DESAIN AWAL SPESIFIKASI PERANGKAT KERAS

DESAIN AWAL SPESIFIKASI PERANGKAT KERAS DAN JARINGAN HIGH
PERFORMANCE COMPUTING UNTUK MENDUKUNG OPEN GOVERNMENT
DI INDONESIA

PRELIMINARY DESIGN HARDWARE AND NETWORK SPESIFICATION ON
HIGH PERFORMANCE COMPUTING TO SUPPORT OPEN GOVERNMENT IN
INDONESIA
Anton Siswo R.A1 dan Nia Maulidia2
1

Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom
Jl. Telekomunikasi 01, Bandung Jawa Barat 40287 - Indonesia
2

Jurusan Teknik Informatika dan Komputer, Politeknik Negeri Jakarta
Jl. Prof. Dr. G.A Siwabessy, Depok Jawa Barat 16242

e-mail : raharjo@telkomuniversity.ac.id1, e-mail : raharjotelu@gmail.com1, email :niamaulidia1@gmail.com2

Naskah diterima tanggal , direvisi tanggal , disetujui tanggal


1

Abstrak
Kebutuhan akan keterbukaan data untuk berbagai akses publik, serta jaminan
dasar hukum tentang keterbukaan informasi menjadikan Open Government secara
significant harus segera diimplementasikan di indonesia. Untuk mendukung Open
Government hal yang perlu dipertimbangkan adalah kestabilan akses yang dilakukan
oleh pengguna, sedangkan kestabilan akses dipengaruhi oleh dua hal utama yaitu
spesifikasi perangkat keras (server) dan jaringan
Untuk optimalisasi pada server, kami melakukan kajian tentang teknik In
Memory Computing yang merupakan salah satu teknologi yang sedang berkembang
pesat dalam era Big Processing Data. Teknologi tersebut sangat dibutuhkan pada
area-area yang membutuhkan intensitas komputasi sangat tinggi, karena memiliki
kemampuan untuk mengatasi bottleneck yang terjadi di dalam sistem, terutama pada
bagian media penyimpanan permanen seperti Hard Disk Drive (HDD) dan Solid
State Disk (SSD).
Pada kajian ilmiah kali ini, dilakukan desain perangkat keras dan spesifikasi
Jaringan yang dapat diterapkan untuk mendukung High Performance Computing
yang dapat mendukung Open Government di Indonesia dan termasuk didalamnya
adalah desain dari spesifikasi server sebagai pusat pemrosesan sampai dengan desain

dari spesifikasi jaringan yang dibutuhkan, agar dapat dengan mudah dilakukan
eskalasi ketika dibutuhkan.
Katakunci: Open Government, In Memory Computing, Big Processing Data, Desain
Awal, Media Penyimpanan

Abstract
The need for transparency of data for a variety of public access, as well as
guarantee the legal basis of the disclosure made significantly Open Government
should be implemented in Indonesia. To support the Open Government thing to
consider is the stability of access by the user, while the stability of access is
influenced by two main issues, namely the specification of hardware (servers) and
network.
To optimize the server, we conducted a study of the technique In Memory
Computing which is one technology that is rapidly growing in the era of Big Data
Processing are included in clumps of High Performance Computing. Such
technology is needed in areas that require very high computational intensity, because
it has the ability to overcome the bottleneck that occurs in the system, especially on
the permanent storage media such as Hard Disk Drive (HDD) and Solid State Disk
(SSD).
In this scientific study, carried out the design of hardware that can be applied

to minimize the bottleneck that occurs and maximize the use of In Memory
Computing technology, including the design of the specification as a central
processing server to the network design specification required, so that can be easily
done escalation when needed.
Keywords: Open Government, In Memory Computing, Big Processing Data,
Preliminary Design, Storage Devices.

2

PENDAHULUAN
Kebutuhan akan transparansi data atau yang biasa disebut dengan Open
Government Data di Indonesia merupakan hal yang sangat mendesak untuk segera
diimplementasikan, hal ini dapat dilihat dari ketidakpercayaan rakyat dengan sistem
pemerintahan yang sedang berjalan. Semakin tinggi rasa ketidakpercayaan dan
ketidaknyamanan masyarakat dengan sistem pemerintahan dikhawatirkan Indonesia akan
menjadi negara yang mudah untuk di pecah belah, dan keutuhan NKRI akan terguncang
dengan isu–isu yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya tentang. Oleh
karena itu pemerintah mempunyai peran yang penting untuk segera mewujudkan Open
Government yang sebenarnya sudah diatur dalam UU No 14 Tahun 2008 tentang
keterbukaan informasi publik, maka pemerintah wajib melakukan Open Data agar dapat

terjadi perluasan peran dan partisipasi publik diperlukan dalam pembangunan untuk
membuka akses agar publik ikut mengawasi pembangunan digunakan untuk kepentingan
masyarakat (OGI 2012)
Open Government ini sudah diterapkan oleh negara maju salah satunya yaitu
Inggris yang menerapkan transparansi terhadap kemana uang pajak rakyat yang telah
dibelanjakan oleh pemerintah (OGP UK 2013), dan di Denmark yang menerapkan sistem
keterbukaan terhadap keterbukaan parlemen dan proses pembuatan undang – undang.
Akibat permasalahan sosial yang kompleks dan tingginya tingkat korupsi. Pemerintah
Indonesia sudah mulai membentuk Open Government di indonesia pada september tahun
2011 dengan nama OGI (Open Government Indonesia) dengan susunan struktural seperti
pada gambar 1.

