak ada klasifikasi berat lainnya: beri cairan untuk dehidrasi berat (rencana terapi C)

 Jika anak juga

mempunyai klasifikasi berat lainnya :

- Rujuk segera dan selama dalam perjalanan ibu diminta terus member larutan oralit sedikit demi sedikit.

- Anjurkan ibu agar tetap member ASI.

 Jika ada kolera di daerah tersebut, beri obat antibiotik untuk kolera. Dehidrasi

ringan/sedang

Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :

 Gelisah, rewel, atau mudah marah

 Mata cekung

 Haus, minum

dengan lahap

 Cubitan kulit perut kembalinya lambat

 Beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi B

 Jika anak juga

mempunyai klasifikasi berat lainnya :

- Rujuk segera ke rumah sakit dan selama dalam perjalanan ibu diminta terus member larutan oralit sedikit demi sedikit.

- Anjurkan ibu agar tetap member ASI.

 Nasihati ibu kapan harus kembali segera.

 Kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan.

Tanpa dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda  Beri cairan dan makanan sesuai rencana terapi A.

 Nasihati ibu tentang kapan harus kembali segera.

 Kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan.


(24)

2.1.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare

Kejadian diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu gizi, kepadatan penduduk, sosial ekonomi, perilaku, dan kesehatan lingkungan.

a. Faktor Gizi

Interaksi diare dan gizi merupakan lingkaran setan, karena diare menyebabkan gizi kurang dan gizi kurang dapat memperberat diare. Pengobatan dengan makanan yang tepat dan cukup terhadap penderita diare merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah. Defisiensi zat makanan dan cairan pada penderita diare harus segera diatasi. Terdapat banyak bukti nyata bahwa pemberian makanan yang tepat dan cukup dapat mempercepat proses penyembuhan selama dan sesudah menderita diare. (Arifin Z, 2001)

b. Faktor Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi tingkat partisipasi aktif dalam melaksanakan upaya pelayanan masyarakat, misalnya meningkatkan fasilitas kesehatan lingkungan, meningkatkan status gizi masyarakat yang merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di masyarakat. Selain itu misalnya berpenghasilan rendah pada umumnya mempunyai keadaan sanitasi yang buruk dan kebersihan perorangannya juga buruk. (Arifin Z, 2001)

c. Faktor Kesehatan Lingkungan

Melalui faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya tahannya terhadap penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit. Penyakit-penyakit tersebut seperti diare, kolera, campak, demam berdarah dengue, difteri, pertusis, malaria, influenza, hepatitis, tifus dan lain-lain yang dapat ditelusuri determinan-determinan lingkungannya. (Arifin Z, 2001)

2.1.9. Pencegahan diare

Tindakan dalam pencegahan diare ini antara lain dengan perbaikan keadaan lingkungan, seperti penyediaan sumber air minum yang bersih,


(25)

penggunaan jamban, pembuangan sampah pada tempatnya, sanitasi perumahan dan penyediaan tempat pembuangan air limbah yang layak. Perbaikan perilaku ibu terhadap balita seperti pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun, perbaikan cara menyapih, kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas, membuang tinja anak pada tempat yang tepat, memberikan imunisasi campak. (Andrianto P, 1995) Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat. (Notoadmodjo, 2007)

2.1.10. Penatalaksanaan

a. Prinsip penatalaksanaan diare akut 1. Rehidrasi

Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernapasan dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing anak atau golongan umur. (Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999)

2. Nutrisi

Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni, pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama, makanan cukup energi dan protein, makanan tidak merangsang, makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna dan makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup. Khusus untuk penderita diare karena


(26)

malabsorbsi diberikan makanan sesuai dengan penyebabnya, antara lain : malabsorbsi lemak berikan trigliserida rantai menengah, intoleransi laktosa berikan makanan rendah atau bebas laktosa, parenteral nutrisi dapat dimulai apabila ternyata dalam 5-7 hari masukan nutrisi tidak optimal. (Suandi IKG, 1999)

3. Medikamentosa

Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, atau opium. Sedangkan adsorben seperti Norit, kaolin, atau atapulgit. Anti muntah termasuk prometazin dan klorpromazin. (Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999)

b. Rencana pengobatan

Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi tiga, yakni rencana pengobatan A, B dan C.

1. Rencana pengobatan A

Digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare di rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair, atau air matang. (Myrnawati, 2004)

a. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

 Jelaskan kepada ibu :

- Pada bayi muda pemberian ASI merupakan cara pemberian cairan tambahan yang utama.

- Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.

- Jika anak memperoleh ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang sebagai tambahan.

- Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan berikut ini : oralit, larutan gula garam, cairan makanan (kuah sayur, atau air tajin) atau air matang.


(27)

Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika :

- Anak telah diobati dengan rencana terapi B atau C dalam kunjungan ini.

- Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah.

 Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.

 Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari:

- Sampai umur 2 tahun 50 sampai 100 ml setiap kali buang air besar

- 2 tahun atau lebih 100 sampai 200 ml setiap kali buang air besar

Katakan kepada ibu :

- Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk atau cangkir atau gelas.

- Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat.

- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

b. Berikan suplemen zink

 Jelaskan kepada ibu berapa banyak zink yang diberikan

- Sampai usia 6 bulan ½ tablet (10 mg) per hari untuk 10-14 hari.

- Satu tablet (20 mg) per hari diberikan pada bayi ≥ 6 bulan

 Tunjukkan kepada ibu bagaimana memberikan suplemen zink - Untuk bayi, tablet dapat dilarutkan dengan sedikit air

matang, ASI, atau oralit.

- Untuk anak, tablet dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.


