Identifikasi Anomali Sinyal Geomagnetik Ultra Low Frequency Sebagai Prekursor Gempa Bumi Dengan Magnitudo Kecil Di Wilayah Kepulauan Nias | M. Hamidi | JURNAL ILMU FISIKA | UNIVERSITAS ANDALAS 1 SM

P-ISSN 1979-4657
E-ISSN 2614-7836

IDENTIFIKASI ANOMALI SINYAL GEOMAGNETIK
ULTRA LOW FREQUENCY SEBAGAI PREKURSOR
GEMPA BUMI DENGAN MAGNITUDO KECIL
DI WILAYAH KEPULAUAN NIAS
M. Hamidi1, Elistia Liza Namigo1*, Ma’muri2
1

Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Andalas
Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163
2
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisikai, Padang Panjang, 27118
*Email: elistializanamigo@yahoo.com
ABSTRAK

Telah dilakukan identifikasi anomali sinyal geomagnetik frekuensi rendah sebagai prekursor
gempa bumi dengan magnitudo kecil di wilayah Kepulauan Nias. Pada penelitian ini digunakan
data gempa dari bulan September 2016 hingga bulan Juni 2017 dengan rentang waktu data
geomagnetik yang digunakan 30 hari sebelum terjadinya gempa bumi. Data geomagnetik ini

adalah data yang terekam oleh sensor Magnetic Acquisition Data System (MAGDAS).
Penyeleksian data gempa bumi dilakukan dengan menerapkan persamaan radius daerah persiapan
Pengolahan data geomagnetik dilakukan dengan menggunakan
gempa yaitu
metode Power Spectrum Density (PSD) untuk menganalisis rasio komponen SZ/SH medan magnet
bumi dan menggunakan metode Single Station Transfer Function (SSTF) untuk menentukan arah
azimuth yang dihasilkan oleh anomali Ultra Low Frequency (ULF). Selanjutnya, untuk
memastikan sumber anomali digunakan validasi indeks Disturbance Storm Time (DST). Dari hasil
pengamatan diperoleh 3 kejadian gempa bumi dengan anomali ULF sebelum terjadinya gempa.
Gempa bumi tersebut adalah gempa 13 Oktober 2016 dengan magnitudo 3,3, gempa 16 November
2016 dengan magnitudo 3,6 dan gempa 16 April 2017 dengan magnitudo 3,2. Lead time anomali
ULF untuk ketiga gempa ini memiliki durasi yang lebih pendek dibandingkan dengan lead time
anomali ULF untuk gempa bumi dengan magnitudo besar yang pernah terjadi di Pulau Sumatera.
Kata kunci: sinyal geomagnetik, ultra low frequency, prekursor, gempa magnitudo kecil,
kepulauan nias

ABSTRACT
Low frequency (ULF) geomagnetic signal anomalies as small magnitude earthquakes precursor in
Nias Islands region have been identified. This research uses earthquake data which were recorded
from September 2016 to June 2017 with geomagnetic data period of 30 days before earthquake.

The geomagnetic data were recorded by MAGDAS-9 sensor. Earthquake data were selected by
implementing formulation of earthquake preparation radius area, that is
. The
processing of geomagnetic data were carried out by using of Power Spectrum Density (PSD)
method to analyze ratio of component SZ/SH for geomagnetic field and Single Station Transfer
Function (SSTF) method to calculate the point of azimuth that come from anomaly of ULF.
Furthermore, Disturbance Storm Time index (DST) is used to determine the source of anomaly.
From observation that are three events of earthquake come with signs of ULF anomaly were
identified. The three earthquake events are of October 13, 2016 with magnitude 3.3, of November
16, 2016 with magnitude 3.6, and of April 16, 2016, with magnitude 3.2. Lead time of the
anomalies for the three earthquakes has a shorter duration than earthquakes with large magnitude
were happen in Sumatera Island.

