Proses Pembentukan Minyak Bumi (3)
Proses Pembentukan Minyak
Bumi Dan Teknik Pemisahan
Fraksi Minyak Bumi
Kelompok 2 :
Kelas : XI TKR 3
1). Rapi Nur Insani
( 22 )
2). Ray Sabastian A.
( 23 )
3). Rendi Aditiya Saputra
( 24 )
4). Riyan Ibra Firmansyah
( 25 )
5). Rizky Khanafi
( 26 )
Proses Pembentukan Minyak
Bumi
Proses pembentukan minyak bumi
Membahas identifikasi minyak bumi tidak dapat lepas dari bahasan teori
pembentukan minyak bumi dan kondisi pembentukannya yang membuat
suatu minyak bumi menjadi spesifik dan tidak sama antara suatu minyak
bumi dengan minyak bumi lainnya. Karena saya adalah seorang chemist,
maka pendekatan yang saya lakukan lebih banyak kepada aspek kimianya
daripada dari aspek geologi. Pemahaman tentang proses pembentukan
minyak bumi akan diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk
menginterpretasikan hasil identifikasi. Ada banyak hipotesa tentang
terbentuknya minyak bumi yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa
diantaranya adalah :
Teori Biogenesis (Organik)
Macqiur (Perancis, 1758) merupakan orang yang pertama kali
mengemukakan pendapat bahwa minyak bumi berasal dari tumbuhtumbuhan. Kemudian M.W. Lamanosow (Rusia, 1763) juga mengemukakan
hal yang sama. Pendapat di atas juga didukung oleh sarjana lainnya
seperti, New Beery (1859), Engler (1909), Bruk (1936), Bearl (1938) dan
Hofer. Mereka menyatakan bahwa: “minyak dan gas bumi berasal dari
organisme laut yang telah mati berjuta-juta tahun yang lalu dan
membentuk sebuah lapisan dalam perut bumi.”
Teori Abiogenesis (Anorganik)
Barthelot (1866) mengemukakan bahwa di dalam minyak bumi terdapat
logam alkali, yang dalam keadaan bebas dengan temperatur tinggi akan
bersentuhan dengan CO2 membentuk asitilena. Kemudian Mandeleyev
(1877) mengemukakan bahwa minyak bumi terbentuk akibat adanya
pengaruh kerja uap pada karbida-karbida logam dalam bumi. Yang lebih
ekstrim lagi adalah pernyataan beberapa ahli yang mengemukakan
bahwa minyak bumi mulai terbentuk sejak zaman prasejarah, jauh
sebelum bumi terbentuk dan bersamaan dengan proses terbentuknya
bumi. Pernyataan tersebut berdasarkan fakta ditemukannya material
hidrokarbon dalam beberapa batuan meteor dan di atmosfir beberapa
planet lain.
Dari sekian banyak hipotesa tersebut yang sering dikemukakan adalah
Teori Biogenesis, karena lebih bisa. Teori pembentukan minyak bumi terus
berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi dan teknik analisis
minyak bumi, sampai kemudian pada tahun 1984 G. D. Hobson dalam
tulisannya yang berjudul “The Occurrence and Origin of Oil and Gas”.
Berdasarkan teori Biogenesis, minyak bumi terbentuk karena adanya
kebocoran kecil yang permanen dalam siklus karbon. Siklus karbon ini
terjadi antara atmosfir dengan permukaan bumi, yang digambarkan
dengan dua panah dengan arah yang berlawanan, dimana karbon
diangkut dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Pada arah pertama, karbon
dioksida di atmosfir berasimilasi, artinya CO2 diekstrak dari atmosfir oleh
organisme fotosintetik darat dan laut.
