penelitian tentang adat budaya toraja

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM :
BUDAYA TORAJA
BIDANG KEGIATAN :
PKMP (PENELITIAN)

DIUSULKAN OLEH :
NAMA
1.ADE SAPUTRA T.

NIM

ANGKATAN
616O302140077

2014

6160302140068

2014


2.
3.MARLINA YENNI
4.
5.

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS
MAKASSAR
2014

PENGESAHAN PKM-

1.JUDUL KEGIATAN

: MENELITI TENTANG BAGAIMANA
KEINDAHAN DAN KEUNIKAN
BUDAYA TORAJA

2.BIDANG KEGIATAN


: PKM – PENELITIAN

3.KETUA PELAKSANA KEGIATAN :
A. NAMA LENGKAP

:ADE SAPUTRA TA’DUNG

B.NIM

:6160302140077

C. JURUSAN

:MANAJEMEN

D.UNIVERSITAS
MAKASSAR
F. ALAMAT EMAIL

: KRISTEN INDONESIA PAULUS

:Saputra.teelpain@ymail.com

4. ANGGOTA PELAKSANA KEGIATAN : 5 0rang
5. DOSEN PENDAMPING

:

A.NAMA LENGKAP/GELAR

:

B. NIDN.

:

C. ALAMAT RUMAH/NO.HP

:

6.BIAYA KEGIATAN TOTAL


:

A. DIKTI

: RP 12.500.000,

B. SUMBER LAIN

:

7.JANGKA WAKTU PELAKSANAAN : 5 (LIMA BULAN)

Makassar,23 september 2014

Menyetujui
Ketua Prodi ………………

Ketua Pelaksana Kegiatan


(…………………………)

(…………………………..)

NIDN……………………..

NIM………………………

Wakil Rektor 111

Dosen Pendamping

(Agus Salim,SH.,HM)

(……………………………)

NIDN. 09 28085601

NIDN. ………………


KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingannya dan
pimpinannya sehinngga kami sebagai penulis boleh mencapai kegiatan tujuan serta
pembentukan karakter proposal penelitian tentang budaya masyarakat Toraja.
Buku ini disusun untuk menjadi bahan bacaan dan pengetahuan dasar bagi generasi mudah
Toraja, baik yang lahir di Tana Toraja maupun yg di luar Tana Toraja. Hal ini
dimaksudkan,agar mereka mengenal dengan baik daerah asalnya sebagai daerah yang
sudah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia menjadi daerah tujuan wisata yang kedua
sesudah Bali.
Industri pariwisata akan berkembang dengan cepat demikian pula konsekuensinya pada
perkembangan ekonomi,tenaga kerja dan permodalan.perlu dipahami bahwa daerah Toraja
ini menjadi daerah tujuan wisata karena didukung oleh dua factor pokok yaitu:
1.Keunikan adat budaya Toraja
2.Keindahan alam

Penulis merasa berkewajiban menulis buku ini karena desakan beberapa pihak baik tokoh
masyarakat Toraja maupun orang mudah sebagai generasi penerus pembangunan daerah
dan bangsa Indonesia. Penulis sadar bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan karena
inilah kemampuan penulis baik kekurangan maupun kelebihan.
Saya mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada para tokoh masyarakat Toraja

yang sempat membekali penulis secara lisan.

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PRENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
RINGKASAN
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA
BAB 3. METODE PELAKSANAAN
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
DAFTAR OUSTAKA

Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Pelaksana dan Pembagian Tugas
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana


RINGKASAN

Tujuan

:

a). membentuk/mengembangkan sekelompok masyarakat yang mandiri
secara budaya
b). membantu menciptakan ketentraman dan kenyaman dalam kehidupan
budaya masyarakat Toraja
c). meningkatkan ketrampilan berpikir meneliti dan ketrampilan yang
dibutuhkan.

Target Khusus

:

Metode pencapaian tujuan

BAB 1. PENDAHULUAN


1.1. Latarbelakang Masalah

Kebudayaan tradisional adalah salah satu aset nasional yang sangat besar
artinya dan perlu dilestarikan karena mempunyai nilai budaya yang tinggi.
Disamping itu, dapat menjadi masukan dan memberi wawasan yang lebih
luas kepada masyarakat.
Salah satu diantara kebudayaan tradisional yang ada di Indonesia adalah
Kebudayaan tradisional adat Toraja. Kebudayaan tradisional adat Toraja ini
meliputi segala aspek yang berhubungan dengan masyarakat, ukiran
kayu, rumah adat, upacara pemakaman, musik/tarian, agama, bahasa,
dan ekonomi.

Asal Usul Nama Suku Toraja

Pada mulanya suku Toraja oleh nenek moyang dinamakan TORAA. Yang berasal
dari kata toraa yaitu bugis
Secara evolusi dapat dikemukakan perubahan sebagai berikut:
Toraa


Toriaja

Toriaja

Tomaraya/Toraya

Toraya

Toraja

Proses Toriaja menjadi Toraya atau menjadi Toraya atau To Maraya terjadi
oleh karena SOPAN SANTUN leluhur orang Toraja itu cukup tinggi dinampakkan
kepada dunia luar.
Pemimpin yang digelar SIAMBE’, PUANG TALLU LEMBANG TALLU BATU
PAPAN, MA’DIKA MATADAK dan Kayu Kalandona Tondok cukup disegani
karena ADAT ALUK NA PEMALI
Penampilan mereka kedunia luar cukup meyakinkan karena memilki wibawa
kepemimpinan yang disebut TALLU SILOLOK Yaitu:
-


