Perencanaan Pembangunan Perumahan desa untuk

Perencanaan Pembangunan Perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
( The Housing Development for Low Income Citizens )
Oleh : Johanna Deny Permatasari ( 083001300034 )
E – mail : [email protected]
ABSTRACT
Planning and housing development that have quality in national level and regional level are a
challenge attainment that is beneficial for all people especially for the low income people.
Housing development planning have to operate with the government because government
want to fulfill the nee of housing for entire community and the community need a house for
their activities. The government ability to provide housing is limited because of variety
factors, the community capable are able to have decent home for their residence, while the
low income get less attention. That’s why, the exixtence of housing planning needs to be
mature and attentive to all community. The most important things in the construction
housing are to build in terms of ability ( economy income ) social and cultural, not only
physical things in the community.
Keywords : Housing, Development Planning, Low-income citizens, Development Planning
Housing to Low-income
ABSTRAK
Perencanaan pembangunan perumahan yang baik serta berkualitas pada tingkat nasional
maupun pada tingkat daerah adalah suatu tantangan dan suatu pencapaian yang
bermanfaat bagi seluruh masyarakat terutama bagi para masyarakat yang berpenghasilan

rendah. Perencanaan pembangunan perumahan dengan bekerja sama dengan pihak
pemerintah merupakan suatu akses kerjasama antara pemerintah yang ingin memenuhui
kebutuhan perumahan bagi seluruh masyarakat dan para masyarakat yang memiliki
kebutuhan papan ( rumah ) yang harus dipenuhi, guna menjalankan kegiatannya sehari –
hari. Kemampuan pemerintah dalam menyediakan perumahan yang terbatas dengan
berbagai faktor yang mempengaruhi, hanya menempatkan masyarakat dengan golongan
ekonomi mampu yang sanggup untuk memiliki rumah yang layak bagi tempat tinggalnya,
sedangkan masyarakat berpenghasilan rendah kurang mendapat perhatian. Untuk itulah,
keberadaan perencanaan pembangunan perumahan yang matang dan memperhatikan
semua kondisi masyarakat baik berpenghasilan cukup maupun rendah meruapakan hal
terpenting dalam pembangunan perumahan yang tidak membangun dari segi fisik saja
tetapi dari segi kemampuan (perekonomian,pendapatan), sosial serta budaya yang ada di
masyarakat.
Kata Kunci : Perumahan, Perencanaan Pembangunan, Masyarakat Berpenghasilan Rendah,
Perencanaan Pembangunan Perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keadaan seseorang di dalam kehidupan sehari – hari tentunya memerlukan berbagai
kebutuhan yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya. Cara dan jenis
kebutuhannya pun tentunya sangat berbeda – beda. Tetapi, dari hal tersebut yang
merupakan kesamaan dari kebutuhan seorang individu yaitu adanya pemenuhan kebutuhan
sandang, pangan dan papan. Ketiga pokok dasar dari kebutuhan individu ataupun manusia
inilah yang tidak bisa dibedakan dari seorang individu yang ada di dunia ini, walaupun
berbeda derajatnya ada yang berpenghasilan besar maupun berpenghasilan sedikit.
Kebutuhan sandang, pangan papan dalam kehidupan sehari – hari tentunya
diperlukan dan seharusnya dipenuhui dengan sebaik – baiknya. Adapun yang lainnya, yaitu
kebutuhan papan seperti ketersediaan rumah seharusnya di bentuk menjadi kebutuhan yang

1

pokok dalam kehidupan manusia. Pembangunan perumahan untuk setiap manusia yang
berada di dunia ini terkhususnya untuk Ibu Kota DKI Jakarta ini perlu adanya perhatian dari
seluruh individu yang berada di dalam Ibu Kota ini. Pemenuhan kebutuhan papan ini
biasanya terhalang dari segi pendapatan penduduknya itu sendiri. Pendapatan antara orang
yang berpenghasilan cukup dengan seseorang yang berpenghasilan rendah ( kurang mampu
) sangatlah berbeda. Pendapatan seseorang yang tergolong yang melimpah dapat membeli
apapun dan langsung mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan terkhususnya dalam segi

pemenuhan tempat tinggal ( rumah ), sedangkan seseorang yang berpenghasilan rendah
bahkan tidak mampu untuk membeli maupun menyewa rumah yang layak huni.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi kendala dalam perencanaan pembangunan untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah ?
2. Tindakan apa yang dilakukan pemerintah dalam perencanaan pembangunan untuk
Masyarakat Berpenghasilan Rendah ?
1.3 Maksud dan Tujuan
1. Untuk mengetahui kendala dalam perencanaan pembangunan perumahan untuk MBR
2.
Mengetahui tindakan yang dilakukan pemerintah dalam memenuhui kebutuhan
perumahan untuk
MBR
3. Memberikan informasi mengenai manfaat dalam perencanaan pembangunan
perumahan untuk MBR
I.4 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dari penulisan artikel mengenai Perencanaan Pembangunan
Perumahan untuk Masyarakat Bepenghasilan Rendah yaitu di sekitar wilayah DKI Jakarta.
II.