(28)

d. Kapan harus kembali. (WHO, 2005 ; Depkes, 2006) Tabel 2.2. Kebutuhan oralit per kelompok umur Umur Jumlah oralit yang diberikan tiap BAB < 12 bulan 50-100 ml

1-4 tahun 100-200 ml ≥ 5 tahun 200-300 ml Dewasa 300-400 ml

Dikutip dan di modifikasi dari Myrnawati. Buku Ajar Epidemiologi. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FKUI. 2004.

2. Rencana pengobatan B

Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan sedang, dalam 3 jam pertama, berikan 75 ml/KgBB. (Myrnawati, 2004)

Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam. a. Tentukan jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama.

Tabel 2.3. Kebutuhan oralit berdasarkan umur dan berat badan Umur * Sampai 4

bulan

4 -12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun

Berat badan

< 6 kg 6 - < 10 kg 10 - <12 kg 12 – 19 kg

Dalam ml 200 – 400 400 – 700 700 – 900 900 – 1400 *Digunakan umur hanya bila berat badan anak tidak diketahui. Jumlah oralit yang diperlukan (dalam ml) dapat dihitung dengan cara berat badan (dalam kg) dikalikan 75.

- Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman di atas berikan.

- Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menetek, berikan juga 100-200 ml air matang sampai periode ini.

b. Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan oralit:

 Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir atau mangkuk atau gelas.

 Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat.


(29)

 Lanjutkan ASI selama anak mau. c. Setelah 3 jam :

 Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.  Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.  Mulailah memberi makan jika anak berumur 6 bulan atau lebih,

ketika masih di klinik.

 Jika bayi berumur kurang dari 6 bulan, lanjutkan pemberian ASI selama bayi mau.

d. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :  Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah.

 Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan di rumah untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.

 Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi. Juga beri 6 bungkus sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A.

 Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah : - Berikan cairan tambahan

- Berikan suplemen zink - Lanjutkan pemberian makan

- Kapan harus kembali. (WHO, 2005 ; Depkes, 2006)

3. Rencana pengobatan C

Ikuti tanda panah. Jika jawaban “Ya”, lanjutkan ke kanan. Jika “tidak”, lanjutkan ke bawah. (WHO, 2005 ; Depkes, 2006)


(30)

Dapatkah saudara segera memberikan cairan intravena

Tidak

Ya

Apakah ada fasilitas pemberian cairan intravena yang terdekat (dalam 30 menit)

Tidak

Ya Apakah saudara telah

dilatih menggunakan pipa nasogastrik untuk rehidrasi

Tidak

Apakah anak masih bisa minum

Rujuk segera untuk pengobatan IV/NGT

Ya

Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan ringer laktat (jika tidak tersedia, gunakan NaCl) yang dibagi sebagai berikut:

Umur Pemberian pertama

30 ml/kg selama:

Pemberian berikut 70 ml/kg selama : Bayi

(dibawah umur 12 bulan)

1 jam* 5 jam

Anak (12 bulan – 5 tahun)

30 menit* 2 ½ jam

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba

 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan intravena lebih cepat.

 Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum : biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)

 Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, C ) untuk melanjutkan pengobatan.

 Rujuk segera untuk pengobatan intravena.

 Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan.

 Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut : beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)

 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:

Jika anak muntah terus menerus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat. Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena.

 Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A,B,atau C) untuk melanjutkan pengobatan.

Catatan: Jika mungkin, amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah rehidrasi untuk meyakinkan bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi dengan pemberian larutan oralit peroral


(31)

2.2. Faktor Lingkungan Memperngaruhi Kejadian Diare

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah – masalah lain di luar kesehatan sendiri.

2.2.1. Pengertian

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata maupun abstrak, termasuk suasana yang terbentuk karena interaksi di antara elemen-elemen tesebut. (Soemirat J, 2002) Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lainnya. (UU RI tahun 1997) Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula. (Notoatmodjo, 2003)

2.2.2. Klasifikasi Lingkungan

 Lingkungan fisik : yaitu lingkungan alami yang terdapat di sekitar manusia, misalnya panas, sinar, udara, air, radiasi, atmosfer dan tekanan. Contoh : Pencemaran udara di perkotaan, terutama di kota besar akan dapat menyebabkan penyakit pada saluran pernapasan.  Lingkungan biologis: dalam hubungannya dengan penyakit,

lingkungan biologi dapat dibagi dalam beberapa hal :  Agen penyakit yang infeksius

 Reservoir (manusia atau binatang)

 Vektor pembawa penyakit (lalat, nyamuk)

 Lingkungan non fisik : yaitu lingkungan yang muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, yang bersifat dinamis, misalnya lingkungan sosial, ekonomi dan budaya.

2.2.3. Pengaruh lingkungan terhadap timbulnya penyakit

1. Sebagai faktor penunjang terjadinya penyakit atau predisposing factor. 2. Sebagai penyebab langsung timbulnya penyakit.

3. Sebagai media transmisi penyakit, misalnya air dapat menjadi media penyebaran penyakit kolera.


(32)

4. Sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit.

Masalah kesehatan lingkungan utama di negara-negara yang sedang berkembang adalah penyediaan air minum, tempat pembuangan kotoran, pembuangan sampah, perumahan dan pembuangan air limbah. (Notoatmodjo, 2003)

 Air Bersih

Air digunakan oleh manusia untuk keperluan sehari-hari seperti minum, mandi, cuci, kakus, dan sebagainya. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum, termasuk untuk masak, air harus mempunyai persyaratan khusus agar tidak menimbulkan penyakit pada manusia. (Soemirat J, 2002)

Air bersih merupakan kebutuhan asasi manusia untuk kelangsungan hidupnya dan merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang kesehatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyediaan air bersih yang berkaitan dengan kejadian diare adalah:

- Tercukupi dari segi kuantitas baik untuk mandi, mencuci, maupun memasak dan air minum.