Manarang na kina
Sugi’ na barani
Bida

Akhirnya dengan perkembangan bahasa Indonesia dengan mudah nama suku
Toraja berubah menjadi TORAJA,SUKU TORAJA,Orang Toraja dan daerah
Toraja.
Sulawesi Selatan dikenal dengan empat ETNIS yaitu:
-

Etnis Bugis
Etnis Makassar
Etnis Mandar
Etnis Toraja

Oknum katanya Toraja itu adalah keturunan raja, dan sebahagian mengatakan
omong kosong.
Tidak perlu orang Toraja marah atau kecewa , biarlah orang mengatakan bahwa
karena memamng mereka tidak tahu bahwa bahasalah yang menyebabkan
perubahan ejaan.
Namun demikian sejarah menyatakan bahwa Puang LAKIPADADA kawin
dengan cucu Raja GOWA yang bernama ANDI TARA LOLO dan melahirkan
anak-anaknya yang menyebar menjadi:

Somba ri Gowa
Mangkau’ ri Bone
Payung ri Luwu
Botto ri Torajae /Matasak ri Sangalla’
Petta La Bantan kembali di Lepongan Bulan Padang Nagonting Matarik Allo, dan
menurut ceritera leluhur, perahunya diikat di Pantai Bungi’ di Enrekang.

Petta La Bantan menyusuri sungai Sa’dan sampai di Sapan Deata ke Makale di
Buntu Bungi’ yang sekarang ini di kenal dengan nama Buntu Bungin.

Petta La Bantan sule langangan
Banua Tongkonan Kabusungan Datu Baine
Manaek ri Nonongan Sumurruk tama rampanan kapa’
Mengkulea’ tama kaso tumamben sola baine sangkalamma’
Na petimba bulaan rara bukunna Puang tomembali buntu.
Petta la Bantan dan Petimba Bulaan berangkat ke kampungnya Sangalla’ di
Tongkonan To Manurun di Langi’ ri KAERO tu digente’ MEMBIO LANGI’ dan
disana pemerintahannya di gelar MATASAK RISANGALLA’.
TORAA adalah nama asli suku Toraja yang mengandung arti sebagai berikut:
TO adalah Orang
TORA adalah aturan
A adalah lamang tongkonan
TORAA artinya orang yang hidup dengan aturan Tongkonan atau Adat dan Aluk
Tongkonan.
Ada’ Alukna Pemali (AAP)

Selanjutnya dikatakan bahwa Toraa adalah
To Ungkasiri’ Nene’ Todolo
To Ungkasiri’ Rara Bukunna
Katanya seorang anak Tongkonan itu harus mengnal silsilahnya lima keatas dan
lima kebawah minimal.
Semakin tinggi di ketahui maka orang itu akan di juluki Bida.
Nene’ Todoan

Saudara

Nene’ Salemberan

Sepupu satukali

Nene’ Uttu’

Sepupu duakali

Nene’ Mammi’

Sepupu tigakali

Tomatua

Sepupu empatkali

Tanda Indo’ Tanda Ambe’ dan ini yang digelar To MA’RAPU TALLANG TO
SANGKAPONAN AO’ dan jika ditambah dengan BASSE SITUKA’ maka inilah
yang dikenal sebagai KELUARGA BESAR.

1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum kebudayaan dilihat dari segi geografi,
demografi, dan sosial ekonomi?

A. Kebudayaan
Tongkonan
Rumah Adat Toraja disebut Tongkonan. Tongkonan sendiri mempunyai
arti tongkon “duduk“, tempat “an” bisa dikatakan tempat duduk tetapi bukan
tempat duduk arti yang sebenarnya melainkan tempat orang di desa untuk
berkumpul, bermusyawarah, dan menyelesaikan masalah-masalah adat. Hampir
semua rumah orang Toraja menghadap ke arah utara, menghadap ke arah Puang
Matua sebutan orang toraja bagi Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu untuk
menghormati leluhur mereka dan dipercaya akan mendapatkan keberkahan di
dunia ini. Daerah Tana Toraja umumnya merupakan tanah pegunungan kapur dan
batu alam dengan ladang dan hutan yang masih luas, dilembahnya terdapat
hamparan persawahan. Tongkonan sendiri bentuknya adalah rumah panggung
yang dibangun dari kombinasi batang kayu dan lembaran papan. Kalau diamati,

denahnya berbentuk persegi panjang mengikuti bentuk praktis dari material kayu.
Material kayu dari kayu uru, sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi.
Kualitas kayunya cukup baik dan banyak ditemui di hutan-hutan di daerah Toraja.
Kayu di biarkan asli tanpa di pelitur atau pernis.

Rumah Toraja / Tongkonan ini dibagi menjadi 3 bagian yang pertama
kolong (Sulluk Banua), kedua ruangan rumah (Kale Banua) dan ketiga atap
(Ratiang Banua). Pada bagian atap, bentuknya melengkung mirip tanduk kerbau.
Di sisi barat dan timur bangunan terdapat jendela kecil, tempat masuknya sinar
matahari dan aliran angin. Memiliki latar belakang arsitektur rumah tradisional
Toraja menyangkut falsafah kehidupan yang merupakan landasan dari kebudayaan
orang Toraja itu sendiri.

