HANDS OUT PENGANTAR ILMU HUBUNGAN INTERN
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
SAP I
PENGANTAR DAN PENJELASAN
SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)
A. PENGANTAR
Hubungan internasional merupakan suatu gejala (phenomenon) kehidupan sosial.
Karenanya dapat dipahami bila sebagian besar umat manusia dengan berbagai pertimbangan
dan kepentingannya, ingin mengetahui dan memahami gejala kehidupan itu lebih detail lagi,
baik sebagai obyek studi yang menghasilkan teori-teori yang bisa menjelaskan realitas
kehidupan manusia di lingkungan internasional maupun sebagai obyek kajian yang
menghasilkan kebijaksanaan berupa pedoman tingkah laku para negarawan dan warga
negaranya.
Dewasa ini, keingin-tahuan mereka tentang fenomena tersebut menunjukkan
kecenderungan yang semakin meningkat dalam arti kuantitatif maupun kualitatif. Semakin
banyaknya mereka yang hirau terhadap fenomena hubungan internasional, seperti
bertambahnya pemerhati masalah masalah internasional pada berbagai media massa dan kian
meningkatnya minat mahasiswa untuk menekuni program Studi Hubungan Internasional
adalah indikasi peningkatan kuantitatif. Sedangkan semakin bertambahnya penstudi
Hubungan Internasional yang giat untuk memikirkan kemajuan disiplin ilmu ini, terutama
dalam teoritisasi-merupakan bukti konkrit peningkatan kualitatif. Setidaknya mereka telah
memusatkan perhatian pada upaya menegakkan Ilmu Hubungan Internasional secara lebih
mantap sebagai suatu bidang studi yang mandiri. Memang harus diakui bahwa sampai
sekarang Studi Hubungan Internasional masih merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan
yang belum mempunyai rangka konsepsi yang tegas dan rangka teori yang sistematis serta
disiplin ini masih sangat tergantung pada cabang-cabang ilmu pengetahuan lain yang sudah
tersusun lebih baik. Hal ini bisa dipahami mengingat perkembangan studi ini relatif baru.
Perkembangan Studi Hubungan Internasional melalui tahapan yang sesuai dengan
pernyataan Thomas Kuhn bahwa perkembangan suatu disiplin ilmu tidak selalu terjadi
peningkatan yang terus menerus dalam derajat yang lama. Dalam suatu waktu tertentu
mungkin terjadi perkembangan yang pesat dengan perluasan atau penegasan scope obyek
studinya, pembentukan konsep-konsep, teori-teori baru atau bahkan pendalaman metode
keilmuannya; sedangkan pada saat yang lain hanya berupa konsolidasi dari
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai sebelumnya. Perwujudan tersebut di atas disebabkan
adanya paradigma yang pada suatu saat dianggap mampu oleh para penstudi Hubungan
Internasional untuk menghadapi berbagai fenomena, tetapi pada saat lain muncul berbagai
anomali yang bahkan sampai menyentuh asumsi dasar dari paradigma yang bersangkutan
sehingga menimbulkkan penolakan terhadap paradigma yang ada dan penerimaan terhadap
paradigma baru yang dianggap mampu untuk menghadapi berbagai anomali tersebut. Dari
latarbelakang itulah dapat dipahami bila dalam Studi Hubungan Internasional senantiasa
timbul permasalahan baik dalam kerangka ontologis maupun epistemologis yang hingga kini
bisa dikatakan belum terjawab secara komprehensip.
Berkaitan dengan hal di atas, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa usaha
untuk menelaah Studi Hubungan Internasional adalah sangat menarik dan perlu. Mengingat,
studi yang tumbuh subur semenjak meletusnya Perang Dunia I ini mempunyai jangkauan
yang kompleks --meliputi semua macam hubungan yang melampaui batas kenegaraan dan
merangkum hampir semua hajat hidup dan aspek kehidupan manusia-- sehingga menarik
perhatian penstudi Hubungan Internasional untuk terus mengkaji guna memperoleh
teori-teori yang dapat menjelaskan dan kalau perlu meramalkan fenomena internasional
secara memuaskan. Bahkan untuk mencapai hal tersebut, tidak sedikit ilmuwan Hubungan
Internasional seperti: Hans J. Morgenthau, Nicholas N. Spykman, Henry Kissinger, James N.
1
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
Rosenau, Joseph Frankel, Morton Kaplan, dan masih banyak yang lainnya, melakukan
perdebatan yang serius berdasarkan cara pandangnya masing-masing. Tujuan akhir dari
perdebatan itu pada dasarnya dalam rangka mempertegas pengertian dan ruang lingkup studi
ini serta dalam upaya memperoleh pendekatan dan teori-teori yang dapat menjelaskan secara
memuaskan dalam Studi Hubungan Internasional.
B. EVALUASI/PENILAIAN
KOMPONEN NILAI
TUGAS ABSTRAKSI MAKALAH
TUGAS PRESENTASI MAKALAH
UJIAN TENGAH SEMESTER
UJIAN AKHIR SEMESTER
JUMLAH NILAI AKHIR
PROSENTASE
15 %
15 %
30 %
40 %
100 %
C. METODE PEMBELAJARAN
PRESENTASI MATERI KULIAH
DISKUSI INTERAKTIF / STUDENT CENTERED LEARNING (SCL)
PENUGASAN BOOK REVIEW DAN MAKALAH
D. FORMAT MAKALAH
HALAMAN JUDUL
BAB I :PENDAHULUAN
Latarbelakang Masalah,
Rumusan Masalah,
Kerangka Pemikiran/Teori)
BAB II: PEMBAHASAN
Deskripsi Obyek
Analisa Obyek
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
2
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
1.
SAP II
PENGERTIAN, LINGKUP, AKAR, DAN MANFAAT
STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
A. PENGERTIAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
Hans J. Morgenthou dan Kenneth W. Thompson: “…the core of internatinonal relations
is international politics, and…the subject matter of international politics is struggle for
power among sovereign nations”.
George A. Lopes and Michael S. Stohl: International relations may be defined as a
human activity in which individuals or groups from one nation interact, officially or
unofficially, with individuals or groups from other nations. International relations
involve not only face to face or direct phisical contact, but also economic transactions,
the use of military force and diplomacy both public and private. The study of
International Relations then encompasses activities as diverse as war humanitarian
assistance, international trade, and investmen, tourism, and the olympic games.
(International Relations : Contemporary theory and practice)
Menurut Trygve Mathisen dalam bukunya “Methodology in the sudy of International
Relations” istilah Hubungan Internasional mempunyai beberapa arti yakni :
1. Suatu bidang spesialisasi yang meliputi aspek-aspek internasional dari beberapa
cabang ilmu pengetahuan;
2. Sejarah baru dari politik internasional;
3. Semua aspek internasional dari kehidupan sosial umat manusia, dalam arti semua
tingkah laku manusia yang terjadi atau berasal dari suatu negara dapat mempengaruhi
tingkah laku manusia di negara lain;
4. Suatu cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri (distinct discipline), bukan sub
cabang dari ilmu pengetahuan tertentu.
J.C. Johari : Hubungan internasional adalah studi tentang interaksi yang berlangsung
diantara negara-negara berdaulat, dan studi tentang pelaku-pelaku non-negara (non-state
actors) yang perilakunya memiliki impak terhadap tugas-tugas negara bangsa
(International Relations and Politics: Theoritical Perspective, New Delhi, 1985)
Charles Mc Clelland : Hubungan internasional adalah studi tentang semua bentuk
pertukaran, transaksi, hubungan, arus informasi, serta berbagai respon perilaku yang
muncul diantara dan antar masyarakat yang terorganisir secara terpisah, termasuk
komponen-komponennya.
Jadi berdasarkan ragam definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Hubungan Internasional
adalah fenomena sosial yang sekaligus sebagai “disiplin ilmu” atau bidang studi mencakup
aspek yang sangat luas dan kompleks; yaitu menyangkut semua aspek kehidupan sosial
umat manusia, dalam arti semua tingkah laku manusia yang melintasi batas-batas negara.
B.. RUANG LINGKUP STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
B.1 . HASIL KONFERENSI UNESCO DI PARIS PADA TAHUN 1948 :
1. Politik Luar Negeri
2. Politik Internasional
3. Organisasi Dan Administrasi Internasional
4. Hukum Internasional
3
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
B.2 ALIRAN ANGLO AMERICA :
1. Analisis Perbandingan Politik Luar Negeri
2. Hukum Internasional
3. Organisasi Internasional
4. Perbandingan Politik Dan Studi Kawasan
5. Studi-Studi Strategis
6. Komunikasi Internasional
7. Studi Perdamaian (Polemologi)
B.3. MENURUT KARL W. DEUTSCH dalam bukunya: ANALYSIS OF
INTERNATIONAL POLITICS (1978) ADA DUA BELAS ISU UTAMA YG JADI
FAKTOR-FAKTOR PENTING GUNA MENDALAMI RUANG LINGKUP
HUBUNGAN INTERNASIONAL, YAITU:
1. BANGSA DAN DUNIA
bagaimana dan dalam bentuk apa hubungan antar bangsa?
2. PROSES TRANSNASIONAL DAN INTERDEPENDENSI INTERNASIONAL
Bangsa-bangsa di dunia semakin berdaulat, semakin dependen terhadap
bangsa lain atau terjadi interdependensi?
3. PERANG DAN DAMAI
Apa yang menentukan perang dan damai dan mengapa itu terjadi?
4. KEKUATAN DAN KELEMAHAN
Bagaimana sifat kekuatan (power) atau kelemahan pemerintah atau bangsa
dalam politik internasional? Apa sumber-sumber, batas-batas kekuatan dan
kapan, bagaimana dan mengapa kekuatan itu berubah?