Pada arah yang kedua CO2 dibebaskan kembali ke atmosfir melalui
respirasi makhluk hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme). Dalam
proses ini, terjadi kebocoran kecil yang memungkinkan satu bagian kecil
karbon yang tidak dibebaskan kembali ke atmosfir dalam bentuk CO2,
tetapi mengalami transformasi yang akhirnya menjadi fosil yang dapat
terbakar. Bahan bakar fosil ini jumlahnya hanya kecil sekali. Bahan organik
yang mengalami oksidasi selama pemendaman. Akibatnya, bagian utama
dari karbon organik dalam bentuk karbonat menjadi sangat kecil
jumlahnya dalam batuan sedimen.
Pada mulanya senyawa tersebut (seperti karbohidrat, protein dan lemak)
diproduksi oleh makhluk hidup sesuai dengan kebutuhannya, seperti
untuk mempertahankan diri, untuk berkembang biak atau sebagai
komponen fisik dan makhluk hidup itu. Komponen yang dimaksud dapat
berupa konstituen sel, membran, pigmen, lemak, gula atau protein dari
tumbuh-tumbuhan, cendawan, jamur, protozoa, bakteri, invertebrata
ataupun binatang berdarah dingin dan panas, sehingga dapat ditemukan
di udara, pada permukaan, dalam air atau dalam tanah.
Apabila makhluk hidup tersebut mati, maka 99,9% senyawa karbon dan
makhluk hidup akan kembali mengalami siklus sebagai rantai makanan,
sedangkan sisanya 0,1% senyawa karbon terjebak dalam tanah dan
dalam sedimen. Inilah yang merupakan cikal bakal senyawa-senyawa fosil
atau dikenal juga sebagai embrio minyak bumi.
Embrio ini mengalami perpindahan dan akan menumpuk di salah satu
tempat yang kemungkinan menjadi reservoar dan ada yang hanyut
bersama aliran air sehingga menumpuk di bawah dasar laut, dan ada juga
karena perbedaan tekanan di bawah laut muncul ke permukaan lalu
menumpuk di permukaan dan ada pula yang terendapkan di permukaan
laut dalam yang arusnya kecil.
Embrio kecil ini menumpuk dalam kondisi lingkungan lembab, gelap dan
berbau tidak sedap di antara mineral-mineral dan sedimen, lalu
membentuk molekul besar yang dikenal dengan geopolimer. Senyawasenyawa organik yang terpendam ini akan tetap dengan karakter masingmasing yang spesifik sesuai dengan bahan dan lingkungan
pembentukannya. Selanjutnya senyawa organik ini akan mengalami
proses geologi dalam perut bumi. Pertama akanmengalami proses
diagenesis, dimana senyawa organik dan makhluk hidup sudah
merupakan senyawa mati dan terkubur sampai 600 meter saja di bawah
permukaan dan lingkungan bersuhu di bawah 50°C.
Pada kondisi ini senyawa-senyawa organik yang berasal dan makhluk
hidup mulai kehilangan gugus beroksigen akibat reaksi dekarboksilasi dan
dehidratasi. Semakin dalam pemendaman terjadi, semakin panas
lingkungannya, penam-bahan kedalaman 30 – 40 m akan menaik-kan
temperatur 1°C. Di kedalaman lebih dan 600 m sampai 3000 m, suhu
pemendaman akan berkisar antara 50 – 150 °C, proses geologi kedua
yang disebut katagenesis akan berlangsung, maka geopolimer yang
terpendam mulal terurai akibat panas bumi.
Komponen-komponen minyak bumi pada proses ini mulai terbentuk dan
senyawa–senyawa karakteristik yang berasal dan makhluk hidup tertentu
kembali dibebaskan dari molekul. Bila kedalaman terus berlanjut ke arah
pusat bumi, temperatur semakin naik, dan jika kedalaman melebihi 3000
m dan suhu di atas 150°C, maka bahan-bahan organik dapat terurai
menjadi gas bermolekul kecil, dan proses ini disebut metagenesis.
