Politik Luar Negeri Indonesia dan Integr

Politik Luar Negeri RI dan Integrasi Nasional
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang sangat luas dan pulau yang mencapai ribuan
banyaknya. Dikarenakan Indonesia kaya akan wilayah dan sumber daya alam tersebut maka Indonesia harus
memiliki penjagaan yang ketat agar tidak "kecolongan" dari pihak asing. Penjagaan akan diperketat pada
wilayah Indonesia terutama di pulau-pulau yang memiliki letak berdekatan dengan negara lain. Hal ini
dikarenakan semakin berdekatan dengan pihak asing maka semakin tinggi pula peningkatan ancaman persatuan
dan kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia juga dikenal memiliki masyarakat yang heterogen dimana terdapat banyak agama, etnis, ras
dan budaya yang berbeda-beda. Masyarakat yang heterogen juga sering kali menjadi ancaman yang berbahaya
akan persatuan dan kesatuan Republik Indonesia apabila tidak terintergrasi dengan baik. Apabila terdapat
kelompok masyarakat yang memiliki pola pikir berbeda atas konsep bangsa maka hal ini dapat menimbulkan
kegiatan separatisme dari wilayah tersebut yang secara otomatis juga mengancam integrasi nasional dimana
kelompok ini akan menginginkan untuk lepas dari kedaulatan negara dan akan bertambah berbahaya jika
pemberontakan ini juga diintervensi oleh pihak asing.
Indonesia mengalami keadaan politik domestik yaitu disintegrasi pada saat masa reformasi. Dimana
pada saat itu banyak terjadi separatisme di beberapa wilayah Indonesia. Gerakan separatisme yang terjadi di
Indonesia pada saat itu antara lain seperti Gerakan Aceh Merdeka yaitu dimana masyarakat Aceh ingin lepas
dari kedaulatan Indonesia yang pada saat itu juga didukung oleh Partai Islam Malaysia serta pemberontakan
yang dilakukan oleh masyarakat Timor Timur yang ingin lepas dari kedaulatan Indoensia dan menjadi negara
yang merdeka karena merasa tak diperhatikan oleh Indonesia (ppiturki.org). Dikarenakan adanya berbagai
macam masalah disintegrasi yang terjadi saat itu, maka pada saat itu masa reformasi yang dipimpin oleh B.J

Habibie tak menunjukkan performa luar negeri sama sekali yang mengakibatkan Indonesia krisis legitimasi
dikarenakan B.J Habibie terlalu fokus pada urusan domestik saja.
Dalam pelaksanaannya, politik luar negeri Indonesia dipengaruhi oleh faktor domestik dan eksternal
yang berkembang sesuai dengan dinamika yang terjadi (Bhakti, 1997). Dinamika kondisi domestik di Indonesia
yang berpengaruh besar terhadap arah pelaksanaan politik luar negeri Indonesia antara lain ditandai dengan
krisis ekonomi yang parah, di mana krisis ini dengan segera menjadi pemicu berbagai aksi unjuk rasa
masyarakat, kerusuhan sosial, krisis kepercayaan, serta maraknya gerakan-gerakan separatis di Indonesia yang
berujung pada proses disintegrasi seperti yang terjadi pada kasus Timor Timur. Adanya perubahan dinamika
kondisi domestik tersebut telah memaksa pemerintah untuk menyesuaikan politik luar negerinya sesuai dengan
tuntutan zaman bagi kepentingan nasional. Situasi sosial politik dan keamanan serta masalah ekonomi di tanah
air juga menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan politik luar negeri (Bhakti, 1997). Gerakan separatis
yang mengarah pada pemisahan diri atau disintegrasi dari Indonesia harus dicermati agar pintu masuknya

penjajah dalam rangka mengendalikan Indonesia dapat ditutup rapat-rapat. Dan jika dilihat pada kasus Timor
Timur, terdapat upaya internasionalisasi konflik domestik yang pada akhirnya mengokohkan intervensi NegaraNegara asing untuk memisahkan wilayah konflik tersebut dari induknya, Indonesia. Sehingga di sini, politik
luar negeri Indonesia ditujukan untuk menjaga kekuatan Indonesia, persatuan bangsa, serta stabilitas nasional.
Sebelum mengerti perihal pemisahan Timor Timur dengan Indonesia, harus dimulai dari sejarah
integrasi Timor Timur dan Indonesia pada 1976. Menurut Singh (1988), Timor Leste dideklarasikan sebagai
Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November 1975, setelah adanya insiden revolusi bunga
dimana terjadi perang saudara di Timor Timur pada tahun 1975 tanpa adanya upaya bantuan dari pihak

