Pengantar Perencanaan Geometrik Jalan

MODUL PERKULIAHAN

Perencanaan
Geometrik Jalan
Pengantar Perencanaan
Geometrik Jalan
Fakultas Teknik
Sipil dan
Perencanaan

Teknik Sipil

Tatap Muka

Kode MK

Disusun Oleh Reni Karno Kinasih,
S.T., M.T

02
Abstract


Kompetensi

Modul
ini
membahas
tentang
pengertian geometrik jalan beserta
aspek-aspeknya

Mahasiswa memahami geometrik jalan
dan hal-hal apa saja yang dikerjakan
oleh perancang geometrik jalan

Pengertian Geometrik Jalan
Geometrik jalan didefinisikan sebagai suatu bangun jalan raya yang menggambarkan
tentang bentuk atau ukuran jalan raya baik yang menyangkut penampang melintang,
memanjang, maupun aspek lain yang terkait dengan bentuk fisik jalan.
Perencanaan geometrik jalan merupakan salah satu dari banyak sekuens kegiatan
yang dilakukan untuk menghasilkan jalan sebagai infrastruktur yang aman, nyaman dan

efisien.

Elemen dari Perancanaan Geometrik Jalan
Dalam perencanaan geometrik jalan ada 3 elemen yang harus direncanakan yaitu:
Pertama, adalah penampang melintang jalan yang memperlihatkan lebar dan jumlah lajur,
median, drainase, kelandaian lereng, galian dan timbunan serta bangunan pelengkap
lainnya.
Ke dua, alinyemen horizontal (trase jalan) yang memperlihatkan apakah jalan itu lurus,
menikung ke kiri, menikung ke kanan. Perencanaan geometrik jalan fokus pada pemilihan
letak dan panjang dari bagian-bagian ini, hal ini disesuaikan dengan kondisi medan sehingga
dapat memenuhi kebutuhan operasi lalu lintas dan keamanan pengguna jalan.
Ke tiga, adalah alinyemen vertical (penampang memanjang jalan) yang memperlihatkan
apakah jalan tersebut datar atau tanpa kelandaian, mendaki, atau menurun. Dalam
merancang alinyemen vertical harus mempertimbangkan kondisi medan dan
memperhatikan sifat operasi kendaraan, keamanan, jarak pandang dan fungsi jalan. Dalam
merancang alinyemen vertical juga berkaitan dengan pekerjaan galian dan timbunan tanah.
Sebagai catatan perencanaan tebal perkerasan tidak termasuk bagian dari
perencanaan geometrik , meskipun dimensi perkerasan merupakan bagian dari
perencanaan geometrik jalan.


Dasar Perencanaan Geometrik
Untuk menghasilkan bentuk, ukuran jalan dan ruang gerak yang memenuhi tingkat
kenyamanan dan keamanan yang diharapkan maka dalam merencanakan geometrik jalan
ada beberapa hal yang menjadi dasar dan menjadi bahan pertimbangan, diantaranya
adalah:

2

a. Sifat gerakan dan ukuran kendaraan
b. Sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya
c. Karakteristik arus lalu lintas

Elemen 1 Perencanaan Geometrik Jalan;
Penampang Melintang Jalan
Yang dimaksud dengan penampang melintang jalan yaitu potongan melintang tegak
lurus sumbu (as) jalan yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang
bersangkutan.
Pada gambar penampang melintang jalan dapat dilihat bagian-bagian dari jalan
seperti lebar dan jumlah lajur, median apabila ada, drainase permukaan, kelandaian lereng
tebing galian dan timbunan, dan juga bangunan pelengkap lainnya.

Bagian-bagian potongan melintang jalan terdiri dari:
A. Bagian untuk lalu lintas
Bagian yang berguna untuk lalu lintas yang harus terdapat pada jalan adalah:
1. Jalur lalu lintas
2. Lajur lalu lintas
3. Bahu jalan
4. Trotoar
5. Median
B. Bagian untuk drainase
Bagian yang berguna untuk kebutuhan drainase diantaranya adalah:
1. Saluran samping
2. Kemiringan melintang jalur lalu lintas
3. Kemiringan melintang bahu
4. Kemiringan lereng
C. Bagian untuk pelengkap jalan
1. Kereb
2. Pengaman tepi
D. Bagian konstruksi jalan
E. Daerah manfaat jalan (damaja)
F. Daerah milik jalan (damija)