Dalam pembangunan rumah adat Tongkonan ada hal-hal yang mengikat atau hal
yang di haruskan dan tidak boleh di langgar, yaitu Rumah harus menghadap ke
utara, letak pintu di bagian depan rumah, dengan keyakinan bumi dan langit
merupakan satu kesatuan dan bumi dibagi dalam 4 penjuru mata angin, yaitu:

1. Utara disebut Ulunna langi, yang paling mulia di mana Puang Matua
berada (keyakinan masyarakat Toraja).
2. Timur disebut Matallo, tempat metahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan
atau kehidupan.
3. Barat disebut Matampu, tempat metahari terbenam, lawan dari
kebahagiaan atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kematian.
4. Selatan disebut Pollo’na langi, sebagai lawan bagian yang mulia, tempat
melepas segala sesuatu yang tidak baik / angkara murka.
Pembangunan rumah tradisional Toraja biasanya dilakukan secara gotong royong.
Rumah Adat Toraja di bedakan menjadi 4 macam:

1. Tongkonan Layuk, rumah adat tempat membuat peraturan dan penyebaran
aturan-aturan.
2. Tongkonan Pakamberan atau Pakaindoran, rumah adat tempat
melaksanakan aturan-aturan. Biasanya dalam satu daerah terdapat

beberapa tongkonan, yang semuanya bertanggung jawab pada Tongkonan
Layuk.
3. Tongkonan Batu A’riri, rumah adat yang tidak mempunyai peranan dan
fungsi adat, hanya sebagai tempat pusat pertalian keluarga.
4. Barung-barung, merupakan rumah pribadi. Setelah beberapa turunan
(diwariskan), kemudian disebut Tongkonan Batu A’riri.

Bangsawan Toraja yang memiliki Tongkonan umumnya berbeda dengan
Tongkonan dari orang biasanya. Perbedaan ini bisa kita lihat pada bagian rumah
terdapat tanduk kerbau yang disusun rapi menjulang ke atas, semakin tinggi atau
banyak susunan tanduk kerbau tersebut semakin menukjukkan tinggi dan penting
status sosial si pemilik rumah.
Kenapa harus tanduk Kerbau? bagi orang Toraja, kerbau selain sebagai hewan
ternak mereka juga menjadi lambang kemakmuran dan status. Oleh sebab itu
tanduk atau tengkorak kepala kerbau di pajang dan disimpan di bagian rumah
karena sebagai tanda bawasannya keberhasilan si pemilik rumah mengadakan
sebuah upacara / pesta.

B. Ekonomi
Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian
dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan
pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan
suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama
untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan. Satu-satunya industri pertanian
di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja.
Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai
berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak
dan pertambangan Multinasionalmembuka usaha baru di Indonesia. Masyarakat
Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk bekerja di
perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan minyak, ke Papua
untuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan Jawa. Perpindahan ini terjadi
sampai tahun 1985.

Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada
tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh
pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual
cindera
mata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia pada akhir
1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan
pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dkenal sebagai tempat asal
dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.

C.. Wilayah

Kabupaten Tana Toraja merupakan salah satu dari 23 kabupaten yang ada
di propinsi Sulawesi Selatan yang terletak diantara 2º20´sampai 3º30´ Lintang
Selatan dan 119º30´ sampai 120º10´ Bujur Timur. "Ibukota" Tator yakni kota kecil
Rantepao adalah kota yang dingin dan nyaman, dibelah oleh satu sungai terbesar
di Sulsel yakni sungai Sa'dan, sungai inilah yang memberikan tenaga pembangkit
listrik untuk menyalakan seluruh Makasar. Secara Sosio linguistik, bahasa Toraja
disebut bahasa Tae oleh Van Der Venn. Ahli bahasa lain seperti Adriani dan Kruyt
menyebutnya sebagai bahasa Sa'dan. Bahasa ini terdiri dari beberapa dialek ,
seperti dialek Tallulembangna (Makale), dialek Kesu (Rantepao), dialek
Mappapana (Toraja Barat).

Batas-batas Kabupaten Tana Toraja adalah :
- Sebelah Utara : Kabupaten Luwu, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamasa
- Sebelah Timur : Kabupaten Luwu
- Sebelah Selatan : Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang
- Sebelah Barat : Kabupaten Polmas
Luas wilayah Kabupaten Tana Toraja tercatat 3.205,77 km² atau sekitar 5%
dari luas propinsi Sulawesi Selatan, yang meliputi 15 (lima belas) kecamatan.
Jumlah penduduk pada tahun 2001 berjumlah 404.689 jiwa yang terdiri dari
209.900 jiwa laki-laki dan 199.789 jiwa perempuan dengan kepadatan rata-rata
penduduk 126 jiwa/km² dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata berkisar 2,68%
pertahun.

D. .Kelas Sosial
Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan
kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak
(perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia Belanda). Kelas
sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan
dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas
yang lebih tingi, ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan
berikutnya. Sikap merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih
dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga.
Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di
tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok
bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat
tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para
bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk menjaga
kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan
kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga
beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti
pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung berdasarkan
jumlah kerbau yang dimiliki.

Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga.
Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan
membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan
perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka,
tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan
memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan tuan mereka,
atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi
pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati.