Gambar 1. Susunan Struktural OGI1
Rancangan program OGI didasari oleh 3 hal, yaitu transparansi, partisipasi, dan
inovasi (OGI 2013). Transparansi dalam OGI bertujuan agar warga mengetahui apa yang
dilakukan oleh Pemerintah (to know what government’s doing), sedangkan partisipasi
dimaksudkan agar Pemerintah mendapatkan dukungan gagasan dan keahlian dari warga
dalam menjalankan fungsinya (public to contribute idea and expertise).
Kolaborasi melibatkan berbagai level pemerintahan, termasuk sektor swasta untuk
meningkatkan efektifitas Pemerintah dalam menjalankan fungsinya (improves the

effectiveness of Government). Secara konseptual, OGI merupakan inisiatif lebih lanjut dari
1. http://opengovindonesia.org

3

Pemerintah untuk bergerak proaktif mencapai tujuan dari keterbukaan informasi yang
diinginkan oleh UU Keterbukaan Informasi Publik. Open Government Indonesia (OGI)
adalah bagian dari gerakan Global Open Government Partnership (OGP) yang saat ini
memiliki 60 Negara anggota (dan terus bertambah), dimana pada tahun 2013 Indonesia
menjadi Lead Chair OGP di laman http://opengovindonesia.org/
Skema ini merupakan suatu kebijakan mendasar dari Pemerintah untuk
memindahkan berbagai data dasar ke wilayah publik dan sekarang open data di Indonesia
sudah dapat diakses dihalaman web pemerintah dengan laman http://data.go.id/. Informasi
yang disajikan didalamnya belum lengkap dan tidak update secara realtime. Agar program
Open Government Indonesia berjalan sesuai dengan tujuan awal dan untuk menuju
standart World Class Government terdapat beberapa standart penyajian data perlu
diperbaiki, dimana perlu ratusan ribu ataupun jutaan data yang harus diupload ke server
dan pada kajian ilmiah ini akan dibahas bagaimana design infrastruktur untuk mendukung
aplikasi secara optimal, dimana data tersebut dapat diakses oleh semua orang dalam waktu
yang real time. maka dibutuhkan design perangkat keras (server) dan jaringan yang

mempunyai performa komputasi tinggi.
Salah satu permasalahan untuk menerapkan Open Government adalah High
Performance Computing dimana dapat dipastikan yang melakukan request data pada
sistem akan sangat banyak dengan jumlah penduduk Indonesia adalah sekitar 155.816.970
jiwa berada pada rentangan usia produktif pada umur 15-64 tahun dan sebanyak 88,1 juta
dari populasi total menggunakan internet di Indonesia dengan 78,5% tinggal Di Indonesia
bagian barat. Ibukota DKI Jakarta menjadi wilayah dengan penetrasi paling tinggi dengan
65% pengguna internet. Disusul oleh DI Yogyakarta dengan 63% pengguna internet.
Tercatat sekitar 53 juta pengguna internet terkonsentrasi di pulau Jawa dan Bali. Posisi
terendah ditempati oleh Papua dengan 20% pengguna internet dari total populasi
penduduknya2. Pemanfaatan teknologi HPC tentunya akan sangat membantu pelaksanaan
Open Government, karena dengan kemampuan yang telah ada saat ini, HPC tersebut dapat
mendukung request sampai dengan One Billion per Second dengan memanfaatkan In
Memory Computing (GridGain, 2015). Salah satu permasalahan pada HPC adalah
terjadinya bottleneck3. Bottleneck tersebut dapat terjadi antara CPU, Memory dan Media
Penyimpanan. Bottleneck tersebut terjadi akibat adanya ketidaksesuaian kemampuan
melakukan transfer data antara sumber dengan tujuan dan sebaliknya, sehingga
menyebabkan terjadi antrian data dan pada akhirnya menyebabkan berbagai masalah, salah
satu yang paling sering terjadi adalah lamanya waktu pemrosesan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kajian ilmiah yang telah dilakukan

(Ammons 2004), menggunakan algoritma untuk mendeteksi bottleneck yang terjadi pada
sebuah perangkat lunak. Aturan dalam perangkat lunak harus memenuhi 80/20: optimasi
secara agresif pada beberapa bagian vital eksekusi mengakibatkan peningkatan performa
secara maksimal. Akan tetapi, menemukan bagian yang dibutuhkan bisa sangat sulit,
terutama pada sistem skala besar seperti aplikasi web. Setiap menjalankan analisis tersebut,
perangkat lunak tersebut membuat profile dari setiap hasil eksekusi. Pada waktu yang akan
datang akan diketahui bagian mana saja dari aplikasi tersebut yang mengalami bottleneck.
Selain itu, salah satu hal lainnya yang menarik perhatian adalah bottleneck dapat
terjadi pada transfer data dari media penyimpanan sendiri (Vasudeva 2012) maupun
melalui media jaringan (Marazakis 2007).
Vasudeva (2012:10), menunjukkan bahwa performa dari prosesor server dengan
disk I/O memiliki gap atau jarak yang sangat jauh. Untuk setiap waktu pemrosesan yang
2. http://tekno.liputan6.com/read/2197413/jumlah-pengguna-internet-indonesia-capai-881-juta
3. Diambil dari halaman http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/bottleneck