5. POLITIK INTERNASIONAL DAN MASYARAKAT INTERNASIONAL
Apa yang bersifat politik dalam hubungan internasional dan bagaimana
hubungan antara politik internasional dengan kehidupan bangsa-bangsa?
6. KEPENDUDUKAN VERSUS PANGAN, SUMBER DAYA ALAM DAN
LINGKUNGAN
Apakah jumlah penduduk dunia tumbuh lebih cepat daripada penyediaan
bahan makan, energi dan sumber alam dan daya dukung lingkungan?
7. KEMAKMURAN DAN KEMISKINAN
Beberapa besar ketimpangan distribusi kekayaan dan penghasilan diantara
bangsa-bangsa di dunia?
8. KEBEBASAN DAN PENINDASAN
Sebarapa jauh kepedulian bangsa-bangsa tentang kebebasan mereka dari
bangsa lain dan kepedulian mereka di dalam negara sendiri?
9. PERSEPSI DAN ILUSI
Bagaimana para pemimpin dan warga suatu negara memandang bangsa
mereka sendiri, dan bagaimana mereka memandang bangsa-bangsa lain dan
perilaku mereka?
10. AKTIVITAS DAN APATI
Lapisan dan kelompok mana dalam masyarakat yang berminat aktif terhadap
politik dan masalaha internasional?
11. REVOLUSI DAN STABILITAS
Dalam kondisi apa kemungkinan suatu pemerintah digulingkan dan berapa
lama waktu yang diperlukan untuk menciptakan stabilitas politik?
12. IDENTITAS DAN TRASNFORMASI
Dengan berlangsungnya semua perubahan ini, bagaimana mereka (individu,
4
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
kelompok dan bangsa) mempertahankan identitas mereka?
C. DISIPLIN ILMU YANG MENJADI AKAR STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
Yang dimaksud “akar” studi Hubungan Internasional adalah ilmu-ilmu yang telah ikut
menyumbangkan perkembangan studi Hubungan Internasional. Menurut Suwardi
Wiraatmadja paling sedikit ada delapan macam disiplin yang telah memberikan
kontribusi terhadap perkembangan/kemajuan studi Hubungan Internasional, yaitu:
1. Hukum Internasional
2. Sejarah Diplomasi
3. Ilmu Kemiliteran
4. Politik Internasional
5. Organisasi Internasional
6. Perdagangan Internasional
7. Praktik Hubungan Luar Negeri( Conduct of Foreign Policy)
D. MANFAAT BELAJAR ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL:
1. Mengenal kedudukan Indonesia di kawasan Asia-Pasifik.
Dari letak serta bangunan negara kita, dapat kita ketahui secara geopolitik atau
ilmu bumi politik, posisi silang tanah air di antara dua samudra dan dua benua.
Cara pandang seperti dikenal sebagai Wawasan Nusantara. Dengan wawasan ini
kita memahami arti dari pengaruh-pengaruh luar negeri yang menyentuh
kepentingan nasional bangsa kita.
2. Mengenal peranan Indonesia di dalam ASEAN , dan dapat juga diketahui kedudukan
dan peranan Indonesia di kalangan bangsa Asia-Afrika khususnya dan GNB pada
umumnya.
3. Ilmu Hubungan Internasional kita membantu kita memahami makna dari
perkembangan regional dan internasional yang ada dampak terhadap usaha-usaha
pembangunan nasional. Contoh :
Dampak politik adalah situasi krisis di Kamboja
Dampak ekonomi adalah jatuhnya harga minyak OPEC terhadap
penerimaan/pemasukan negara kita
Dampak sosial budaya misalnya pengaruh siaran berita luar negeri terhadap
kelompok-kelompok masyarakat di seluruh pelosok tanah air.
Dampak kemajuan kecanggihan sistem dan alat pertahanan keamanan ialah
misalnya lalu lintas kapal perang yang melewati Selat Malaka
Dampak kemajuan ilmu dan pengetahuan , misalnya penemuan-penemuan
baru di bidang kedokteran dan teknologi.
E. BUKU ACUAN SAP II
Mochtar Masoed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, LP3ES,
Jakarta, 1990
Umar Suryadi Bakry, Pengantar Hubungan Internasional, JUP, Jakarta, 1999
Suwardi Wiraaatmaja, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Pustaka Tinta,
Bandung.
5
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
SAP II
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DI INDONSIA
A. AWAL PERTUMBUHAN STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
Sebagai bidang ilmu yang berdiri sendiri, Ilmu Hubungan Internasional sudah
dikenal dan diakui sejak akhir Perang Dunia I tahun 1919. Ketika itu beberapa kalangan di
Eropa memikirkan perlunya telaah secara sistematis agar bangsa-bangsa yang telah
berperang satu sama lain belajar bersama menciptakan tertib dunia yang bebas dari
peperangan. Karena itu, Ilmu Hubungan Internasional dapat juga disebut sebagai anak
kandung dari Ilmu Hukum Internasional yang sejak abad ke-17 mengikhtiarkan hal yang
sama, yaitu dunia yang bebas dan damai berkat kapatuhan bangsa-bangsa pada kaidah
hukum internasional.
Kajian Ilmu Hubungan Internasional selama pra PD I hingga usai (1917 – 1919)
berorientasi pada analisa:
Perjanjian hukum internasional
Prinsip-prinsip hukum internasional.
Hal ini karena para teoritisi HI maupun para negarawan sangat dipengaruhi oleh kebutuhan
normatif yang terjadi pada saat itu, yakni dunia penuh peperangan dan instabilitas dunia.
Dengan pendekatan normatif/idealis/yuridis formal tersebut mereka berharap:
1. Perang dapat dicegah
2. Konfllik dapat diselesaikan secara damai
3. Tercipta perdamaian dunia;
melalui peranan lembaga-lembaga internasional seperti :
1. mahkamah internasional
2. collective security
3. pembuatan aturan main (rule of the game).
Asumsi dasarnya adalah :
1. Pada hakikatnya manusia itu baik dan cenderung mengejar kesejahteraan
bersama;
2. Perang bukanlah sesuatu yang tidak dapat dihindari
3. Keselarasan hubungan antar-bangsa dapat dicapai dengan kepatuhan terhadap
peraturan-peraturan/hukum yang berlaku.
Tugas para teoritisi HI ketika itu yang dominan adalah :
1. Melaporkan masalah aktual yang sedang berkembang,
2. Mengemukakan berbagai cara pemeliharaan perdamaian.
Pada umumnya para teoritisi HI tersebut bertumpu pada studi/pengajaran seperti :
Sejarah diplomasi
Hukum Internasional
Orgnisasi Internasional
Filsafat Politik, dll.
Ilmu Hubungan Internasional kemudian berkembang pesat setelah Perang Dunia II dan
berdirinya PBB, melanjutkan ikhtiar mencari cara-cara agar bangsa-bangsa di dunia hidup
berdampingan secara damai.
6
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
B. EMBRIO JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL DI INDONESIA
Akademi Ilmu Politik yang didirikan pada tahun 1948 merupakan cikal bakal tempat
lahirnya Ilmu Hubungan Internasional. Pada tahun 1949, Akademi Ilmu Politik
bersama-sama dengan beberapa akademi dan fakultas lain dilebur menjadi Universitas
Gadjah Mada, universitas negeri yang pertama di Indonesia.
Universitas Gadjah Mada yang pada mulanya terdiri dart e nam fakultas, sa'tu di
antaranya adalah fakultas hukum. Pada tahun 1950, fakultas hukum diubah menjadi fakultas
hukum dan ilmu sosial politik. Dua tahun kemudian, fakultas tersebut ditambah dengan
bagian baru, yakni bagian ekonomi, sehingga namanya menjadi menjadi fakultas hukum,
ekonomi dan sosial politik. Baru pada tahun 1955, bagian ilmu sosial politik dilepas menjadi
fakultas tersendiri dengan nama Fakultas Sosial Politik.
Pada mulanya, di tahun 1957, fakultas ini mengembangkan lima jurusan, yaitu
jurusan Administrasi Negara, jurusan Hubungan internasional, jurusan Publisistik, jurusan
Sosiologi, jurusan Sosiatri. Namun pada tahun akademik 1964/1965 dibuka jurusan
Pemerintahan sehingga fakultas sosial politik tersebut mempunyai enam jurusan.
Berdirinya Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta ini
kemudian disusul oleh Perguruan Tinggi yang lain, negeri maupun swasta. Beberapa
Perguruan Tinggi Negeri yang mengembangkan Ilmu Hubungan Internasional antara lain
Universitas Indonesia, Jakarta; Universitas Hasanudin,Ujung Pandang; Universitas
Padjadjaran,Bandung; Universitas Jember, Universitas Riau, Pekan Baru, Universitas
Airlangga, Surabaya. Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta yang mengembangkan Ilmu
Hubungan Internasional jumlahnya tidak kurang banyaknya dengan Perguruan Tinggi
Negeri, seperti Universitas Nasional, Jakarta; Universitas Parahiyangan , Bandung;
Universitas Jayabaya, Jakarta; Akademi Hubungan internasional, Jakarta (sekarang diganti
STYAGAMA), Universitas Kresten, Jakarta, Universitas Budi Luhur, Jakarta; Institut Ilmu
Sosial dan Politik, Jakarta; Universitas Jombang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Universitas Veteran Jakarta dan Yogyakarta, Universitas Paramadina,Jakarta; Universitas
Pasundan, Bandung, Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta, dan lainnya.
Untuk mengetahui sampai seberapa jauh Ilmu Hubungan Internasional tumbuh dan
berkembang di Indonesia, dapat ditinjau dari beberapa segi, antara lain segi tenaga ahli,
kurikulum dan pengajaran, publikasi dan riset.