Portugal. Sehingga Timor Timur kemudian memilih untuk merdeka. ketika terjadi kevakuman pemerintahan di
Timor Leste antara bulan September, Oktober dan November, Partai FRETILINyang berhaluan komunisme
melakukan pembantaian terhadap sekitar 60.000 penduduk sipil (sebagian besarnya wanita dan anak – anakyang
menjadi anak dan suami pendukung faksi integrasi dengan Indonesia). Berdasarkan itulah, kelompok prointegrasi kemudian mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975 dan kemudian
meminta dukungan Indonesia untuk mengambil alih Timor Leste dari kekuasaan FRETILIN yang berhaluan
Komunis. Pasukan Indonesia mendarat di Timor Leste pada tanggal 7 Desember 1975, dan sebagai upaya
resistensi, FRETILIN memaksa ribuan rakyat untuk mengungsi ke daerah pegunungan untuk dijadikan tameng
hidup atau perisai hidup (human shields) untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang dari
penduduk ini kemudian mati di hutan karena penyakit dan kelaparan. Selain terjadinya korban penduduk sipil di
hutan, terjadi juga pembantaian oleh kelompok radikal FRETILIN di hutan terhadap kelompok yang lebih
moderat (Singh, 1988). Selama perang saudara di Timor Leste dalam kurun waktu 3 bulan (SeptemberNovember 1975) lebih dari 200.000 orang dinyatakan meninggal.
Benedict Anderson dalam Nasionalisme, Asia Tenggara, dan Dunia (2002) mengatakan, titik hitam
dalam sejarah Indonesia di pulau kecil sebelah utara lepas pantai Australia itu cenderung ditutup-tutupi,
termasuk jumlah penduduk Timor Timur yang tewas akibat kelaparan, wabah, dan pertempuran 1977-1979.
Fakta sejarah ini amat jarang diberitakan media Indonesia. Kalaupun ada, media yang memberitakan niscaya
akan menemui ajal. Salah satu insiden yang merupakan titik awal dari proses pemisahan Indonesia dan Timor
Timur dikenal sebagai Insiden Santa Cruz. Adalah penembakan pemrotes Timor Timur di kuburan Santa Cruz di
ibu kota Dili pada 12 November 1991. Para pemrotes, kebanyakan mahasiswa, mengadakan aksi protes mereka
terhadap pemerintahan Indonesia pada penguburan rekan mereka, Sebastião Gomes, yang ditembak mati oleh
pasukan Indonesia sebulan sebelumnya (Downer, 2000). Para mahasiswa telah mengantisipasi kedatangan

delegasi parlemen dari Portugal, yang masih diakui oleh PBB secara legal sebagai penguasa administrasi Timor
Timur. Rencana ini dibatalkan setelah Jakarta keberatan karena hadirnya Jill Joleffe sebagai anggota delegasi
itu. Joleffe adalah seorang wartawan Australia yang dipandang mendukung gerakan FRETILIN. Dalam prosesi
pemakaman, para mahasiswa menggelar spanduk untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan,
menampilkan gambar pemimpin kemerdekaan Xanana Gusmao. Pada saat prosesi tersebut memasuki kuburan,

pasukan Indonesia mulai menembak. Dari orang-orang yang berdemonstrasi di kuburan, 271 tewas, 382 terluka,
dan 250 menghilang. Salah satu yang meninggal adalah seorang warga Selandia Baru, Kamal Bamadhaj,
seorang pelajar ilmu politik dan aktivis HAM berbasis di Australia (Downer, 2000).
Pembantaian ini disaksikan oleh dua jurnalis Amerika Serikat; Amy Goodman dan Allan Nairn; dan
terekam dalam pita video oleh Max Stahl, yang diam-diam membuat rekaman untuk Yorkshire Television di
Britania Raya. Para juru kamera berhasil menyelundupkan pita video tersebut ke Australia dan digunakan dalam
dokumenter First Tuesday berjudul In Cold Blood: The Massacre of East Timor, ditayangkan di ITV di Britania
pada Januari 1992.Tayangan tersebut kemudian disiarkan ke seluruh dunia, hingga sangat mempermalukan
permerintahan Indonesia. Di Portugal dan Australia, yang keduanya memiliki komunitas Timor Timur yang
cukup besar, terjadi protes keras. Banyak rakyat Portugal yang menyesali keputusan pemerintah mereka yang
praktis telah meninggalkan bekas koloni mereka pada 1975. Mereka terharu oleh siaran yang melukiskan orangorang yang berseru-seru dan berdoa dalam bahasa Portugis. Demikian pula, banyak orang Australia yang
merasa malu karena dukungan pemerintah mereka terhadap rezim Soeharto yang menindas di Indonesia, dan
apa yang mereka lihat sebagai pengkhianatan bagi bangsa Timor Timur yang pernah berjuang bersama pasukan
Australia melawan Jepang pada Perang Dunia II.