4

sama, pada waktu pemrosesan di dalam disk I/O, dapat dihasilkan jutaan operasi
pemrosesan data di dalam CPU dan ratusan ribu operasi pemrosesan data di dalam memori
yang dapat dilakukan. Pada saat terjadi operasi pemrosesan di dalam CPU, waktu yang

dapat dihasilkan pada rentang 0,5ns sampai dengan 100ns, sedangkan untuk waktu
pemrosesan di dalam disk, berada pada rentang waktu 500.000ns atau 500ms sampai
dengan 20.000.000ns atau 20s.
Marazakis menggunakan teknologi 10GbE dengan NIC yang mendukung, untuk
mengetahui kemampuan transfer maksimal dari protokol yang diusulkan. Akan tetapi,
karena keterbatasan pada kemampuan transfer pada PCI Express, peak throughput,
memory to memory transfer, dengan mengirimkan 4KB pesan secara peer to peer, untuk
melakukan transfer satu arah, menghasilkan kecepatan sebesar 626MBps atau
menggunakan kemampuan transfer sebesar 6,26% dari kemampuan secara teoritis dari
10GbE tersebut.
Hasil dari perbaikan protokol yang dilakukan oleh Marazakis, membuat terjadinya
peningkatan dari 200 menjadi 290 MBps atau sekitar 45% pada saat menggunakan 8 Disk
SATA RAID 0 dan dengan menggunakan Ramdisk, performa puncak meningkat dari 320
menjadi 470MBps atau meningkat sebesar 48%.
Selain itu, perkembangan prosesor sebagai pusat terjadinya berbagai komputasi,
mengalami percepatan yang jauh melampaui kemampuan memori komputer (Carvalho
2002). Masalah utama dalam perbedaan perkembangan tersebut karena industri
semikonduktor dibagi menjadi dua, industri mikroprosesor dan industri memori.
Akibatnya, industri mikroprosesor fokus kepada peningkatan kecepatan dan industri
memori fokus kepada peningkatan kapasitas, sehingga peningkatan performa

mikroprosesor mencapai 60% per tahun, sedangkan peningkatan kapasitas memori
mengalami peningkatan kurang dari 10% per tahun (Carvalho 2002:Fig 1).
Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan oleh (Ousterhout 2010) dengan
mengimplementasikan teknologi “In Memory Computing” kedalam cloud server yang
berbasis memory DRAM yang menghasilkan throughput 100-1000 kali dibandingkan
dengan sistem berbasis disk dan memiliki latency 100-1000 kali lebih rendah. Selain itu,
dijelaskan juga penggunaan utama dari RAMCloud dan apa saja tantangan dan hambatan
beserta keuntungan menggunakan RAMCloud. Kapasitas dari RAMCloud juga telah
mencapai ratusan Tera Byte, bergantung kepada slot memori tiap komputer server yang
digunakan.
Selain itu, (Ansori 2015) memanfaatkan notebook untuk mengatasi permasalahan
bottleneck pada sistem storage disk tersebut, dengan melakukan proses memindahkan
seluruh root file system dari sistem operasi yang berada didalam storage device ke memori
komputer dengan memanfaatkan teknologi tmpfs dengan spesifikasi notebook ditunjukkan
pada Gambar 2.
Proses untuk memindahkan keseluruhan root file system tersebut kedalam memory,
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memilih distro linux yang mempunyai dukungan untuk booting dari initramfs
2. Melakukan instalasi kedalam disk, dan dipecah tidak menjadi satu root file system.
3. Boot sistem hasil instalasi, update system, dan berisi aplikasi paling minimum.

Setiap aplikasi akan di load di dalam memory.
4. Melakukan modifikasi pada bagian mounting system pada fstab
5. Melakukan perubahan pada script initramfs dan Melakukan build ulang initramfs
agar dapat booting dari memory komputer.
6. Mengubah berkas grub agar dapat menjalankan script initramfs yang melakukan
booting menggunakan tmpfs di dalam memory komputer.

5

Gambar 2. Spesifikasi Notebook (Ansori 2015:48)
Hasil pengujian yang telah dilakukan oleh Ansori, menunjukkan bahwa dari hasil
benchmarking, didapatkan data sebagaimana pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Benchmarking dengan Phoronix Test Suites
No.