C. TENAGA AHLI
Untuk tenaga ahli bagaimanapun juga harus diakui bahwa jumlah dan kualitas pakar
Ilmu Hubungan Internasional di Indonesia sangat menentukan perkembangan ilmu tersebut.
Jika jumlah pakar cukup banyak dengan kualitas yang memadai maka ada harapan bahwa
ilmu hubungan inter nasional akan berkembang lebih sernpurna, begitu pula sebaliknya.Yang
dimaksud kualitas disini meliputi tingkat pendidikan, penelitian dan karya ilmiah yang
dihasilkannya. Disamping itu, kualitas mengajar juga termasuk diperhitungkan.
Menurut Harsya W. Bachtiar dalam tulisannya yang bertajuk Directory of Social
Scientists in Indonesia (Leknas, 1974) di Indonesia pada tahun 1974, yang menyandang
gelar Ph.D. di bidang Ilmu Hubungan Internasional hanya empat orang. Dua orang
mendapat gelar dari Amerika, satu orang dari Belanda dan satu orang lagi dari India. Seorang
dari mereka bekerja pada dinas luar negeri, satu orang di Lembaga Riset Kebudayaan
Nasional (di bawah LIPI), satu orang lagi bergerak pada organisasi gereja dan yang seorang
lagi mengajar di Universitas Indonesia. Kemudian pada tahun 1990 yang berhasil mendapat
gelar Ph.D. di bidang Ilmu Hubungan Internasional hanya tujuh orang saja.(17,5% dari
jumlah Ph.D. bidang ilmu politik seluruhnya). Dari ke tujuh orang tersebut, dua orang
mengajar di Universitas Gadjah Mada, dua orang mengajar di Universitas Indonesia, dan tiga
orang sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
D. KURIKULUM
Dipihak lain, masalah kurikulum dan pengajaran menjadi sorotan tajam. Seperti
halnya ilmu politik, perkembangan Ilmu Hubungan Internasionalpun juga dipengaruhi oleh
7
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
ilmu hukum dan sejarah. Hal ini nampak sekali dalam kurikulum yang diajarkan di
Universitas Gadjah Mada (sebagai universitas yang mempunyai jurusan Ilmu Hubungan
Internasional tertua di Indonesia dan berpengaruh pada universitas-universitas yang lain).
Dalam kurikulum Universitas Gadjah Mada terdapat empat mata kuliah sejarah diplomasi
dan dua buah mata kuliah hukum, yakni Sejarah Diplomasi Timur Jauh, Sejarah Diplomasi
Timur Tengah, Sejarah Diplomasi Indonesia, Sejarah diplomasi Eropa, Hukum
Internasional, dan Hukum Perdata Internasional.
Berbeda dengan universitas-universitas yang lain, Universitas Indonesia mempunyai
warna yang berbeda dari Universitas Gadjah Mada. Meskipun pada awalnya Ilmu Hubungan
Internasional hanya merupakan program studi, namun sejak awal kurikulumnya sudah
banyak menekankan pada “Sistem Politik” daripada “Sejarah Diplomasi”. Di Universitas
Indonesia mempunyai empat mata kuliah sistem politik, dan tidak mempunyai mata kuliah
(tidak membahas secara khusus) sejarah diplomasi, karena sudah tercakup dalam mata kuliah
politik internasional. Adapun mata kuliah sistem politik ter. sebut adalah - sistem politik
negara-negara Barat - sistem politik Malaysia dan Singapura - sistem politik Filipina dan
Muangthai - sistem politik Asia Timur. Sedangkan Universitas Gadjah Mada hanya
mempunyai dua mata kuliah sistem politik, yaitu Politik dan Pemerintahan Amerika Serikat;
dan Politik dan Pemerintahan Uni Soviet. Namun karena sekarang UniSoviet sudah runtuh,
matakuliah ini telah dihapus. Akan tetapi sejalan dengan berkembangnya Ilmu Hubungan
Internasional, maka secara berangsur-angsur pula kurikulum di Universitas Gadjah Mada
diganti dengan mata kuliah-mata kuliah yang lebih bersifat politik internasional. Berbagai
mazhab pemikiran dipelajari dalam mata kuliah Teori Politik Internasional, Teori Hubungan
internasional, Organisasi dan Administrasi Internasional. Perkembangan Ilmu Hubungan
Internasional juga dipelajari di Universitas Indonesia dengan nama matakuliah yang sama.
Perkembangan mazhab-mazhab tersebut kemudian lebih diperdalam dalam
matakuliah Analisa Hubungan internasional, Masalah Negara Berkembang, Studi Wilayah,
Strategi Pembangunan Sosial Ekonomi, Praktek Politik Internasional. Jadi dapat disimpulkan
bahwa pada mulanya ilmu hubungan interhasional yang berkerr:bang di Universitas Gadjah
Mada cenderung pada pendekatan-pendekatan klasik (penekanan pada hukum dan sejarah)
kemudian berkembang pada pendekatan realistik dengan salah satu buku pedomannya adalah
Politics Among Nations, yang membahas tentang konsep-konsep power yang dihubungkan
dengan national interest, national power, perhitungan-perhitungan strategis dan lain-lain.
Buku pedoman yang digunakan untuk membahas masalah tersebut antara lain Politics
Among Nations, (Hans Morgenthou); International Politics A Framework for Analysis, (K.J.
Holsti); The Analysis for International Relations, (Karl Deutsch); Contending theories of
International Relations: A Compre hensive Survey, (James E Dougherty & Robert L.
Pfaltzgraff,,Jr). Kemudian dari faham behavioralisme seperti David Easton, Gabriel Almond,
Harold Lasswell sampai dengan Morton Kaplan juga disebut sebagai bahan kuliah di jurusan
Ilmu Hubungan Internasional..
E. PUBLIKASI DAN RISET
Persoalan publikasi dan riset juga tak kalah pentingnya untuk diamati. Dalam hal ini
bahan-bahan riset Ilmu Hubungan Internasional sangat terbatas. Lembaga yang bisa dicatat
sebagai penyedia bahan-bahan riset dan yang sering mengadakan riset adalah Centre for
Strategic and International Studies (CSIS) dan LIPI. Tetapi bagaimanapun juga, untuk studi
leteratur, bahan-bahan yang tersedia di kedua lembaga tersebut masih kurang memadai jika
dibandingkan dengan obyek penelitiannya. Langkanya penelitian di bidang Ilmu Hubungan
Internasional ini juga dikarenakan oleh masalah dana dan kemauan si peneliti itu sendiri (di
samping juga tergantung situasi, kondisi dan lingkungan). Tahun 1977-1981, tidak ada
satupun penelitian yang dilakukan , dan sebelum itu, hanya ada satu penelitian yang
dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada, yaitu tentang sejarah diplomasi Indonesia.
Sebaliknya, mengenai publikasi Ilmu Hubungan Internasional dari waktu kewaktu
meningkat pesat. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah peredaran surat
8
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
kabar dan buku-buku/textbook (termasuk buku-buku terjemahan). Pada tahun 1960 an,
Universitas Gadjah Mada telah menghasilkan karya tulis, seperti Middle East Dilemma
(Ismail Gani), Politik Luar Negeri (Syaifullah Mahyudin), kemudian pada tahun 1970-an ,
Indonesian Foreign Policy: Its contiunity and Change (Ichlasul Amal) dan disusul oleh
dosen muda yang lain seperti Mohtar Mas'oed dan Amien Rais. Selain menulis buku, mereka
juga aktif menulis artikel di surat kabar maupun jurnal ilmiah.
Di Universitas Indonesia,
perkembangan publikasi Ilmu Hubungan Internasionalnya juga tumbuh dengan subur,
terutama tulisan Juwono Sudarsono yang menghiasi berbagai Jurnal dalam negeri maupun
asing. Pada Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Indonesia bekerjasama
dengan Gramedia telah menerbitkan Jurnal Politik Internasional yaitu GLOBAL.
Disamping Perguruan Tinggi, perkembangan ilmu hubungan unternasional juga
tumbuh di kalangan ABRI, khususnya di SESKOAD. Walaupun mereka masih fanatik
dengan mazhab klasik/tradisional, akan tetapi juga mempelajari-perhitungan matematika
untuk menghitung power.
F. PENUTUP
Itulah tinjauan historis Studi Hubungan Internasional di Indonesia, yang hingga kini
harus dikembangkan terus. Mengingat Ilmu Hubungan Internasional sebagai salah satu
bagian dari ilmu politik, dewasa ini makin perlu untuk dipahami secara lebih intens.
Perkembangan dunia internasional yang makin cepat disertai dengan perubahan konstelasi
politik domestik maupun internasional semakin mengusik para pengkaji Ilmu Hubungan
Internasional untuk meninjau kembali segala teori dan analisa yang sudah dihasilkan oleh
para teoritisi dan analis Ilmu Hubungan Internasional. Begitu juga yang terjadi di Indonesia,
sebagai salah satu anggota masyarakat internasional, Indonesia tidak luput dari segala
dampak yang ditimbulkan dari perubahan tersebut. Terlebih dalam era krisis multi dimensi
seperti sekarang ini, dimana modal dan bantuan asing sangat diperlukan untuk membantu
menunjang kelancaran pembangunan nasional. Begitu juga kehidupan ekspor-impor,
teknologi dan aspek kehidupan yang lain menjadi terganggu pula bila tidak segera diantisipai
perubahan internasional itu.
Terlepas dari kepentingan nasional vital Indonesia sendiri, perubahan konstelasi
ekonomi dan politik internsional dewasa ini juga perlu diamati secara sekssama. Hal ini demi
kepentingan manusia semua, yaitu kepentingan manusia yang.bersifat universal seperti
penghargaan terhadap Hak Azasi Manusia, kepentingan untuk menciptakan/memelihara
perdamaian, atau minimal bisa menekan konflik sampai dengan tingkat yang paling rendah.
