Pamong Praja Sebagai Pelopor Revolusi Me (1)

฀among ฀raja Sebagai ฀elopor Revolusi Mental Dan ฀erubahan
฀ood ฀overnance

฀ama

: Ginanjar Wahyu Hidayat

฀pp

: 24.0837

Asal Kampus : Institut Pemerintahan Dalam ฀egeri
Kampus Kalimantan Barat
Jurusan

: Manajemen Sumber Daya Aparatur

฀omor Handphone : 085750350392

I฀STITUT PEMERI฀TAHA฀ DALAM ฀EGERI
2014 / 2015


฀among ฀raja Sebagai ฀elopor Revolusi Mental Dan ฀erubahan
฀ood ฀overnance
Ginanjar Wahyu Hidayat
Institut Pemerintahan Dalam ฀egeri Kampus Kalimantan Barat, Kubu Raya
e-mail : wahyu.gunners@gmail.com
ABSTRAK
Revolusi Mental yang diprogramkan oleh pemerintah merupakan suatu program
pemerintah mengajak seluruh komponen masyarakat Indonesia untuk berubah
menjadi lebih baik, keluar dari zona kemalasan, kebodohan, hedonisme, korupsi,
kebohongan, kebiasaan buruk yang telah melanda bangsa Indonesia sehingga
menjadi semakin terbelakang dan terpuruk. Sudah terlalu lama bangsa Indonesia
terlelap dalam tidurnya hingga sampai saatnya negara-negara tetangga justru
sudah jauh memimpin didepan meninggalkan negara Indonesia. Segala aspek
kehidupan dalam berbangsa yang pemerintah harapkan terwujudnya suatu
perubahan menjadi lebih baik termasuk dalam bidang birokrasi tidak luput dari
perhatian pemerintah. Sebagai suatu keinginan untuk merubah struktur birokrasi
yang buruk serta sistem yang tidak jelas telah melekat lama pada pola pikir
seorang birokrat. Demikian sehingga tidak heran pemerintah berharap lebih
melalui Revolusi Mental kepada pamong praja untuk menjadi ujung tombak

sebagai pelopor perubahan birokrasi di Indonesia menuju perubahan tata
pemerintahan yang baik ฀good governance). Sebab seorang Pamong praja sudah
memiliki bekal yang penting selama pendidikan di Akademi Pemerintahan Dalam
฀egeri (APD฀), Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), Sekolah Tinggi Pemerintahan
Dalam ฀egeri - Institut Pemerintahan Dalam ฀egeri (STPD฀-IPD฀). Setelah
memproklamirkan diri sebagai sekolah calon pencetak kader pelopor Revolusi
Mental kini IPD฀ siap untuk menelurkan kemantapan program Revolusi Mental
untuk meterus mencetak pamong praja yang tidak hanya siap menjadi seorang
birokrat yang memahami seluk beluk ilmu pemerintahan dan sekedar abdi
masyarakat dan abdi negara tetapi lebih dari sekedar menjadi seorang pelopor
Revolusi Mental dalam aspek birokrasi untuk mewujudkan suatu tata
pemerintahan yang baik ฀good governance).
Kata Kunci : Revolusi Mental, Pamong Praja, Birokrasi, Good governance
Sebetulnya program membangun perbaikan karakter bangsa dari dahulu sudah
dilalukan sebagai akibat kehilangan nilai budaya bangsa anti korupsi, anti
kemalasan, sikap dan sopan santu. Sebagai contoh adalah terbentuknya UndangUndang ฀omor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
dan Undang-Undang ฀omor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Hal
demikian berarti telah menandakan bahwa sebetulnya ruh Revolusi Mental itu
sudah ada dalam program pemrintahan pada masanya, dimulai dengan upaya


pemberantasan korupsi dimana budaya berkorupsi yang telah mendarah daging
dan susah untuk dihilangkan pada para pejabat maupun masyarakat Indonesia.
Selanjutnya upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik dan
merubah mind set atau pola pikir bahwa pemerintah itu melayani dan mengayomi
masyarakat bukan untuk dilayani masyarakat, merupakan tantangan baru dalam
membangun sebuah karakter bangsa.
Saat itu Revolusi Mental yang telah di programkan secara besar-besaran oleh
Presiden Joko Widodo sebagai upaya untuk mencapai sebuah gerakan praktis dan
dapat nyata untuk diimplementasikan. Gerakan Revolusi Mental ini jika dianalisis
memiliki nilai strategis dan nilai instrumental. Aspek nilai strategis Revolusi
Mental ditujukan untuk kedaulatan bangsa dan negara, daya saing dan persatuan
bangsa