G. Daerah pengawasan jalan (dawasja)

3

Jalur Lalu Lintas (travelled way/carriage way) dan Lajur Lalu Lintas (lane)
Jalur lalu lintas merupakan keseluruhan perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk lalu
lintas kendaraan yang biasanya ditandai dari bagian yang diaspal pada perkerasan lentur
atau dibeton pada perkerasan kaku.
Jalur lalu lintas ada yang merupakan jalur searah dan jalur dua arah baik yang
dipisahkan dengan median ataupun pemisah jalur. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur
(lane) kendaraan. Yang dimaksud dengan lajur lalu lintas adalah bagian dari jalur yang
menjadi tempat lalu lintas bergerak untuk melintasnya satu rangkaian (barisan) kendaraan
dalam satu arah.

Gambar 2.1. Jalur dan Lajur

Jumlah Lajur Lalu Lintas
Jumlah lajur minimal untuk jalan 2 arah adalah 2 dan disebut sebagai 2 lajur 2 arah.
Jumlah jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal terdiri dari 1 lajur lalu lintas. Banyaknya lajur
yang diperlukan ditentukan dari:

 Volume lalu lintas yang akan menggunakan jalan tersebut
 Tingkat pelayanan yang diharapkan
Perhatikan gambar-gambar berikut ini yang merupakan contoh tipe jalur yang
umumnya terdapat di sekitar.

4

1. Jalan 1 jalur, 2 lajur, 2 arah tak terbagi (2/2 UD) (2/2 TB)

2. Jalan 1 jalur, 2 lajur, 1 arah tak terbagi (2/1 UD) (2/1 TB)

3. Jalan 1 jalur, 4 lajur, 2 arah, tak terbagi (4/2 UD) (4/2 TB)

4. Jalan 2 jalur, 4 lajur, 2 arah, terbagi (4/2 B) atau (4/2 D)

5

5. Jalan 2 jalur, 6 lajur, 2 arah terbagi (6/2 D) atau (6/2 B)

Lebar Lajur Lalu Lintas

Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas
antara kendaraan yang satu dengan yang lain di mana ruang bebas ini besarnya sangat
ditentukan oleh keamanan dan kenyamanan yang diharapkan. Jalan yang rencananya
digunakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi memerlukan ruang bebas untuk
menyiap dan bergerak yang lebih besar dibanding dengan jalan yang direncanakan untuk
kecepatan rendah. Pada akhirnya lajur merupakan bagian yang menentukan lebar melintang
jalan secara keseluruhan.
Lebar kendaraan penumpang pada umumnya bervariasi antara 1,50 – 1,75 m. Bina
Marga mengambil lebar kendaraan rencana untuk mobil penumpang adalah 1,70 m dan
2,50 m untuk kendaraan rencana truk/bis/semi trailer.

Kemiringan Melintang Jalan
Untuk kelancaran drainase jalan agar air yang jatuh di atas permukaan jalan cepat
mengalir ke saluran pembuangan, maka lajur lalu lintas pada bagian alinyemen jalan
memerlukan kemiringan melintang.
Besarnya kemiringan melintang normal yang diperlukan pada bagian alinyemen jalan
yang lurus adalah sebagai berikut:

6


a. Untuk perkerasan jalan aspal dan perkerasan beton, kemiringan melintang antara 2% 3%
b. Pada jalan berlajur lebih dari 2, maka kemiringan melintang ditambah 1% ke arah yang
sama
c. Untuk jenis perkerasan yang lain, kemiringan melintang disesuaikan dengan karakteristik
permukaannya.
Sementara itu pada tikungan kemiringn melintang dibuat bukan hanya untuk kebutuhan
drainase tetapi juga untuk kebutuhan keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja.
Besarnya kemiringan melintang yang dibutuhkan pada tikungan akan dibahas pada bab
Alinyemen Horizontal.

Bahu Jalan
Bahu jalan merupakan jalur yang berdampingan dengan jalur lalu lintas yang berada di
tepi. Lazimnya bahu jalan hanya bisa dilintasi oleh 1 kendaraan 1 arah berfungsi sebagai
berikut:
a.

Untuk memberi ruang berhenti sementara,

b.