Tidak ada salahnya bila tujuan-tujuan yang idealis ini perlu dijaga dalam masa kehidupan
politik internasional yang cukup realistis ini. Hal ini bukan masalah yang sederhana, karena
melibatkan interaksi antar-bangsa dengan berbagai macam kepentingan nasional yang
melekat dalam setiap.tindakan mereka. Kalau tidak ada peraturan yang baik disertai dengan
pelaksanaannya yang konsekuen, tentu akan terjadi benturan-benturan yang akan
menyalakan konflik-konflik. Dan tidak mustahil konflik tersebut akan berkembang menjadi
perang terbuka dengan segala persenjataan yang canggih. Untuk itulah Ilmu Hubungan
Internasional perlu dipelajari dan dikembangkan dengan seksama.
G. BUKU ACUAN SAP III
1. Alfian, Ilmu Politik di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1980.
2. Miriam Budiardjo dan Maswadi Rauf, Perkembangan Ilmu Politik di Indonesia,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
3. Suwardi Wiraaatmaja, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Pustaka Tinta,
Bandung.
9
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
2.
10
SAP III
PERKEMBANGAN PENDEKATAN (MAZHAB) DAN ALIRAN
PEMIKIRAN STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
A. PASCA PERANG DUNIA I
Sebagai bidang ilmu yang berdiri sendiri, Ilmu Hubungan Internasional baru dikenal
setelah Perang Dunia I. Sebelum itu, Ilmu Hubungan Internasional dipelajari dalam bidang studi
sejarah. Banyak tulisan kuno mengenai hubungan internasional yang ditulis pada pada abad
keempat SM, seperti tulisan Mencius dari Cina, Kautilya dari India ataupun Niccolo Machiavelli.
Kemudian pada abad 18 dan 19, di Eropa muncul tulisan sejarah tentang catatan diplomasi,
strategi militer dan pelaksanaan hukum internasional, yang kesemuanya ini merupakan bahasan
Ilmu Hubungan Internasional. Baru pada akhir abad ke 19 atau awal abad ke 20, di Amerika
muncul bidang Studi Hubungan Internasional sebagai salah satu mata kuliah yang diajarkan
dalam kurikulum universitas.
Sebelum Perang Dunia I, kajian tentang hubungan internasional masih berorientasi pada
analisis perjanjian dan prinsip-prinsip hukum internasional. Hal ini berlanjut sampai dengan usai
Perang Dunia I, dimana kebutuhan yang bersifat normatif sangat mempengaruhi para teoritisi
Hubungan internasional. Mereka berharap bahwa dengan pendekatan yuridis formal, perang akan
dapat dicegah, konflik dapat diselesaikan secara damai. Dengan demikian stabilitas akan dapat
dibentuk lewat peranan lembaga-lembaga internasional, seperti mahkamah dunia yang
mempunyai kekuasaan untuk melakukan pemaksaan terhadap pelaksanaan keputusan yang
dibuatnya, disamping itu metode Collective Security juga berkembang pada saat itu, kemudian
lahir pula hak penentuan nasib sendiri yang dipelopori oleh presiden Amerika Serikat, Woodrow
Wilson. Hak tersebut harus dihormati dan dipati oleh negara-negara beradab yang terikat pada
kesepakatan hukum. Berikut ini adalah pandangan idealis dari presiden Woodrow Wilson ketika
meminta Konggres Amerika Serikat untuk membuat deklarasi perang terhadap Jerman pada
tahun 1917 :
“Kita tidak mengejar tujuan-tujuan picik untuk diri sendiri. Tetapi kita adalah pelopor perjuangan
hak-hak azasi umat manusia...Kita akan memperjuang kan hal-hal yang berada paling dekat
dengan hati kita, yaitu untuk demokrasi, untuk hak mereka yang menginginkan bersuara dalam
pemerintahan sendiri, untuk hak-hak dan kemerdekaan bagi bangsa-bangsa kecil, untuk suatu
dominion universal kebenaran dengan.jalan menggabungkan kekuatan bangsa-bangsa merdeka
dalam rangka mencapai perdamaian dan keselamat an bagi seluruh bangsa dan membuat dunia
itu sendiri akhirnya bebas merdeka” (M. Amin Rais 1989:92)
B. MENJELANG PERANG DUNIA II
Namun ternyata pendekatan yuridis formal ini tidak mampu mengatasi krisis yang
diakibatkan pecahnya Perang Dunia I. Semenjak itu muncullah asumsi baru yang menyatakan
bahwa kehidupan manusia (baik sebagai individu maupun kelompok) selalu dipengaruhi oleh
kaidah-kaidah yang bukan idealistic, melainkan realistik. Lebih jauh lagi mereka mengatakan
bahwa hubungan antar bangsa banyak diwarnai dengan perebutan kekuasaan, pengaruh dan
hegemoni. Asumsi baru ini bukan berarti menghilangkan model pendekatan lama, bahkan
diusulkan pendekatan lama tersebut lebih diterapkan secara serius. Asumsi baru yang kemudian
dikenal sebagai pendekatan realis ini lebih mengkaji pada faktor sosial, politik, dan ekonomi
yang melatar belakangi kaidah hukum yang tertuang dalam perjanjian internasional Menutut
pendekatan ini, dibalik setiap rumusan hukum antar negara/antar bangsa selalu ada yang 'lebih
unggul' dalam kenyataan sosial, politik dan ekonominya, meskipun mereka berkedudukan 'sama'
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
11
dimata hukum. Untuk membuktikan hal itu, Juwono Sudarsono menunjuk buku karangan Edward
Hallett Carr yang berjudul The Twenty Years' Crisis: 1919- 1939. Buku ini mengatakan bahwa
dalam masa 20 tahun telah terjadi krisis dalam sistim internasional. Krisis ini diakhiri dengan
pecahnya Perang Dunia II pada bulan September 1939. Menurut Carr, pecahnya Perang Dunia II
ini disebabkan oleh 'status quo' yang dimenangkan negara-negara Sekutu pada akhir Perang
Dunia I tidak mampu menampung perasaan yang melanda negara- negara yang kalah perang
dalam Perang Dunia I, sehingga negara-negara yang menang perang merasa perlu
mempertahankan keunggulannya yang tercermin dalam perjanjian Versailles yang mengatur
sistem internasional menurut kacamata si pemenang.
Hal yang sama diceritakan pula oleh Holsti dalam-bukunya International Politics: A
Framework for Analysis.. Ia mengatakan bahwa pada saat itu para pengamat Hubungan
internasional mulai sadar bahwa keamanan dan ekspansi, proses perdagangan dan diplomasi,
serta sarana politik luar negeri lain seperti propaganda dan subversi mempunyai nilai yang
bobotnya sama dengan perjanjian dan organisasi internasi ona1. Para pengamat kemudian
mengadakan studi perbandingan yang lebih sistmatis tentang nasionalisme, pengaruh geografi
terhadap politik luar negeri, pengaruh power terhadap kehidupan bangsa. Satu hal yang penting,
yang membedakan pendekatan lama dan baru ini adalah bahwa pendekatan baru pembahasannya
selain digunalan untuk menjelaskan fakta juga digunakan untuk melukiskan beberapa generalisasi
atau teori mengenai politik internasional. Jadi dalam masa krisis tersebut, atau pada masa
menjelang, Perang Dunia II, terdapat tiga alur dalam Studi Hubungan Internasional.
Alur pertama, Studi Hubungan Internasional yang dipelajari melalui penelaahan
kejadian-kejadian utama (dalam surat kabar). Dari sini dicoba untuk membuat pola umum dari
kejadian-kejadian tersebut. Asumsi dari alur ini adalah bahwa konflik dapat dihindari jika
peristiwa-peristiwa penting tersebut selalu diikuti dengan seksama.
Alur kedua, mempelajari hubungan internasional dengan melalui organisasi internasional.
Asumsinya adalah bahwa konflik bisa diselesaikan jika diciptakan aturan main atau tertib hukum
yang didukung oleh perangkat organisasi, seperti Liga Bangsa-Bangsa.
Alur yang ketiga mendasarkan pada pemikiran Marxis-Leninis, yaitu menggunakan
variabel ekonomi untuk menjelaskan terjadinya konflik Menurutnya yang mendorong Amerika
Serikat terlibat dalam Perang Dunia I adalah kepentingan para usahawan dan investor.
Adapun para pengamat yang menganut pendekatan realisme ini antara lain Frederick
Schuman, Lewis J. Richarson, Quincy Wright, Harold Lasswell. Kemudian pada masa sesudah
Perang Dunia II dilanjutkan oleh Hans J Morgenthau, Nicholas Spykman, George .F Kennan,
dan sebagainya
C. SESUDAH PERANG DUNIA II
Setelah Perang Dunia II, studi hubungan internasinal mengalami perubahan yang penting.
Munculnya perang dingin Amerika Serikat-Uni Soviet, meletusnya konflik konflik regional
seperti di Timur Tengah, Asia Timur serta munculnya negara-negara baru di Asia dan Afri'ka ,
ditambah dengan perlombaan persenjataan, semua itu memaksa para pembuat keputusan untuk
meninjau keputusan keputusannya. Peristiwa tersebut juga mendesak para teoritisi hubungan
internasional untuk berusaha menciptakan teori yang dapat menjelaskan gejala-gejala
internasional yang sedang berlangsung.