yang

melibatkan

seluruh

bangsa


dengan

menguatkan

institusi

pemerintahan dan sosial budaya.
฀ilai secara instrumental adalah usaha atau upaya secara keseluruhan anggota
masyarakat bangsa Indonesia untuk menyadarkan bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang besar, bangsa yang kuat dan sangat berpotensial untuk produktif dan
berprestasi dan bukan tidak mungkin akan bisa menjadi bangsa yang maju dan
sejahtera sehingga tidak dipandang sebelah mata dengan negara lain termasuk
negara tetangga. Dalam implementasinya dimulai dari merubah mind set, sikap
dan perilaku melalui pemahaman nilai-nilai penting yang dimiliki oleh setiap
individu, keluarga, institusi pemerintahan maupun swasta dan seluruh lapisan
masyarakat Indonesia secara utuh. Muncul pertanyaan publik terhadap kebijakan
pemerintahan ini, seperti apa bentuk Revolusi Mental yang diprogramkan oleh
bapak Presiden?, tujuan dan sasaran dalam pelaksanaan Revolusi Mental itu apa?
dan kenapa harus diperlukan sebuah Revolusi Mental?.

Pada sebuah tulisan bertajuk Government Public Relations Report Direktorat
Jenderal Informasi Dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi Dan
Informatika Republik Indonesia Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa “untuk
lebih memperkokoh kedaulatan, meningkatkan daya saing dan mempererat
persatuan bangsa kita perlu melakukan Revolusi Mental”. Dan mengutip dari
pernyataan Presiden RI yang pertama bahwa “Revolusi Mental merupakan satu
gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru,

yang berhati putih, berkemampuan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api
yang menyala-nyala”. Dari kedua pernyataan tersebut penulis menyimpulkan
bahwa Revolusi Mental merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat (pemerintah
& rakyat) dengan cara yang cepat untuk mengangkat kembali nilai-nilai strategis
yang diperlukan oleh bangsa dan negara untuk mampu menciptakan ketertiban
dan kesejahteraan rakyat sehingga dapat memenangkan persaingan di era
globalisasi.
Adapun tujuan dari sebuah Revolusi Mental antara lain yaitu

pertama,

mengubah cara pandang, cara pikir, sikap, dan perilaku dan cara kerja yang

berorientasi pada kemajuan dan kemodernan sehingga Indonesia mampu menjadi
bangsa yang besar dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Kedua, untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara poltik, mandiri dari
segi ekonomi dan berkepribadian yang kuat dengan memprioritaskan nilai-nilai
integritas, kerja keras dan gotong royong.
Pertanyaan yang paling mendasar mengapa bangsa Indonesia memerlukan
suatu program gerakan Revolusi Mental?. Hal ini diantaranya karena terjadi
krisisnya karakter bangsa seperti halnya berperilaku baik serta jujur dan bersih,
karena intoleransi yang terjadi di masyarakat, bentuk pemerintah dan siapa yang
duduk di pemerintahan itu ada tetapi tidak pernah hadir dalam melayani dan
mengayomi masyarakat. Adanya anggapan mengenai masyarakat hanyalah
menjadi sebagai obyek dalam pembangunan, semua pembangunan mengatas
namakan masyarakat tetapu masyarakat sampai sekarang belum sedikitpun
merasakan akan proyek pembangunan tersebut.
Kementerian Pemberdaayaan Aparatur ฀egara dan Reformasi Birokrasi
sebagai lembaga yang paling diharapkan dapat mengelola dan menerapkan
implementasi Revolusi Mental terutama pada kalangan birokrasi di Indonesia.
Target utama Revolusi Mental adalah merupakan “mengembangkan nilai” kepada
birokrasi dan masyarakat.
Berbicara mengenai birokrasi saat ini memang banyak sekali yang bisa untuk

didiskusikan berkaitan dengan program pemerintah dalam menerapkan Revolusi
Mental dalam segala bidang. Birokrasi jika dilihat dari sisi historis sebetulnya
semenjak awal telah ditempatkan sebagai lembaga yang berada diatas masyarakat.