Ruang untuk menghindarkan diri pada saat darurat sehingga dapat mencegah terjadi
kecelakaan,

c.

Sebagai pengikat konstruksi perkerasan jalan dari samping

d.

Ruang yang dapat digunakan pada saat ada pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan
jalan, misalnya untuk menempatkan alat kerja atau penimbunan material

e.

Ruang melintasnya kendaraan patroli dan kendaraan darurat seperti pemadam
kebakaran, ambulans dan mobil jenazah.

JENIS BAHU JALAN
Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan atas :
a.


Bahu yang tidak diperkeras, yaitu bahu yang hanya dibuat dari material perkerasan
jalan tanpa bahan pengikat. Biasanya digunakan material agregat bercampur sedikit
lempung. Bahu yang tidak diperkeras ini dipergunakan untuk daerah-daerah yang tidak

7

begitu penting, dimana kendaraan yang berhenti dan mempergunakan bahu tidak
begitu banyak jumlahnya.
b.

Bahu yang diperkeras, yaitu bahu yang dibuat dengan mempergunakan bahan pengikat
sehingga lapisan tersebut lebih kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak
diperkeras. Bahu jenis ini dipergunakan untuk jalan-jalan dimana kendaraan yang akan
berhenti dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya, seperti di sepanjang jalan tol,
di sepanjang jalan arteri yang melintasi kota, dan di tikungan-tikungan yang tajam.

Lebar Bahu Jalan
Besarnya lebar bahu jalan sangat dipengaruhi oleh :
a.


Fungsi jalan
Jalan arteri direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jalan
lokal. Dengan demikian jalan arteri membutuhkan kebebasan samping, keamanan, dan
kenyamanan yang lebih besar, atau menuntut lebar bahu yang lebih lebar dari jalan
lokal.

b.

Volume lalu lintas
Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar bahu yang lebih besar dibandingkan
dengan volume lalu lintas yang lebih rendah.

c.

Kegiatan di sekitar jalan
Jalan yang melintasi daerah perkotaan, pasar, sekolah, membutuhkan lebar bahu jalan
yang lebih lebar daripada jalan yang melintasi daerah rural, karena bahu jalan tersebut
akan dipergunakan pula sebagai tempat parkir dan pejalan kaki.

d.

Ada atau tidaknya trotoar
Apabila pinggir jalan terdapat trotoar, biasanya tidak terdapat bahu jalan.

e.

Biaya yang tersedia
Sehubungan dengan biaya pembebasan tanah, dan biaya untuk konstruksi.

Lereng Melintang Bahu Jalan
Selain untuk kebutuhan akan keseimbangan gaya akibat gaya sentrifugal yang bekerja
pada tikungan, kemiringan melintang bahu jalan juga dimaksudkan agar air hujan yang jatuh

8

pada bahu jalan harus segera mengalir, sebab air hujan yang merembes masuk ke lapisan
perkerasan jalan akan mengakibatkan turunnya daya dukung lapisan perkerasan, ikatan
antara agregat dan aspal cepat terlepas yang akhirnya memperpendek umur pelayanan
jalan.
Terutama pada bahu jalan dari jenis yang tidak diperkeras kemiringan melintang bahu
jalan haruslah sangat diperhatikan dan dibuat kemiringan yang sebesar-besarnya namun
tetap aman dan nyaman bagi pengemudi. Kemiringan melintang bahu jalan tidak sama
dengan kemiringan melintang jalur perkerasan jalan.
Pada bahu jalan, kemiringan melintang bervariasi sampai 6% tergantung dari beberapa
hal yaitu intensitas hujan, jenis permukaan bahu dan kemungkinan penggunaan bahu jalan.

Trotoar
Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20
Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus
disediakan untuk pejalan kaki yang terletak didaerah manfaat jalan, yang diberi lapisan
permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada
umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.1
Fasilitas pejalan kaki berupa trotoar ditempatkan di:
1. Daerah perkotaan secara umum yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi
2. Jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap
3. Daerah yang memiliki aktivitas kontinyu yang tinggi, seperti misalnya jalan-jalan
di pasar dan pusat perkotaaan
4. Lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode yang pendek,
seperti misalnya stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah sakit, lapangan
olahraga
5. Lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya
lapangan/gelanggang olahraga, masjid

1

Kep Dirjen Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 Tanggal 20 Desember 1999

