LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PERCOBAAN KE

LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA
PERCOBAAN KE 4
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI PIPERIN DARI
FRUCTUS PIPERIS NIGRI

Nama

Disusun Oleh,
: Emil Nur Arifah

NIM

: 1606067104

Gol / Kelas

: C2 / IV C

Hari, Tanggal Praktikum


: Selasa , 3 Mei 2018

Dosen Pembimbing

: Andi Wijaya, S.Far., Apt

LABORATORIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat memahami prinsip dan melakukan isolasi piperin dari Piperis nigri
fructus atau Piperis albi fructus beserta analisis kualitatif hasil isolasi dengan metode
kromatigrafi lapis tipis.

B. DASAR TEORI
Lada atau yang biasa disebut merica (Piper nigrum. L) berasal dari familia
Piperaceace (Vasavirama dan Upender, 2014). Pada umumnya lada hitam (black pepper)
dimanfaatkan sebagai bumbu dapur, sama halnya dengan lada putih (white pepper). Lada
butih diperoleh dari buah lada hitam yang buahnya dipetik selagi masih hijau atau

hampir masak, direndam untuk memudahkan pengelupasan lapisan luar perikarp, lalu
dijemur sampai kering (Kartaspoetra, 2004).
Buah lada hitam mengandung akkaloid dan minyak atsiri dengan komponen
felandren, dipenten, kariopilen, entoksilen dan limonen (Depkes RI, 1980). Lada hitam
juga mengandung antara lain alkaloid piperin (5,3 - 9,2%), kauisin (sampai 1%) dan
metil pirolin, minyak atsiri (1,2 - 3,5%), lemak (6,5 – 7,5 %), pati (36 – 37%) dan serat
kasar (± 14%) (Loo, 1987). Buah ladaputih mengandung alkaloid seperti piperin, kavisin,
dan meril pirolin, serta minyak atsiri lemak dan pati. Kandungan utama dalam lada
adalah piperin alkaloid. Pirerin memiliki rumus molekul C17H19NO3 yang diperoleh
dalam bentuk prisma monosklik dari alkaloid dengan titik lebur 130◦C. Satu gram piperin
larut dalam 15 ml etamol, 36 ml eter dan hampr tifak larut dalam air (Kar, 2014).
Piperin memiliki khasiat sebagai antiinflamasi, antimalaria, menurunkan berat
badan, menurunkan deman menetralkan racun bisa ular, antiepilepsi, membantu
meningkatkan penyerapan vitamin tertentu (Kolherotal, 2009). Piperin merupakan

senyawa yang tahan terhadap panas dan piperin juga digunakan untuk ekstraksi berupa
serbuk halus, tuajuannya agar didapat sari dengan kadar optimal karena jika suatu sampel
ukuran partikelnya diperkecil maka partikel mudah terbasahi oleh solvent sehingga
senyawa dalam simplsia mdah tersari. Proses isolasi piperin dari ekstrak lada hitam dapat
dilakukan dengan metoke rekrisalisasi. Secara harfiahnya, rekristalisasi artinya

pembentukan kristal kembali (Harborne, 1987).
Soxhlet merupakan metode ekstraksi yangmemanfaatkan pemanasan untuk
destilasi pelarut sehingga terjadi sirkulasi pelarut melalui serbuk simplisia. Metode ini
efesien dalam pemanfaatan pelarut tetapi beresiko pembentuka

artefak akibat

penggunaan panas, pelarut yang digunakan pada metode Soxhlet minimal cukup untuk 2
kali penyarian. Proses ekstraksi dengan Soxhlet dihentikan apabila warna pelarut yang
ada didalam Soxhlet sama seperti warna pelarut awalnya.
Metode yang digunakan untuk mengisolasi piperin dari lada hitam adalah Soxhlet
yang merupakan pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan dengan
menggunakan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang
berbeda dan komponen – komponen dalam campuran atau pemilihan jenis pelarut. Hal
tersebut didasarkan beberapa faktor yaitu selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling
campur, reaktivitas, titik diddih dan karakter lainnya (Bernasconi, 1995).
Pada proses isolasi dengan soxletasi memanfaatkan pelarut dalam sistem secara
berulang sehingga penggunaan pelarut lebih efektif. Dalam proses sokletasu pelarut
diuapkan kedalam labu soxhlet dan turun seara berkala sesuai dengan titik didih pelarut
sehingga terjadi pergantan pelarut secara berkala (Tonius, 2016).