- Hindari wadah tempat penampungan air kontak langsung dengan tanah, jauh dari sumber pencemaran kotoran hewan atau lainnya, serta jauh dari tempat anak-anak bermain.

- Tidak memasukkan jari atau tangan kotor ke dalam wadah tempat penampungan air bersih tapi gunakanlah gayung atau cangkir bila hendak mengambil air, tapi bila sudah selesai hendaklah gayung diletakkan dengan cara telungkup.

- Air untuk keperluan memasak hendaklah ditutup di dalam suatu wadah agar tidak masuk kotoran. Tercukupi dari segi kuantitas, baik untuk mandi, mencuci, maupun memasak dan air minum serta hindari kontak bak penampungan agar tidak tercemar. (Rahmah S, 2007)


(33)

Air bersih yang sehat harus memenuhi persyarata Peraturan Menteri Kesehatan No 416/MENKES/PER/IX/1990:

1.Syarat Fisik :  Jernih

 Tidak berwarna  Tidak berasa  Tidak berbau

 Temperatur tidak melebihi suhu udara. 2. Syarat Kimia :

 Tidak mengandung unsur kimia yang bersifat racun.

 Tidak mengandung zat yang menimbulkan gangguan kesehatan. 3. Syarat Bakteriologis :

Tidak mengandung kuman parasit, atau kuman patogen, air tidak mengandung bakteri E.coli yang melampaui batas yang ditentukan, yaitu kurang dari 4 kuman setiap 100 cc air.

4. Syarat Radioaktif :

Tidak mengandung sinar alfa, ataupun sinar gama.

Tidak mencukupinya kebutuhan air bersih akan menyebabkan masyarakat menggunakan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Hal ini memudahkan masuknya kuman penyakit dan terkontaminasinya makanan yang akan dikonsumsi masyarakat. Keluarga yang menggunakan air dari sumber air yang bersih dan handal, menunjukkan angka kejadian diare yang lebih sedikit daripada keluarga yang tidak mendapatkan air bersih. (Arifin Z, 2001)

Jenis air yang dikaitkan dengan sumber atau asalnya, dibedakan menjadi : 1. Air hujan dan embun yaitu air yang diperoleh dari udara atau angkasa

karena terjadi proses presipitasi dari awan, atmosfir yang mengandung air.

Air hujan tidak mengandung kalsium, oleh karena itu agar dapat dijadikan air yang sehat perlu ditambahkan kalsium di dalamnya.


(34)

2. Air permukaan tanah, dapat berupa air yang tergenang atau air yang mengalir, misalnya danau, sungai, dan laut.

Menurut asalnya, sebagian air sungai dan air danau ini juga dari air hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau danau ini. Air sungai dan danau ini sudah tercemar atau terkontaminasi oleh berbagai macam kotoran, maka apabila akan dijadikan air minum harus diolah terlebih dahulu.

3. Air tanah yaitu air permukaan yang meresap ke dalam tanah sehingga telah mengalami penyaringan oleh tanah, batu-batuan maupun pasir. Air tanah dapat juga menjadi air permukaan.

Masing-masing jenis sumber air tersebut secara alamiah memiliki karakteristik kualitas air tersendiri, hal ini terjadi karena kualitas air sangat dipengaruhi oleh keadaan alam tempat air tersebut berada dan kondisi tempat-tempat lain yang dilaluinya. Sumber air yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia, pada umumnya diambil dari air permukaan dan air tanah, karena ditinjau dari potensi kuantitas dan kualitasnya kedua sumber air ini paling baik. Perusahaan air minum pemerintah pada umumnya menggunakan air sungai sebagai air baku, karena dari segi kuantitas potensinya cukup besar, sementara masyarakat yang tidak memperoleh air dari PAM, mendapatkan air bersih dari sumber air tanah. (Notoatmodjo, 2003)

Tabel 2.4. Kandungan yang terdapat dalam air yang ideal Jenis bahan Kadar yang dibenarkan

Flour (F) 1-1,5

Chlor (Cl) 250

Arsen (As) 0,05

Tembaga (Cu) 1,0

Besi (Fe) 0,3

Zat organik 10

pH (keasaman) 6,5-9,0

CO2 0

Dikutip dari Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.


(35)

Di Indonesia, sumber air utama bagi rumah tangga adalah (Notoatmodjo S, 2003) :

1. Sumur Gali (SGL)

2. Air Leding (Perpipaan / PAM) 3. Sumur Pompa Tangan (SPT) 4. Penampungan Air Hujan (PAH) 5. Perlindungan Mata Air (PMA) 6. Sungai

Pada daerah permukiman padat hampir tidak mungkin untuk mendapatkan air bersih dari sumur pompa tangan, apalagi sumur dangkal, karena hampir tidak mungkin untuk memperoleh jarak aman antara sumber air minum dengan limbah rumah tangga. Sekurang-kurangnya ada 39 penyakit yang bersumber pada masalah air minum, antara lain diare, kolera, disentri dan lain-lain. (Notoatmodjo S, 2003)

 Sumur yang memenuhi syarat kesehatan

o Letak sumur minimal 10 meter dari jamban untuk mencegah

tercemarnya sumber air dari kotoran.

o Dinding sumur 3 meter untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.

Bagian atas harus dibuat dari tembok kedap air.

o Kira-kira 1,5 meter ke bawah berikutnya terbuat dari tembok yang

tidak disemen agar dinding tidak runtuh.

o Dasar sumur dilapisi dengan kerikil agar air menjadi jernih.

o Di sekeliling bibir sumur dibuat tembok ke atas kira-kira 1 meter agar tercegah dari air yang tercemar di sekitarnya dan untuk menjaga keselamatan pengguna sumur.

o Tanah di sekitar sumur sebaiknya disemen kira-kira 1,5 meter, dan

dibuat miring serta tepinya dibuat saluran agar air yang telah tercemar tidak kembali ke tanah.