Keterangan

Hard Disk Drive

Memory


1

AIO-Stress Test

3076.56MB/s

5450.16MB/s

2

FS Mark

3

DBench

97.14MB/s
(128 Clients)

7176.82MB/s
(256 Clients)

4

Iozone – 8GB Write

82.65 MB/s

5299.84 MB/s

5

PostMark

5396 TPS

8429 TPS

39242.25 RPS

41255.76 RPS

6
Apache Benchmark
(Ansori 2015:49-56)

23.23 Files/s
4871.33 Files/s
(1000 Files 1MB sizes) (4000 Files, 32 Sub Dirs, 1MB Size)

Hasil dari pengujian untuk penelitian yang dilakukan Ansori 2015, membuktikan
bahwa dengan menggunakan notebook dengan cara memindahkan seluruh proses kedalam
memori komputer, didapatkan peningkatan kinerja yang sangat signifikan dan cocok untuk
digunakan pada lingkungan yang membutuhkan intensitas komputasi dan transfer data
yang sangat tinggi.
Pada kajian ilmiah ini, difokuskan pada proses desain awal perangkat keras berupa
server, perangkat pendukung dan jaringan komputer agar dapat digunakan pada lingkungan
yang membutuhkan intensitas komputasi dan transfer data yang sangat tinggi seperti pada
open government data dengan mengkaji dari data penelitian sebelumnya, sehingga
diharapkan bottleneck yang terjadi dapat diminimalkan dan mendapatkan kinerja
komputasi yang maksimal.

6

METODOLOGI
Design awal spesifikasi perangkat keras dan perangkat jaringan untuk mendukung
Open Government ini menggunakan TOGAF 9.1 sebagai acuan yang ditunjukkan pada
gambar 3. Pada standarisasi TOGAF 9.1 tersebut, dibagi menjadi 4 bagian besar, antara
lain Business Architecture, Data Architecture, Application Architecture dan Technology
Architecture.

Gambar 3. Standar TOGAF 9.1
Penelitian kali ini, hanya fokus pada Technology Architecture yang harus
dikembangkan agar data dapat diakses oleh lebih dari puluhan ribu user dalam satu waktu,
desain awal meliputi bagian pada Physical Technology Component pada bagian desain
pada perangkat keras yaitu berupa server beserta pendukungnya dan desain pada jaringan
atau Logical Aplication Component Infrastructure yang ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Konsep Desain Awal

7

Selain itu, posisi dan kebutuhan untuk menggunakan HPC dalam tiap Tier yang
dibutuhkan bergantung kepada level dari tier tersebut. Diurutkan dari bawah piramida
pada gambar 5, Tier 3 digunakan untuk fasilitas yang dibutuhkan dalam skala Institusi atau
Universitas. Tier 2 digunakan untuk fasilitas daerah (kabupaten atau kota) sampai dengan
propinsi. Tier 1 digunakan untuk fasilitas dalam skala Nasional atau satu negara,
sedangkan Tier 0 digunakan untuk fasilitas antar negara yang terhubung satu dengan yang
lainnya.
Kompleksitas antar Tier dari Tier 3 sampai ke Tier 0 tentunya memiliki perbedaan
yang sangat signifikan di bagian infrastruktur, perangkat keras dan perangkat lunak yang
digunakan. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan dalam setiap Tier juga berbeda.
Tier yang berada diatas dan memiliki tier dibawahnya, harus memiliki kemampuan
untuk dapat menghubungkan dan mengakomodasi kebutuhan dari Tier dibawahnya karena
Tier yang berada dibawahnya dapat berjumlah lebih dari satu bagian, sehingga Tier 3
adalah Tier yang relatif tidak kompleks dalam kebutuhan infrastruktur, perangkat keras dan
perangkat lunak. Akan tetapi, Tier 2 harus mampu untuk mengakomodasi kebutuhan dari
Tier 3 dan kebutuhan terhadap Tier 2 sendiri. Begitu juga untuk Tier 1 dan Tier 0 yang
berada diatasnya.

Gambar 5. Piramida kedudukan HPC dalam beberapa Tier
Berdasarkan kebutuhan dari tiap tier tersebut, pada kajian ilmiah ini kami mencoba
untuk melakukan improvisasi dalam desain infrastruktur dan perangkat jaringan yang ada
agar dapat menghindari terjadinya bottleneck dan dapat menyelesaikan permasalahan yang
terjadi akibat adanya bottleneck tersebut terhadap ketersediaan akses informasi.
Pada desain perangkat keras berupa server, beberapa hal penting yang harus
diperhatikan, antara lain:
1. Processor
Kemampuan prosesor dalam menangani sebuah proses komputasi akan berbeda
antara satu tipe dengan tipe lainnya apalagi pada saat menggunakan satu atau lebih
keluarga prosesor yang berbeda dalam satu sistem, misalkan menggunakan prosesor Intel
atau AMD.
Untuk mendapatkan perkiraan kemampuan dari sebuah prosesor dalam melakukan
pemrosesan sebuah data atau informasi, dapat kita lakukan dengan memperhatikan masingmasing nilai dari parameter4 instruction count (IC), clocks per instruction (CPI), and
clock time (CT).
Instruction Count adalah metode pengukuran dinamis untuk jumlah instruksi
tereksekusi pada sebuah program, biasanya ditandai dengan loop dan recursions. Untuk
tujuan perbandingan antara dua mesin dengan instruction set berbeda, dapat dilakukan
perbandingan dengan cara melakukan kompilasi dari kode bahasa pemrograman tingkat
tinggi yang sama pada sebuah kedua mesin tersebut.
4 http://www.d.umn.edu/~gshute/arch/performance-equation.xhtml