PERUMAHAN
Perumahan berasal dari kata “rumah” yang dapat diartikan sebagai suatu bangunan
yang kokoh untuk tempat tinggal/hunian yang berfungsi sebagai tempat dimana sesorang
individu, kelompok maupun keluarga merasa aman dan nyaman dari gangguan dunia luar.
Rumah merupakan suatu kebutuhan yang mendasar dari setiap individu manusia, kelompok
maupun suatu keluarga selain dari kebutuhan sandang, pangan dan papan. Rumah juga
dapat diartikan sebagai sarana “memanusiakan‟ manusia, pemberi ketentraman hidup dan
sebagai pusat kegiatan berbudaya manusia. Memiliki rumah merupakan investasi jangka
panjang (Yudohusodo dkk; 1991).
Adanya pemenuhan kebutuhan papan ( rumah ) merupakan hal yang mendasar
dalam pribadi suatu individu bahkan suatu keluarga sebagai syarat dalam meningkatkan
kesejahteraan individu yang menjadi bagian dari masyarakat. Keberaadan rumah sebagai
suatu tolak ukur kesejahteraan inilah yang membawa suatu masyarakat tersebut, harus
memenuhi kebutuhan papan untuk mensejahterkan kehidupannya sendiri terlebih lagi
sebagai acuan untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
Perumahan juga memiliki pengertian yang tidak beda jauh dari rumah ialah
sekelompok rumah yang telah dilengkapi sarana - prasarana yang lengkap untuk memenuhi
kebutuhan dari seseorang atau individu yang mendiami suatu bangunan rumah (UU 1/2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman). Perumahan yang dapat diartikan inilah juga
memberikan pengertian bahwa perumahan merupakan pengguna lahan terbesar dalam kota

yang memiliki berbagai isu di masyarakat yang bersifat multisektoral dan multidisiplin ( Slide
Pembangunan Perumahan dan Permukiman, Hanny, 2014 ). Perumahan yang ada, tidak
hanya berisikan satu individu ataupun satu kelompok tertentu ( keluarga ) tetapi membawa
ke dalam suatu komunitas yang besar dari seisi rumah – rumah yang berkelompok di dalam
suatu perumahan. Komunitas tersebut dapat berkembang tidak hanya dikalangan
perumahan saja, melainkan dapat berkembang hingga ke lingkungan hidup dari suatu
perkotaan yang berisikan rumah maupun perumahan itu sendiri.

2

Gb. 1 Hirarki Spasial
( Sumber : Slide Materi Pengantar Perumahan, 2014 )
3.1 Tipe – Tipe Perumahan
Jenis maupun tipe dari suatu rumah merupakan salah satu hal yang penting dalam
memberikan karakteristik bagi para penghuni di dalamnya. Karakterisitik yang muncul
biasanya terdapat atau dibangun dari satu kumpulan individu maupun individu itu sendiri
yang menempati rumah tersebut. Karakteristik dari setiap rumah ataupun perumahan
tentunya berbeda – beda, biasanya karakteristik ini timbul karena adanya perbedaan tipe
perumahan berdasarkan luas tanah dan tipe rumah berdasarkan bentuknya ( bentuk
horizontal ). Tipe perumahan tentunya sangatlah berbeda – beda, berdasarkan luas

perumahannya, rumah dibagi menjadi beberapa tipe yaitu :
1. Tipe 21
Rumah tipe 21 adalah tipe rumah dengan luas bangunan 21 m², misalnya rumah
dengan ukuran 6m x 3,5m. Ukuran tanah pada rumah tipe 21 dipadukan dengan ukuran
luas tanah 6m x 10m = 60 m² dan 6m x 12m = 72 m², sehingga disebut rumah tipe
21/60 atau 21/72. Tipe rumah ini mempunyai 1 kamar tidur, 1 ruang tamu dan 1 kamar
mandi.
2. Tipe 36
Tipe rumah yang mempunyai luas bangunan 36 m², dengan ukuran 6m x 6m = 36
m². Luas tanah pada rumah type 36 ini dapat dipadukan dengan beberapa ukuran luas
tanah seperti 60 m² atau 72 m², sehingga disebut rumah tipe 36/60 dan tipe rumah
36/72. Tipe rumah 36 biasanya mempunyai 2 kamar tidur, 1 ruang tamu dan ruang
keluarga serta 1 kamar mandi.
3. Tipe 45
Tipe rumah yang mempunyai luas bangunan 45 m², misalnya dengan ukuran rumah
6m x 7,5m = 45m² atau 8m x 5.6m pada luas kapling tanah 8m x 12m = 96 m², sehingga
disebut rumah tipe 45/96. Tipe rumah 45 biasanya mempunyai 2 kamar tidur, 1 ruang
tamu, ruang keluarga, dapur, 1 kamar mandi, garasi atau teras rumah yang cukup luas.
Salah satu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk membuat tipe perumahan yang
layak bagi masyarakat luas terkhususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan

membentuk Perum Perumnas Nasional yang dibentuk pada tahun 1974. Dengan adanya
Perum Perumnas ini, masyarakat berpenghasilan rendah sudah disediakan secara besar –
besaran perumahan dengan tipe 21, tipe 27 dan tipe 36 . Tipe kecil ini diperuntukan bagi
keluarga muda dan masyarakat berpenghasilan rendah untuk memenuhi keterjangkauan
harga, maka di sediakan tipe RSS (Rumah Sangat Sederhana) dan RSH (Rumah Sederhana
Sehat) dan tipe kecil ini, sangat sesuai dengan keadaan kebutuhan masyarakat Indonesia
terlebih bagi masyarakat Ibu Kota DKI Jakarta.
Sesuai dengan tipe bangunannya yang kecil, maka lahan yang disediakan untuk perunitnya juga sangat kecil yaitu berkisar antara 70 m 2 sampai 100 m2. Serta lebar jalan dalam
lingkungan yang sangat kecil antara 3 m sampai 6 m. Dengan adanya tipe perumahan kecil
bagi masyarakat berpenghasilan rendah, masyarakat mampu untuk membayar atau
menyewa sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

3.2 Pola Perumahan
Pola perumahan didalam suatu kawasan tertentu, tidak terlepas dari pola permukiman itu
sendiri. Menurut Koestoer (1995), pola penyebaran perumahan dan permukiman di suatu
wilayah kota atau desa berakar dari pola pembangunan permukiman di perkotaan maupun di
perdesaan. Wilayah permukiman di perkotaan sering disebut sebagai daerah perumahan,
memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Artinya, sebagian besar rumah menghadap secara
teratur ke arah kerangka jalan yang ada dan sebagian besar terdiri dari bangunan permanen,
berdinding tembok dan dilengkapi dengan penerangan listrik. Kerangka jalannya pun ditata

secara bertingkat mulai dari jalan raya, penghubung hingga jalan lingkungan atau lokal. Pola
penyebaran permukiman tersebut memiliki berbagai
macam antara lain :
3
1. Pola Pemukiman Memanjang (linear)
Pola pemukiman ini memeiliki ciri – ciri yakni deret memanjang mengikuti suatu jalur
seperti jalan, sungai, rel kereta api, atau pantai.

Gb. 2 Pola Permukiman Memanjang
( Sumber : Artikel Jurnal, Aulia Nofrianti, 2014 )
2. Pola Permukiman Memusat
Pola ini mengelompok membentuk unit-unit yang kecil dan menyebar, umumnya
terdapat di daerah pegunungan atau daerah dataran tinggi yang berelief kasar, dan
terkadang daerahnya terisolir.

Gb. 3 Pola Permukiman Memusat
( Sumber : http://www.4shared.com/web/preview/doc/rtnj25iB?locale=pt-BR )
3. Pola Permukiman Menyebar
Pola pemukiman tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau daerah gunung api
dan daerah-daerah yang kurang subur. Mata pencaharian penduduk pada pola

pemukiman ini sebagian besar dalam bidang pertanian, ladang, perkebunan dan
peternakan.

Gb. 4 Pola Permukiman Menyebar
( Sumber : Artikel Jurnal, Aulia Nofrianti, 2014 )
3.3 Kondisi Perumahan
Kondisi perumahan yang sehat dan sesuai menurut American Public Health Association
(APHA) rumah dikatakan sehat apabila (1) Memenuhi kebutuhan fisik dasar seperti
temperatur lebih rendah dari udara di luar rumah, penerangan yang memadai, ventilasi yang
nyaman, dan kebisingan 45-55 dB.A. (2) Memenuhi kebutuhan kejiwaan (3) Melindungi
penghuninya dari penularan penyakit menular yaitu memiliki penyediaan air bersih, sarana
4
pembuangan sampah dan saluran pembuangan
air limbah yang saniter dan memenuhi
syarat kesehatan (4) Melindungi penghuninya dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
bahaya kebakaran, seperti fondasi rumah yang kokoh, tangga yang tidak curam, bahaya
kebakaran karena arus pendek listrik, keracunan, bahkan dari ancaman kecelakaan lalu
lintas (Sanropie, 1992; Azwar, 1996).
III. Perencanaan Pembangunan
Perencanaan merupakan suatu cara untuk