(36)

o Akan lebih baik bila air sumur diambil dengan pompa. (Notoatmodjo

S, 2003)

 Pengaruh air terhadap kesehatan

o Pengaruh tidak langsung karena adanya bahan-bahan yang dapat mencemarkan air sehingga akan merusak ekosistem air itu sendiri misalnya zat kimia organik yang dibutuhkan mikroba dalam metabolismenya. Proses tersebut membutuhkan oksigen sehingga oksigen dalam air akan berkurang jumlahnya dan merusak kehidupan di dalam air tersebut.

o Pengaruh langsung seperti zat-zat kimia yang persisten seperti

detergen yang tidak dapat diuraikan akan terjadi akumulasi di dalam tubuh dan zat radioaktif yang dalam jumlah banyak akan menimbulkan gangguan pada kesehatan. (Notoatmodjo S, 2003)

 Pembuangan kotoran manusia

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh seperti tinja, air seni dan CO2. Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain : tifus, diare, disentri, kolera, bermacam-macam cacing seperti cacing gelang, kremi, tambang, pita, dan schistosomiasis.

Syarat membangun jamban yang sehat antara lain: - Tidak mengotori tanah permukaan

- Tidak mengotori air permukaan - Tidak mengotori air tanah

- Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh lalat untuk bertelur atau berkembang biak

- Kakus harus terlindung atau tertutup

- Tidak menyebarkan bau, aman digunakan, mudah dibersihkan dan tersedia alat pembersih yang cukup. (Notoatmodjo, 2003)


(37)

Gambar 2.1. Jalur Penularan Penyakit Melalui Tinja Manusia

Dikutip dari Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari : rumah kakus, lantai kakus, sebaiknya semen, slab, closet tempat feses masuk, pit sumur penampungan feses atau cubluk, bidang resapan, bangunan jamban ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih. (Notoatmodjo, 2007)

Jenis kakus antara lain :

1. Jamban Cemplung, kakus (Pit Latrine)

Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5 – 4 meter, dapat dibuat dari bambu, dinding bambu, dan atap daun kelapa ataupun dari padi. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 25 meter.

2. Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilasi Improved Pit Latrine = VIP Latrine)

Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa.

3. Jamban Empang (Fishpond Latrine)

Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja, demikian seterusnya.

tinja

air

tangan

lalat

tanah

makanan, minuman, sayur-sayuran dsb

mati

Pejamu


(38)

4. Jamban Pupuk (The Compost Privy)

Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal galiannya. Di samping itu jamban ini juga utuk membuang kotoran binatang dan sampah, serta daun-daunan.

5. Septic Tank

Jenis ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan. Oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini yang dianjurkan. Septic tank

terdiri dari sedimentasi yang kedap air, dimana tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Dalam tanah ini tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses yakni proses kimiawi dan proses biologis. (Notoatmodjo S, 2007)

 Pembuangan sampah

Sampah adalah sebagian dari benda atau barang yang berwujud padat, yang dianggap tidak digunakan, tidak dipakai atau tidak diinginkan lagi oleh pemakai, yang umumnya adalah hasil dari kegiatan manusia yang bukan hasil biologis, dan perlu dibuang agar tidak mengganggu kelangsungan hidupnya. (Myrnawati, 2004)

Jenis- jenis sampah antara lain:

- Berdasarkan zat kimia yakni sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya: logam atau besi, pecahan gelas, plastik. Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa makanan, daun-daunan, atau buah-buahan. - Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar yakni sampah yang mudah

terbakar, misalnya kertas, karet, kayu, plastik, dan sebagainya. Sampah yang tidak dapat terbakar misalnya kaleng, besi, gelas, dan sebagainya. - Berdasarkan karakteristik sampah yakni garbage (hasil pengolahan

makanan), rabish (berasal dari perkantoran), ashes (abu), sampah jalanan, sampah industri, bangkai binatang, bangkai kendaraan dan sampah pembangunan.


(39)

Cara pengolahan sampah antara lain sebagai berikut: 1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak mudah rusak, harus tertutup rapat, ditempatkan di luar rumah. Pengangkutan dilakukan oleh dinas pengelola sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).

2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah

Dilakukan dengan berbagai cara yakni, ditanam (landfill), dibakar

(inceneration), dijadikan pupuk (composting). (Notoatmodjo S, 2003)

 Air limbah

Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, tifus, media berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, tempat berkembangbiaknya nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas manusia, karena bekerja tidak nyaman. (Notoatmodjo S, 2003)

Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak mengkontaminasi sumber air minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak mencemari air mandi, air sungai, tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka kena udara luar sehingga baunya tidak mengganggu. (Notoatmodjo S, 2003)


(40)

1. Penampungan tertutup di pekarangan yaitu penampungan limbah rumah tangga yang berupa lubang (biasanya tepinya di semen dan diberi penutup).

2. Penampungan terbuka di pekarangan yaitu penampungan limbah rumah tangga yang berupa lubang namun tidak diberi penutup.

3. Penampungan di luar pekarangan yaitu penampungan limbah rumah tangga yang berupa lubang baik ditutup maupun tidak tetapi terletak di luar pekarangan.