Setelah proses geologi ini dilewati, minyak bumi sudah terbentuk
bersama-sama dengan bio-marka. Fosil molekul yang sudah terbentuk ini
akan mengalami perpindahan (migrasi) karena kondisi lingkungan atau
kerak bumi yang selalu bergerak rata-rata sejauh 5 cm per tahun,
sehingga akan ter-perangkap pada suatu batuan berpori, atau selanjutnya
akan bermigrasi membentuk suatu sumur minyak. Apabila dicuplik batuan
yang memenjara minyak ini (batuan induk) atau minyak yang
terperangkap dalam rongga bumi, akan ditemukan fosil senyawa-senyawa
organik. Fosil-fosil senyawa inilah yang ditentukan strukturnya
menggunaan be-berapa metoda analisis, sehingga dapat menerangkan
asal-usul fosil, bahan pembentuk, migrasi minyak bumi serta hubungan
antara suatu minyak bumi dengan minyak bumi lain dan hubungan
minyak bumi dengan batuan induk.
FRAKSI MINYAK BUMI DAN
TEHNIK PEMISAHAN
Minyak bumi biasanya berada 3-4 km di bawah permuaan tanah. Minyak
bumi di peroleh dengan membuat sumur bor. Minyak mentah ( crude oil)
berbentuk cairan kental hitam dan berbau kurang sedap. Minyak mentah ( crude
oil) hasil pengeboran sebagian besar tersusun dari senyawa-senyawa
hidrokarbon jenuh. Oleh karena itu pengolahan ( pemurnian=refiming) minyak
bumi di lakukan melalui destilisi bertingkat, di mana minyak mentah di pisahkan
kedalam kelompok-kelompok ( fraksi ) dengan titik didih yang mirip. Mula-mula
minyak mentah dipanaskan pada suhu sekitar 400 derajat celcius kemudian di
alirkan kedalam menara fraksionasi.
Adapun cara pemisahan / pengolahan minya bumi, melalui beberapa
tahap:
1.
Pemisahan ( distlasi )
Distilasi merupakan cara pemisahan campuran komponen-komponen zat
berdasarkan perbedaan titik didih, proses ini dikerjakan dengan menggunakan
kolam atau menara distilasi. Minyak mentah dimasukan kedalam tangki,
kemudian di panaskan kurang lebih 350 derajat celcius – 370 derajat celcius,
kemudian minyak yang me nguap bergerak ke atas melalui pubble cups,
sedangkan minyak cair turun ke bawah. Fraksi minyak mentah yang tidak
menguap menjadi residu. Residu dari hasil pemisahan minyak bumi diantaranya
paraffin, lilin, dan aspal. Residu-residu ini mempunyai rantai karbon berjumlah
lebih besar dari 20. Hasil-hasil dari pemisahan minyak mentah tersebut diperoleh
fraksi-fraksi minyak bumi, diantaranya gas alam, petrol eter, ligroin, bensin,
minyak tanah, solar, minyak pelumas, lilin, dan aspal. Fraksi-fraksi yang
dihasilkan pada berbagai temperature pemisahan, ada yang berwujud gas, cair,
dan padat.
2.
Perengkahan ( cracking )
Fraksi minyak bumi yang paling banyak kegunaannya adalah bensin, karena itu
fraksi-fraksi minya bumi dengan jumlah atom C besar dipecahkan untuk
membentuk bensin. Frkasi-fraksi ini adalah minyak tanah dan solar. Metode
pemecahan fraksi-fraksi minyak bumi di sebut proses perengkahan ( cracking ).