Munculnya tekanan-tekanan dari masyarakat internasional menanggapi kasus-kasus yang terjadi di timor
timur itu memaksa Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan guna mengakomodasi aspirasi masyarakat Timor
Timur. Tekanan ini juga mendorong Pemerintah Indonesia untuk membahas masalah ini ke tingkat
internasional. Akhirnya, pada Juni 1998, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memberikan status khusus
berupa otonomi luas kepada Timor Timur. Usulan Indonesia itu disampaikan kepada Sekjen PBB. Sebagai
tindak lanjutnya, PBB pun mengadakan pembicaraan segitiga antara Indonesia, Portugal, dan PBB. Selama
pembicaraan ini, masih terjadi kerusuhan antara pihak pro kemerdekaan dan pro integrasi di Timor Timur.
Kerusuhan ini semakin manambah kecaman dari dari masyarakat internasional, khususnya dari negara-negara
Barat, yang merupakan sasaran utama speech act dalam usaha sekuritisasi kasus Timor Timur.
Berangkat dari pembicaraan tiga pihak serta kecaman yang semakin keras dari dunia internasional,
Indonesia memutuskan untuk melaksanakan jajak pendapat rakyat Timor Timur dilakukan secara langsung.
Menanggapi keputusan Indonesia tersebut, pihak-pihak yang berada dalam pembicaraan segitiga di atas
menyepakati Persetujuan New York yang mencakup masalah teknis dan substansi jajak pendapat. Jajak
pendapat pun berakhir dengan kemenangan di pihak pro kemerdekaan Timor Timur. Dengan kemenangannya
ini, Timor Timur meraih kedaulatan sebagai sebuah negara.Kedaulatan negara merupakan satu hal yang selama
ini dikejar oleh pihak Timor Timur. berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Indonesia, yang dibuktikan
oleh Peristiwa Santa Cruz menjadi batu loncatan bagi usaha sekuritisasi perjuangan meraih kembali kedaulatan
Timor Timur.
Kunci dari berhasilnya perjuangan meraih kemerdekaan Timor Timur adalah dukungan internasional.
Oleh karena itu sekuritisasi menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh Timor Timur. Berbagai


speech act telah dilakukan oleh securitizing actor untuk meraih dukungan internasional. Usaha sekuritisasi ini
mencapai keberhasilannya tidak hanya saat Timor Timur merdeka dari Indonesia, namun juga saat sejumlah
negara mulai mendukung perjuangan kemerdekaan Timor Timur.
Di bulan Januari 1999, diumumkan bahwa Indonesia akan menawarkan otonomi kepada Timor Timur.
Jika rakyat Timor Timur menolak tawaran ini, maka Indonesia akan menerima pemisahan diri Timor Timur dari
Republik Indonesia. Pada tanggal 5 Mei 1999, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia dan Portugis
menandatangani Perjanjian Tripartit yang menyatakan bahwa PBB akan menyelenggarakan jajak pendapat di
Timor-Timur. Rakyat diminta memilih apakah Timor Timur tetap menjadi bagian dari Indonesia ataukah Timor
Timur menjadi negara merdeka. Habibie mengeluarkan pernyataan pertama mengenai isu Timor Timur pada
bulan Juni 1998 dimana ia mengajukan tawaran untuk pemberlakuan otonomi seluas-luasnya untuk provinsi
Timor Timur. Proposal ini, oleh masyarakat internasional, dilihat sebagai pendekatan baru.Di akhir 1998,
Habibie mengeluarkan kebijakan yang jauh lebih radikal dengan menyatakan bahwa Indonesia akan memberi
opsi referendum untuk mencapai solusi final atas masalah Timor Timur.Tanggal 30 Agustus merupakan tanggal
yang sangat sakral dalam dinamika perpolitikan Negara yang seumur jagung ini. Pada hari itu diadakan jajak
pendapat di Timor Leste (pada saat itu masih bernama Timor Timur). Jajak pendapat inilah yang nantinya
berujung pada kemerdekaan (bekas) provinsiTimor Timur ini. Pada akhirnya, hasil jajak pendapat tersebutlah
yang dapat menjawab nasib rakyat Timor Leste selanjutnya. Sebagian besar rakyat Timor Timur lebih memilih
untuk merdeka (78.5%). Pengumuman hasil pemilihan umum tersebut diikuti dengan kekerasan yang meluas
oleh unsur-unsur pro-integrasi.Sebagaimana negara Indonesia mengakui Timor Leste yang merdeka, MPR saat