4 mencapai suatu tujuan maupun cara yang
dilakakukan secara “rasional” untuk mempersiapkan masa depan ( Becker, 2000 ).
Sedangkan, menurut Alder (1999) dalam Rustiadi (2008h.339) menyatakan bahwa
Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan
datang serta menetapkan tahapan – tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Perencanaan dalam pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah
tentunya diperlukan untuk mensejahterakan kehidupan satu individu bahkan jutaan individu
yang memiliki keterbatasan tersebut. Suatu perencanaan, tidak dapat berdiri sendiri, suatu
perencanaan harus didukung dengan adanya peran serta dari semua kalangan agar
mencapai tujuan bersama yaitu tujuan untuk membangun perumahan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah yang layak serta nyaman untuk dihuni.
3.1 Pengertian Pembangunan
Pembangunan dalam suatu masalah untuk mecapai tujuan tertentu dapat diartikan
sebagai “proses” yang menggambarkan adanya pengembangan, meliputi proses
pertumbuhan ( growth ) ataupun perubahan ( change ) dalam kehidupan bersama
( organisasi ). Menurut Inayatullah ( Agus Suryono, 2001: 1), pembangunan adalah
perubahan menuju pola-pola masyarakat yang memungkinkan realisasi yang lebih baik dari
nilai-nilai kemanusiaan yang memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang
lebih besar terhadap lingkungannya dan terhadap tujuan politiknya, dan yang
memungkinkan warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri.

Pembangunan untuk membantu perencanaan dalam suatu masalah, sangat diperlukan
dan sangat terkait antara satu dengan yang lainnya. Pembangunan tidak melihat dari segi
fisik saja yang ingin di “pertumbuhkan” melainkan dari segi sosial di tempat yang ingin
direncanakan. Mulai dari pertumbuhan sosial, perkembangan sosial-ekonomi serta
perubahan sosial masyarakat, komunitas dan individu yang berada di tempat tersebut.
3.2 Pengertian Perencanaan Pembangunan
Pada dasarnya perencanaan serta pembangunan digunakan dalam rangka pencapaian
tujuan nasional yang dapat berjalan secara sistematis dan terarah. Tarigan (2006: 9-10),
mengemukakan pendapatnya mengenai manfaat dari perencanaan pembangunan, sebagai
berikut :

1.

Dapat mengantisipasi dampak positif dan dampak negatif dari perubahan
tersebut dan dapat dipikirkan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk
mengurangi dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif.
2.
Membantu atau memandu para pelaku kegiatan pembangunan untuk memilih
kegiatan apa
yang perlu dikembangkan di mana yang akan datang.
3.
Sebagai bahan acuan pemerintah untuk mengembalikan atau mengawasi arah
pertumbuhan kegiatan pembangunan.
4.
Sebagai landasan bagi rencana-rencana lainnya yang lebih sempit tetapi lebih
detail, misalnya perencanaan sektoral dan perencanaan prasarana.
Perencanaan pembangunan dengan kaitan pembangunan perumahan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah, merupakan suatu strategi untuk mensejahterakan masyarakat,
strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat serta strategi dalam pertumbuhan (
Raharjo Adisasmita, 2006: 126 ) masyarakat dalam konteks pertumbuhan sosial maupun sosial
– ekonomi. Perencanaan pembangunan perumahan tersebut, dilakukan dengan melihat
berbagai strategi maupun keseimbangan kesejahteraan yang dimiliki oleh masyarakat
tersebut. Masyarakat yang berpenghasilan rendah, tentunya perlu adanya perhatian dari
kalangan yang dapat dikatakan “mampu”, mereka juga memerlukan kebutuhan papan
( rumah ) untuk meningkatkan dan memberikan rasa nyaman dalam menjalankan
kehidupan. Perencanaan pembangunan perumahan
yang baik serta merata dan mengikuti
5
ilmu – ilmu terdahulu dari para ahli sangat diperlukan untuk mensejahterakan kehidupan
perumahan untuk MBR.
IV. Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Menurut Lewis (1984) masyarakat berpenghasilan rendah adalah kelompok
masyarakat yang mengalami tekanan ekonomi, sosial, budaya dan politik yang cukup lama
dan dapat menimbulkan budaya miskin. Sedangkan menurut Asian Development Bank (ADB)
masyarakat berpenghasilan rendah adalah masyarakat yang tidak memiliki akses dalam
menentukan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka secara sosial mereka tersingkir
dari institusi masyarakat, rendahnya kualitas hidup, buruknya etos kerja dan pola pikir
mereka serta lemahnya akses mereka terhadap aset lingkungan seperti air bersih dan listrik.
Menurut Permenpera No. 5/PERMEN/M/2007 masyarakat berpenghasilan rendah dengan
penghasilan dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah per bulan. Keadaan yang ada di dalam
kehidupan masyarakat berpenghasilan rendah menyebabkan lemahnya akses mereka dalam
menentukan kehidupan mereka sendiri mulai dari sosial, politik dan budaya serta
keterbatasan perekonomian yang mereka miliki. Masyarkat berpenghasilan rendah yang
memiliki keterbatasan tersebut, terutama keterbatasan perekonomian memiliki etos kerja
dan pola pikir yang berbeda dari masyarakat yang berkecukupan dalam memenuhui
kebutuhannya sehari – hari. Buruknya etos kerja dan pola pikir yang ada, memerlukan
bantuan dan dukungan dari segala pihak untuk membenahi budaya yang dimiliki masyarakat
berpenghasilan rendah dalam memenuhui kebutuhan papan. Kebutuhan papan yang
menjadi kendala dalam kehidupan masyarakat berpenghasilan rendah tentunya harus
diperhatikan. Dengan adanya perencanaan pembangunan perumahan dapat membantu
menyeimbangkan dan membantu pola pikir mereka dalam memenuhui kebutuhan papan
( rumah ).
4.1 Perilaku Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Menurut Walgito (1978) Perilaku dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu perilaku
yang menampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak menampak (innert behavior).
Perilaku yang terjadi didalam diri satu individu yang satu dengan yang lain memiliki
perbedaan yang berbeda-beda. Perilaku dan aktivitas dari masyarakat berpenghasilan
rendah akan timbul dengan sendirinya karena adanya stimulus eksternal maupun internal.
Stimulus internal merupakan faktor yang terdapat di dalam diri individu tersebut, seperti :
fisiologis, perhatian, minat serta suasana hati. Sedangkan stimulus eksternal meliputi
persepsi individu dengan melihat ukuran suatu objek dalam membentuk suatu persepsi yang