2. Bagaimana sejarah kebudayaan masyarakat Toraja?
Tator aslinya mempunyai nama tua yang dikatakan dalam literatur kuna
mereka sebagai "Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo"nyang berarti negeri
dengan pemerintahan dan masyarakat berketuhanan yang bersatu utuh bulat
seperti bulatnya matahari dan bulan. Agama asli nenek moyang mereka adalah
Aluk Todolo yang berasal dari sumber Negeri Marinding Banua Puan yang
dikenal dengan sebutan Aluk Pitung Sa'bu Pitung Pulo. Ketika Belanda masuk,
agama Aluk Todolo tergeser oleh missionaris Kristen yang menyebarkan agama
diwilayah ini. Namun adat istiadat yang berakar pada konsep Aluk Todolo hingga
kini masih dijalankan. Kita masih akan menikmati pertunjukan upacara kematian
masyarakat tator sebagai pengaruh kuat dari agama nenek moyang mereka.

Menurut data sejarah, penduduk yang pertama-tama menduduki/mendiami
daerah Toraja pada zaman purba adalah penduduk yang bergerak dari arah Selatan
dengan perahu. Mereka datang dalam bentuk kelompok yang dinamai Arroan
(kelompok manusia). Setiap Arroan dipimpin oleh seorang pemimpin yang
dinamai Ambe' Arroan (Ambe' = bapak, Arroan = kelompok). Setelah itu datang
penguasa baru yang dikenal dalam sejarah Toraja dengan nama Puang Lembang
yang artinya pemilik perahu, karena mereka datang dengan mempergunakan
perahu menyusuri sungai-sungai besar. Pada waktu perahu mereka sudah tidak
dapat diteruskan karena derasnya air sungai dan bebatuan, maka mereka
membongkar perahunya untuk dijadikan tempat tinggal sementara. Tempat
mereka menambatkan perahunya dan membuat rumah pertama kali dinamai
Bamba Puang artinya pangkalan pusat pemilik perahu sampai sekarang. Hingga
kini kita akan melihat disekitar Ranteapo terdapat beberapa Bamba Puang milik

keluarga-keluarga paling berpengaruh dan terkaya disitu yang mendirikan
Tongkonan (rumah adat Tator) beserta belasan lumbung padinya. Setiap
Tongkonan satu keluarga besar dihiasi oleh puluhan tanduk kerbau yg dipakai
untuk menjelaskan status sosial dalam strata masyarakat adat. Tongkonan itulah
yang menjadi atraksi budaya dan menjadi obyek foto ratusan turis yang
mendatangi tator.

3. Bagaimana karakteristik kebudayaan dilihat dari sistem kekerabatan dan
sistem perkampungan atau organisasi?
Dalam pembelajaran ini, banyak hal-hal yang kami temukan baik di ruang
lingkup Toraja maupun di luar Toraja tentang permasalahan dalam adat budaya
Toraja seperti judi dan sabung ayam pada upacara adat.
Sabung Ayam
A. Pengertian sabung ayam
Sabung ayam atau biasa juga disebut adu ayam jago merupakan
permainan yang telah dilakukan masyarakat di kepulauan Nusantara sejak
dahulu kala. Permainan ini merupakan perkelahian ayam jago yang
memiliki taji dan terkadang taji ayam jago ditambahkan serta terbuat dari
logam yang runcing. Permainan Sabung Ayam di Nusantara ternyata tidak
hanya sebuah permainan hiburan semata bagi masyarakat, tetapi
merupakan sebuah cerita kehidupan baik sosial, budaya maupun politik.
Tradisi sabung ayam sudah lama ada dalam masyarakat nusantara.
Di pulau Jawa berasal dari folklore (cerita rakyat) Cindelaras yang
memiliki ayam sakti dan diundang oleh raja Jenggala, Raden Putra untuk
mengadu ayam. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan
satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya
dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden
Putra menjadi milik Cindelaras. Dua ekor ayam itu bertarung dengan

gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil
menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengeluelukan Cindelaras dan ayamnya. Akhirnya raja mengakui kehebatan ayam
Cindelaras dan mengetahui bahwa Cindelaras tak lain adalah putranya
sendiri yang lahir dari permaisurinya yang terbuang akibat iri dengki sang
selir.
Sedangkan di Bali permainan sabung ayam disebut Tajen. Tajen
berasal-usul dari tabuh rah, salah satu yadnya (upacara) dalam masyarakat
Hindu di Bali. Tujuannya mulia, yakni mengharmoniskan hubungan
manusia dengan bhuana agung. Yadnya ini runtutan dari upacara yang
sarananya menggunakan binatang kurban, seperti ayam, babi, itik, kerbau,
dan berbagai jenis hewan peliharaan lain. Persembahan tersebut dilakukan
dengan cara nyambleh (leher kurban dipotong setelah dimanterai).
Sebelumnya pun dilakukan ngider dan perang sata dengan perlengkapan
kemiri, telur, dan kelapa. Perang sata adalah pertarungan ayam dalam
rangkaian kurban suci yang dilaksanakan tiga partai (telung perahatan),
yang melambangkan penciptaan, pemeliharaan, dan pemusnahan dunia.
Perang sata merupakan simbol perjuangan hidup.
Dalam kebudayaan Bugis sendiri sabung ayam merupakan
kebudayaan telah melekat lama. Menurut M Farid W Makkulau,
Manu’(Bugis) atau Jangang (Makassar) yang berarti ayam, merupakan
kata yang sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Bugis Makassar.
Gilbert Hamonic menyebutkan bahwa kultur bugis kental dengan mitologi
ayam. Hingga Raja Gowa XVI, I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan

Hasanuddin, digelari “Haaantjes van het Oosten” yang berarti “Ayam
Jantan dari Timur.
Dalam masyarakat Toraja sabung ayam juga sudah menjadi tradisi.
Sabung ayam di Toraja dikenal dengan beberapa nama, yakni: sisaung,
paramisi, dan dalam peradilan adat Toraja dikenal dengan nama “Si
Londongan”. Tradisi ini sudah ada sebelum kolonial Belanda masuk di
wilayah Toraja. Sabung ayam atau Si Londongan merupakan suatu budaya
orang Toraja yang digunakan sebagai cara penyelesaian pekara apapun
yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pihak yang berselisih.