Pada proses ini berlangsung reaksi pyrolisis, istilah pyrolisis ini berasal dari
bahasa Yunani. Pyr yang artinya api, sedangkan lysis artinya perangkahan atau
pemecahan. Jadi pyrolisis adalah permecahan oleh panas. Pyrolisis alkana di
kenal dengan proses cracking. Dalam proses cracking termal alkana di lewatkan
pada ruang yang dipanaskan pada suhu tinggi, akan terjadi alkana rantai
pendek, alkena, dan hidrogen. Proses ini paling b anya mengha silkan etilena dan
molekul-molekul yang lainnya. Prosescrackin g uap sebagai modifikasi cracking
termal dilakukan dengan mencampur hidrokarbo dengan uap dan dipanaskan
pada 700-900 derajat celcius kemudian cepat-cepat didinginkan. Proses ini
berfungsi menghasilkan pereaksi hidrokarbon yang meliputi etilena, propilerna,
butadiene, isopropena, dan siklopentadiena. Untu memproduksi bensin di
gunakan proses cracking katalitik. Pada proses ini fraksi minyak bumi dengan
titik didih tinggi di campur kan dengan silica alumina pada 450-550 derajat
celcius dengan tekanan tinggi. Proses ini juga dapat memperbaiki k ualitas
bensin. Karena menghasilkan alkana dan alkena yang rantainaya bercabang
banyak sehingga merupakan bahan bakar yang mempunyai angaka oktan tinggi.
3.
Refoming
Reforming adalah perubahan dari bentuk molekul bensin yang bermutu kurang
baik ( rantai karbon lurus ) menjadi bensin yang bermutu baik ( rantai karbon
bercabang ). Karena kedua jenis bensin in I memiliki molekul yang sama teapi
bentuk struktur berbeda, maka proses ini di sebut juga isomerisasi. Reforming di
lakukan dengan menggunakan katalitas dan pemanasan.
4.
Polimerisasi
Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil menjadi besar,
misalnya penggabungan senyawa isobutene dengan senyawa isobutana
menghasilkan bensin kualitas tinggi, yakni isooktana.
5.
Proses Pembersihan ( Treating )
Treating adalah pemurnian minyak bumi dengan cara menghilangkan pengotorpengotornya.
Cara-cara proses treating adalah:
a). copper sweetening dam doctor, yakni proses menghilangkan pengotor yang
dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.
b). Acidtreatment, yakni proses menghilangkan lumpur dan memperbaiki warna.
c). Desulfurrizing ( desulfurisasi ), yakni proses menghilangkan unsur belerang.
Bumi Dan Teknik Pemisahan
Fraksi Minyak Bumi
Kelompok 2 :
Kelas : XI TKR 3
1). Rapi Nur Insani
( 22 )
2). Ray Sabastian A.
( 23 )
3). Rendi Aditiya Saputra
( 24 )
4). Riyan Ibra Firmansyah
( 25 )
5). Rizky Khanafi
( 26 )
Proses Pembentukan Minyak
Bumi
Proses pembentukan minyak bumi
Membahas identifikasi minyak bumi tidak dapat lepas dari bahasan teori
pembentukan minyak bumi dan kondisi pembentukannya yang membuat
suatu minyak bumi menjadi spesifik dan tidak sama antara suatu minyak
bumi dengan minyak bumi lainnya. Karena saya adalah seorang chemist,
maka pendekatan yang saya lakukan lebih banyak kepada aspek kimianya
daripada dari aspek geologi. Pemahaman tentang proses pembentukan
minyak bumi akan diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk
menginterpretasikan hasil identifikasi. Ada banyak hipotesa tentang
terbentuknya minyak bumi yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa
diantaranya adalah :
Teori Biogenesis (Organik)
Macqiur (Perancis, 1758) merupakan orang yang pertama kali
mengemukakan pendapat bahwa minyak bumi berasal dari tumbuhtumbuhan. Kemudian M.W. Lamanosow (Rusia, 1763) juga mengemukakan
hal yang sama. Pendapat di atas juga didukung oleh sarjana lainnya
seperti, New Beery (1859), Engler (1909), Bruk (1936), Bearl (1938) dan
Hofer. Mereka menyatakan bahwa: “minyak dan gas bumi berasal dari
organisme laut yang telah mati berjuta-juta tahun yang lalu dan
membentuk sebuah lapisan dalam perut bumi.”