4. Tanpa penampungan atau langsung ke got yaitu jika air limbah rumah tangga disalurkan atau dibuang langsung ke selokan (got) atau sungai atau waduk atau laut tanpa memperhatikan ada tidaknya bak penampungan. (Badan Pusat Statistik, 2009)

2.3. Faktor Sosial Ekonomi Mempengaruhi Kejadian Diare

Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder. (Soetjiningsih, 2004)

Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet, maupun miskin pendidikan. Sehingga anak yang miskin memiliki angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi untuk hampir semua penyakit. Frekuensi relatif anak dari orang tua yang berpenghasilan rendah 2 kali lebih besar menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR), 3 kali lebih tinggi resiko imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi menyebabkan kematian anak karena penyakit dibanding anak yang orangtuanya berpenghasilan cukup. (Suharyono, 2008)


(41)

Secara individual, kemiskinan adalah suatu keadaan rumah tangga dimana penghasilan rumah tangga tersebut dalam kurun waktu tertentu akan habis dikonsumsi atau untuk pengeluaran agar keluarganya dapat bertahan untuk hidup. Faktor ekonomi sosial mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak punya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu, faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare. (Suharyono, 2008)

1. Jenis pekerjaan

Pekerjaan adalah simbol status seseorang di masyarakat. Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. (Friedman, 2004)

Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial, pendidikan, status sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah kesehatan dalam suatu kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan risiko dan determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi bekerja. (Widyastuti P, 2005)

2. Pendapatan

Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun hasil sendiri. Sedangkan menurut Bayu Wijayanto, pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja. Pendapatan sebagai faktor ekonomi mempunyai pengaruh terhadap konsumsi pangan.(Alhidayad, 2007)

Semakin tinggi pendapatan keluarga maka persentase pendapatan yang dialokasikan untuk pangan semakin sedikit, dan semakin rendah pendapatan keluarga maka persentase pendapatan yang dialokasikan untuk pangan semakin


(42)

tinggi. Hal ini dikarenakan semua hasil pendapatan digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan. Jika terjadi kenaikan pendapatan, maka yang dibeli akan lebih bervariasi atau berubah. Mereka yang mempunyai pendapatan sangat rendah cenderung akan membeli karbohidrat, sementara yang lebih mampu akan cenderung membeli makanan lain seperti protein dan vitamin. (Alhidayad, 2007)

3. Jumlah anak

Penduduk Indonesia tahun 2000 yang semula diperkirakan akan mencapai sekitar 275 juta jiwa, ternyata dengan BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dan bantuan jajaran pembangunan lainnya telah berhasil membantu keluarga Indonesia menghasilkan penduduk yang jumlahnya hanya sekitar 206 juta jiwa saja. Keberhasilan itu adalah karena tingkat fertilitas atau tingkat kelahiran yang biasanya setiap keluarga melahirkan sekitar 6 anak, telah berhasil diturunkan lebih dari 50 persen, sehingga setiap keluarga hanya melahirkan kurang dari 3 orang anak. Dalam waktu yang bersamaan tingkat kematian bayi dan anak juga turun drastis. Dengan jumlah anak yang jauh lebih sedikit dan lebih sehat para orang tua dapat memberi perhatian yang lebih tinggi dan lebih mampu untuk menyekolahkan anak-anak itu ke sekolah pilihannya. (Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2009)

Gerakan Keluarga Berencana yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak Pelita I merupakan program yang secara langsung diarahkan untuk mengatasi masalah pertumbuhan penduduk di Indonesia. Gerakan Keluarga Berencana bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran. Nilai dan jumlah anak sangat mempengaruhi dalam mencapai terwujudnya NKKBS dimana salah satu Norma dalam NKKBS adalah norma tentang jumlah anak yang sebaiknya dimiliki yaitu 2 anak cukup, dan laki-laki atau perempuan sama saja. (Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2009)

Dengan program Keluarga Berencana yang dilaksanakan secara intensif selama 20 tahun untuk membudayakan NKKBS, maka diharapkan terjadi perubahan pola pikir masyarakat dimana mendidik dan memelihara anak jauh


(43)

lebih penting daripada menambah jumlah anak. (Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2009)

2.4. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

2.5. DEFINISI OPERASIONAL

No Variabel

Dependen Definisi Alat Ukur Cara Ukur

Skala

Ukur Hasil Ukur

1 Diare Buang air besar tiga kali atau

lebih dalam sehari dengan atau tanpa disertai darah.

Kuesioner wawancara Nominal 0= Tidak pernah

1= diare

No Variabel

Independen Definisi

Alat

Ukur Cara Ukur

Skala

Ukur Hasil Ukur

1

Lingkungan :

Masalah kesehatan

lingkungan utama di negara-negara yang sedang berkembang adalah penyediaan air minum, tempat pembuangan kotoran, pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah

Kuesioner Wawancara

a. Sumber air bersih

Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan kriteria:

Kuesioner Wawancara Nominal 0 = air tanah

1= air permukaan Sumber Air bersih Jamban Sampah Faktor lingkungan Pendapatan Faktor sosial Pekerjaan Kejadian diare Limbah Jumlah anak Kualitas air


(44)

1. air sumur 2. pompa 3. sungai 4. PAM

Dekelompokkan menjadi air tanah (1 dan 2) dan air permukaan (3 dan 4) b. Kualitas air keadaan air responden yang

dinilai dari kepemilikan air, akses sepanjang tahun, dan kebersihan air.

Kuesioner Wawancara Ordinal 0 = kurang

1 = baik

c. Limbah keadaan limbah rumah

tangga responden yang dinilai dari tempat

penampungan air limbah dan saluran pembuangan air limbah

Kuesioner Wawancara Ordinal

0 = kurang 1 = baik

d. Sampah keadaan sampah rumah

tangga responden yang dinilai dari kepemilikan tempat pembuangan sampah, serta tempat

pengumpulan/penampungan sampah rumah tangga di luar rumah

Kuesioner Wawancara Ordinal 0 = kurang

1 = baik

e. Jamban Macam tempat buang air

besar yang digunakan keluarga

termasuk balita untuk membuang tinja.

keadaan jamban responden yang dinilai dari kepemilikan septic tank, serta jarak septic tank dengan sumur / sumber air

Kuesioner Wawancara

Nominal

0 = jamban tidak sehat

1 = jamban sehat

2. Sosial ekonomi Gambaran tentang keadaan seseorang (responden) yang ditinjau dari segi pekerjaan, pendapatan dan jumlah anak.