ada. Stimulus dalam diri individu ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu stimulus yang
berpegaruh langsung kepada perilaku dan stimulus yang berpengaruh terhadap adanya
interaksi antara lingkungan dengan organisme dimana lingkungan tersebut mempengaruhui
stimulus, hal ini biasa disebut dengan aliran kognitif ( Walgito, 1978 ).
Teori mengenai perilaku masyarakat tentunya akan semakin berkembang dengan adanya
pertumbuhan yang terjadi di kehidupan bermasyarakat. Perilaku seperti itulah dapat dialami
oleh semua individu maupun kelompok tanpa memandang individu itu dikatakan mampu
ataupun kurang mampu. Dalam pribadi masyarkat berpenghasilan rendah, stimulus
eksternal dengan pengaruh lingkungan sekitar sangat mempengaruhui pemikiran serta
persepsi masyarakat tersebut.
4.2 Perilaku Masyarakat Berpenghasilan Rendah dalam Memenuhui Kebutuhan Perumahan
Perilaku yang menjadi dasar dari masyarakat berpenghasilan rendah ini, berpengaruh
dari stimulus eksternal. Lingkungan sekitar serta peran dukung kalangan sekitar yang kurang
memberikan perhatian yang membuat persepsi maupun pemikiran mereka berbeda dengan
masyarakat yang memiliki kecukupan dalam memenuhui kebutuhannya sehari – hari.
Lingkungan fisik yang serba kekurangan dalam hal perekonomian serta lingkungan sosial
yang kurang mendukung menjadikan adanya persaingan yang sangat ketat untuk
memperebutkan bahkan mempertahankan sesuatu. Tekanan perekonomian ini membatasi
aksesibilitas masyarakat berpenghasilan rendah terhadap sarana dan prasarana lingkungan
maupun kebutuhan hidupnya. Menurut Lewis (1984 dalam Suparlan) ini dapat menimbulkan
budaya miskin.
Untuk memenuhui kebutuhan perumahan pada MBR dapat dikelompokan menjadi dua
yaitu pemenuhan kebutuhan perumahan untuk mendekat pada tempat kerja dan
pemenuhan kebutuhan perumahan untuk menetap. Kedua perbedaan inilah tentunya
memiliki perhatian yang khusus dengan kondisi
6 keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat
berpenghasilan rendah tersebut untuk memenuhui kebutuhan perumahan yang layak, aman,
nyaman serta terjangkau baik dari segi keuangan dan dari segi aksestabilitas untuk
melakukan kegiatan sehari – hari.
V. Perencanaan Pembangunan Perumahan untuk Masayarakat Berpenghasilan
rendah
Perencanaan pembangunan Perumahan untuk Masyarakat berpenghasilan rendah
tentunya sangat dan perlu adanya. Masyarakat berpenghasilan rendah pada tingkat nasional
maupun daerah memiliki keterbatasan perekonomian untuk memiliki kesempatan yang sama
yaitu mendapatkan rumah yang layak. Kemampuan dari pemerintah yang ingin “merangkul”
semua masalah ini tentunya memiliki berbagai keterbatasan ataupun ketidakmampuan
dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan amanat UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman serta kebijakan strategi nasional perumahan dan permukiman mensyaratkan
untuk memberikan akses yang luas bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk
mendapatkan rumah yang layak. Perumah tersebut bisa berupa perumahan vertikal maupun
perumahan horizontal. Untuk itulah, diperlukan perencanaan yang matang dalam
memperbaiki akses kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah baik dari segi
kemampuan dan dari segi jumlah penduduk yang ingin direncanakan.
5.1 Persyaratan Dasar dalam Perencanaan
Kebutuhan rumah atau perumahan untuk semua manusia, merupakan kebutuhan yang
erat dan berkaitan antara kebutuhan sandang maupun papan ( rumah ). Kebutuhan rumah
atau keberadaan rumah berperan besar dalam pembentukan karakter suatu individu
maupun dalam satu keluarga. Persyaratan maupun kriteria dari rumah harus mememiliki
kesehatan, keamanan serta kenyaman untuk semua penghuni dari rumah itu sendiri. Tidak
hanya dengan hal kesehatan, keamaan dan kenyamanan, persyaratan yang perlu dipikirkan
dalm perencanaan perumahan yaitu melihat seberapa banyak jumlah penghuni yang akan
tinggal didalam perumahan tersebut. Hunian bertingkat ( >200 jiwa ), hunian tidak