Teori Abiogenesis (Anorganik)
Barthelot (1866) mengemukakan bahwa di dalam minyak bumi terdapat
logam alkali, yang dalam keadaan bebas dengan temperatur tinggi akan
bersentuhan dengan CO2 membentuk asitilena. Kemudian Mandeleyev
(1877) mengemukakan bahwa minyak bumi terbentuk akibat adanya
pengaruh kerja uap pada karbida-karbida logam dalam bumi. Yang lebih
ekstrim lagi adalah pernyataan beberapa ahli yang mengemukakan
bahwa minyak bumi mulai terbentuk sejak zaman prasejarah, jauh
sebelum bumi terbentuk dan bersamaan dengan proses terbentuknya
bumi. Pernyataan tersebut berdasarkan fakta ditemukannya material
hidrokarbon dalam beberapa batuan meteor dan di atmosfir beberapa
planet lain.
Dari sekian banyak hipotesa tersebut yang sering dikemukakan adalah
Teori Biogenesis, karena lebih bisa. Teori pembentukan minyak bumi terus
berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi dan teknik analisis
minyak bumi, sampai kemudian pada tahun 1984 G. D. Hobson dalam
tulisannya yang berjudul “The Occurrence and Origin of Oil and Gas”.
Berdasarkan teori Biogenesis, minyak bumi terbentuk karena adanya
kebocoran kecil yang permanen dalam siklus karbon. Siklus karbon ini
terjadi antara atmosfir dengan permukaan bumi, yang digambarkan
dengan dua panah dengan arah yang berlawanan, dimana karbon
diangkut dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Pada arah pertama, karbon
dioksida di atmosfir berasimilasi, artinya CO2 diekstrak dari atmosfir oleh
organisme fotosintetik darat dan laut.
Pada arah yang kedua CO2 dibebaskan kembali ke atmosfir melalui
respirasi makhluk hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme). Dalam
proses ini, terjadi kebocoran kecil yang memungkinkan satu bagian kecil
karbon yang tidak dibebaskan kembali ke atmosfir dalam bentuk CO2,
tetapi mengalami transformasi yang akhirnya menjadi fosil yang dapat
terbakar. Bahan bakar fosil ini jumlahnya hanya kecil sekali. Bahan organik
yang mengalami oksidasi selama pemendaman. Akibatnya, bagian utama
dari karbon organik dalam bentuk karbonat menjadi sangat kecil
jumlahnya dalam batuan sedimen.
Pada mulanya senyawa tersebut (seperti karbohidrat, protein dan lemak)
diproduksi oleh makhluk hidup sesuai dengan kebutuhannya, seperti
untuk mempertahankan diri, untuk berkembang biak atau sebagai
komponen fisik dan makhluk hidup itu. Komponen yang dimaksud dapat
berupa konstituen sel, membran, pigmen, lemak, gula atau protein dari
tumbuh-tumbuhan, cendawan, jamur, protozoa, bakteri, invertebrata
ataupun binatang berdarah dingin dan panas, sehingga dapat ditemukan
di udara, pada permukaan, dalam air atau dalam tanah.
Apabila makhluk hidup tersebut mati, maka 99,9% senyawa karbon dan
makhluk hidup akan kembali mengalami siklus sebagai rantai makanan,
sedangkan sisanya 0,1% senyawa karbon terjebak dalam tanah dan
dalam sedimen. Inilah yang merupakan cikal bakal senyawa-senyawa fosil
atau dikenal juga sebagai embrio minyak bumi.
Embrio ini mengalami perpindahan dan akan menumpuk di salah satu
tempat yang kemungkinan menjadi reservoar dan ada yang hanyut
bersama aliran air sehingga menumpuk di bawah dasar laut, dan ada juga
karena perbedaan tekanan di bawah laut muncul ke permukaan lalu
menumpuk di permukaan dan ada pula yang terendapkan di permukaan
laut dalam yang arusnya kecil.