B. Posisi Sabung Ayam Di Kalangan Masyarakat
Kata Manu’ (Bugis) atau Jangang (Makassar) yang berarti ayam,
merupakan kata yang sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Bugis
Makassar. Gilbert Hamonic menyebutkan bahwa kultur bugis kental
dengan mitologi ayam. Jika mendapatkan pembahasan yang berimbang
maka kata ini bisa jadi sangat mewarnai perjalanan sejarah dan
kebudayaan Sulawesi Selatan. Ketika hal ini saya sampaikan kepada lima
mahasiswa sejarah UNHAS yang datang bertamu ke rumah, mereka
malahan tertawa seakan tidak percaya terhadap apa yang baru saja
didengarnya. Mereka seakan lupa bahwa Raja Gowa XVI, I Mallombasi
Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin, digelari “Haaantjes van het
Oosten” yang berarti “Ayam Jantan dari Timur” dan lambang universitas
tempat mereka kuliah adalah gambar ayam.

Masyarakat Bugis Makassar selain menjadikan ayam sebagai
ternak peliharaan juga menjadikannya sebagai hewan aduan. Karena
keakraban dengan ayam ini dengan senantiasa memperhatikan tanda –
tanda fisik, bulu dan bunyi kokoknya, orang Bugis Makassar memiliki
kepercayaan, firasat, alamat atau pertanda dari ayam ini :
1) Bila ayam betina beradu dibawah kolong rumah, maka itu pertanda
bahwa yang empunya rumah akan kedatangan tamu ;
2) Bila ayam betina berkotek di waktu malam, maka itu pertanda akan ada
kerabat yang akan meninggal. Ayam ini disebut “Manu’ patula-tula” dan
karenanya harus disembelih, tidak boleh dibiarkan bertelur karena dapat
membawa sial atau celaka
3) Bila ayam memakai jambul (simpolong), maka itu pertanda ayam
tersebut tidak baik dipelihara karena bisa membawa sial ;
4) Bila ayam berbulu kelabu (kawu) maka ayam tersebut juga tidak baik
untuk dipelihara karena dianggap sorokau (ayam pembawa sial), dan 5)
Bila ayam jantan berkokok seperti menyuarakan ‘pelihara aku’
(makkau) maka ayam tersebut baik untuk dipelihara karena dianggap
pembawa rezeki.

Tradisi sabung ayam ternyata bukan hanya milik kebudayaan Bugis
Makassar. Di Tana Toraja, tradisi sabung ayam dikenal dengan nama

paramisi, biasanya digelar sebagai rangkaian masa duka dalam sebuah
keluarga. Bagi orang Toraja, ayam adalah simbol langit. Di Kajang, ada
tradisi yang disebut pabitte passapu’, yaitu mengadu ikat kepala yang telah
disimpul seperti ayam. Ikat kepala itu akan berkelahi layaknya ayam. Hal
ini tentu saja terjadi karena adanya kekuatan mistis dan supranatural untuk
menggerakkan ikat kepala itu menjadi ’hidup’.
Dalam masyarakat Toraja, sabung ayam didukung oleh mythos.
Menurut mitos tersebut, bahwa sabung ayam itu berawal dari langit
dimana di sana di kalangan para penghuni langit dikenal peradilan yang
disebut Tarian Pitu ( tujuh tarian ) yang artinya ada tujuh macam cara
dalam mengadili orang yang bersalah. Adat ini kemudian turun ke bumi
dibawa oleh manusia yang selanjutnya dilembagakan. Pada peradilan
silondongan, pihak-pihak yang berselisih menyediakan ayam jantan yang
mewakili mereka dalam perkelahian. Pada kaki ayam itu dipasangi taji lalu
diadu sebagai wakil dari dua orang yang berselisih. Ayam siapa yang
menang maka dialah yang memenangkan perkara tersebut sementara yang
kalah harus menerima kekalahan itu dengan jantan.(Seno Paseru, 2001 :
117)
Dalam masyarakat Toraja sabung ayam ini menjadi tanda jasa atau
bintang jasa bagi para pemimpin, pahlawan dan pejuang rakyat dalam
masyarakat . masyarakat Toraja meyakini bahwa ayam jantan yang
berkokok setiap malam seolah-olah menerangi kegelapan dengan patriotik

yang tidak pernah berubah, juga dianggap sebagai pembela keadilan dan
jujur dalam segala hal.
Dalam permainan sabung ayam ada beberapa keputusan-keputusan
yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Manuk toka’, artinya dua ayam yang sudah berhadapan dengan
lawan aknan tetapi tidak memberikan perlawanan. Selanjutnya
pertandingan dinyatakan batal.
2. Manuk puli’, artinya ayam yang bertanding tersebut tidak ada yang
kalah dan tidak ada yang menang. Selanjutnya pertandingan
dinyatakan drow.
3. Manuk ma’pitto’, artinya ayam yang menang dan disahkan sebagai
pemenang pertandingan.
4. Manuk tangma’pitto’, artinya ayam yang sudah menang dalam
perkelahian tetapi ketika diperhadapkan kembali pada lawan yang
dikalahkan taidak lagi mematuk lawannya tersebut. Selanjutnya
pertandingan dinyatakan drow.
5. Parasila, yaitu tempat memasang kepal ayam yang kalah untuk
dipatuk ayam yang menang.
6. Sepak, artinya semua ayam yang kalah akan dikeluaarkan satu
kakinya, yaitu kaki yang terdapat taji sewaktu pertandingan.
( Tangdilintin, 1978 : 107)