Contohnya pada masa kerajaan, keberadaan birokrat adalah mengabdi kepada
sultan atau raja yang merupakan penguasa bagi rakyat. Sejalan dengan masa
kolonial keberadaan birokrasi ditempatkan sebagai pengawas bagi masyarakat dan
para bupati yang berasal dari kalangan pribumi dengan maksud supaya tidak
memberontak kepada pemerintah kolonial. Secara historis birokrasi merupakan
suatu lembaga yang mengawasi publik bukan lembaga yang diawasi oleh publik.
Kemudian pada masa orde baru, birokrasi telah ditempatkan pula sebagai lembaga
yang mengontrol masyarakat dengan alasan menjaga stabilitas nasional. Jadi
terlihat bahwa birokrasi justru terseret pada arus politik dan dijadikan instrumen
politik dalam mengontrol setiap aktivitas publik.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa yang menduduki jabatan dari
sebuah sistem birokrat adalah pamong praja. Dalam hal ini pamong praja yang
mampu dituntut untuk mengemban tugas dan tanggung jawab untuk mengabdikan
diri kepada negara dan mengayomi serta melayani masyarakat. Jadi muncul
pertanyaan, kenapa dan bagaimana pamong praja itu? Apa kah ada kaitanya
pamong praja dengan birokrasi di Indonesia yang mampu berdaya saing? Hal itu

yang mungkin perlu diketahui jawabannya oleh masyarakat. Dengan program
pemerintah yang mengkampanyekan Revolusi Mental sudah tidak mungkin lagi
untuk

dipungkiri

bahwa

pamong

praja

adalah

ujung

tombak

dalam


mengimplementasikan sebuah gerakan Revolusi Mental pada sistem birokrasi di
Indonesia ini.
Pamong praja diartikan secara etimologis sebagai aparat atau pejabat
pemerintahan yang momong, ngemong (mengasuh) dan menjadi abdi masyarakat,
abdi negara. Pamong praja mencakup pejabat pusat yang berada dipusat atau
pejabat pusat yang berada di daerah serta pejabat daerah yang berada di daerah.
Pamong praja sebagai profesi dan juga sebagai institusi penting untuk
didiskusikan. Peraturan Presiden ฀omor 1 tahun 2009 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Presiden ฀omor 87 Tahun 2004 Tentang Penggabungan Sekolah
Tinggi Pemerintahan Dalam ฀egeri telah memberi ruang terhadap pamong praja
untuk menunjukkan eksistensinya.
Peserta didik atau dapat disebut sebagai praja IPD฀ merupakan kader pamong
praja yang dididik dalam lingkungan pendidikan tinggi kepamong prajaan.

Kemudian jika merujuk kepada Peraturan Presiden ฀omor 1 Tahun 2009 tersebut
telah

menyebutkan

bahwa


terdapat

perguruan

tinggi

kedinasan

yang

menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan, ini mengisyaratkan
bahwa setidaknya dua hal, yang pertama, bahwa ada institusi yang dibentuk oleh
negara untuk menyiapkan pamong praja yang akan menjadi aparat pemerintahan,
dan yang kedua, karena ada institusi pendidikan tinggi kepamongprajaan  yang
akan menghasilkan lulusan yang akan ditugaskan sebagai pelayanan masyarakat
atau tugas-tugas kepamongprajaan yang dilaksanakan oleh para pamong praja.
Pamong

praja


adalah

mereka

yang  menyelenggarakan

pelayanan

pemerintahan pada organisasi pemerintahan lini kewilayahan yang dididik secara
khusus yang memiliki kualifikasi kepemimpinan dan kemampuan manajerial
untuk melayani masyarakat serta konsistensi menjaga keutuhan bangsa dan
negara, dengan bidang keahliannya sebagai generalis yang mengkoordinasikan
cabang-cabang pemerintahan lainnya.
Istilah good governance sendiri adalah istilah yang relatif baru dalam
administrasi publik. Konsep tersebut diciptakan oleh World Bank pada 1989
untuk mengidentifikasi “krisis pemerintahan” di Afrika. “the way state power is
used in managing economic and social resources for develovement of society”,
Good governance merujuk pada cara yang di dalamnya kekuasaan di laksanakan
dalam manajemen sumber daya ekonomi dan sosial negara demi kepentingan
pembangunan.
Pemerintahan yang baik mempunyai beberapa karakteristik dalam buku
karangan oleh Prof. Dr. Mardiasmo, MBA, Ak menyebutkan bahwa U฀DP
memberikan beberapa karakteristik pelaksanaan good governance, meliputi :
1. Partisipasi masyarakat, artinya, semua warga masyarakat mempunyai suara
dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka.
Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul
dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara
konstruktif.
2. Aturan hukum, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang
bulu