bertingkat, besaran dan luasan lahan, lingkungan sekitar serta prasarana/sarana yang
menunjang untuk masyarkat merupakan pemikiran yang harus dilihat sebelum
merencanakan perumahan untuk masyarakat luas terkhsusnya bagi MBR.

Gb. 5 Tabel Kebutuhan Hunian Bertingkat untuk Penduduk sesuai kriteria
( Sumber : Artikel SNI 03-1433-2004 )
5.2 Manfaat dalam Perencanaan Perumahan
Kebutuhan yang beraneka ragam serta cara pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda
menjadikan berbagai tantangan untuk merencanakan sesuatu yang dapat berguna untuk
melangsungkan kehidupan bersama maupun kebutuhan pribadi. Perencanaan perumahan
yang baik dan melihat kondisi masyarakat yang memiliki keterbatasan menjadi suatu
langkah dari proses perencanaan pembangunan perumahan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah
Kebutuhan keberadaan perumahan maupun rumah memiliki manfaat sebagai suatu
tempat hunian keluarga, menjaga keamanan dari gangguan luar, mengekspresikan karakter
serta memiliki fungsi sosial sebagai pola pembangunan perilaku dalam menjalankan
kehidupan. Manfaat dari perencanaan perumahan inilah, yang tentu saja menjadi tantangan
bagi para perencana dan para pemerintah untuk memfasilitasi perumahan yang
layak,nyaman serta berkualitas bagi seluruh masyarakat terutama bagi masyaraat
berpenghasilan rendah.
5.3 Strategi dalam Pembangunan Perumahan
Kebijakan maupun strategi nasional yang dibentuk oleh pelaku pembangunan
perumahan untuk menyelenggarakan pembangunan
perumahan yang baik serta merata
7
bagi semua kalangan, memiliki berbagai pertimbangan yang bersifat struktural, sehingga
strategi nasional serta kebijakan yang dibentuk dapat berlaku dalam rentang waktu yang
cukup panjang serta memudahkan bagi para pelaku pembangunan perumahan dalam
melaksanakan rencana, program, proyek maupun kegiatan.
Strategi yang dibentuk yaitu untuk melaksanakan kebijakan yang dibuat dalam hal
pembangunan perumahan ini. Strategi yang dirumuskan atau dibentuk untuk membantu
melangksungkan kegiatan kebijakan pembangunan perumahan, antara lain :
1. Pengembangan peraturan perundang-undangan dan pemantapan kelembagaan
dibidang perumahan dan permukiman serta fasilitasi pelaksanaan penataan ruang
kawasan permukiman yang transparan dan partisipatif.
2. Pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau dengan menitik
beratkan kepada masyarakat miskin dan berpendapatan rendah.
3. Perwujudan kondisi lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan
berkelanjutan.
VI. Analisis
6.1 Kendala dalam Perencanaan Pembangunan Perumahan untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah
Dalam melaksanakan kegiatan perencanaan pembangunan perumahan tentunya memiliki
berbagai kesulitan atau kendala dalam pelaksanaan kegiatannya. Berbagai tantangan atau
kendala yang dihadapai antara lain: keterbatasan perekonomian untuk membeli atau
menyewa sebuah rumah, keterbatasnya lahan yang tersedia untuk lokasi pembangunan
perumahan dan permukiman, rendahnya kondisi sosial masyarakat, terbatasnya informasi