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu.
Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaoitu fase tetap
(stationary) dan fase gerak (mobile). Pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua

fase tersebut. Cara kromatografi dapat digolongkan ssesuai dengan sifat dari fase tetap
yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fase ditetapkan berupa zat padat maka cara
tersebut dikenal denga kromatografi serapan. Jika zat cair dikenal sebagai kromatografi
partisi. Karena fase geraknya dapat berupa zat cair atau zat gas maka semua ada 4
macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan, yang terdiri dari kromatografi
lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi padat, kromatografi partisi dan
kromatografi kolom kapiler ( Hostatman dkk, 1993).
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalag suatu contoh kromatografi planar. Fase diam
berbentuk lapis tipis yang melekat pada gelas atau kaca, plastik, alumunium. Sedangkan
fase eraknya berupa cairan atau campuran cairan, biasana pelarut organik dan kadang –
kadang juga air. Fase diam yang berupa lapisan tipis ini dapat dibuat dengan
membentangkan atau meratakan fase diam diatas plat atau lempengan kaca p;astik
maupun alumunium.
Sifat fase diam yang satu dengan yang lain berbeda karena strukturnyam
ukurannnya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat dan lain – lain. Silika gel
merupakan fase diam yang digunakan pada KLT. Silika gel memiliki bervariasi ukuran

dengan diameter 10-40µm dan luas permukaan dengan ukuran 300-1000 m2/g. Bersifat
higroskopis, pada kelembaban relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%. Silika gel
dengan pengikat dan indikator flouresensi. Jenis silika gel ini memiliki bahan tambahan
zat berfluorensi yang bila diperiksa dibawah lampu UV a, panjang atau pendek. Sebagai
indikator digunakan timah kadmium sulfida atau mangan timah silikat. Jenis ini disebut
dengan silika gel GF atau silika gel GF 254 (berfluorensasi pada panjang gelombang
25nm).
Fase gerak yang digunakan biasanya adalah pelarut organik atau dapat juga
digunakan satu macam pelarut organik saja atau campuran . fase gerak merupakan

campuran pelarut organik dengan air maka mekanisme pemisahan adalah partisi.
Pemilihan pelarut organik sangat penting karna akan menentykan keberhasilan
pemisahan. Pendekatan polaritas adalah yang paling sesuai dengan pemilihan pelarut
senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang bersifat polar dan pada
fase gerak yang non polar. Pelarut organik yang sering digunakan sebagai fase gerak
adalah sebagai berikut :
Non Polar

Parafin cair
Petrolium eter

Sikloheksana
Karbon tetraklorida
Benzena
Toluen
Kloroform
Dietil eter
Etilasetat
Aseton
n-propanol
Etanol
Asetonitrit
Metanol

Air

Polar
Tablel 1. Pelarut organik yang sering digunakan sebagai fase gerak
Sampel atau cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Air digunakan hanya bila
tidak dapat dicari pelarut organik yang sesuai. Pada umumnya ditototlkan 1-20µl larutan