9

Trotoar sedapat mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase yang telah
ditutup dengan pelat beton yang memenuhi syarat. Trotoar pada perhentian Bus harus
ditempatkan berdampingan/sejajar dengan jalur Bus. Trotoar dapat ditempatkan di depan
atau di belakang halte.2 Sesuai dengan penggunaan lahan, lebar minimun Trotoar yaitu 3:
Lebar
No Penggunaan Lahan

Minimum
(m)

1

Perumahan

1,5

2

Perkantoran

2,0

3

Industri

2,0

4

Sekolah

2,0

5

Perumahan

2,0

6

Terminal/Stop Bus

2,0

7

Pertokoan/Perbelanjaan 2,0

8

Jembatan/Terowongan

1,0

Median
Median adalah jalur yang terletak di tengah sebagai pemisah jalur lalu lintas dari arah
yang berlawanan.
Fungsi median diantaranya adalah4:
a.

Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat
mengontol kendaraannya pada saat-saat darurat

b.

Menyediakan jarak yang cukup untuk mengurangi kesilauan terhadap lampu besar dari
kendaraan yang berlawanan arah

c.

Menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap pengemudi

d.

Mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arus lalu lintas

e.

Ruang tunggu bagi penyeberang

f.

Penempatan fasilitas jalan

2
3
4

Petunjuk Perencanaan Trotoar, Ditjen Bina Marga, 1990, hal 1-2 (No. 007/T/BNKT/1990)
Petunjuk Perencanaan Trotoar, Ditjen Bina Marga, 1990, hal 4 (No. 007/T/BNKT/1990)
Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Penerbit Nova, 1999, hal.28

10

g.

Tempat prasarana kerja sementara
Bentuk-bentuk median diantaranya:

a.

Jalur hijau yang mempunyai lebar 2 – 20 meter atau lebih. Median dengan lebar mulai
dari 5 meter sebaiknya ditinggikan dengan kerb atau dilengkapi dengan pembatas agar
tidak dilanggar kendaraan

b.

Pulau jalan yang dilengkapi dengan kerb

c.

Beton pemisah

Saluran Samping
Saluran drainase jalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu saluran drainase permukaan
dan saluran drainsae bawah permukaan. Saluran samping disebut juga saluran drainase
permukaan.
Fungsi saluran drainase permukaan berdasarkan Petunjuk Desain Drainase Permukaan
Jalan No. 008/T/BNKT/1990 Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan
Kota, yaitu:
1. Mengalirkan air hujan/air secepat mungkin keluar dari permukaan jalan danselanjutnya dialirkan
lewat saluran samping; menuju saluran pembuang akhir.
2. Mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran di sekitar jalan masuk ke daerah perkerasan
jalan.
3. Mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air
Bentuk saluran samping umumnya trapesium yang biasanya dipakai di daerah di mana pembebasan
lahan bukan menjadi masalah, biasanya dinding saluran terbuat dari tanah asli atau pasangan batu kali.
Namun untuk di daerah perkotaan di mana pembebasan lahan sangat terbatas maka saluran samping
dibuat persegi panjang terbuat dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar.
Secara garis besar, perencanaan saluran drainase samping mencakup 3 tahap sebagai berikut:
a. Analisis hidrologi
b. Perhitungan hidrolika
c. Gambar rencana
Acuan yang dapat dipergunakan untuk perencanaan saluran samping adalah Petunjuk Desain
Drainase Permukaan Jalan No. 008/T/BNKT/1990 Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat
Pembinaan Jalan Kota.

11

Kerb (Curb)
Kerb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan yang
merupakan bagian dari pelengkap jalan untuk membantu keamanan dan kenyamanan para
pengguna jalan.
Berdasarkan fungsi kerb, maka kerb dapat dibedakan atas (Sukirman, 1999):
a.

Kereb peninggi (mountable curb) adalah kereb yang direncanakan agar dapat didaki
kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan/ jalur lalu lintas. Untuk
kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus mempunyai bentuk permukaan
lengkung yang baik. Tingginya berkisar antara 10-15 cm

b.

Kereb penghalang (barrier curb), adalah kereb yang direncanakan untuk menghalangi
atau mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama di median, trotoar,
pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman. Tingginya berkisar antara 25-30 cm.

c.