Embrio kecil ini menumpuk dalam kondisi lingkungan lembab, gelap dan
berbau tidak sedap di antara mineral-mineral dan sedimen, lalu
membentuk molekul besar yang dikenal dengan geopolimer. Senyawasenyawa organik yang terpendam ini akan tetap dengan karakter masingmasing yang spesifik sesuai dengan bahan dan lingkungan
pembentukannya. Selanjutnya senyawa organik ini akan mengalami
proses geologi dalam perut bumi. Pertama akanmengalami proses
diagenesis, dimana senyawa organik dan makhluk hidup sudah
merupakan senyawa mati dan terkubur sampai 600 meter saja di bawah
permukaan dan lingkungan bersuhu di bawah 50°C.
Pada kondisi ini senyawa-senyawa organik yang berasal dan makhluk
hidup mulai kehilangan gugus beroksigen akibat reaksi dekarboksilasi dan
dehidratasi. Semakin dalam pemendaman terjadi, semakin panas
lingkungannya, penam-bahan kedalaman 30 – 40 m akan menaik-kan
temperatur 1°C. Di kedalaman lebih dan 600 m sampai 3000 m, suhu
pemendaman akan berkisar antara 50 – 150 °C, proses geologi kedua
yang disebut katagenesis akan berlangsung, maka geopolimer yang
terpendam mulal terurai akibat panas bumi.
Komponen-komponen minyak bumi pada proses ini mulai terbentuk dan
senyawa–senyawa karakteristik yang berasal dan makhluk hidup tertentu
kembali dibebaskan dari molekul. Bila kedalaman terus berlanjut ke arah
pusat bumi, temperatur semakin naik, dan jika kedalaman melebihi 3000
m dan suhu di atas 150°C, maka bahan-bahan organik dapat terurai
menjadi gas bermolekul kecil, dan proses ini disebut metagenesis.
Setelah proses geologi ini dilewati, minyak bumi sudah terbentuk
bersama-sama dengan bio-marka. Fosil molekul yang sudah terbentuk ini
akan mengalami perpindahan (migrasi) karena kondisi lingkungan atau
kerak bumi yang selalu bergerak rata-rata sejauh 5 cm per tahun,
sehingga akan ter-perangkap pada suatu batuan berpori, atau selanjutnya
akan bermigrasi membentuk suatu sumur minyak. Apabila dicuplik batuan
yang memenjara minyak ini (batuan induk) atau minyak yang
terperangkap dalam rongga bumi, akan ditemukan fosil senyawa-senyawa
organik. Fosil-fosil senyawa inilah yang ditentukan strukturnya
menggunaan be-berapa metoda analisis, sehingga dapat menerangkan
asal-usul fosil, bahan pembentuk, migrasi minyak bumi serta hubungan
antara suatu minyak bumi dengan minyak bumi lain dan hubungan
minyak bumi dengan batuan induk.
FRAKSI MINYAK BUMI DAN
TEHNIK PEMISAHAN
Minyak bumi biasanya berada 3-4 km di bawah permuaan tanah. Minyak
bumi di peroleh dengan membuat sumur bor. Minyak mentah ( crude oil)
berbentuk cairan kental hitam dan berbau kurang sedap. Minyak mentah ( crude
oil) hasil pengeboran sebagian besar tersusun dari senyawa-senyawa
hidrokarbon jenuh. Oleh karena itu pengolahan ( pemurnian=refiming) minyak
bumi di lakukan melalui destilisi bertingkat, di mana minyak mentah di pisahkan
kedalam kelompok-kelompok ( fraksi ) dengan titik didih yang mirip. Mula-mula
minyak mentah dipanaskan pada suhu sekitar 400 derajat celcius kemudian di
alirkan kedalam menara fraksionasi.
Adapun cara pemisahan / pengolahan minya bumi, melalui beberapa
tahap:
1.