3.  Tranparansi artinya, tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang
bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi dapat
diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
4.  Sikap responsif artinya, lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan
harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5.  Berorientasi pada konsensus artinya, tata pemerintahan yang baik
menjembatani kepentingan-kepentingan masyarakat yang berbeda demi
terbangunnya suatu konsensus menyeluruh.
6.  Kesetaraan/kesederajatan artinya, semua warga masyarakat mempunyai
kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7.  Efektifitas dan efisiensi, artinya, pengelolaan sumber daya publik dilakukan
secara berdaya guna dan berhasil guna.
8.  Akuntabilitas, artinya pertanggung jawaban terhadap publik atas setiap
aktivitas yang dilakukan.
 9. Visi strategis, artinya penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus
memiliki visi juh kedepan.
Lembaga Political and Economic Risk Consultancy (PERC) melakukan
sebuah survey terhadap ketidak efisiensi suatu birokrasi pada 12 negara di Asia.
Dengan hasil sebagai berikut :
Tabel hasil survey ketidak efisieni birokrasi pada 12 negara Asia
฀o.

฀egara

฀ilai ketidak efisienitas birokrasi

1
2
3.
4.
5
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Singapura
Hong Kong
Thailand
Korea Selatan
Jepang
Taiwan
Malaysia
China
Vietnam
Filiphina
Indonesia
India

2,53
3,49
5,53
6,13
6,57
6,60
6,97
7,93
8,13
8,37
8,59
9,41

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Political and Economic Risk
Consultancy (PERC). Sudah jelas bahwa Indonesia memiliki nilai ketidak
efisiensi birokrasi yang sangat tinggi maka sudah seharusnya Indonesia segera
berbenah diri dan mau belajar dengan keadaan tersebut. Supaya Indonesia tidak
tertinggal jauh oleh negara lainnya, dan bukan tidak mungkin dapat menjadi
sistem birokrasi yang terbaik.
Dari hasil survei persepsi masyarakat terhadap Reformasi Birokrasi tahun
2014 yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur ฀egara dan
Reformasi Birokrasi secara Independen adalah diketahui bahwa pelaksanaan
reformasi birokrasi di wilayah Jawa-Bali dipersepsikan masyarakat berjalan cukup
cepat dengan indeks persepsi 6,48 sedangkan untuk wilayah luar

Jawa-Bali

dipersepsikan masyarakat berjalan cukup cepat dengan indeks persepsi 5,92.
Sama-sama mendapatkan persepsi masyarakat sebagai pelaksanaan reformasi
birokrasi yang cukup cepat tetapi terdapat kesamaan juga jika melihat dari 9
program reformasi birokrasi yang dicanangkan, maka di wilayah Jawa-Bali
tingkat persepsi terendah justru pada program “Peningkatan Transparansi dan
Akuntabilitas aparatur pada sub area peribahan pertanggung jawaban” dengan
indeks 5,52. Sedangkan di wilayah luar Jawa-Bali dengan program “Peningkatan
transparansi dan akuntabilitas aparatur pada sub area perubahan pertanggung
jawaban” dengan indeks 4,89. Jadi dengan demikian sebenarnya program
percepatan refomasi birokrasi dipersepsikan masyarakat tergolong cepat tetapi
terlihat bahwa kurangnya pemerataan percepatan reformasi birokrasi antara
wilayah Jawa-Bali dengan di wilayah luar Jawa-Bali. Dimana percepatan
reformasi birokrasi di wilayah luar Jawa-Bali mengalami sedikit keterlambatan.
Tapi dengan hasil demikian tidak menyurutkan optimisme penulis dalam
menganggapi proses perbaikan birokrasi yang menjadi lebih baik melalui 9
Program percepatan reformasi birokrasi.
Menurut data yang penulis ambil bahwa output lulusan APD฀ mencapai
25.000 orang, 13.000 IIP dan 16000 STPD฀ – IPD฀ per tahun 2011. Dari semua
output yang dihasilkan tersebut secara kuantitas sudah begitu banyak dan sebagian
besar sudah menduduki jabatan yang strategis, diharapkan akan menjadi pelopor
d.an pengemban tugas dalam dinamika pemerintahan menuju good governance.