Salah satu tokoh realis yang sangat terkenal adalah Hans J. Morgenthau, dengan bukunya
yang berjudul Politics Among Nations; The Struggle for Power and Peace (1948). Sampai
sekarang buku ini masih tetap berpengaruh. Begitu kuatnya arus realisme pada saat itu
mengakibatkan pendekatan lama merosot kepopulerannya. Morgenthau menolak paham lama
(idealis) yang mengatakan bahwa keselarasan hubungan antar-bangsa dapat dicapai dengan
kepatuhan terhadap peraturan-peraturan/hukum-hukum yang berlaku. Senada dengan
Morgenthau, George F Kennan juga menolak faham idealis. Karena jika politik harus mengikuti
moral yang luhur dan prinsip-prinsip hukum, maka tidak akan membawa hasil yang cepat dan
memuaskan , seperti yang dikatakannya sebagai berikut:
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
12
“Prinsip-prinsip moral berada dalam hati seorang individu di dalam membentuk perilakunya,
apakah dia sebagai warga negara atau pejabat pemerintah... Akan tetapi bi la tingkah laku
individu tersebut melewati mesin organisasi politik dan lebur dengan tingkah laku jutaan in
dividu lainnya untuk mencari penyaluran pada tindakantindakan pemerintah, maka tingkah
laku itu mengalami suatu perubahan yang menyeluruh, dan konsep-konsep moral yang sama
menjadi tidak lagi relevan. Suatu Pemerintah adalah agen, bukan seorang pemimpin; seperti
agen-agen yang lain, pemerintah tidak akan berusaha menjadi kesadaran dari pemimpinnya”
(M. Amin Rais. 1989:92)
Selanjutnya Morgenthau menyatakan juga bahwa dalam hubungan antar-bangsa,
masing-masing bangsa mendasarkan perilaku pada power/kekuatan, seperti ia kemukakan
sebagai berikut:
“Politik internasional, seperti.halnya semua politik, adalah perjuangan memperoleh kekuasaan.
Apapun tujuan akhir dari politik internasional, tujuan menengahnya adalah kekuasaan.
Negarawan-negarawan dan bangsa-bang sa mungkin mengejar tujuan akhir berupa kebebasan,
keamanan,kemakmuran atau kekuasaan itu sendiri. Mereka mungkin mendefinisikan
tujuan-tujuan mereka itu dalam pengertian tujuan yang religius, filosofis, ekonomis atau sosial.
Mereka mungkin berharap bahwa tujuan ini akan terwujud melalui dinamika dalam tujuan itu
sendiri, melalui takdir Tuhan, atau melalui perkembangan alamiah urusan kemanusiaan. Tetapi
begitu mereka melaksanakan tujuan-tujuan mereka dengan menggunakan politik internasional,
mereka melakukannya dengan berupaya memperoleh kekuasaan (M. Amin Rais. 1989:92)
Pemikiran Morgenthau ini kemudian disebut-sebut sebagai grand theory.
Kalau teoritisi sebelumnya hanya bertugas melaporkan masalah yang sedang
berlangsung, atau mengemukakan berbagai cara pemeliharaan perdamaian, maka Morgenthau
menunjukkan bahwa data politik internasional bisa dipadukan dalam model power politics. Hasil
pemikiran Morgenthau antara lain menunjukkan bahwa:
1) bidang Studi Hubungan Internasional harus menyederhanakan fakta ke dalam generalisasi
yang spesifik;
2) hubungan internasional pada hakekatnya menunjuk kan pola perilaku yang selalu
berulang;
3) pokok bahasan (core subjects) dikaji untuk menelusuri sumber perilaku negara dalam
mendapatkan power serta menetapkan pola hubungan tertentu seperti balance of power.
Disamping pemikir seperti tersebut di atas, pada saat itu berkembang pula
kelompok-kelompok pemikir yang lain. Dengan kata lain, fenomena internasional yang muncul
setelah Perang Dunia II telah menimbulkan perbedaan pokok dalam hal masalah yang dikaji,
metode analisis, dan tujuan penelitian.
K.J. Holsti mengidentifikasikan kelompok lain tersebut sebagai berikut. Pertama,
kelompok analisis tradisional yang terdiri dari para sarjana yang berorientasi deskriptif serta
melakukan analisis politik dan lembaga internasional seperti berbagai bentuk politik luar ne geri,
masalah internasional tertentu, serta lembaga lembaga internasional. Tujuan pengkajian mereka
pada dasarnya adalah melaporkan dan menganalisis berbagai masalah internasional yang sedang
berlangsung dan memperkirakan sumber masalah dan berbagai kebijaksaan alternatif untuk
menanggulangi masalah bagi negara-negara tertentu atau bagi organisasi-organisasi internasional.
Kedua, kelompok ahli strategi yaitu kajian mereka adalah pemahaman tentang the logic
of deterrence dalam era nuklir, menganalisa pengaruh dari sistem senjata modern pada
deterrence, dan mengembangkan strategi untuk memaksimalkan keamanan nasional dan
meminimalkan kemungkinan terjadi perang nuklir. Metodenya tersusun dan bermula dari analisis
logika sampai dengan analisis alternatif kebijaksanaan yang diperoleh dari war games dan games
theory. Walaupun hasil kerja mereka sangat analistis, namun mempunyai pengaruh yang sangat
besar. Dalam masalah tertentu, kajian mereka menjadi dasar strategi militer karena mampu
merasionalkan keputusan-ke putusan yang dibuat oleh para pemimpin militer, dan juga mampu
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
13
mengkritik keputusan-keputusan tersebut.
Ketiga adalah kelompok Middle-Range Theory dimana kajian kelompok ini bersifat
problem oriented dengan meneliti secara seksama mengenai berbagai gejala spesifik, seperti
bagaimana keputusan luar negeri itu ditetapkan, bagaimana ideologi mempengaruhi persepsie
para pembuat keputusan, dan sebagainya. Beberapa pengkaji dari kelompok ini membuktikan
bahwa maksud utama analisis ilmiah tidak hanya menjelaskan masalah tetapi mampu membuat
ramalan. Menurut mereka, ramalan dapat dipercaya jika variabel utama yang mempengaruhi
perilaku politik telah diidentifikasi, dan hubungan antar variabel lainnya telah ditetapkan. Banyak
yang menyatakan pula bahwa model kajian seperti ini disebut juga faham behavioralisme dan
saintifik yang menganggap bahwa ilmu politik bersifat value free. Faham ini mendefinisikan
politik sebagai what the behavior of human illu strates to be. Lebih lanjut, politik didefinisikan
berdasarkan perilaku yang dapat diamati dan bukan berdasarkan konsep yang abstrak. Kemudian
dari pengamatan tersebut dibuat generalisasi yang dapat diuji terus menerus.
Keempat adalah kelompok Peace-Research dimana kelompok ini memadukan ciri-ciri
analisis tradisional dengan penelitian empirik, yaitu masalah perang dan perdamaian. Tujuan
penelitian bersifat normatif, sedangkan teknik yang dipergunakan bersifat ilmiah dan sistematis.
Beberapa karya mereka banyak membantu pemahaman masalah-masalah tertentu, seperti
berbagai proses yang mengarah pada terjadinya perang, eskalasi kekerasan, hubungan antara sifat
kepribadian dengan gejala fanatisme, prasangka dan kerusuhan sosial , dan sebagainya. Faham
ini juga sering disebut sebagai faham pasca-behavioralisme.
Dewasa ini perkembangan hubungan internasional dirasakan semakin kompleks dengan
timbulnya berbagai gejala baru yang diakibatkan oleh perubahan konstelasi politik internasional.
Seiring dengan tumbuhnya demokratisasi den liberalisasi pemikiran sekarang ini, konsep
negara-bangsa bukan lagi merupakan konsep yang monolit, karena di dalam hubungan
internasional sekarang ini telah tumbuh aktor-aktor utama lain yang menuntut dilibatkan dalam
hubungan internasional, seperti kelompok-kelompok kepentingan atau Lembaga Swadaya
Masyarakat.
Sementara itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang
komunikasi telah pula memperumit hubungan internasional. Hubungan antar-individu dengan
negara lain akan membawa dampak yang mungkin tidak diperhitungkan, atau dengan kata lain
akan menimbulkan hubungan yang rawan konflik. Dan hal ini menjadi persoalan dalam teori
hubungan internasional, dalam arti sampai dimana kemampuan teoritis dapat meramalkan dan
mencegah timbulnya konflik.
Secara ekstrim memang kita bisa mengatakan bahwa sekarang ini tengah terjadi
kevakuman dalam proses teoritisasi hubungan internasional. Keadaan ini sepertinya
menunjukkan bahwa kita membutuhkan paradigma baru menjelaskan permasalahan yang ada,
namun pada kenyatannya kita tidak bisa mengatakan bahwa pendekatan/paradigma lama sudah
tidak mampu lagi untuk memecahkan masalahmasalah di dalam hubungan internasional. Jadi
kesimpulannya bahwa perlu diadakan kaji-ulang terhadap teori-teori hubungan internasional yang
telah disepakati di masa lalu. Langkah yang paling memungkinkan adalah dengan mengadakan
versifikasi terhadap komponen-komponen yang ada dalam teori hubungan internasional, seperti
konsep power politics, struggle for power, rational actor, dan lain-lain.
D. PERSPEKTIF KONTEMPORER STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
Paul Viotti dan F. Kauppi dalam bukunya International Relations Theory : Realism,
Pluralism and Globalism menawarkan perspektif baru dalam mempelajari Ilmu Hubungan
Internasional. Perspektif itu ia sebut sebagai alternative image. Dalam karya itu mereka juga
mengemukakan pasang-surut perkembangan perpektif Ilmu Hubungan Internasional.
Menurutnya, Ilmu Hubungan Internasional pada mulanya berusaha menjelaskan apa yang
menyebabkan perang terjadi. Banyak yang menduga bahwa penyebabnya adalah nasionalisme,
ideologi, bahkan ketidakmampuan suatu negara melaksanakan pemerintahan. Namun dalam
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
14
perkembangannya ternyata Ilmu Hubungan Internasional tidak saja menyoroti penyebab perang,
tetapi juga menyoroti interaksi antar-negara. Aktor-aktor selain negara, seperti Organisasi
Internasional, MNC, bahkan kelompok-kelompok teroris menjadi kajian dari ilmu ini juga.