tentang perumahan dan permukiman dan terbatasnya kemampuan pemerintah dalam
penyediaan perumahan dan permukiman.
Peningkatan laju pertumbuhan penduduk yang semakin berkembang dari tahun ketahun
membuat kendala yang ada semakin membesar. Potensi ketersediaan lahan, keterbatasan
kemampuan pemerintah untuk “merangkul” semua masyarakat serta pendapatan
perekonomian dari masyarakat yang beberapa memiliki penghasilan yang rendah,
mengakibatkan perencanaan pembangunan perumahan terhambat. Keterkaitan antara
kendala satu dengan yang lainnya sangat berkaitan. Keterbatasan lahan yang tidak
menjamin untuk pembangunan perumahan ( kondisi fisik ) serta tidak ada daya dukung
dari pemerintah sendiri (pusat dan daerah) untuk bekerjasama membentuk sebuah
perumahan yang merakyat dan terjamin kualitasnya, mengakibatkan adanya ketimpangan
permintaan perumahan yang baik dan berkualitas baik bagi masyarakat tentunya untuk
para masyarakat berpenghasilan rendah.
Masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak dapat melakukan apa-apa dibidang
materi dan memiliki keterbatasan informasi mengenai pembangunan perumahan,
mengakibatkan mereka berusaha sendiri untuk membuat serta membangun permukiman
maupun perumahan sendiri dengan tidak memperdulikan kondisi yang ada. Kondisi yang
ada seperti, membangun perumahan di daerah aliran sungai, membangun rumah secara
permanen tanpa izin dibawah kolong rel kereta api ( di daerah Mangga Besar, Jakarta Pusat
) dan lainnya membuat kekacauan dari rencana pembangunan perumahan.
6.2 Tindakan Pemerintah dalam Perencanaan Pembangunan Perumahan untuk MBR
Salah satu langkah awal yang diambil oleh Pemerintah, baik dari oleh Pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yaitu dengan mengawasi jalannya
peraturan perundangan UU 1/2001 tentang perumahan dan kawasan permukiman sesuai
dengan kewenangan yang dimiliki oleh masing – masing bidang. Dalam hal perencanaan
pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah sudah
merencanakan dan sudah berjalan dalam membentuk suatu perumahan rakyat ( perumnas )
yang berfasilitas memadahi dan bersifat layak huni untuk semua kalangan. Perumnas yang
sudah dirancang dan yang sudah dikembangkan sejak dahulu memiliki beberapa tipe
perumahan, antara lain : (a) berbentuk vertikal ; (b) berbentuk horizontal. Perumnas yang
bertipe horizontal yang dibangun oleh pemerintah memakan ruang atau lahan yang banyak
dibandingkan dengan bertipe vertikal. Keterbatasan lahan di perkotaan ( DKI Jakarta ) yang
ada, kurangnya daya dukung kondisi fisik dari lahan yang akan dibentuk untuk perumahan
serta laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menjadikan perumnas bertipe
8
horizontal sudah jarang dijumpai dan kurang dalam keberadaannya. Perumahan bertipe
vertikal, merupakan salah satu solusi yang diambil pemerintah untuk mendukung
perencanaan pembangunan perumahan untuk Masyarakat berpenghasilan rendah.
Tindakan yang sudah diambil oleh pemerintah dalam merencanakan dan membangun
suatu perumnas yang baik serta menunjang kebutuhan masyarkatnya yaitu dengan
berusaha membangun perumahan bertipe vertikal. Perumahan bertipe vertikal merupakan
suatu cara yang mudah dan cukup strategis untuk mensiasati keterbatasan lahan serta
mensiasati pertumbuhan penduduk yang ada di perkotaan yaitu dengan membangun rumah
susun yang diperuntukan bagi semua masyarakat terlebih lagi bagi masyarakat
berpenghasilan rendah. Pemerintah mengharapkan, masyarakat yang kurang mampu
mendapat hal tersebut dengan menempati perumahan vertikal ( rumah susun ) yang sudah
disediakan dengan berbagai akses fasilitas pendukung yang memadai.
VII. PEMBAHASAN
7.1 Ketersediaan Rumah Susun untuk Masyarakat berpenghasilan rendah
Penyediaan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, terkhususnya
perumahan yang bertipe vertikal ke atas merupakan suatu strategi yang baik untuk
penyediaan perumahan bagi masyarakat di perkotaan dan bagi masyarakat berpenghasilan
rendah. Keterbatasan lahan, laju pertumbuhan penduduk yang meningkat mengakibatkan