itu pada 1999 mengakui hasil jajak pendapat tersebut.
Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara yang masuk dalam ASEAN. Indonesia dikenal oleh
Negara-negara lain sebagai negara sedang berkembang yang mempunyai andil dalam pembentukan ASEAN.
Seiring dengan tujuan dari geopolitik, yaitu hegemoni. Indonesia sebagai negara yang memprakarsai berdirinya
ASEAN tentunya akan berusaha mempertahankan hegemoni yang telah dibangun di Asia Tenggara. Dengan
semakin berkembangnya teknologi dan informasi yang ada di Indonesia, meskipun tidak sebaik dengan
perkembangan teknologi dan informasi yang dimiliki oleh Singapura, setidaknya Indonesia masih memiliki
pengaruh yang kuat di Asia Tenggara. Ditambah dengan kekuatan yang bersumber dari sektor demografi yang
dimiliki Indonesia dan strategisnya posisi Indonesia dalam sektor ekonomi akan membuat posisi tawar menawar
Indonesia semakin meningkat. Dan pada akhirnya Indonesia mampu merangkul semua negara ASEAN untuk
melakukan kerjasama yang akan memberikan penilaian tersendiri dari negara-negara di Asia Tengara dalam
mengukur kekuatan yang dimiliki Indonesia. Hubungan Indonesia dengan beberapa negara di ASEAN seperti
Malasia dan Singapura pun sangat dinamis dengan berbagai ketegangan dan juga kerjasama yang mewarnainya.
Pada dasarnya, hubungan Indonesia dengan negara-negara ASEAN amat ditentukan oleh kondisi
Indonesia sendiri, yaitu tentang bagaimana kondisi perekonomian, budaya, dan kemanan Indonesia, di mana
kondisi-kondisi tersebutlah yang menentukan bagaimana sikap Indonesia terhadap Negara-negara ASEAN,

apakah saling melakukan kerja sama, atau bahkan konfrontasi, dan sebagainya. Hanya Indonesia yang kuat
yang dapat memaksakan bangsa-bangsa lain untuk peduli dan menghormati legalitas dalam hubungannya
dengan Indonesia sehingga terwujud hubungan yang harmonis. Selama Indonesia kacau, lemah, kurang mampu

baik moral dan material, dan rakyatnya kurang pendidikan, miskin dan mudah diperdaya serta disuap dalam
segala bidang, bangsa-bangsa itu memandang hubungannya dengan Indonesia terutama dari sudut bagaimana
memperoleh keuntungan maksimal dari kelemahan Indonesia itu.
Namun, terlepas dari semua itu, Indonesia pada dasarnya berusaha menjalin hubungan baik dengan
Negara-negara tersebut dengan menciptakan kerja sama, saling mendukung, menghormati, dan menghargai,
serta saling memelihara perdamaian. Indonesia, seperti halnya negara-negara lain, tidak akan bisa memenuhi
kebutuhan atau kepentingan negaranya tanpa bantuan dari negara lain, baik dalam segi ekonomi, keamanan, dan
sebagainya. Oleh karena itu, Indonesia pun berusaha bagaimana agar kepentingan negaranya tersebut dapat
terpenuhi dengan mengadakan hubungan yang baik dengan Negara-negara ASEAN

Referensi :
Bhakti,Ikrar Nusa.1997.Indonesia dan Stabilitas Regional,dalam Bhakti Ikrar Nusa.Isu-isu Strategis dalam PLN
RI.Jakarta:Pusat PenelitianPengembangan Politik Kewilayahan LIPI
ppiturki.org/disintegrasi/ yang diakses pada tanggal 12 November 2014
Singh,Bilver.1988.”Dari Timor Portugi ke Timor-Timur Indonesia” dalam Timor Timur, Indonesia dan
Dunia:Mitos dan Kenyataan.Jakarta:Institute For Policy Studies
Singh,Bilver.1998.”Integrasi Timor-Timur ke dalam Indonesia: Dinamika Eksternal” dalam TimorTimur,Indonesia dan Dunia:Mitos dan Kenyataan.Jakarta:Institute For Policy Studies

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24