Lebih jauh lagi mereka mengemukakan bahwa Ilmu Hubungan Internasional membahas
pula kelompk-kelompok kepentingan dalam suatu negara dan faktor-faktor internal suatu negara.
Dengan demikian permasalahan yang dibahas dalam Ilmu Hubungan Internasional memiliki
banyak sudut pandang . Pembahasannya pun mencakup tidak hanya sejarah atau ilmu politik,
melainkan juga menyangkut ekonomi, psikologi, psikologi sosial , dan sosiologi serta
antropologi (budaya).
Persoalan yang dikedepankan Viotti dan Kauppi adalah seberapa luas pengetahuan yang
dimiliki oleh seorang peneliti Hubungan Internasional untuk dapat memahami ilmu tersebut.
Menurutnya, peneliti tidak harus mengetahui semua aspek ilmu pengetahuan tetapi cukup
mengkajinya dari sudut pandang tertentu. Hal ini juga dikemukakan oleh Max Weber bahwa, “All
Knowledge of cultural reality is always knowledge from particular points of view”. Selain hanya
mendasarkan pada sudut pandang tertentu, Viotti dan Kauppi menjelaskan juga bahwa setiap
hasil penelitian akan senantiasa dipengaruhi oleh doktrin, image of the world, ideologi, dan
paradigma serta perspektif. Namun demikian bagaimanapun juga seorang peneliti harus berusaha
untuk tetap value-free dan objective.
Pada mulanya perspektif atau paradigma Ilmu Hubungan Internasional
dapat
dikelompokkan menjadi kelompok realist dan idealist dan kelompok traditionalist dan
behavioralist. Kelompok realist dan idealist berkembang pada tahun 1930-an. Kedua kelompok
ini menyoroti sifat dasar Politik Internasional serta tujuan-tujuan perdamaian. Kelompok
traditionalist dan behavioralist yang berkembang pada tahun 1960-an yang membahas mengenai
metodologi. Kelompok tradisionalist menekankan penggunaan sejarah, hukum, filsafat dan
metode-metode penelitian tradisional. Sedangkan kelompok behavioralist menyoroti penelitian
dengan alat kuantitatif seperti konseptualisasi ilmu sosial, kuantifikasi variabel, pengujian
hipotesa, dan pembentukan model sebab-akibat.
Dalam perkembangannya perspektif yang digunakan oleh ilmu Hubungan Internasional
mengalami perkembangan menjadi realisme, pluralisme dan globalisme. James S. Rosenau
menguraikan ketiga image tersebut dalam beberapa kategori, yaitu State-centric, Multi-centric,
Global-centric.
Ketiga perspektif tersebut masing-masing memiliki asumsi yang berbeda sehubungan
dengan pemahamannya tentang aktor, issue, dan proses yang terjadi dalam politik dunia.
Keuntungan dari perbedaan image tersebut adalah diperolehnya hal-hal yang bersifat analitis
yang membuatnya lebih teratur. Sedangkan kerugiannya adalah terabaikannya perspektifperspektif yang lain dalam memahami suatu masalah.
Di samping mencermati perkembangan perspektif, Viotti dan Kauppi juga mencermati
masalah teorisasi dalam Ilmu Hubungan Internasional. Dalam pandangannya, teori biasanya
dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat abstrak dan tidak berhubungan dengan fakta. Hal
tersebut banyak ditemui pada teori-teori eksakta, sementara teori-teori dalam ilmu sosial
berhubungan dengan fakta yang dapat menjelaskan dan menjadi perkiraan dasar terhadap
fenomena atau kecenderungan yang muncul dalam masyarakat. Perihal teori ini kedua ilmuwan
itu menyarankan juga bahwa peneliti tidak harus menguasai semua teori-teori yang
dikembangkan Ilmu Hubungan Internasional, tetapi cukup menguasai beberapa teori saja yang
relevan dengan permasalahn penelitiannya. Hal ini telah dikemukakan oleh Thomas Aquinas
pada abad ke-13 bahwa untuk memahami suatu permasalahan tidak diperlukan pengetahuan
terhadap semua teori atau konsep, cukup beberapa teori dan konsep yang relevan saja atau yang
biasa disebut sebagai policy-relevant theories.
Policy-relevant theories mempunyai makna eksplisit mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan nilai. Sebagai contoh adalah bagaimana mencegah perang dan mengawasi perlombaan
senjata. Dengan menggunakan teori tersebut maka nilai akan digunakan sebagai acuan dalam
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
15
pengambilan keputusan.
Teori normatif sangat berhubungan dengan nilai-nilai dan apa yang seharusnya terjadi, hal
tersebut berbeda dengan teori empiris. Teori normatif tidak memperdulikan benar atau salah suatu
preposisi.
Sehubungan dengan persoalan tersebut, Viotti dan Kauppi menawarkan alternative image
yang terdiri dari realisme, pluralisme, dan globalisme. Bahasan utama dari ketiga image itu
adalah menyangkut aktor/unit hubungan internasional berikut asumsinya. Pembahasan tentang
realisme menyoroti konsep power dan balance of power. Sedangkan pluralisme menekankan
pada proses pembuatan keputusan dan transnasionalisme. Globalisme menekankan pada konsep
dependensi dalam konteks kapitalis dunia.
Jadi dengan demikian, kedua ilmuwan itu image realisme sama dengan apa yang
dikemukakan kelompok tradisionalis, yaitu menekankan konsep power dan balance of power.
Untuk itu, uraian selanjutnya hanya akan memaparkan image pluralis dan globalis karena
perspektif realisme pada bab terdahulu dalam diktat ini telah dijelaskan.
1. Aspek-aspek Image Pluralisme
Dalam puralisme, state dan non-state actor adalah sama pentingnya. Individu juga
punya pengaruh dalam hubungan internasional dan berperan dalam membentuk dunia
damai/perang. State terbagai dalam komponen kecil (interest group) yang berkompetisi untuk
membentuk keputusan luar negeri. Karena state bukan aktor yang koheren dan banyak kelompok
kepentingan dimana decision making process dibuat oleh kelompok-kelompok itu. Yang paling
kuat membuat lobi keputusan itulah yang menang. Bargaining dimenangkan bukan karena
lobinya yang paling kuat dan bukan berarti yang terbaik. Misalnya Reagan adalah mantan
Gubernur California yang terkenal akan produksi buah-buahan. Mereka ini pula yang mendukung
Reagan menjadi presiden. Oleh karena itu, pada waktu Reagan berkunjung ke Jepang, ia
menekan Jepang untuk membuka pasarnya untuk AS yang banyak dari California.
Image pluralisme ini mendasarkan pada filsafat Jean Bodin , Hugo Grotius, Adam Smith,
John Locke, Emeri Cruse, dan Immanuel Kant. Menurut image pluralis, natinal interest dari
suatu negara akan lebih terjamin bila dilaksanakan melalui perdagangan. Mengingat semua teori
Ekonomi Politik Internasional pada dasarnya adalah teori pluralis.
Sebagaimana dikemukakan E. Cruse bahwa negara pada hakikatnya adalah individu yang
rasional, dan akan lebih makmur kalau berdagang. Kant hampir mirip pendapatnya dengan
Locke, yaitu manusia adalah rasional dan selalu ada goodwill dan mutual assistance antara
mereka. Sementara Grotius berpendapat bahwa dalam sistem yang inter-state akan terbentuk
international society yang berinteraksi melalui social tradition. Jadi tiap negara dalam
berinteraksi pasti dalam satu aturan.
Disisi lain ada kaitan erat antara pluralisme dan liberalisme. Liberalisme adalah dasar dari
pluralisme. Dengan kata lain liberalisme merupakan unsur utama dari pluralisme. Faham
pluralisme mengutamakan individu dan sekaligus sebagai level analisis yang pent
Jakarta 2015-2016
SAP I
PENGANTAR DAN PENJELASAN
SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)
A. PENGANTAR
Hubungan internasional merupakan suatu gejala (phenomenon) kehidupan sosial.
Karenanya dapat dipahami bila sebagian besar umat manusia dengan berbagai pertimbangan
dan kepentingannya, ingin mengetahui dan memahami gejala kehidupan itu lebih detail lagi,
baik sebagai obyek studi yang menghasilkan teori-teori yang bisa menjelaskan realitas
kehidupan manusia di lingkungan internasional maupun sebagai obyek kajian yang
menghasilkan kebijaksanaan berupa pedoman tingkah laku para negarawan dan warga
negaranya.
Dewasa ini, keingin-tahuan mereka tentang fenomena tersebut menunjukkan
kecenderungan yang semakin meningkat dalam arti kuantitatif maupun kualitatif. Semakin
banyaknya mereka yang hirau terhadap fenomena hubungan internasional, seperti
bertambahnya pemerhati masalah masalah internasional pada berbagai media massa dan kian
meningkatnya minat mahasiswa untuk menekuni program Studi Hubungan Internasional
adalah indikasi peningkatan kuantitatif. Sedangkan semakin bertambahnya penstudi
Hubungan Internasional yang giat untuk memikirkan kemajuan disiplin ilmu ini, terutama
dalam teoritisasi-merupakan bukti konkrit peningkatan kualitatif. Setidaknya mereka telah
memusatkan perhatian pada upaya menegakkan Ilmu Hubungan Internasional secara lebih
mantap sebagai suatu bidang studi yang mandiri. Memang harus diakui bahwa sampai
sekarang Studi Hubungan Internasional masih merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan
yang belum mempunyai rangka konsepsi yang tegas dan rangka teori yang sistematis serta
disiplin ini masih sangat tergantung pada cabang-cabang ilmu pengetahuan lain yang sudah
tersusun lebih baik. Hal ini bisa dipahami mengingat perkembangan studi ini relatif baru.