tuntutan untuk membuat suatu perumahan yang baik, berkualitas dan terjangkau bagi
masyarakat luas tidak menjadi penghalang dalam pembuatan perumahan bertipe vertikal
( rumah susun ).
Keberadaan penyediaan rumah susun bagi golongan menegah kebawah ( MBR ) sangat
membantu dalam kehidupan mereka yaitu untuk memenuhui kebutuhan papan ( rumah ).
Perumnas yang bertipe rumah susun inilah, sudah dibangun oleh pemerintah untuk
membantu mengatasi masalah yang ada di masyarakat terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah, seperti mengatasi adanya perumahan di daerah aliran sungai,
dibawah jembatan dan lainnya yang akan berdampak bagi lingkungan sekitar perkotaan dan
mempengaruhui pola kehidupan masyarakat itu sendiri.
7.2 Tujuan Pembangunan Rumah Susun bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Pembangunan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah berawal dari
masalah keterbatasan dalam penyediaan lahan yang berkaitan dengan laju pertumbuhan
penduduk yang semakin lama semakin meningkat di perkotaan ini. Ketersediaan rumah yang
berguna untuk memberikan rasa nyaman dan lainnya merupakan hal yang penting dalam
kehidupan sehari – hari. Kebutuhan perumahan yang semakin lama semakin meningkat ini,
mendorong para pemerintah untuk membentuk suatu perumnas yang baik serta layak huni
untuk semua kalangan guna memenuhui kebutuhan papan tersebut.
Tujuan pembangunan rumah susun berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
pasal 3 tentang rumah susun:
1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta
menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan
permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
2. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh.
3. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan
masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan
dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR.
4. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama
bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan dalam
suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu.
9
Tidak hanya itu saja, pembangunan rumah susun yang benar serta memiliki daya dukung
fisik maupun sosial yang baik memiliki tujuan yaitu sebagai tempat awal seorang individu
mendapatkan pendidikan dan pembentukan karakter individu tersebut agar menjadikan
generasi yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bersama antar
individu,kelompok maupun bangsa.
VIII. KESIMPULAN
Pemenuhan akan kebutuhan perumahan sangat diperlukan untuk semua orang yang
berada di DKI Jakarta dan diseluruh wilayah yang berada di muka bumi ini. Kebutuhan
perumahan ini, tidak memandang status hingga pendapatan yang dimiliki antara individu
yang satu dengan yang lainnya. Kebutuhan perumahan harus dipenuhui dan seharusnya
memiliki prioritas utama dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya perencanaan
pembangunan perumahan yang telah dirancang, dibangun dan dikelola oleh
pemerintah( pusat, daerah ) kebutuhan perumahan akan terpenuhui dengan harapan
masyarakat dapat memenuhui kebutuhan yang lainnya mulai dari sandang,pangan hingga
pembentukan karakteristik sifat dan perilaku. Tetapi, kendala yang terjadi dalam pemenuhan
kebutuhan perumahan ini yaitu masyarakat yang memiliki keterbatasan pendapatan yang
biasa disebut Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Masyarakat yang memiliki keterbatasan
ini, perlu adanya perhatian khusus untuk pemenuhan kebutuhan perumahan. Penghasilan
yang rendah atau kurang dan biaya untuk membeli maupun menyewa rumah yang layak

dengan harga yang mahal, merupakan kendala yang besar dalam pemenuhan
kebutuhannya.
Perencanaan pembangunan perumahan yang dititikberatkan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah inilah, yang sangat membantu dalam memenhui kebutuhan hidup
mereka. Terjaminnya kualitas, keterjangkauan mendapatkan rumah tersebut hingga sarana
dan prasarana yang memadai merupakan impian seluruh masyarakat terlebih bagi
masyarakat berpenghasilan rendah. Perencanaan pembangunan perumahan untuk MBR ini
akhirnya telah ditindaklanjuti oleh aparat pemerintahan dengan membangun perumahan
untuk MBR. Perumahan berjenis horizontal dengan berbagai tipe dan perumahan berjenis
vertikal merupakan suatu rangkaian yang telah diciptakan untuk memenuhui kebutuhan
semua masyarakat yang berada di DKI Jakarta. Tetapi, keterbatasan lahan yang ada di
Jakarta ini merupakan salah satu kendala yang dihadapi oleh para perencana dalam
membangun perumahan untuk MBR. Untuk itu, para perencana dan aparat pemerintah telah
mengambil solusi dengan membangun rumah susun(bertipe vertikal) untuk menampung dan
berusaha mensejahterakan kebutuhan dari MBR tersebut. Rumah susun dibangun dengan
harapan agar masyarakat berpenghasilan rendah tidak lagi khawatir dan tidak lagi
membangun perumahan dengan sembarangan. Rumah susun ini dirancang dan dibentuk
dengan sederhana namun dapat memenuhui kebutuhan para masyarakat berpenghasilan
rendah dan sesuai dengan kaidah perumahan menurut UU maupun para ahli perumahan
terdahulu. Perencanaan pembangunan perumahan dengan solusi yaitu membentuk rumah
susun merupakan suatu acuan bagi seluruh masyarakat berpenghasilan rendah agar lebih
peduli lagi dengan kebutuhan yang seharusnya dipenuhui walaupun memiliki banyak
keterbatasan yaitu dengan adanya keterbatasan perekonomian.
IV. DAFTAR PUSTAKA

1. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/41787
2. https://www.academia.edu/9103838/Aulia_Nofrianti_1202483_Pola_Pemukiman_Pendu
duk

3. https://www.academia.edu/3638787/Jurnal_Perencanaan_Pembangunan_dalam_Persp

ektif_System_Thinking_Soft_System_Methodology_
4. https://drive.google.com/viewerng/viewer?
a=v&pid=sites&srcid=ZGVmYXVsdGRvbWFpbnxoZGVzaWduMDV8Z3g6NjhmZmEzM
mM1NTBiZDE3Yw
5. https://pu.go.id/uploads/services/2011-12-01-11-57-14.pdf
6. http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:ZtrUQfUtUcQJ:www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/1/66.bpkp+&cd=3&hl=id&
ct=clnk&gl=id

7. https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBsQFjAA&url=http%3A%2F
%2Fkemenpera.go.id%2Fimages%2Fgambar%2Fuu%252020%2520tahun
%25202011.pdf&ei=c_yhVPPpOImQuAS8mIDICQ&usg=AFQjCNE7SMoltana1BFSEdG33afHXVdB3
g&bvm=bv.82001339,d.c2E
10