C. MOTIVASI/ CARA PENYELESAIANNYA
Berdasarkan permasalahan diatas tentang budaya masyarakat Toraja kami
sebagai penulis bernubuat sebagai pandangan motivasi yang diartikan
dengan cara mengontrol atau mengendalikan diri dan boleh ada amanah
dari tokoh masyarakat dan dari keluarga yang bersangkutan dalam acara
adat sehingga masyarakat budaya Toraja dapat mengurangi masalah
tersebut

1.3. Tujuan Khusus
Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah :
a. Untuk menganalis dan menjelaskan tentang keunikan dan
keindahan budaya Toraja
b. Mengidentifikasi etnis budaya Toraja
c. Membuat atau mengerjakan dalam sebuah teliti yang berhubungan
dengan Rambu Tuka’ dan an Rambu Solo’
d. Mengkaji secara rinci tentang kebesaran dalam sebuah Tongkonan

1.4. Luaran Yang Diharapkan

1.5. Manfaat



KEUNIKAN ADAT BUDAYA DAN KEINDAHAN ALAM TORAJA
1.KEUNIKAN ADAT BUDAYA TORAJA
Posisi dan lokasi Tongkonan tidak akan lebih baik tanpa kesatuan dan
persatuan rumpun keluarga di Tongkonan,maka tidak akan ada pula kegiatan adat
budaya Toraja yang disebut Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’. Semuanya
bertumpuh pada keutuhan dan kelestarian rumah Adat Tongkonan. Hal inilah yang
perlu dipahami dan dihayati oleh generasi muda Tongkonan dimanapun ia berada.

sebab ada statement leluhur mengatakan :
Ada’ Sipori Padang
Aluk Sipori Pemalinna
Hal ini berarti bahwa adat budaya Toraja itu sipori padang Lepongan Bulan
Matarik Allo,karena semua kegiatan/upacara adat budaya Toraja itu seharusnya
dilaksanakan di Tongkonan bukan dilain tempat dan bukan didalam kota.
Tongkonan tidak berlokasi di kota tetapi di desa.

2.KEINDAHAN ALAM TORAJA
Padang Lepongan Bulan Matarik Allo sebagai daerah Kabupaten Tingkat
II Toraja sudah ditetapkan pemerintah sebagai daerah tujuan wisata kedua setelah
Bali,penetapan itu atas dasar keindahan alam Toraja.
Pelestarian sejuta pesona kata mantan Bupati (alm) A.Jacobs, Toraja jelita sebagai
jembatan ekonomi lewat industri pariwisata.
Jika generasi muda ikut berperan memugar dan melestarikan dalam arti luas dan
moderat maka itu berarti Toraja ini akan menjadi daerah yang terindah sesuai
ungkapan tourist mancanegara “The Beautiful Toraja Land”.

TONGKONAN SEBAGAI RUMAH ADAT DAN PUSAT ILMU
KEHIDUPAN GENERASI
A.BERDIRINYA SEBUAH TONGKONAN
Sejarah datangnya nenek moyang orang Toraja di daerah Lepongan Bulan
Matarik Allo,sudah menjelaskan bahwa leluhur itu dating sebagai To ARROAN
atau iring-iringan perahu. Mereka menyebar masing-masing memilih pulau-pulau
kecil dan pulau-pulau kecil itulah yang sekarang dikenal sebagai gunung atau
buntu.
Leluhur masing-masing memilih tanah yang dianggap baik dan cocok untuk
mendirikan rumah.
Pada mulanya rumah itu belum dilonga karena mereka msaih mencoba apakah
lokasi itu cocok untuk melaksanakan kegiatan tallu lolona yaitu:
-

Lolo Tau
Lolo Tananan
Lolo Patuoan

Jika kehidupan Tallu Lolona berhasil,itu berarti rumah itu akan dikembangkan
menjadi Tongkonan, artinya rumah itu diberi longa sebagai syarat suatu
Tongkonan dan pendirinya disebut sebagai TO MANGRARUK TONGKONAN.

B. UKIRAN DAN WARNA TONGKONAN
Dasar ukiran tongkonan ada empat yaitu:
-

PA’BAREALLO
PA’TEDONG
PA’LONDONG atau PA’MANUK
PA’SUSSU’

Pa’bareallo adalah ukiran yang melambangkan padang Lepongan Bulan Matarik
Allo dan dipasang di depan dan dan dibelakang PARA Tongkonan.
Pa’tedong adalah lambang kekuatan,karena kerbau adalah binatang yang terkuat
di Toraja secara fisik,dan juga disadari oleh leluhur bahwa daging kerbau juga
memberikan kekuatan fisik kepada rakyat di desa.
Pa’londong atau pa’manuk adalah ukiran yang melambangkan keperkasaan
leluhur sebagai ayam jantan yang mampu berkokok memberikan tanda waktu
kehidupan dan mampu berkelahi jika ada yang mengganggu keamanan daerah.