yang megandung 50-100µg sampel tiap bercak untuk kromatografi absorbsi dan 5-20 µg
sampel untuk kromatografi partisi. Penotolan dilakukan dengan gelas kapiler atau dengan
pipet mikro. Jika untuk keperluan kuantitatif digunakan quantitative microsyringe. Pada
plat KLT sampel ditotolkan sebagai bercak bulat atau garis 1,5-20cm ditepi bawah.
Untuk memudahkan penotolan bercak dibuat garis lemah dengan pensil disebut dengan
garis awal. Pada garis awal ditotolkan bercak dengan garis 3-6mm dan diusahakan
bercak diameternya seragam. Penotolan dilakukan berulang dan hati-hati agar plat tidak
rusak. Penotolan sampel terlalu banyak menyebabkan bercak hasil pengembangan tidak
bulat (asimetri) dan perubahan harga Rf. Jika totolan sampel lelah kering maka plat siap
dielusikan.
KLT dikembangkan dengan cara menarik dalam bejana (chamber) pengembang dari
gelas. Dalam bejana dimasukkan fase gerak hingga kedalaman 0,5cm pada dinding
sebelah dalam bejana ditempelkan kertas saring setinggi 20cm yang ujung bawah
tercelup dalam fase diam. Fase diam akan merambat keatas saring, sehingga ruang dalam
bejana tertutup inilebih cepat dijenuh dengan uap pelarut. Setelah semua ruangan bejana
penuh dengan fase uap gerak, plat KLT dimasukkan dalam bejana dan dimulai
pengembangan. Fase gerak akan merambat naik membawa komponen sampel.
Kecepatan merambat tiap komponen berbeda tergantung kekuatan ikatan hidrogen yang
terjadi antara fase diam, senyawa komponen, fase gerak. Komponen yang membentuk
ikatan hidrogen lebih kuat dengan fase akan terelusi lebih cepat dan sebaliknya jika

ikatan hidrogen lebih kuat dengan fase diam, komponen akan merambat lambat.
Pengembangan dihentikan saat fase gerak menapai jarak tertentu, biasanya 1cm sebelum
ujung akhir plat yang biasanya sudah ditandai sebelum pengembangan. Bila telah
mencapai garis akhir plat diangkat dikeluarkan dari bejana.

Cara mengamati bercak pada KLT dapat digolongkan menjadi dua yaitu dengan cara
merusak atau mereaksikan komponen senyawa yang ada bercak itu dan kedua tanpa atau
merusak komponen, teksnik pertama merupakan penyemprotan pereaksi penanda.
Contoh pereaksi semprot yang umum untuk senyawa organik adalah asam sulfat dalam
metanol. Selanjutnya bercak dipanaskan dalam oven pada suhu 110◦C selama 10 menit.
Perubahan bercak selama pemanasan menjadi bercak warna hitam. Pada dasarnya adalah
reaksi oksidasi pada senyawa organik oleh asam sulfat. Pereaksi semprot dapat degan
larutan iodium dengan cara memasukkan plat kedalam bejana yang berisi uap iodium.
Cara kedua yang tidak merusak komponen atau senyawa bercak. Untuk senyawa
berwarna atau berpendar dibawah lampu UV (berflourensadu) menggunakan silika tanpa
tambahan zat terpendar. Sedangkan untuk senyawa yang tidak berpendar dibawah lampu
UV deigunakan fase diam dengan tambahan zat berpendar.
Terjadinya pemisahan senyawa obat dalam campuran obat atau produk berdasarkan
kelarutan dan absorbsi dari senyawa obat yag terdiri dari sistem fase gerak dan fase diam
mengakhibatkan masing – masing senyawa obat campuran menghasilkan kromatogram

dengan jarak tempuh yang berbeda yang dinyatakan dengan harga Rf yang bersifat
karakteristik untuk setiap obat.
Nilai Rf dapat dihitung dengan jarak yang ditempuh senyawa obat dari garis awal
dibagi dengan jarak yang ditempuh senyawa obat oleh fase gerak dari garis awal. Harga
Rf berkisar antara 0 – 0,999.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam KLT yang dapat
mempengaruhi nilai Rf yaitu :
1. Struktur senyawa yang dipisahkan.
2. Sifat absorben dari derajat aktivasinya.
3. Tebal dan kerapatan lapisan absorben.