Perkembangan Studi Hubungan Internasional melalui tahapan yang sesuai dengan
pernyataan Thomas Kuhn bahwa perkembangan suatu disiplin ilmu tidak selalu terjadi
peningkatan yang terus menerus dalam derajat yang lama. Dalam suatu waktu tertentu
mungkin terjadi perkembangan yang pesat dengan perluasan atau penegasan scope obyek
studinya, pembentukan konsep-konsep, teori-teori baru atau bahkan pendalaman metode
keilmuannya; sedangkan pada saat yang lain hanya berupa konsolidasi dari
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai sebelumnya. Perwujudan tersebut di atas disebabkan
adanya paradigma yang pada suatu saat dianggap mampu oleh para penstudi Hubungan
Internasional untuk menghadapi berbagai fenomena, tetapi pada saat lain muncul berbagai
anomali yang bahkan sampai menyentuh asumsi dasar dari paradigma yang bersangkutan
sehingga menimbulkkan penolakan terhadap paradigma yang ada dan penerimaan terhadap
paradigma baru yang dianggap mampu untuk menghadapi berbagai anomali tersebut. Dari
latarbelakang itulah dapat dipahami bila dalam Studi Hubungan Internasional senantiasa
timbul permasalahan baik dalam kerangka ontologis maupun epistemologis yang hingga kini
bisa dikatakan belum terjawab secara komprehensip.
Berkaitan dengan hal di atas, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa usaha
untuk menelaah Studi Hubungan Internasional adalah sangat menarik dan perlu. Mengingat,
studi yang tumbuh subur semenjak meletusnya Perang Dunia I ini mempunyai jangkauan
yang kompleks --meliputi semua macam hubungan yang melampaui batas kenegaraan dan
merangkum hampir semua hajat hidup dan aspek kehidupan manusia-- sehingga menarik
perhatian penstudi Hubungan Internasional untuk terus mengkaji guna memperoleh
teori-teori yang dapat menjelaskan dan kalau perlu meramalkan fenomena internasional
secara memuaskan. Bahkan untuk mencapai hal tersebut, tidak sedikit ilmuwan Hubungan
Internasional seperti: Hans J. Morgenthau, Nicholas N. Spykman, Henry Kissinger, James N.
1
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
Rosenau, Joseph Frankel, Morton Kaplan, dan masih banyak yang lainnya, melakukan
perdebatan yang serius berdasarkan cara pandangnya masing-masing. Tujuan akhir dari
perdebatan itu pada dasarnya dalam rangka mempertegas pengertian dan ruang lingkup studi
ini serta dalam upaya memperoleh pendekatan dan teori-teori yang dapat menjelaskan secara
memuaskan dalam Studi Hubungan Internasional.
B. EVALUASI/PENILAIAN
KOMPONEN NILAI
TUGAS ABSTRAKSI MAKALAH
TUGAS PRESENTASI MAKALAH
UJIAN TENGAH SEMESTER
UJIAN AKHIR SEMESTER
JUMLAH NILAI AKHIR
PROSENTASE
15 %
15 %
30 %
40 %
100 %
C. METODE PEMBELAJARAN
PRESENTASI MATERI KULIAH
DISKUSI INTERAKTIF / STUDENT CENTERED LEARNING (SCL)
PENUGASAN BOOK REVIEW DAN MAKALAH
D. FORMAT MAKALAH
HALAMAN JUDUL
BAB I :PENDAHULUAN
Latarbelakang Masalah,
Rumusan Masalah,
Kerangka Pemikiran/Teori)
BAB II: PEMBAHASAN
Deskripsi Obyek
Analisa Obyek
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
2
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
1.
SAP II
PENGERTIAN, LINGKUP, AKAR, DAN MANFAAT
STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
A. PENGERTIAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
Hans J. Morgenthou dan Kenneth W. Thompson: “…the core of internatinonal relations
is international politics, and…the subject matter of international politics is struggle for
power among sovereign nations”.
George A. Lopes and Michael S. Stohl: International relations may be defined as a
human activity in which individuals or groups from one nation interact, officially or
unofficially, with individuals or groups from other nations. International relations
involve not only face to face or direct phisical contact, but also economic transactions,
the use of military force and diplomacy both public and private. The study of
International Relations then encompasses activities as diverse as war humanitarian
assistance, international trade, and investmen, tourism, and the olympic games.
(International Relations : Contemporary theory and practice)
Menurut Trygve Mathisen dalam bukunya “Methodology in the sudy of International
Relations” istilah Hubungan Internasional mempunyai beberapa arti yakni :
1. Suatu bidang spesialisasi yang meliputi aspek-aspek internasional dari beberapa
cabang ilmu pengetahuan;
2. Sejarah baru dari politik internasional;
3. Semua aspek internasional dari kehidupan sosial umat manusia, dalam arti semua
tingkah laku manusia yang terjadi atau berasal dari suatu negara dapat mempengaruhi
tingkah laku manusia di negara lain;
4. Suatu cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri (distinct discipline), bukan sub
cabang dari ilmu pengetahuan tertentu.
J.C. Johari : Hubungan internasional adalah studi tentang interaksi yang berlangsung
diantara negara-negara berdaulat, dan studi tentang pelaku-pelaku non-negara (non-state
actors) yang perilakunya memiliki impak terhadap tugas-tugas negara bangsa
(International Relations and Politics: Theoritical Perspective, New Delhi, 1985)
Charles Mc Clelland : Hubungan internasional adalah studi tentang semua bentuk
pertukaran, transaksi, hubungan, arus informasi, serta berbagai respon perilaku yang
muncul diantara dan antar masyarakat yang terorganisir secara terpisah, termasuk
komponen-komponennya.
Jadi berdasarkan ragam definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Hubungan Internasional
adalah fenomena sosial yang sekaligus sebagai “disiplin ilmu” atau bidang studi mencakup
aspek yang sangat luas dan kompleks; yaitu menyangkut semua aspek kehidupan sosial
umat manusia, dalam arti semua tingkah laku manusia yang melintasi batas-batas negara.
B.. RUANG LINGKUP STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
B.1 . HASIL KONFERENSI UNESCO DI PARIS PADA TAHUN 1948 :
1. Politik Luar Negeri
2. Politik Internasional
3. Organisasi Dan Administrasi Internasional
4. Hukum Internasional
3
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
B.2 ALIRAN ANGLO AMERICA :
1. Analisis Perbandingan Politik Luar Negeri
2. Hukum Internasional
3. Organisasi Internasional
4. Perbandingan Politik Dan Studi Kawasan
5. Studi-Studi Strategis
6. Komunikasi Internasional
7. Studi Perdamaian (Polemologi)
B.3. MENURUT KARL W. DEUTSCH dalam bukunya: ANALYSIS OF
INTERNATIONAL POLITICS (1978) ADA DUA BELAS ISU UTAMA YG JADI
FAKTOR-FAKTOR PENTING GUNA MENDALAMI RUANG LINGKUP
HUBUNGAN INTERNASIONAL, YAITU:
1. BANGSA DAN DUNIA
bagaimana dan dalam bentuk apa hubungan antar bangsa?
2. PROSES TRANSNASIONAL DAN INTERDEPENDENSI INTERNASIONAL
Bangsa-bangsa di dunia semakin berdaulat, semakin dependen terhadap
bangsa lain atau terjadi interdependensi?
3. PERANG DAN DAMAI
Apa yang menentukan perang dan damai dan mengapa itu terjadi?
4. KEKUATAN DAN KELEMAHAN
Bagaimana sifat kekuatan (power) atau kelemahan pemerintah atau bangsa
dalam politik internasional? Apa sumber-sumber, batas-batas kekuatan dan
kapan, bagaimana dan mengapa kekuatan itu berubah?
5. POLITIK INTERNASIONAL DAN MASYARAKAT INTERNASIONAL
Apa yang bersifat politik dalam hubungan internasional dan bagaimana
hubungan antara politik internasional dengan kehidupan bangsa-bangsa?
6. KEPENDUDUKAN VERSUS PANGAN, SUMBER DAYA ALAM DAN
LINGKUNGAN
Apakah jumlah penduduk dunia tumbuh lebih cepat daripada penyediaan
bahan makan, energi dan sumber alam dan daya dukung lingkungan?
7. KEMAKMURAN DAN KEMISKINAN
Beberapa besar ketimpangan distribusi kekayaan dan penghasilan diantara
bangsa-bangsa di dunia?
8. KEBEBASAN DAN PENINDASAN
Sebarapa jauh kepedulian bangsa-bangsa tentang kebebasan mereka dari
bangsa lain dan kepedulian mereka di dalam negara sendiri?
9. PERSEPSI DAN ILUSI
Bagaimana para pemimpin dan warga suatu negara memandang bangsa
mereka sendiri, dan bagaimana mereka memandang bangsa-bangsa lain dan
perilaku mereka?
10. AKTIVITAS DAN APATI
Lapisan dan kelompok mana dalam masyarakat yang berminat aktif terhadap
politik dan masalaha internasional?
11. REVOLUSI DAN STABILITAS
Dalam kondisi apa kemungkinan suatu pemerintah digulingkan dan berapa
lama waktu yang diperlukan untuk menciptakan stabilitas politik?
12. IDENTITAS DAN TRASNFORMASI
Dengan berlangsungnya semua perubahan ini, bagaimana mereka (individu,
4
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
kelompok dan bangsa) mempertahankan identitas mereka?