Dan sebagai agen/penggerak dinamika perubahan/aset bangsa dan sebagai sarana
strategis untuk membentuk kader birokrasi yang diamanatkan sebagai perwujudan
pencapaian birokrasi good governance.
Good governance menurut Mardiasmo (1999:18) adalah suatu konsep
pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sektor publik oleh
pemerintahan yang baik. Sedangkan menurut Bank Dunia yang dikutip Wahab
(2002:34)

menyebut

Good

Governance

adalah

suatu

konsep

dalam

penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab
sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan
investasi yang langka dan pencegahan korupsi  baik secara politik maupun
administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political
framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.
Dalam Peraturan pemerintah ฀omor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan Dan
Pelatihan Jabatan Pegawai ฀egeri Sipil dapat dirumusan mengenai Good
Governance adalah kepemerintahan yang mengemban akan dan menerapkan
prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima,
demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh
masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa Revolusi Mental itu merupakan suatu pergerakan
nasional untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih
baik, mempunyai daya juang dan daya saing untuk meningkatkan kualitas diri
bangsa sehingga tidak tertinggal lebih jauh lagi dengan negara lain. Dan melalui
pamong praja yang memang telah disiapkan sebagai calon birokrat yang
berkompeten dalam ilmu pemerintahan dan kepamongprajaan serta telah menjiwai
revolusi mental sehingga bisa diharapkan terciptanya dinamika pemerintahan
yang baik untuk menuju good governance.
Penulis optimis terhadap kebijakan pemerintah mencanangkan Revolusi
Mental dapat diwujudkan pada diri seorang kader pamong praja yang nantinya
menjadi pamong praja yang siap terjun ke lapangan melalui fungsi pendidikan,
kemasyarakatan, serta kolaborasi. Karena hal yang dijiwai oleh seorang pamong
praja telah tertuang pada kode kehormatan praja dan lagu hymne abdi praja.
Sehingga nantinya pelopor dalam pembangunan menuju good governance adalah

pamong praja yang mampu meningkatkan daya saing serta meningkatkan
pemerintahan yang efektif dan efisien.
Penulis menyajikan beberapa solusi terkait dengan peran pamong praja
melalui program Revolusi Mental untuk mewujudkan perubahan good
governance. Yang pertama pemerintah harus tetap konsisten dengan program
yang telah dicanangkan yaitu revolusi mental, jangan sampai program ini hanya
terlihat pada masa awal pemerintahan Presiden Joko Widodo saja. Kedua, harus
terus menjaga konsistensi dalam reformasi birokrasi melalui 9 program percepatan
reformasi birokrasi. Ketiga, terus menigkatkan kesejahteraan kepada pamong
praja berupa apresiasi terhadap kinerja ataupun prestasi pamong praja dalam
mengemban tugas. Keempat, meningkatkan kompetensi pamong praja melalui
pendidikan dan pelatihan yang berdasar kepada norma dan moral bagi kehidupan
seorang birokrat yang ideal.

DAFTAR ฀USTAKA

Asih, Ratnaning.2010. “Birokrasi Indonesia terburuk kedua di asia”
http://nasional.tempo.co/read/news/2010/06/02/173252316/birokrasiIndonesia-terburuk-kedua-di-asia . diakses pada 04/02/2016
Dwiyanto, Agus. 2012. “Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia”. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Jessica Anastasia.2015. “Juni Jokowi Launching Praja Pelopor Revolusi Mental”.
http://www.zonalima.com/artikel/3100/Juni-Jokowi-Launching-PrajaPelopor-Revolusi-Mental/#sthash.nz0mHgLX.dpuf
diakses
pada
06/02/2016
Pasya Kemal.2013. “Bintang dari Manglayang dan ฀akhoda Pemerintahan:
Sebuah Refleksi Ikrar Pamong yang didedikasikan untuk seluruh Purna
Praja
STPD฀/IPD฀
di
Indonesia”.
http://kabisat1988.blogspot.co.id/2013/08/ketika-ikrar-terpatri-layarterkembang_7934.html diakses pada 03/02/2016
Rayanto, Tavip Agus. 2009. Menggagas Arah Strategi reformasi birokrasi untuk
mewujudkan pemerintahan efektif dan efisien dan akuntabel. Dalam
Dwiyanto, Agus. Reformasi birokrasi, kepemimpinan dan Pelayanan
Publik : Kajian tentang pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Gava
media. yogyakarta
Sum-Bar. IPD฀.2011 “Bakaba (Buletin among praja kampus baso)Pamong Praja
Dulu,
Kini
dan
Sekarang”.
http://jurnalbakaba.blogspot.co.id/2011/11/blog-post.html#more diakses
pada 05/02/2016
Zelthauzallam,
Dedet.
2015.
Revolusi
Mental
dan
ipdn,
http://dedetzelth.blogspot.co.id/2015/05/revolusi-mental-dan-ipdn.html
diakses pada 05/02/2016