JURNAL ILMU FISIKA (JIF), VOL 10 NO 1, MARET 2018

53

P-ISSN 1979-4657
E-ISSN 2614-7836


Keywords: geomagnetic signal, ultra low frequency, precursors, small magnitude earthquake, nias
island

1. PENDAHULUAN
Kepulauan Nias merupakan salah satu kepulauan terbesar yang terletak di pesisir barat
pulau Sumatera. Secara administratif Kepulauan Nias masuk dalam wilayah provinsi
Sumatera Utara dengan posisi geografis 0o 12’ - 1o 32` LU dan 97o - 98o BT. Secara
tektonik, Kepulauan Nias terletak di daerah subduksi 3 lempeng besar yaitu lempeng
Indo-Australia yang bergerak ke utara, lempeng Pasifik yang bergerak ke barat, dan
lempeng Eurasia (BPS, 2011). Karena berada di daerah subduksi 3 lempeng, maka
Kepulauan Nias dikenal sebagai kepulauan yang berada di daerah gugusan cincin api. Hal
inilah yang menyebabkan Kepulauan Nias memiliki tingkat frekuensi gempa bumi cukup
tinggi (Hutauruk, 2013).
Menurut data BMKG (2017) selama tahun 2015 telah terjadi sebanyak 45 kejadian gempa
bumi di wilayah Kepulauan Nias, dimana 41 gempa bumi merupakan gempa bumi kecil
dan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa Kepulauan Nias merupakan daerah yang rawan
terjadinya gempa sehingga dibutuhkan upaya mitigasi gempa bumi (Malau dan Sitepu,
2016). Salah satu upaya mitigasi tersebut adalah dengan melakukan prediksi terhadap
peristiwa gempa yang akan terjadi. Upaya mitigasi berguna untuk mengurangi kerugian
yang disebabkan oleh gempa bumi. Menurut Pakpahan dkk., (2014) prediksi gempa bumi

dapat dilakukan dengan mengamati kemunculan tanda awal gempa bumi atau dikenal
dengan prekursor. Prediksi dilakukan dengan mengamati berbagai parameter seperti
parameter geo-atmosferik, geokimia, geodesi, geofisika dan beberapa parameter lainnya.
Salah satu parameter geofisika yang sering diamati adalah emisi gelombang
elektromagnetik dari kerak bumi yang berasal dari gempa bumi (Fransiska dk., 2013).
Emisi gelombang elektromagnetik dihasilkan oleh proses seismogenik yaitu proses
patahnya formasi batuan di daerah tumbukan lempeng yang mengakibatkan terjadinya
gempa bumi. Spektrum gelombang elektromagnetik yang dipancarkan pada proses ini
dimulai dari frekuensi sangat rendah yaitu Ultra Low Frequency (ULF) hingga frekuensi
tinggi yaitu Ultra High Frequency (UHF) (Yumoto dkk., 2007). Dari beberapa spektrum
tersebut hanya emisi ULF yang dapat dijadikan sebagai prekursor gempa bumi. Hal ini
karena ULF hanya sedikit mengalami atenuasi sehingga mampu merambat ke permukaan
bumi (Hayakawa dkk., 2000; Kopytenko dkk., 2001; Ahadi dkk., 2013). Pendeteksian
anomali emisi ULF biasanya dilakukan dengan menggunakan data geomagnetik pada
spektrum frekuensi 6. Hasil dari
penelitian mereka menunjukkan bahwa anomali emisi ULF terkait prekursor gempa bumi
kuat berada pada frekuensi 0,06 Hz. Pada penelitian tersebut, Ahadi dkk., (2016)
menemukan bahwa lead time anomali ULF sebanding dengan magnitudo gempa dan
berbanding terbalik dengan jarak hiposenter. Penelitian yang dilakukan di daerah
Sumatera lebih sering dilakukan dengan menggunakan data gempa bumi dengan

magnitudo >6. Menurut Armansyah dkk., (2016) peluang kejadian gempa bumi dengan
magnitudo 6 sehingga dapat
dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian. Gempa dengan magnitudo