Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Sect

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Sectio Caesaria

A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
2. Etiologi
Indikasi SC :
a. Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea
adalah :
1) Prolog labour sampai neglected labour.
2) Ruptura uteri imminen
3) Fetal distress
4) Janin besar melebihi 4000 gr
5) Perdarahan antepartum (Manuaba, I.B, 2001)
b. Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan
sectio adalah :
1) Malpersentasi janin

a) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan /cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida
dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang
dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.

b) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
2) Plasenta previa sentralis dan lateralis
3) Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
4) Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama
letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the
twins), distosia karena tumor, gawat janin dan sebagainya.
5) Partus lama
6) Partus tidak maju
7) Pre-eklamsia dan hipertensi
8) Distosia serviks

3. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi
kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa
walaupun anak sudah mati.
4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.

2) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :

1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih memanjang
2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya
ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah

memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
2) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.


5. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,
sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat
diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama
sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.

b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru - paru
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura

uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.
6. Prognosis
a. Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan
darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman
dari pada dahulu.
b. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang
kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas
pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
c. Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari
keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut
statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang
baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% (Mochtar, 1998)
7. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic,
rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia


serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya
suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
(nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup
dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit

9. Penatalaksanaan Medis Post SC
a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.

Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL
secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam
pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada

penderita,

menghalangi

involusi


uterus

dan

menyebabkan

perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.(Manuaba, 1999)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.

3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinalepidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
8) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi

3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
akut
berhubungan
dengan
pelepasan
mediator nyeri
(histamin,
prostaglandin)
akibat trauma
jaringan dalam
pembedahan
(section
caesarea)

Tujuan dan
Kriteria Hasil

Intervensi

Setelah diberikan 
Lakukan pengkajian
asuhan
secara
komprehensif
keperawatan
tentang nyeri meliputi
selama … x 24 jam
lokasi,
karakteristik,
diharapkan nyeri
durasi, frekuensi, kualitas,
klien berkurang /
intensitas nyeri dan faktor
terkontrol dengan
presipitasi.
kriteria hasil :

Observasi
respon
nonverbal
dari

Klien
ketidaknyamanan
melaporkan nyeri
(misalnya wajah meringis)
berkurang
/
terutama ketidakmampuan
terkontrol
untuk
berkomunikasi

Wajah tidak
secara efektif.
tampak meringis

Kaji
efek

Klien
pengalaman
nyeri
tampak
rileks,
terhadap kualitas hidup
dapat
(ex: beraktivitas, tidur,
berisitirahat, dan
istirahat, rileks, kognisi,
beraktivitas
perasaan, dan hubungan
sesuai
sosial)
kemampuan

Rasional

Mempengar
uhi
pilihan
/
pengawasan
keefektifan
intervensi.

Tingkat
ansietas
dapat
mempengaruhi
persepsi / reaksi
terhadap nyeri.

Mengetahui
sejauh
mana
pengaruh
nyeri
terhadap kualitas
hidup pasien.


Ajarkan
menggunakan
teknik
nonanalgetik
(relaksasi
progresif, latihan napas
dalam, imajinasi, sentuhan
terapeutik.)


Memfokusk
an
kembali
perhatian,
meningkatkan
kontrol
dan
meningkatkan
harga diri dan
kemampuan
koping


Kontrol faktor faktor lingkungan yang
yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya,
dan suara)


Memberikan
ketenangan
kepada
pasien
sehingga
nyeri
tidak bertambah

Risiko tinggi
terhadap
infeksi
berhubungan
dengan trauma
jaringan / luka
bekas operasi
(SC)


Kolaborasi
untuk
penggunaan
kontrol
analgetik, jika perlu.


Analgetik
dapat mengurangi
pengikatan
mediator kimiawi
nyeri
pada
reseptor
nyeri
sehingga
dapat
mengurangi rasa
nyeri

Setelah diberikan 
Tinjau ulang kondisi
asuhan
dasar / faktor risiko yang
keperawatan
ada
sebelumnya.Catat
selama … x 24 jam
waktu pecah ketuban.
diharapkan
klien
tidak
mengalami
infeksi
dengan
kriteria hasil :


Kondisi
dasar
seperti
diabetes
/
hemoragi
menimbulkan
potensial
risiko
infeksi
/
penyembuhan
luka yang buruk.
Pecah
ketuban
yang terjadi 24
jam
sebelum
pembedahan
dapat
menimbulkan
koriamnionitis
sebelum
intervensi bedah
dan
dapat
mempengaruhi
proses
penyembuhan
luka

Mengetahui
secara
dini
terjadinya infeksi
sehingga
dapat
dilakukan
pemilihan
intervensi secara
tepat dan cepat