4. Pelarut fase gerak dan uap dalam bejana.
5. Teknik percobaan dapat dilakukan dari bawah ke atas atau dari atas kebawah.
6. Jumlah duplikasi yang digunakan penetasan jumlah cuplikan yang berlebih
memberikan pendensi penyebab noda dengan kemungkinan terbentuk ekor.
7. Suhu untuk mencgah perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh
penguapan atau perubahan fase.
C. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Alat penyaria soxhlet.

2. Seperangkat alat KLT.
Bahan :
1. Piper nigrum
2. Etanol 96%
3. KOH etanolik 10%
4. Diklormetana
5. Etil asetat
D. CARA KERJA
1. EKSTARKSI DAN ISOLASI
Timbang 30 gram serbuk merica, masukkan ke dalam alay penyari soxhlet yang
telah dipasang kertas saring, kemudian tambahkan etanol 96% paling sedikit
sebanyak 2 kali sirkulasi (± 120ml). Jangan lupa untuk menambahkan batu didih.
Penyarian dilakukan selma 2 jam dengan kecepatan 6-8 sirkulasi perjam. Setelah
dingin, pisahkan sari dari bagian yang tidak terlarut dengan penyaringan melalui
kertas saring. Filtrat diperoleh diuapkan diatas penangas air sampai kering atau
konsistensi kental. Kemudian tambahkan 10ml KOH etanolik 10% sambil diaduk

sehingga timbul endapan. Setela mengendap, pisahkan sari dari bagian yang tidak
larut melalui glass wool/ sari jernih yang didapat didiamkan dalam lemari es
sampai hari praktikum yang akan dapatng atau sampai pembentukan kristal

optimal.
2. PEMURNIAN
Kristal yang timbul dipisahkan, dicuci dengan etanol 96% (dingin) dan
dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40◦C selama 30-40 menit
kemudian disimpan dalam eksikator yag dilengkapai kapur tohor. Kristal yang
diperoleh ditimbang dan diidentifikasi dengan KLT
3. IDENTIFIKASI
Ambil sedikir padatan dengan ujung spatel kecil, larutkan dalam etanol. Larutan
siap dianalisis secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis dengan kondisi
sebagai berikut :
a. Fase diam

: silika gel GF 254

b. Fase gerak

: diklormetana : etilasetat (75:25)

c. Cuplikan

: larutan sampel

d. Deteksi

: UV 254, disemprot dengan anisaldehid asam sulfta dan

dipanaskan 110◦C selama 10menit.
Catat harga Rf yang diperoleh.
E. HASIL
1. Penimbangan sebuk lada 15gram
2. Pelarut : etanol 96% 350ml
3. Soxhletasi dengan 2 siklus surang lebih selama 90 menit.
4. Proses evaporasi dengan rotavapor kurang lebih selama 30menit hingga tersiisa
keruang lebih 100ml.