Pemisahan ( distlasi )
Distilasi merupakan cara pemisahan campuran komponen-komponen zat
berdasarkan perbedaan titik didih, proses ini dikerjakan dengan menggunakan
kolam atau menara distilasi. Minyak mentah dimasukan kedalam tangki,
kemudian di panaskan kurang lebih 350 derajat celcius – 370 derajat celcius,
kemudian minyak yang me nguap bergerak ke atas melalui pubble cups,
sedangkan minyak cair turun ke bawah. Fraksi minyak mentah yang tidak
menguap menjadi residu. Residu dari hasil pemisahan minyak bumi diantaranya
paraffin, lilin, dan aspal. Residu-residu ini mempunyai rantai karbon berjumlah
lebih besar dari 20. Hasil-hasil dari pemisahan minyak mentah tersebut diperoleh
fraksi-fraksi minyak bumi, diantaranya gas alam, petrol eter, ligroin, bensin,
minyak tanah, solar, minyak pelumas, lilin, dan aspal. Fraksi-fraksi yang
dihasilkan pada berbagai temperature pemisahan, ada yang berwujud gas, cair,
dan padat.
2.
Perengkahan ( cracking )
Fraksi minyak bumi yang paling banyak kegunaannya adalah bensin, karena itu
fraksi-fraksi minya bumi dengan jumlah atom C besar dipecahkan untuk
membentuk bensin. Frkasi-fraksi ini adalah minyak tanah dan solar. Metode
pemecahan fraksi-fraksi minyak bumi di sebut proses perengkahan ( cracking ).
Pada proses ini berlangsung reaksi pyrolisis, istilah pyrolisis ini berasal dari
bahasa Yunani. Pyr yang artinya api, sedangkan lysis artinya perangkahan atau
pemecahan. Jadi pyrolisis adalah permecahan oleh panas. Pyrolisis alkana di
kenal dengan proses cracking. Dalam proses cracking termal alkana di lewatkan
pada ruang yang dipanaskan pada suhu tinggi, akan terjadi alkana rantai
pendek, alkena, dan hidrogen. Proses ini paling b anya mengha silkan etilena dan
molekul-molekul yang lainnya. Prosescrackin g uap sebagai modifikasi cracking
termal dilakukan dengan mencampur hidrokarbo dengan uap dan dipanaskan
pada 700-900 derajat celcius kemudian cepat-cepat didinginkan. Proses ini
berfungsi menghasilkan pereaksi hidrokarbon yang meliputi etilena, propilerna,
butadiene, isopropena, dan siklopentadiena. Untu memproduksi bensin di
gunakan proses cracking katalitik. Pada proses ini fraksi minyak bumi dengan
titik didih tinggi di campur kan dengan silica alumina pada 450-550 derajat
celcius dengan tekanan tinggi. Proses ini juga dapat memperbaiki k ualitas
bensin. Karena menghasilkan alkana dan alkena yang rantainaya bercabang
banyak sehingga merupakan bahan bakar yang mempunyai angaka oktan tinggi.
3.
Refoming
Reforming adalah perubahan dari bentuk molekul bensin yang bermutu kurang
baik ( rantai karbon lurus ) menjadi bensin yang bermutu baik ( rantai karbon
bercabang ). Karena kedua jenis bensin in I memiliki molekul yang sama teapi
bentuk struktur berbeda, maka proses ini di sebut juga isomerisasi. Reforming di
lakukan dengan menggunakan katalitas dan pemanasan.
4.
Polimerisasi
Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil menjadi besar,
misalnya penggabungan senyawa isobutene dengan senyawa isobutana
menghasilkan bensin kualitas tinggi, yakni isooktana.
5.
Proses Pembersihan ( Treating )
Treating adalah pemurnian minyak bumi dengan cara menghilangkan pengotorpengotornya.
Cara-cara proses treating adalah:
a). copper sweetening dam doctor, yakni proses menghilangkan pengotor yang
dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.
b). Acidtreatment, yakni proses menghilangkan lumpur dan memperbaiki warna.
c). Desulfurrizing ( desulfurisasi ), yakni proses menghilangkan unsur belerang.