Pa’sussu’ adalah ukiran yang melambangkan persatuan dan kesatuan dengan
rumpun keluarga dan semua masyarakat Lepongan Bulan.
Warna ukiran Tongkonan ada empat macam yaitu:
- Kuning
- Putih
- Merah
- Hitam
Warna kuning melambangkan keagungan dan kebesaran leluhur sebagai To
Manurun di Langi’.
Warna putih melambangkan kebersihan dan kejujuran sebagai seorang pemimpin
yang digelar BIDA dan KINAA.
Warna merah melambangkan keberanian dan kejantanan pemimpin dalam
mempertahankan kebenaran didalam kehidupan bermasyarakat.

Warna hitam melambangkan kehidupan manusia yang penuh tantangan dan pada
akhirnya akan mati dan berangkat kedunia yang gelap di matampu’ dan terus ke
Puya.

C.RAMBU TUKA’ DAN RAMBU SOLO’ ADAT TORAJA
Dari sekian banyak macam aluk,adat,dan pemali yang di anut oleh leluhur
pada masa lampau,ternyata dapat di sederhanakan menjadi hanya dua macam saja
yaitu Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’.
Dua kegiatan budaya ini hanya berpedoman pada dua faktor yaitu:

Lokasi Tongkonan dengan posisi Utara Selatan
Putaran Matahari sedang naik dan sedang turun
Walaupun sara’ itu ada rambu atau asap,artinya ada kegiatan pemotongan hewan
budaya tetapi nama itu melekat pada apakah matahari sedang naik atau sedang
turun.

1.RAMBU TUKA’

Nama lain rambu tuka’ adalah aluk rampe matallo,artinya upacara yang
dilakukan dimulai pada waktu matahari sedang bergerak naik,rambu tuka’ adalah
upacara kegembiraan,kesenangan,dan dapat dikategorikan sebagai pesta.
Rambu Tuka’ dilaksanakan pada sebelah timur tongkonanan dan pemimpin
adat/To Parengnge’ berada pada alang sebelah timur. Rambu tuka’ sebagai upacara
keberhasilan lolo tau menerima berkat Tuhan.

2.RAMBU SOLO’
Rambu solo’ adalah upacara pemakaman adat Toraja. Pada upacara ini
biasa terjadi kesalahan istilah oleh pemandu wisata yang mengatakan “pesta orang
mati di Toraja”,hal ini perlu diluruskan karena rambu solo’ itu bukan pesta tapi
upacara kedukaan. Leluhur katakan itu sebagai rambu solo’ artinya hati itu
menurun karena penuh duka dan sedih,ratapan rumpun keluarga dan sebab itu ada
yang dinamakan:

ACARA RAMBU SOLO’

BATING
Bating atau ratapan adalah cara leluhur Toraja mengungkapkan sejarah
hidup almarhum melalui tangisan/ratap. Biasanya orang professional umbating itu
tidak menangis,tetapi keluarga dan rumpun keluarga yang mendengarkan biasanya
jatuh pingsan,bating dilakukan oleh wanita dan jika dilakukan laki-laki itu
dinamakan retteng.

LAKKEAN
Lakkean adalah tempat khusus dibuat untuk jenazah orang mati yang
diupacarakan menurut aluk rapasan lakkean itu dilonga dan berada pada sebelah
barat tongkonan

LIANG
Liang adalah kuburan
batu dimana batu besar
yang dipahat masuk
sehingga membentuk
ruangan seperti kamar
dan disanalah jenazah
diletakkan.

TAU-TAU
Tau-tau adalah patung almarhum atau almarhumah yang dibuat seesuai
dengan orangnya dan diusung bersama jenazah ke kubur dan diletakkan di
bagian depan yang khusus dibuat untuk tau-tau dan dapat dilihat dari luar.
Setiap tahun pakaian
tau-tau diganti dan acara itu dinamakan:
MA’NENE’.

MA’PALAO
Artinya jenazah diusung oleh rumpun keluarga bersama oleh keluarga
bersama orang banyak di desa untuk di pindahkan ke tempat khusus yang
dinamakan Lakkean. Lakkean bisa dibuat di Rante Tomate dan dapat pula
dibuat di rumah Tongkonan.
Jika dibuat di rumah Tongkonan maka harus di letakkan di sebelah kiri
Tongkonan sesuai Adat Budaya Rambu Solo’.
Jika upacara di perkirakan tidak dapat menampung tamu Adat di sekitar
lokasi Tongkonan, maka upacara dipindahkan ke areal Rante Tomate .
Rante Tomate adalah areal tanah khusus dibuat untuk melaksanakan
upacara Rambu Solo’ dan biasanya di Rante itu di buat penanaman batu
besar yang agak tinggi dan unik sebagai tanda peringatan orang mati.

BADONG
Badong adalah juga semacam bating yang mengungkapkan sejarah hidup
almarhum/almarhumah. Dilakukan oleh para lelaki dan wanita di desa, atau pun
juga dari desa lain yang kebetulan datang atau di panggil keluarga almarhum dan
dilakuakan secara bersama-sama dalam bentuk lingkaran sambil berpegangan dan
tujuan ini untuk memuja para dewa.