8

Clock Per Instruction adalah efektifitas rerata terhadap keseluruhan eksekusi
instruksi di dalam sebuah program, termasuk didalamnya adalah kasus untuk instruksi
kategori pada cabang, beban dan penyimpanan. CPI dipengaruhi oleh paralelisme level
instruksi dan kompleksitas instruksi. Tanpa adanya paralelisme level instruksi, instruksi
sederhana membutuhkan 4 atau lebih cycles sebelum tereksekusi.
Clock Time adalah periode dari sebuah clock yang melakukan sinkronisasi jalur
sirkuit didalam prosesor. Contohnya adalah, prosesor berkecepatan 1GHz memiliki latency
sebesar 1ns dan prosesor berkecepatan 4GHz memiliki latency sebesar 0,25ns. Jadi, secara
ideal, untuk menyelesaikan satu set instruksi di dalam prosesor, latency yang terjadi
bergantung kepada kecepatan dari prosesor tersebut.
Clock time dipengaruhi oleh teknologi sirkuit dan kompleksitas dari sebuah
pekerjaan diselesaikan dalam satu clock. Gerbang logika tidak bekerja secara instan. Setiap
gerbang memiliki delay propagasi yang bergantung pada jumlah input dari sebuah gate dan
jumlah input yang terhubung pada gerbang output. Menambahkan jumlah input dan output
akan memperlambat waktu propagasi.
Selain itu, untuk dapat menghitung besaran bandwidth yang dibutuhkan pada
sebuah prosesor, dapat digunakan persamaan 1.
MB=PsxMbxMch
(1)
Keterangan :
MB = Max processor bandwidth
Ps
= Processor speed
Mb
= Memory bus width
Mch =Max of Memory Channels Processor
Sebagai contohnya untuk perhitungan bandwidth adalah dengan menggunakan
simulasi5, didapatkan hasil perhitungan sebesar 1.6GHz x 64bits x 2 sama dengan 25.6
GB/s.
2. Memory
Secara teoritis, maximum memory bandwidth disebut juga sebagai "burst rate''
adalah bandwidth yang dapat dicapai maksimal oleh memori, ditunjukkan pada persamaan
2.
Br =BcxNdxMbxNif
(2)
Keterangan:
Br
= Burst Rate
Bc
= Base Clock Frequency
Nd
= Number data transfer per clock
Mb
= Memory bus width
Nif
= Number of Interface
Sebagai contoh, komputer dengan memori dual-channel dan sebuah memori modul
DDR3-1600 untuk tiap channel yang berjalan pada kecepatan 800 MHz akan memiliki
burst rate sebesar 800,000,000 clocks per detik x 2 jalur per clock x 64 bit per jalur × 2
interfaces adalah sebesar 204.800.000.000 (204,8 billion) bit per second (dalam satuan
bytes menjadi 25.600 MB/s or 25,6 GB/s).
2. Tipe Server
Pada bagian tipe server, ada tiga poin utama yang harus diperhatikan untuk
memaksimalkan penggunaannya, yaitu:
1. Server dengan jumlah prosesor sangat banyak
2. Server dengan jumlah memori RAM sangat besar
3. Server dengan jumlah media penyimpanan seperti HDD dan SSD sangat besar
4. Server dengan dua atau tiga kombinasi dari ketiga poin sebelumnya.
5. http://ark.intel.com/products/67356/Intel-Core-i7-3612QM-Processor-6M-Cache-up-to-3_10-GHz-rPGA