Kuesioner Wawancara

a. Pekerjaan Kegiatan rutin yang dilakukan dalam upaya mendapatkan penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.

a. Ibu rumah tangga b. Karyawan c. Guru

d. Bidan/ petugas kesehatan e. Wiraswata

f. Lain-lain.

Dikelompokkan menjadi tidak bekerja (a) dan bekerja (b,c,d,e,dan f)

Kuesioner wawancara Nominal 0 =Tidak bekerja


(45)

b.Pendapatan pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja.

Tingkat penghasilan

dikelompokkan menurut rata-rata pendapatan pekerja perbulan perprovinsi menurut Biro Pusat Statistik Agustus 2006 dan 2007 untuk Provinsi Banten menjadi:

a. Rendah: < Rp. 1.074.485 b. Sedang: antara Rp. 1.074.485 – Rp. 1.202.749 c. Tinggi: > Rp. 1.202.749

Kuesioner Wawancara Ordinal 0 = Rendah

1 = Sedang 2 = Tinggi

c. Jumlah anak Nilai dan jumlah anak sangat mempengaruhi dalam mencapai terwujudnya NKKBS dimana salah satu Norma dalam NKKBS adalah norma tentang jumlah anak yang sebaiknya dimiliki yaitu 2 anak cukup.

Kuesioner Wawancara Ordinal 0 = >2


(46)

(47)

34 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Disain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei analitik, dengan pendekatan cross sectional yang merupakan dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek melalui pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. (Notoatmodjo, 2005) Dalam penelitian ini yaitu menganalisis faktor risiko yang berupa lingkungan dihubungkan dengan faktor efek yaitu kejadian diare pada balita.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di posyandu-posyandu yang ada di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. Adapun posyandu yang dijadikan sebagai tempat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Posyandu Mawar 2. Posyandu Kenanga

3. Posyandu Wijaya Kusuma 4. Posyandu Peruri

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

 Populasi target adalah seluruh ibu-ibu yang memiliki anak berusia 1-5 tahun.

 Populasi terjangkau adalah ibu-ibu balita yang berkunjung ke Posyandu Kelurahan Pisangan.

3.3.2. Sampel

 Sampel adalah ibu-ibu yang memiliki anak balita berusia 1 – 5 tahun.


(48)

 Teknik pengambilan sampel dengan metode Non Random (Non Probability) Sampling dengan teknik quota sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara quotum atau jatah.

 Besar Sampel

Untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut:

(zα)2 P.Q d2

Keterangan: n : jumlah sampel

P : keadaan yang akan dicari = 0.05

d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0.1 α : tingkat kemaknaan = 1.96

Q: 1 – P = 1 – 0.05 = 0.95

(1.96)2 . 0,5 . 0,5 (0,1)2

n = 96

Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan adalah 96 subjek.

3.4. Kriteria Penelitian 3.4.2. Kriteria Inklusi

 Ibu-ibu yang mempunyai anak usia 1 – 5 tahun.

 Ibu-ibu yang tinggal di Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur. 3.4.3. Kriteria Eksklusi

 Ibu-ibu yang tidak bersedia untuk di wawancara.

 Ibu-ibu yang mempunyai anak di bawah usia 1 tahun atau di atas 5 tahun.

n =


(49)

3.5. Cara Kerja 3.5.1. Variabel

Variabel terikat atau dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare akut pada anak balita. Variabel bebas atau independen yakni lingkungan (sumber air bersih, kualitas air, jamban, sampah, dan limbah) dan ekonomi sosial (jenis pekerjaan ibu, penghasilan keluarga, dan jumlah anak).

3.5.2. Pengumpulan Data

Penelitian ini akan dilaksanakan bila telah memperoleh persetujuan setelah penjelasan atau informed consent dari subjek penelitian. Data dikumpulkan denga cara menyebarkan kuesioner.

3.5.3. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS for window. Langkah awal dimulai dengan editing, coding, data entry, dan dilanjutkan dengan tabulasi. Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari tiap variabel yang diteliti, yaitu variabel dependen dan independen, akan digunakan analisis bivariat. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.

3.6. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. 3.6.1. Analisis univariat

Analisa univariat digunakan untuk mengetahui gambaran atau distribusi frekuensi dan proporsi dari masing-masing variabel yang diamati, baik variabel independen maupun variabel dependen.

3.6.2. Analisis bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara setiap variabel independen dengan variabel dependen. Oleh karena itu, menggunakan beberapa uji statistik sebagai berikut :

- Uji chi square (kai kuadrat) : dengan cara membandingkan frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan dengan α = 0.05.


(50)

- Apabila nila p < α maka hasilnya bermakna secara statistik atau terdapat hubungan (Ho ditolak dan Ha diterima), sedangkan bila nilai P > α maka hasilnya tidak bermakna secara statistik atau tidak terdapat hubungan (Ho gagal ditolak/diterima dan Ha ditolak).


(51)

38

Penelitian ini dilakukan di 4 posyandu dari 22 posyandu yang ada di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur pada bulan Agustus 2010. Besar sampel yang dikumpulkan dalam kurun waktu tersebut sebanyak 96 subyek.