Kereb berparit (gutter curb) adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem
drainase perkerasan jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan sistem
drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi luar dari perkerasan,
sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam. Tingginya berkisar antara 10-20
cm

d.

Kereb penghalang berparit (barrier gutter curb) adalah kereb penghalang yang
direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar
antara 20-30 cm.

Beberapa fungsi kerb, antara lain:
a.

Untuk menghalangi atau mencegah kendaraan keluar dari jalur lalu-lintas (barrier curb)

b.

Untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan (gutter curb dan barrier
gutter curb)

c.

Sebagai proteksi terhadap pejalan kaki

d.

Untuk mempertegas batas jalur lalu-lintas kendaraan dengan jalur-jalur lainnya

e.

Untuk menambah estetika
Kerb digunakan atau ditempatkan pada:

a.

Median yang ditinggikan (raised median)

b.

Trotoar
12

c.

Pulau (island)

d.

Pemisah jalur (separator)

e.

Tempat parkir di pinggir jalan

Acuan atau standar yang dapat digunakan untuk merancang kerb diantaranya adalah:
1. Standar Spesifikasi Kerb No. 011/S/BNKT/1990 Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat
Pembinaan Jalan Kota
2. SNI 2442: 2008 Spesifikasi Kereb Beton untuk Jalan, yang merupakan revisi dari SNI 032442-1991 Spesifikasi Kerb Beton untuk Jalan

Pengaman Tepi
Pengaman tepi adalah bangunan untuk penyangga atau pencegah kendaraan menabrak
suatu objek di pinggir jalan atau untuk mencegah kendaraan keluar dari jalur jalan.
Bangunan pengaman tepi jalan itu sendiri tidak dapat mencegah kecelakaan, namun dapat
mengurangi akibat kecelakaan yang lebih besar dengan mengarahkan kendaraan kembali ke
dalam jalur lalu lintas.
Tidak semua jalan perlu diberikan pengaman tepi, penetapan lokasi bangunan
pengaman tepi jalan harus dilakukan secara hati-hati, jika tidak bangunan pengaman tepi ini
malah akan menjadi rintangan yang besar pengaruhnya terhadap kapasitas jalan. Sedapat
mungkin

dihindari

pemasangan

bangunan

pengaman

tepi

jalan

dengan

cara

memindahkan/meniadakan halangan yang menjadi ancaman bagi keselamatan pengendara,
apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan maka pemasangan bangunan pengaman tepi
jalan harus dipertimbangkan sematang mungkin dengan terlebih dahulu mengkaji semua
analisa ekonomi dan resiko.
Menurut Bina Marga dalam Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan
Pengaman Tepi Jalan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
pemasangan bangunan pengaman tepi jalan sebagai berikut:
a.

Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan dilaksanakan hanya apabila kita tidak
dapat memindahkan/atau meniadakan halangan atau rintangan yang berbahaya bagi
keamanan lalu lintas.

13

b.

Penentuan pemasangan bangunan pengaman tepi pada suatu segmen jalan haruslah
dilaksanakan berdasarkan suatu studi kecelakaan dan analis.

c.

Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada jembatan
jembatan sempit, dimana arus lalu lintas yang masuk jembatan diatur berdasarkan
prioritas.

d.

Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada tikungan tajam,
dimana kecepatan kendaraan secara umum pada keadaan normal berkurang menjadi
20 km/jam selanjutnya harus dipasang pula tanda-tanda pengaman lalu lintas.

e.

Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan haruslah memperhatikan juga bentuk
bangunan pengaman tepi jalan pada awal dan ujungnya.

f.

Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan pada bahu jalan dituntut adanya pelebaran
bahu jalan.

g.

Pemasangan bangunan tepi jalan haruslah dilaksanakan pada segmen-segmen jalan
pada dataran tinggi/pegunungan dimana kecuraman lerengnya lebih besar dari 2: 4 dan
ketinggiannya lebih besar dari 2 m.

h.

Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada segmen-segmen
jalan dimana terdapat rintangan-rintangan/kondisi berbahaya terhadap arus lalu lintas
yang tidak jauh berada dari pinggir perkerasan jalan (< 10 m).

i.

Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada median-median,
yang sempit, untuk mencegah terjadinya tabrakan pada ujung median dimana volume
lalu lintas melebihi 5000 (AADT).

j.

Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada keadaan jalan
menyempit yang disebabkan oleh adanya jembatan atau gorong-gorong.

k.

Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada bagian-bagian
jalan dengan tujuan untuk melindungi bangunan-bangunan atau pejalan kaki.

Bangunan pengaman tepi jalan dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu 5:
a.

Bangunan pengaman tepi jalan rigid
Bangunan pengaman tepi kaku (rigid) adalah bangunan tepi jalan yang dibuat dari
beton. Tipe yang terkenal, adalah bangunan pengaman tepi kaku (rigid barriers) dari

5

Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan, Dirjen Bina Marga, 1990, hal 2 (No. 013/S/BNKT/1990)

14

New Jersey. Bangunan pengaman tepi kaku ini dipakai pada sisi jalan yang hanya dapat
menampung sudut tabrakan kendaraan dengan bangunan pengaman tepi jalan kecil
atau nol.
b.

Bangunan pengaman tepi jalan semi rigid
Bangunan pengaman tepi semi kaku (semi rigid bariers) terbuat dari baja dapat
berbentuk kotak (box beam), berbentuk W (Wbeam), yang dipotong-potong tiangtiang. Tipe ini memungkinkan adanya sudut tabrakan antara pengaman tepi dan
kendaraan cukup besar, selanjutnya dapat menghasilkan tingkat percepatan menjadi
rendah. Tekukan yang terjadi akibat tabrakan pada tipe pengaman tepi ini, besarnya
adalah fungsi dari jarak tiang yang menyokong bangunan pengaman tepi ini.

c.

Bangunan pengaman tepi jalan fleksibel
Bangunan pengaman tepi fleksibel adalah bangunan pengaman tepi yang
memungkinkan adanya sudut tabrakan dengan kendaraan cukup besar dan
menghasilkan tingkat percepatan menjadi rendah. Di samping itu dapat mengurangi
kerusakan kendaraan.

Lapisan Perkerasan Jalan
Lapisan perkerasan jalan terdiri dari lapisan permukaan, lapisan pondasi atas, lapisan
pondasi bawah dan lapisan tanah dasar. Perencanaan lapisan perkerasan jalan tidak dibahas
di dalam modul perkuliahan ini.

Daerah Manfaat Jalan (Damaja)
Damaja adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar tinggi dan kedalaman
ruang batas tertentu di mana ruang tersebut diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan,
jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan
dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya. Lebar
Damaja ditetapkan oleh Pembina Jalan sesuai dengan keperluannya. Tinggi minimum 5.0
meter dan kedalaman minimum 1.5 meter diukur dari permukaan perkerasan.

15

Daerah Milik Jalan (Damija)
Damija adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang
dikuasai oleh Pembina Jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Damija diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan, pelaksanaan jalan maupun penambahan
jalur lalu lintas, serta kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan 6. Biasanya pada jarak 1 km
dipasang patok DMJ berwarna kuning.

Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja)
Dawasja adalah sejalur tanah tertentu yang terletak di luar daerah milik jalan yang
penggunaannya diawasi oleh Pembina jalan dengan maksud agar tidak mengganggu
pandangan pengemudi dan konstruksi bangunan jalan dalam hal tidak cukup luasnya daerah
milik jalan.
Damija, Damaja, dan Dawasja kini lebih dikenal dengan Rumija, Rumaja dan Ruwasja
dengan definisi yang tidak jauh berbeda dengan nama sebelumnya.

6

KD No. 43/AJ.007/DRJD/97

16

Daftar Pustaka
Sukirman, S. 1999. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Penerbit Nova. Bandung.
Indriany, S. Modul Kuliah Perencanaan Geometrik Jalan. Teknik Sipil Universitas Mercu
Buana. Jakarta.
KD No. 43/AJ.007/DRJD/97
No. 007/T/BNKT/1990. Petunjuk Perencanaan Trotoar. Jakarta: Ditjen Bina Marga.
No. 008/T/BNKT/1990. Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota.
No. 011/S/BNKT/1990. Spesifikasi Kerb Beton untuk Jalan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota.
No. 013/S/BNKT/1990. Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi
Jalan. Jakarta: Dirjen Bina Marga.
SNI 2442: 2008. Spesifikasi Kereb Beton untuk Jalan. Bandung: Badan Standarisasi Nasional.

17