9

Dari keempat poin konfigurasi server tersebut, masing-masing konfigurasi pada
keempat poin tersebut memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda-beda.
3. Multi Rack Server
Server yang digunakan untuk media pemrosesan utama, ada kemungkinan tidak
hanya menggunakan satu buah server, tetapi menggunakan lebih dari satu server untuk
pemrosesan data yang dilakukan dalam satu rak tersebut.
Untuk menghubungkan antar komputer di dalam rak tersebut maupun
menghubungkan dari komputer ke jaringan utama, pada saat menggunakan teknologi ini,
akan membutuhkan Network Interface Card (NIC) dengan kemampuan sama atau
sebanding dengan kecepatan memory bandwidth yang ada di dalam memory yang
digunakan. Apabila tidak sebanding, maka transfer rate tersebut akan mengalami
bottleneck di NIC sebesar persamaan 3.
( Br − Tr )
% BNIC=
x 100 %
(3)
Br
Keterangan :
% BNIC = Prosentase Bottleneck di NIC
Tr
= Kapasitas transfer NIC
Sebagai contoh, apabila burst rate adalah 25,6GBps, sedangkan kemampuan
transfer jaringan menggunakan 10Gbps atau sekitar 1,25GBps, maka akan mengalami
prosentase bottleneck sebesar 95,11%. Hal ini akan berbeda ketika kita menggunakan
teknologi yang mampu melakukan kecepatan transfer hingga kapasitas 100Gbps atau
sekitar 12,5GBps, sehingga akan mengalami prosentase bottleneck sebesar 51,17%.
4. Backup Server
Backup server sangat penting untuk disediakan karena teknologi ini diletakkan
didalam memori yang memiliki sifat sementara dan dapat terjadi kehilangan data akibat
kehilangan daya secara tiba-tiba. Oleh karena itu, kebutuhan kapasitas penyimpanan pada
backup server adalah minimal 2x dari kapasitas server utama.
Selain itu, karena berfungsi sebagai backup, maka tidak memerlukan prosesor
dengan spesifikasi yang sangat tinggi, sedangkan untuk media LAN yang dibutuhkan
minimal adalah berkecepatan gigabit ethernet untuk mengurangi bottleneck dan lamanya
waktu backup yang dapat terjadi, karena perbedaan kecepatan transfer data.
Jumlah dan kecepatan network transfer dari backup server bergantung pada file
system layout, system CPU load dan memory usage (Symantec 2011). Selain itu, pemilihan
jenis backup server juga bergantung terhadap seberapa penting data dan besaran budget
yang dimiliki yang ditampilkan pada tabel 2.
Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kemampuan dari network data
transfer yang berkaitan erat dengan kemampuan dari network technology yaitu kebutuhan
dan kemampuan transfer data dengan menggunakan teknologi Fast Ethernet, Gigabit
Ethernet dan Ten Gigabit Ethernet seperti yang ditampilkan pada tabel 3.
Dari tabel 2 dan tabel 3, dapat diambil kesimpulan bahwa dengan menggunakan
teknologi jaringan yang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas yang dimiliki untuk
menentukan berapa besar data yang mampu ditransfer kedalam server backup setiap jam.
Selain itu, untuk mempermudah penyimpanan, data yang berada pada server
backup tersebut dijadikan file image berekstensi ISO atau file image yang terkompresi
seperti zip atau gzip.Alasan mengapa menggunakan ISO, zip atau gzip adalah kemudahan
dalam melakukan proses penyimpanan dan dapat digunakan secara on-the-fly untuk
dilakukan booting dari file image tersebut sesuai dengan image yang dibutuhkan
dikemudian hari.
File image yang telah disebutkan sebelumnya, dapat dengan mudah dimanipulasi
untuk dijadikan file image booting melalui jaringan dan langsung terpasang di dalam

10

memory server, sehingga dapat dengan mudah mengganti peran dan fungsi dari server
utama secara relatif cepat dan mudah.
Tabel 2. Drive Controller Data Transfer Rate
Theoretical megabytes
per second

Theoretical gigabytes
per hour

ATA-5 (ATA/ATAPI-5)

66

237.6

Wide Ultra 2 SCSI

80

288

iSCSI

100

360

1 gigabit Fibre Channel

100

360

SATA/150

150

540

Ultra-3 SCSI

160

576

2 gigabit Fibre Channel

200

720

SATA/300

300

1080

Ultra320 SCSI

320

1152

400

1440

Drive Controller

4 gigabit Fibre Channel
(Symantec 2011:28)

Tabel 3. Network Data Transfer
Network Technology Theoretical gigabytes per hour Typical gigabytes per hour
100BaseT

36

25

1000BaseT

360

250

3600

2500

10000BaseT
(Symantec 2011:29)

5. Backup Power Supply

Pada perangkat backup power supply, dalam menentukan besaran daya yang
diperlukan untuk dapat menangani kebutuhan setiap server dan untuk mengetahui berapa
lama backup power supply tersebut dapat bertahan dalam melakukan supply daya, dapat
dilakukan perhitungan dengan cara daya dikalikan satuan waktu tertentu untuk setiap
server untuk mendukung proses backup yang terjadi.
D
Tt =
(4)
KTK
N × Ps × D
(5)
∑ P= KTK
Keterangan :
Tt
= Waktu transfer (detik)
∑P
= Total daya listrik yang dibutuhkan selama melakukan backup (kWH)
N
= Jumlah server yang dimiliki
Ps
= Daya listrik tiap server (Watt)
D
= Besar data yang dimiliki (GB)
KTK = Kemampuan Transfer Terkecil (MBps)
Mengacu kepada desain yang telah dibuat, apabila untuk masing-masing server
diasumsikan membutuhkan daya sebesar 500W dengan jumlah data 150GB dan ditransfer
dengan jaringan 1Gbps, maka total daya yang dibutuhkan adalah 0,5kWH dengan waktu
transfer sebesar 1200 detik.