5. Dikristalilasikan dalam lemari es kuraang lebih selama 1 minggu dengan
enambahan 10ml KOH etanolik.
6. Tidak terjadi kristalisasi hanya volumenya berkurang dan menjadi lebih kental.
7. Proses KLT tidak dapt dilakukan karena tidak terjadi kristalisasi.
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum percobaan ke 4 bertujuan untuk mengisolasi piperin yang
terkandung dalam Piperis Nigri Fructus dengan metode rekristalisasi. Rekristalisasi
merupakan teknik pemisahan zat padat dari suatu zat pencemar dengan cara
mengkristalkan kambali zat tersebut setelah dilarutkan dengan pelarut yang sesuai.
Metode kristalisasi menggunkana prinsip perbedaan kelarutan zat pencemar dengan
zat yang akan kita ambil.
Proses isolasi piperin dilakukan dengan menarik semua komponen kimia yang
terkandung dalam Piperis Nigri Fructus dengan proses ekstarksi. Pada praktikum ini
menggunakan 15gram lada hitam yang dimasukkan pada kertas saring kemudian
dijahit pada tepi-tepinya. Kemdian dimasukakn pada alat soxhlet. Soxhlet ada;ah alat
yang digunakan untuk memisahkan suatu komponen dalam suatu padatan
menggunakan pelarut cair. Prinsip soxhletasi adalah ekstaksi menggunakan pelarut
yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi yang contineu dengan
jumlah pelarut konstan dengan adanya pendinginan balik. Metode soxhlet dipilih
karena pelarut yang digunakan lebih sedikit dan larutan sari yang dialirkan melalui
siphon tetap tinggal didalam labu sehingga pelarut untuk mengekstraksi sampel selalu
baru dan meningkatkan laju ekstraksi, waktu yang digunakan lebih cepat. Kerugian
metode ini adalah pelarut yang digunakan mudah menguap dan hanya digunakan
untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas. Ekstraksi dilakukan dengan penambahan
pelarut etanol 96% proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman

piperus ngirri yaitu etanol 96% akan menembus dinsing sel dan masuk ke rongga sel
yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dalam etanol 96% diluar sel, maka
larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini berulang terus sampai
keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif didalam dan diluar sel. Pada dasarny
sirkulasi yang baik dilakukan selama 1-2 jam dengan kecepatan 6-8 siklus perjam
unutk mendapatkan zat aktif yang lebih banyak dan murni. Namun pada praktikum
penyarian dilakukan selama kurang lebih 90 menit yaoitu sebanyak 2 kali siklus
karena keterbatasan waktu.
Hasil dari ekstraksi diidinginkan kemudian dilanjutkan dengan proses evaporasi
denga alat rotavapor sampai didapatkan ekstrak kental. Rotavapor merupakan alat
yang dihunakan untuk menguapkan pelarut dengan menurunkan titik didihnya.
Penguapan terjadi karena adanya pemananasan yang dipercepat oleh putaran labu
diatas bulat. Selanjutnya penambahan KOH etanolik 10% untuk memisahkan senyawa
resin dengan meminimalkan pembentukan garam sehingga didapat alkaloid yang
murni. Endapat dipisahkan dengan cara oenyaringan dengan glasswool untuk
meminimalkan kandungan resin yang ikut tersaring. Penyaringan dilakukan tidak
dengan glasswool tetapi menggunakan kertas saring karena glasswool tidak tersedia di
laboratorium. Sari yang didapat didiamkan kurang lebih selama satu minggu sampai
diperoleh kristal murni.
Identidikasi kristal piperin dengan metode KLT menggunakan dase diam berupa
silika gel GF 254 dan fase gerak diklormetana : etilasetat (3:1) serta dideteksi dengan
sinar UV 254 tidak dapat dilakukan karena tidak terbentuk kristal pada proses
rekristalisasi. Hal tersebut dapat terjadi kemungkinan karena adanya human error,
kesalahan sistematis kerja, dan pada proses soxhletasi dan evaporasi dalam waktu
yang singkat.

G. KESIMPULAN
Hasil dari praktikum percobaan 4 yang berjudul Isolasi Identifikasi Piperin dari
Piperis Nigri Fructus adalah tidak dapat dilakukan proses identifikasi piperin karena
tidak terbentuk kristal pada proses rekristalisasi kemungkinan karena human error,
kesalahan sistematis kerja dan juga kurang lamanya proses soxhletasi dan evaporasi.
H. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Terbitan Kedua, diterjemahkan oleh Dr.
Kosasih Padmawinata dan Dr. Iwang Soediro, Penerbit ITB, Bandung, Hal : 70
Hardjono, Sosrohamidjojo. 1996. Sumber Bahan Alam. UGM Press. Yogyakarta.
Hostettman, K., dkk,. 1995. Catat Kromatografi Preparatif. Penerbit ITB. Bandung.