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.2. Keadaan Geografi

Kelurahan Pisangan merupakan satu dari 4 kelurahan yang ada di Kecamatan Ciputat Timur. Kelurahan Pisangan memiliki luas wilayah 405 Hektar (Ha/Km2) dengan penggunaan lahan untuk perkebunan yaitu 0,5 Ha, lahan darat/kering 80 Ha, permukiman 299,5 Ha dan lahan industri sebesar 25 Ha. Adapun batas wilayah administrasi Kelurahan Pisangan adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kelurahan Cirendeu dan Karang Tengah -Jakarta Selatan. b. Sebelah Timur : Pd. Cabe Udik dan Cinere Sawangan Depok.

c. Sebelah Barat : Kelurahan Cipayung dan Cempaka Putih. d. Sebelah Selatan: Kelurahan Cipayung dan Pd. Cabe Udik. 4.1.3. Keadaan Demografi

Kelurahan Pisangan terdiri dari 9.733 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 34.195 jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 17.660 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 17.135 jiwa. Data mengenai tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Pisangan dapat dilihat pada Tabel 4.1.dibawah ini:

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah 1. Tidak/ belum sekolah 1.460 2. Belum tamat SD/ sederajat 1.550 3. Tamat SD/ sederajat 720

4. SLTP/ sederajat 1.255

5. SLTA/ sederajat 1.571

6. Diploma III/ akademik 320 7. Diploma IV/ Strata I 1.150

8. Strata II 45

9. Strata III 25


(52)

Sumber: Data Demografi Kelurahan Pisangan, (2009) 4.2. Analisis Univariat

4.2.1. Gambaran Sosial Ekonomi

Gambaran sosial ekonomi responden dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2. di bawah ini:

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu, Penghasilan Keluarga, dan Jumlah Anak.

Karakteristik Frekuensi Persen ( %) Pekerjaan ibu

Bekerja 20 20,8

Tidak bekerja 76 79,2

Jumlah 96 100

Penghasilan Keluarga

Rendah 36 37,5

Sedang 18 18,8

Tinggi 42 43,8

Jumlah 96 100

Jumlah anak

>2 23 24,0

≤2 73 76,0

Jumlah 96 100

Pekerjaan responden dibagi menjadi dua yaitu kategori tidak bekerja (ibu rumah tangga) dan kategori bekerja. Sebagian besar responden masuk pada kategori tidak bekerja yaitu sebanyak 76 responden (79,2%). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Wulandari A (2009) yang melakukan penelitiannya di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Sragen, menunjukkan bahwa responden yang bekerja lebih banyak dibandingkan responden yang tidak bekerja yaitu sebanyak 46 dari 70 responden (65,7%)

Penghasilan keluarga responden dibagi menjadi tiga yaitu kategori penghasilan rendah (< Rp. 1.074.485), penghasilan sedang (Rp. 1.074.485 – Rp. 1.202.749), dan penghasilan tinggi (>Rp. 1.202.749). sebagian besar responden masuk dalam kategori penghasilan tinggi yaitu sebanyak 42 responden (43,8%). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Warman Y (2005) yang melakukan penelitiannya di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan kabupaten Indragiri Hilir menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk dalam golongan penghasilan rendah yaitu sebanyak 79,1%.


(53)

Jumlah anak responden dibagi menjadi dua yaitu kategori jumlah anak >2

dan kategori jumlah anak ≤2. Sebagian besar responden masuk dalam kategori

jumlah anak ≤2 yaitu sebanyak 73 responden (76%). Sampai saat ini, peneliti

belum menemukan penelitian yang sama sehingga tidak dapat dibandingkan dengan hasil penelitian lain.

4.2.2. Gambaran Keadaan Lingkungan

Gambaran keadaan lingkungan responden dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber air bersih, kualitas air, jamban, sampah, dan limbah.

Karakteristik Frekuensi Persen ( %) Sumber air

Air Tanah 62 64,6

Air Permukaan 34 35,4

Jumlah 96 100

Kualitas air

Baik 85 88,5

Kurang 11 11,5

Jumlah 96 100

Jamban

Sehat 23 24

Tidak sehat 73 76

Jumlah 96 100

Pengelolaan Sampah

Baik 49 51

Kurang 47 49

Jumlah 96 100

Limbah

Baik 28 29,2

Kurang 68 70,8


(54)

Hasil penelitian mengenai sumber air bersih diperoleh dari hasil kuesioner. Sumber air bersih dibagi menjadi dua kategori yaitu air tanah (sumur, pompa) dan air permukaan (air sungai, danau, dan PAM). Sumber air tanah sebanyak 62 responden (64,6%) sedangkan sumber air permukaan sebanyak 34 responden (35,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005) yang melakukan penelitian di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu menunjukkan bahwa sebagian besar responden menggunakan air sumur yaitu sebanyak 67,5%.

Hasil penelitian mengenai kualitas air diperoleh dari hasil kuesioner. Kualitas air responden dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori baik dan kurang. Kualitas air yang baik sebanyak 85 responden (88,5%) sedangkan kualitas air yang kurang baik sebanyak 11 responden (11,5%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005) yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas air yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 35 dari 60 responden (58,3%).

Tempat pembuangan tinja dibagi menjadi dua yaitu jamban sehat dan jamban tidak sehat. Jamban yang tidak sehat sebanyak 73 responden (76%), sedangkan jamban yang sehat sebanyak 23 responden (24%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005) yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki jamban yang tidak sehat yaitu sebanyak 103 dari 120 responden (85,8%) .

Pengelolaan sampah dibagi menjadi dua yaitu kategori pengelolaan sampah baik dan kurang. Pengelolaan sampah yang baik sebanyak 49 responden (51%), sedangkan pengelolaan sampah yang kurang baik sebanyak 47 responden (49%). Hal ini sejalan dengan penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005) yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengelolaan sampah yang baik yaitu sebanyak 83 dari 120 responden (69,2%).