11

Jadi, untuk mengetahui kapasitas backup supply daya secara maksimal adalah
dengan menggunakan D sebesar kapasitas data yang dimiliki dan KTK terkecil yang
dimiliki oleh komponen yang berada di dalam server, perangkat jaringan dan perangkat
pendukung jaringan.
7. Jaringan Data
Untuk desain pada perangkat jaringan, hal yang harus diperhatikan adalah media
transmisi dan perangkat yang digunakan pada kedua bagian backup server, jaringan
Internet dan jaringan lokal untuk SKPD yang ada. Pemilihan bandwidth dan media
transmisi sangat berpengaruh pada jumlah pengguna yang dapat terkoneksi pada satu
waktu yang bersamaan. Berdasarkan data kecepatan internet yang ada di Indonesia saat ini
(Akamai 2014), rata-rata kecepatan pengguna internet di Indonesia adalah 2,4Mbps.
Apabila dengan perencanaan jaringan seperti pada gambar 3, maka kita dapat
melakukan estimasi (secara teoritis) untuk jumlah pengguna yang dapat terkoneksi pada
satu waktu secara bersama-sama dari jaringan internet ditunjukkan pada persamaan 6.
Bandwidth jaringan
(6)
Kecepatan rerata
Sebagai contoh, apabila menggunakan jaringan berkapasitas 1Gbps dengan rerata
kecepatan tiap koneksi adalah 2.4Mbps, maka jumlah user yang dapat terkoneksi pada satu
waktu secara bersamaan sekitar 416 user.
Besaran bandwidth jaringan yang dapat digunakan secara maksimal adalah tidak
melebihi dari bandwidth memori komputer yang dimiliki. Jika melebihi, maka bottleneck
akan terjadi pada memori akibat ketidakseimbangan bandwidth.
Untuk saat ini, teknologi untuk melakukan transfer pada jaringan, telah mencapai
kecepatan 300Gbit/s atau sekitar 37,5GB/s yang dimiliki oleh device Infiniband EDR 12×.
Oleh karena itu, diperlukan juga switch atau router yang memiliki kemampuan sesuai
dengan spesifikasi yang dibutuhkan dan dapat melakukan proses menejemen lalu lintas
data dan bandwidth yang dimiliki.
Menejemen bandwidth harus benar-benar tertata dengan rapi dan sesuai dengan
kebutuhan masing-masing bagian. Menejemen tersebut dapat dilakukan dengan cara
memprioritaskan antara kebutuhan untuk proses upstream dan kebutuhan untuk proses
downstream.
Apabila kebutuhan upstream lebih besar, maka bandwidth yang tersedia
dialokasikan lebih daripada downstream, begitu juga sebaliknya. Apabila dimungkinkan,
NIC yang digunakan untuk upstream dan downstream juga dipisahkan agar mudah untuk
melakukan menejemen jaringan.
8. Bottleneck
Pada presentasinya (Vasudeva 2012:11), menunjukkan bagian-bagian yang akan
terjadi bottleneck pada sebuah datacenter. Bottleneck tersebut dibagi menjadi 6 bagian,
antara lain:
1. Application
Bottleneck pada bagian ini sering terjadi pada bagian Excessive Locking, Data
Contention dan I/O Delays/Error.
2. Network I/O
Pada bagian ini, bottleneck yang sering terjadi berada pada bagian Network
Congestion, Dropped Packet, Data Retransmissions, Timeouts dan Component Failures.
3. Storage I/O Connect
Pada bagian ini, bottleneck yang sering terjadi adalah pada komponen Lack of
Bandwidth, Overloaded PCIe Connect dan Storage Device Contention.
4. User Bottleneck

∑ user =

12

Pada bagian ini, bottleneck yang sering terjadi berada pada bagian Connectivity
Timeouts dan Workload Surges.
5. Server Bottleneck
Pada bagian ini, sering terjadi bottleneck akibat dari Lack of Server Power, IO Wait
and Queuing CPU dan Overhead I/O Timeouts.
6. Device Bottleneck
Pada bagian ini, parameter yang sering membuat terjadi bottleneck adalah Device
I/O Hotspots, Cache Flush dan Lack of Storage Capacity.
Selain dari besaran bandwidth, ada satu hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu
latency dari setiap media, mulai dari media penyimpanan, memori sampai dengan media
transmisi di jaringan (Larsen, 2009).
Model latency yang digunakan sebagai analisis antara lain:
1. Synchronization latency
Latency ini terjadi akibat proses sinkronisasi pesan atau flags pada sebuah aplikasi
yang berjalan pada sistem terdistribusi di berbagai lokasi komputer. Contoh yang paling
sering terjadi adalah pada bagian komputasi paralel.
2. Distributed Memory latency
Latency ini terjadi akibat proses sinkronisasi thread yang berjalan pada satu
komputer dengan melakukan akses memori dari satu komputer ke komputer lainnya di
dalam sebuah cluster. Contohnya terjadi pada High Performance Computer (HPC).
Latency yang terjadi dipengaruhi oleh latency dari media transmisi dan latency dari
memori tersebut.
3. Storage Media latency
Latency ini biasanya terjadi pada saat kita melakukan akses pada storage media
seperti HDD dan SSD, biasanya dalam orde milidetik.
Berdasarkan latency yang telah disebutkan sebelumnya, dengan menggunakan
media penyimpanan di dalam memori, maka latency pada storage media telah memasuki
orde satuan mikrodetik. Jauh lebih cepat dan melampaui storage media konvensional.
Maka, latency yang terjadi pada bagian nomor satu dan dua yang harus menjadi perhatian
selanjutnya dalam melakukan desain awal ini.
Dari hasil kajian yang telah dilakukan pada berbagai komponen sebelumnya,
didapatkan prakiraan atau estimasi dari perangkat utama dan perangkat pendukung yang
dapat digunakan untuk melakukan perencanaan awal seperti pada gambar desain awal yang
diusulkan pada saat akan membangun suatu sistem yang akan dimanfaatkan untuk Open
Government.
PENUTUP
Dari hasil desain awal yang dilakukan, secara teoritis, berdasarkan kajian yang
dilakukan, telah berhasil meminimalkan secara maksimal agar tidak terjadi bottleneck pada
media penyimpanan dan transfer data di dalam jaringan, nantinya akan mendukung High
Performance Computing yang dibutuhkan pada implementasi Open Government dengan
ketentuan apabila mengikuti aturan yang telah diberikan pada bagian sebelumnya secara
menyeluruh.
Akan tetapi, apabila ada hal-hal yang harus dirubah sesuai dengan kondisi yang
dibutuhkan telah diberikan juga beberapa parameter melalui persamaan-persamaan yang
dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan desain dari komponen High
Performance Computer di dalam server dan jaringan, karena pada design spesifikasi
perangkat keras dan perangkat jaringan atau infrastruktur High Performance Computing