PA’SENGO’/ PA’MARAKKA’

Kedua ritual ini hampir sama hanya perbedaannya di para pemuja dewa dan
oknum pelaksanaan pun berbeda. Pa’sengo adalah –kegiatan dari beberapa
oknum yaitu pria dan wanita kesebelasan jenazah dan begitupun dengan
pa’marakka adalah hanya perempuan yang bisa nyanyikan diiringi oleh alat musik
yaitu suling yang bisa lakukan yaitu dua pria dan enam wanita yang mengiringi
lagu.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3. METODE PELAKSANAAN
3.1. Persiapan
3.2. Metode Pencapaian
3.3. Tahapan Pelaksanaan atau Penyelesaian Masalah

BAB 4.BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Biaya
Perincian rancangan biaya PKMP-yang didanai DIKTI,Kemnedikbud
adalah mengacu pada metode pelaksanaan program adalah sebagai
berikut:
Tabel .1. Rekapitulasi Komponen Biaya ang diusulkkan
NO
1
2
3
4
Total

Komponen Biaya
Bahan Habis Pakai
Peralatan Penunjang
Perjalanan
Lain-lain

Jumlah
Rp.8.000.000
Rp 500.000
Rp.2.000.000
Rp.2.000.000
Rp.12,500,-

Tabel .2. Perincian Jadwal Kegiatan Program PKMP SOSIAL
No
1

Tahapan Kegiatan
Tahapan persiapan

2
Terjun lapanagn
3
Meneliti
4

Mengulas kembali

5
Menaganalisa
6
Menyusun Laporan

Bulan Ke
1
2
Kese Kom
hatan unika
n
si

3
4
Perle Trasn
ngkap port
an

5
Go
tempa
t
tujuan

7
Laporan Kegiatan

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran 1.Biodata Ketua dan Anggota

\\\\\
1

Nama Lengkap

2

Jenis kelamin

3

Program Studi

4

NIM

5

Tempat dan tgl Lahir

6

E-mail

L/P

7

No.Telepon HP

B.Riwayat Pendidikan
SD

SMP

SMA

Nama Institusi
Jurusan
Tahun masuklulus

C.Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation)

No

Nama Pertemuaan Ilmiah
/Seminar

Judul Artikel
Ilmiah

Waktu dan
Tempat

D.Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari
pemerintah ,asosiasi,atau institusi lainnya)

No

Jenis Penghargaan

Institusi
Pemberi
Penghargaan

Tahun

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini
adalah benar dan dapat dipertanggug jawabkan secara
hukum.Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidakbenaran
dengan kenyataan,saya sanggup menerima resikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk
memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah PKMP
SOSIAL

Makassar ,23 september 2014
Pengusul .
Ade Saputra Ta’dung
…………………….

Lampiran 2.Justifikasi Anggaran Kegiatan
1. Peralatan Penunjang

Material

Justifikasi

Kuantitas

Harga

Keterangan

Pemakaian

Satuan(RP)
RP.4.000

Laptop

Rp 4.000
Sub.Total 1
2.Bahan Habis Pakai

Material

Justifikasi
Pemakaian

Kuantitas

Print
Alat tulis

Harga
Satuan(RP)
Rp 100

Keterangan

Rp 80

Sub .Total 2
3.Perjalanan
Material

Justifikasi
Pemakaian

Kuantitas

Harga
Satuan(RP)
Rp 2.000.000

Keterangan

trasnport
Rp.200.000
Sub .Total 3
4.Lain-lain

Material

Justifikasi
Pemakaian

Kuantitas

Harga
Satuan(RP)
Rp 2.320

konsumsi
Penginapan

Rp.4.000

Total 1+2+3+4

Rp12,500,000

Keterangan

Lampiran 3.Susunan Organisasi Tim Pelaksana dan Pembagian tugas
No
1

Nama /NIM

Program studi

Bidang Ilmu

Keterangan

2
3

Lampiran 4. Surat peryataan Ketua Peneliti /Pelaksana
SURAT PERNYATAAN KETUA PENELITI/PELAKSANA

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama

:Ade Saputra Ta’dung

NIM

:6160302 14 0077

Program Studi

:Manajemen

Fakultas

:Ekonomi

Dengan ini menyatakan bahwa usulan PKMP
“ SOSIAL” yang diusulkan tahun anggaran 2015,bersifat original dan belum
pernah dibiayai oleh lembaga/sumber dana lain.
Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuian dengan peryataan
ini ,maka saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan mengembalikan seluruh biaya penelitian yang sudah di ke kas
Negara.
Demikianlah pernyataan iini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan
sebenar-benarnya.

Makassar ,23september 2014

Mengetahui
Wakil Rektor III
Bidang Kemahasiswaan

Materai Rp 6000
Tanda Tangan

(Agus Salim ,SH.MH)
NIDN.0922047402

(

)
NIM…………

Lampiran 5.

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN KERJASAMA
DARI MITRA
USAHA DALAMPELAKSANAAN PROGRAM KREATIVITAS
MAHASISWA.

Yang bertandatangan dibawah ini ,
Nama

:

Pimpinan Mitra Usaha

:

Bidang Usaha

:

Alamat

:

Dengan ini menyatakan Bersedia untuk Bekerjasama dengan pelaksana
kegiatan Program Kegiatan Mahasiswa………………………………..
Nama Ketua Tim Penyususul

:

Nomor Induk Mahasiswa

:

Nama Dosen Pembimbing

:

Perguruan Tinggi

:Universitas Kristen Indonesia Paulus

Guna menerapkan dan /atau mengembangkan IPTEKS pada tempat usaha
kami.

Bersama ini pula kami nyatakan dengan sebenarnya bahwa di antara pihak
Mitra Usaha dan pelaksanaan kegiatan program tidak terdapat ikatan
kekeluargaan dan ikatan usaha dalam wujud apapun juga .
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan kesadaran dan tanggung
jawab tanpa ada unsur pemaksaan di dalam pembuatannya untuk dapat
digunakan sebagaimana mestinya.