Pengelolaan limbah dibagi menjadi dua yaitu pengelolaan limbah baik dan kurang. Pengelolaan limbah yang baik sebanyak 28 responden (29,2%), sedangkan pengelolaan limbah yang kurang baik sebanyak 68 responden (70,8%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Fauzi Y, Setiani O, raharjo M (2005) yang


(55)

menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengelolaan limbah yang baik yaitu sebanyak 83 dari 120 responden (69,2%).

4.2.2. Kejadian Diare

Hasil penelitian mengenai kejadian diare diperoleh dari hasil kuisioner yang diberikan kepada responden. Dalam variabel ini responden yang diambil dibatasi pada ibu-ibu yang memiliki balita. Kejadian diare dibagi menjadi dua yaitu kategori diare dan tidak diare. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Diare

Posyandu Kejadian Diare Jumlah

Diare Tidak Diare

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Wijaya

Kusuma

14 56,0 11 44,0 25 100

Kenanga 23 71,9 9 28,1 32 100

Peruri 13 52,0 12 48,0 25 100

Mawar 5 35,7 9 64,3 14 100

Jumlah 55 57,3 41 42,7 96 100

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dalam satu tahun terakhir balita yang menjadi sampel sebagian besar mengalami diare yaitu sebanyak 55 balita (57,3%), sedangkan yang tidak mengalami diare sebanyak 41 balita (42,7%). Dari ke empat posyandu, di Kelurahan Pisangan, balita yang paling banyak menderita diare adalah posyandu Kenanga, Ciputat Molek yaitu sebanyak 23 dari 32 balita.

4.3. Analisis Bivariat

Penelitian ini menguji hubungan faktor lingkungan dan faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. Analisis data secara statistik dilakukan dengan uji chi square, dengan bantuan program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:


(1)

3.

Jumlah Anak - diare

jumlah anak * diare Crosstabulation

diare

Total tidak pernah diare

jumlah anak >2 Count 6 17 23

% within jumlah anak 26.1% 73.9% 100.0%

% within diare 14.6% 30.9% 24.0%

<3 Count 35 38 73

% within jumlah anak 47.9% 52.1% 100.0%

% within diare 85.4% 69.1% 76.0%

Total Count 41 55 96

% within jumlah anak 42.7% 57.3% 100.0%

% within diare 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.415a 1 .065

Continuity Correctionb 2.580 1 .108

Likelihood Ratio 3.557 1 .059

Fisher's Exact Test .091 .052

Linear-by-Linear

Association 3.380 1 .066

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.82. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

Lingkungan - Diare

1. Sumber Air - diare

sumber air bersih * diare Crosstabulation

diare

Total tidak pernah diare

sumber air bersih air tanah Count 22 41 63

% within sumber air bersih 34.9% 65.1% 100.0%

air permukaan Count 19 14 33

% within sumber air bersih 57.6% 42.4% 100.0%

Total Count 41 55 96

% within sumber air bersih 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.543a 1 .033

Continuity Correctionb 3.664 1 .056

Likelihood Ratio 4.532 1 .033

Fisher's Exact Test .050 .028

Linear-by-Linear

Association 4.495 1 .034

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.09. b. Computed only for a 2x2 table

2. Kualitas air -diare

diare

Total

tidak pernah diare

A kurang Count 3 8 11

% within A 27.3% 72.7% 100.0%

baik Count 38 47 85

% within A 44.7% 55.3% 100.0%

Total Count 41 55 96


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.210a 1 .271

Continuity Correctionb .602 1 .438

Likelihood Ratio 1.264 1 .261

Fisher's Exact Test .343 .221

Linear-by-Linear

Association 1.197 1 .274

N of Valid Casesb 96

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.70. b. Computed only for a 2x2 table

3. Jamban – diare j * diare Crosstabulation

diare

Total

tidak pernah diare

j tidak sehat Count 5 18 23

% within j 21.7% 78.3% 100.0%

Sehat Count 36 37 73

% within j 49.3% 50.7% 100.0%

Total Count 41 55 96

% within j 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)


(4)

Continuity Correctionb 4.367 1 .037

Likelihood Ratio 5.765 1 .016

Fisher's Exact Test .029 .017

Linear-by-Linear

Association 5.379 1 .020

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.82. b. Computed only for a 2x2 table

4. Sampah - diare s * diare Crosstabulation

diare

Total

tidak pernah diare

s kurang Count 22 25 47

% within s 46.8% 53.2% 100.0%

baik Count 19 30 49

% within s 38.8% 61.2% 100.0%

Total Count 41 55 96

% within s 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .633a 1 .426

Continuity Correctionb .347 1 .556

Likelihood Ratio .633 1 .426


(5)

Linear-by-Linear

Association .626 1 .429

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.07. b. Computed only for a 2x2 table

5. Limbah - diare L * diare Crosstabulation

diare

Total

tidak pernah diare

L kurang Count 22 46 68

% within L 32.4% 67.6% 100.0%

baik Count 19 9 28

% within L 67.9% 32.1% 100.0%

Total Count 41 55 96

% within L 42.7% 57.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10.218a 1 .001

Continuity Correctionb 8.818 1 .003

Likelihood Ratio 10.258 1 .001

Fisher's Exact Test .003 .001

Linear-by-Linear

Association 10.111 1 .001

N of Valid Casesb 96


(6)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10.218a 1 .001

Continuity Correctionb 8.818 1 .003

Likelihood Ratio 10.258 1 .001

Fisher's Exact Test .003 .001

Linear-by-Linear

Association 10.111 1 .001

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.96. b. Computed only for a 2x2 table