13

pada kajian kali ini belum mempertimbangkan load memory dan bandwidth dari aplikasi
(perangkat lunak) yang harus di bangun atau yang telah dimiliki agar dapat menyesuaikan
pada kebutuhan dibidang Open Government.
Pada kajian ilmiah yang akan datang, akan dilakukan uji validitas desain awal
dengan mempertimbangkan Load dari Aplikasi yang harus dibangun untuk
mengembangkan Open Government di Indonesia dengan memperhatikan siapa saja
stakeholder yang berhak mengakses sistem tersebut dan pengaruhnya terhadap apa saja
yang telah dilakukan untuk setiap bagian agar dapat diterapkan pada kondisi sebenarnya.
[

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih atas acara GNOME ASIA SUMMIT 2015 yang
terselenggara di Depok pada 7-9 Mei 2015, yang menjadi awal pertama kali penulis
melakukan penelitian ilmiah tentang tema “In Memory Computing”.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada penulis kedua sebagai partner
pertama antar kampus yang bersedia mendukung dan ikut serta dalam penulisan karya
ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Akamai. (2014). The State of Internet Report. Asia-Pacific Highlights-First Quarter, 2014.
Ammons, Glenn, Jong-Deok Choi, Manish Gupta, & Nikhil Swamy. (2004). Finding and
removing performance bottlenecks in large systems. In ECOOP 2004–Object-Oriented
Programming (pp. 172-196). Springer Berlin Heidelberg.
Ansori, Anton Siswo Raharjo. (2015). An overview, maximize the ability of the GNU/Linux
Operating System using “in memory computation” for Academic, Business and
Government. GNOME ASIA 2015. Depok. Diperoleh tanggal 15 Juli 2015 dari
http://www.slideshare.net/AntonSiswo/final-presentasi-gnome-asia-47979920.
Carvalho, Carlos. (2002). The gap between processor and memory speeds. In Proc. of
IEEE International Conference on Control and Automation.
GridGain White Paper. GRIDGAIN IN-MEMORY DATA FABRIC: Meeting the Extreme
Demands of Financial Services Computing. Diperoleh tanggal 09 November 2015 dari
http://www.gridgain.com/wpcontent/uploads/2015/09/GridGain_Brief_Financial_Services.pdf.

14

HPC Architerctures, Types of Currently in Use. Diperoleh tanggal 09 November 2015 dari
http://www.archer.ac.uk/training/coursematerial/2014/04/IntroHPC_Edi/Slides/L07_HPCArch.pdf.
Larsen, Steen, Parthasarathy Sarangam, Ram Huggahalli, & Siddharth Kulkarni. (2009).
Architectural breakdown of end-to-end latency in a TCP/IP network. International
journal of parallel programming 37, no. 6 (pp. 556-571).
Marazakis, Manolis, Vassilis Papaefstathiou, & Angelos Bilas. (2007). Optimization and
bottleneck analysis of network block I/O in commodity storage systems. In Proceedings
of the 21st annual international conference on Supercomputing, (pp. 33-42). ACM.
OGI. (2013). Laporan Pelaksanaan Open Goverment Indonesia Tahun 2012. Open
Government Indonesia: Era Baru Keterbukaan Pemerintah.
Open Government Partnership UK National Action Plan 2013 to 2015. Diperoleh tanggal
15 Juli 2015 dari https://www.gov.uk/government/consultations/open-governmentpartnership-uk-national-action-plan-2013
Ousterhout, John, Parag Agrawal, David Erickson, Christos Kozyrakis, Jacob Leverich,
David Mazières, Subhasish Mitra et al. (2010). The case for RAMClouds: scalable
high-performance storage entirely in DRAM. ACM SIGOPS Operating Systems Review
43, no. 4 (pp. 92-105).
Symantec. (2011). Symantec NetBackupTM Backup Planning and Performance Tuning
Guide UNIX, Windows and Linux Release 7.0 through 7.1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan
Informasi Publik. (2008).
Vasudeva, Anil. (2012). Solid State Storage: Key to NextGen Enterprise & Cloud Storage.
(2012).

Diperoleh

tanggal

15

Juli

2015

dari

http://www.snia.org/sites/default/files/AnilVasudeva_Solid_State_Storage_Key_NextGe
n.pdf

15