Tidak
terjadi tanda tanda
infeksi
(kalor,
rubor,
dolor,
tumor,
fungsio laesea)

Suhu dan
nadi dalam batas
normal ( suhu =
36,5
-37,50 C,
frekuensi nadi =
60 - 100x/ menit)

WBC
dalam
batas 
Kaji adanya tanda
normal
(4,10infeksi (kalor,
rubor,
10,9 10^3 / uL)
dolor, tumor, fungsio
laesa)



Lakukan perawatan



Meminimali

luka dengan teknik aseptic

sir
adanya
kontaminasi pada
luka yang dapat
menimbulkan
infeksi


Inspeksi
balutan
abdominal
terhadap
eksudat
/
rembesan.
Lepaskan balutan sesuai
indikasi


Balutan
steril
menutupi
luka
dan
melindungi luka
dari
cedera
/
kontaminasi. Rem
besan
dapat
menandakan
terjadinya
hematoma yang
memerlukan
intervensi lanjut

Cuci tangan
menurunkan
resiko terjadinya
infeksi
nosokomial


Anjurkan klien dan
keluarga untuk mencuci
tangan sebelum / sesudah
menyentuh luka


Pantau peningkatan
suhu,
nadi,
dan
pemeriksaan laboratorium
jumlah WBC / sel darah
putih


Peningkatan
suhu, nadi, dan
WBC merupakan
salah satu data
penunjang yang
dapat
mengidentifikasi
adanya bakteri di
dalam
darah.
Proses
tubuh
untuk
melawan
bakteri
akan
meningkatkan
produksi
panas
dan
frekuensi
nadi. Sel darah
putih
akan
meningkat
sebagai


Kolaborasi
untuk
pemeriksaan Hb dan Ht.
Catat
perkiraan
kehilangan darah selama
prosedur pembedahan


Anjurkan
intake
nutrisi yang cukup


Kolaborasi
penggunaan
antibiotik
sesuai indikasi

Ansietas
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
tentang
prosedur
pembedahan,
penyembuhan,
dan perawatan

Setelah diberikan 
Kaji
respon
asuhan
psikologis
terhadap
keperawatan
kejadian dan ketersediaan
selama … x 6 jam
sistem pendukung
diharapkan ansietas
klien
berkurang
dengan
kriteria
hasil :


Klien

kompensasi untuk
melawan bakteri
yang menginvasi
tubuh.

Risiko
infeksi
pasca
melahirkan
dan
proses
penyembuhan
akan buruk bila
kadar Hb rendah
dan
terjadi
kehilangan darah
berlebihan.

Mempertaha
nkan
keseimbangan
nutrisi
untuk
mendukung
perpusi jaringan
dan memberikan
nutrisi yang perlu
untuk regenerasi
selular
dan
penyembuhan
jaringan

Antibiotik
dapat
menghambat
proses infeksi

Keberadaan
sistem pendukung
klien
(misalnya
pasangan) dapat
memberikan
dukungan secara
psikologis
dan
membantu klien
dalam
mengungkapkan

post operasi

terlihat
lebih
tenang dan tidak 
Tetap bersama klien,
gelisah
bersikap
tenang
dan

Klien
menunjukkan rasa empati
mengungkapkan
bahwa
ansietasnya
berkurang


Observasi
respon
nonverbal klien (misalnya:
gelisah) berkaitan dengan
ansietas yang dirasakan


Dukung dan arahkan
kembali
mekanisme
koping


Berikan
informasi
yang benar mengenai
prosedur
pembedahan,
penyembuhan,
dan
perawatan post operasi

masalahnya

Keberadaan
perawat
dapat
memberikan
dukungan
dan
perhatian
pada
klien
sehingga
klien
merasa
nyaman
dan
mengurangi
ansietas
yang
dirasakannya


Ansietas
seringkali
tidak
dilaporkan secara
verbal
namun
tampak pada pola
perilaku
klien
secara nonverbal

Mendukung
mekanisme
koping
dasar,
meningkatkan
rasa percaya diri
klien
sehingga
menurunkan
ansietas


Kurangnya
informasi
dan
misinterpretasi
klien
terhadap
informasi
yang
dimiliki
sebelumnya dapat
mempengaruhi
ansietas
yang
dirasakan


Diskusikan
pengalaman / harapan
kelahiran anak pada masa
lalu


Evaluasi perubahan
ansietas yang dialami
klien secara verbal


Klien dapat
mengalami
penyimpangan
memori
dari
melahirkan. Masa
lalu / persepsi
yang
tidak
realistis
dan
abnormalitas
mengenai proses
persalinan
SC
akan
meningkatkan
ansietas.


Identifikasi
keefektifan
intervensi
yang
telah diberikan

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta :
EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana
Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65