C. DISIPLIN ILMU YANG MENJADI AKAR STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
Yang dimaksud “akar” studi Hubungan Internasional adalah ilmu-ilmu yang telah ikut
menyumbangkan perkembangan studi Hubungan Internasional. Menurut Suwardi
Wiraatmadja paling sedikit ada delapan macam disiplin yang telah memberikan
kontribusi terhadap perkembangan/kemajuan studi Hubungan Internasional, yaitu:
1. Hukum Internasional
2. Sejarah Diplomasi
3. Ilmu Kemiliteran
4. Politik Internasional
5. Organisasi Internasional
6. Perdagangan Internasional
7. Praktik Hubungan Luar Negeri( Conduct of Foreign Policy)
D. MANFAAT BELAJAR ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL:
1. Mengenal kedudukan Indonesia di kawasan Asia-Pasifik.
Dari letak serta bangunan negara kita, dapat kita ketahui secara geopolitik atau
ilmu bumi politik, posisi silang tanah air di antara dua samudra dan dua benua.
Cara pandang seperti dikenal sebagai Wawasan Nusantara. Dengan wawasan ini
kita memahami arti dari pengaruh-pengaruh luar negeri yang menyentuh
kepentingan nasional bangsa kita.
2. Mengenal peranan Indonesia di dalam ASEAN , dan dapat juga diketahui kedudukan
dan peranan Indonesia di kalangan bangsa Asia-Afrika khususnya dan GNB pada
umumnya.
3. Ilmu Hubungan Internasional kita membantu kita memahami makna dari
perkembangan regional dan internasional yang ada dampak terhadap usaha-usaha
pembangunan nasional. Contoh :
Dampak politik adalah situasi krisis di Kamboja
Dampak ekonomi adalah jatuhnya harga minyak OPEC terhadap
penerimaan/pemasukan negara kita
Dampak sosial budaya misalnya pengaruh siaran berita luar negeri terhadap
kelompok-kelompok masyarakat di seluruh pelosok tanah air.
Dampak kemajuan kecanggihan sistem dan alat pertahanan keamanan ialah
misalnya lalu lintas kapal perang yang melewati Selat Malaka
Dampak kemajuan ilmu dan pengetahuan , misalnya penemuan-penemuan
baru di bidang kedokteran dan teknologi.
E. BUKU ACUAN SAP II
Mochtar Masoed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, LP3ES,
Jakarta, 1990
Umar Suryadi Bakry, Pengantar Hubungan Internasional, JUP, Jakarta, 1999
Suwardi Wiraaatmaja, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Pustaka Tinta,
Bandung.
5
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
SAP II
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DI INDONSIA
A. AWAL PERTUMBUHAN STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
Sebagai bidang ilmu yang berdiri sendiri, Ilmu Hubungan Internasional sudah
dikenal dan diakui sejak akhir Perang Dunia I tahun 1919. Ketika itu beberapa kalangan di
Eropa memikirkan perlunya telaah secara sistematis agar bangsa-bangsa yang telah
berperang satu sama lain belajar bersama menciptakan tertib dunia yang bebas dari
peperangan. Karena itu, Ilmu Hubungan Internasional dapat juga disebut sebagai anak
kandung dari Ilmu Hukum Internasional yang sejak abad ke-17 mengikhtiarkan hal yang
sama, yaitu dunia yang bebas dan damai berkat kapatuhan bangsa-bangsa pada kaidah
hukum internasional.
Kajian Ilmu Hubungan Internasional selama pra PD I hingga usai (1917 – 1919)
berorientasi pada analisa:
Perjanjian hukum internasional
Prinsip-prinsip hukum internasional.
Hal ini karena para teoritisi HI maupun para negarawan sangat dipengaruhi oleh kebutuhan
normatif yang terjadi pada saat itu, yakni dunia penuh peperangan dan instabilitas dunia.
Dengan pendekatan normatif/idealis/yuridis formal tersebut mereka berharap:
1. Perang dapat dicegah
2. Konfllik dapat diselesaikan secara damai
3. Tercipta perdamaian dunia;
melalui peranan lembaga-lembaga internasional seperti :
1. mahkamah internasional
2. collective security
3. pembuatan aturan main (rule of the game).
Asumsi dasarnya adalah :
1. Pada hakikatnya manusia itu baik dan cenderung mengejar kesejahteraan
bersama;
2. Perang bukanlah sesuatu yang tidak dapat dihindari
3. Keselarasan hubungan antar-bangsa dapat dicapai dengan kepatuhan terhadap
peraturan-peraturan/hukum yang berlaku.
Tugas para teoritisi HI ketika itu yang dominan adalah :
1. Melaporkan masalah aktual yang sedang berkembang,
2. Mengemukakan berbagai cara pemeliharaan perdamaian.
Pada umumnya para teoritisi HI tersebut bertumpu pada studi/pengajaran seperti :
Sejarah diplomasi
Hukum Internasional
Orgnisasi Internasional
Filsafat Politik, dll.
Ilmu Hubungan Internasional kemudian berkembang pesat setelah Perang Dunia II dan
berdirinya PBB, melanjutkan ikhtiar mencari cara-cara agar bangsa-bangsa di dunia hidup
berdampingan secara damai.
6
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
B. EMBRIO JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL DI INDONESIA
Akademi Ilmu Politik yang didirikan pada tahun 1948 merupakan cikal bakal tempat
lahirnya Ilmu Hubungan Internasional. Pada tahun 1949, Akademi Ilmu Politik
bersama-sama dengan beberapa akademi dan fakultas lain dilebur menjadi Universitas
Gadjah Mada, universitas negeri yang pertama di Indonesia.
Universitas Gadjah Mada yang pada mulanya terdiri dart e nam fakultas, sa'tu di
antaranya adalah fakultas hukum. Pada tahun 1950, fakultas hukum diubah menjadi fakultas
hukum dan ilmu sosial politik. Dua tahun kemudian, fakultas tersebut ditambah dengan
bagian baru, yakni bagian ekonomi, sehingga namanya menjadi menjadi fakultas hukum,
ekonomi dan sosial politik. Baru pada tahun 1955, bagian ilmu sosial politik dilepas menjadi
fakultas tersendiri dengan nama Fakultas Sosial Politik.
Pada mulanya, di tahun 1957, fakultas ini mengembangkan lima jurusan, yaitu
jurusan Administrasi Negara, jurusan Hubungan internasional, jurusan Publisistik, jurusan
Sosiologi, jurusan Sosiatri. Namun pada tahun akademik 1964/1965 dibuka jurusan
Pemerintahan sehingga fakultas sosial politik tersebut mempunyai enam jurusan.
Berdirinya Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta ini
kemudian disusul oleh Perguruan Tinggi yang lain, negeri maupun swasta. Beberapa
Perguruan Tinggi Negeri yang mengembangkan Ilmu Hubungan Internasional antara lain
Universitas Indonesia, Jakarta; Universitas Hasanudin,Ujung Pandang; Universitas
Padjadjaran,Bandung; Universitas Jember, Universitas Riau, Pekan Baru, Universitas
Airlangga, Surabaya. Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta yang mengembangkan Ilmu
Hubungan Internasional jumlahnya tidak kurang banyaknya dengan Perguruan Tinggi
Negeri, seperti Universitas Nasional, Jakarta; Universitas Parahiyangan , Bandung;
Universitas Jayabaya, Jakarta; Akademi Hubungan internasional, Jakarta (sekarang diganti
STYAGAMA), Universitas Kresten, Jakarta, Universitas Budi Luhur, Jakarta; Institut Ilmu
Sosial dan Politik, Jakarta; Universitas Jombang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Universitas Veteran Jakarta dan Yogyakarta, Universitas Paramadina,Jakarta; Universitas
Pasundan, Bandung, Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta, dan lainnya.
Untuk mengetahui sampai seberapa jauh Ilmu Hubungan Internasional tumbuh dan
berkembang di Indonesia, dapat ditinjau dari beberapa segi, antara lain segi tenaga ahli,
kurikulum dan pengajaran, publikasi dan riset.
C. TENAGA AHLI
Untuk tenaga ahli bagaimanapun juga harus diakui bahwa jumlah dan kualitas pakar
Ilmu Hubungan Internasional di Indonesia sangat menentukan perkembangan ilmu tersebut.
Jika jumlah pakar cukup banyak dengan kualitas yang memadai maka ada harapan bahwa
ilmu hubungan inter nasional akan berkembang lebih sernpurna, begitu pula sebaliknya.Yang
dimaksud kualitas disini meliputi tingkat pendidikan, penelitian dan karya ilmiah yang
dihasilkannya. Disamping itu, kualitas mengajar juga termasuk diperhitungkan.
Menurut Harsya W. Bachtiar dalam tulisannya yang bertajuk Directory of Social
Scientists in Indonesia (Leknas, 1974) di Indonesia pada tahun 1974, yang menyandang
gelar Ph.D. di bidang Ilmu Hubungan Internasional hanya empat orang. Dua orang
mendapat gelar dari Amerika, satu orang dari Belanda dan satu orang lagi dari India. Seorang
dari mereka bekerja pada dinas luar negeri, satu orang di Lembaga Riset Kebudayaan
Nasional (di bawah LIPI), satu orang lagi bergerak pada organisasi gereja dan yang seorang
lagi mengajar di Universitas Indonesia. Kemudian pada tahun 1990 yang berhasil mendapat
gelar Ph.D. di bidang Ilmu Hubungan Internasional hanya tujuh orang saja.(17,5% dari
jumlah Ph.D. bidang ilmu politik seluruhnya). Dari ke tujuh orang tersebut, dua orang
mengajar di Universitas Gadjah Mada, dua orang mengajar di Universitas Indonesia, dan tiga
orang sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
D. KURIKULUM
Dipihak lain, masalah kurikulum dan pengajaran menjadi sorotan tajam. Seperti
halnya ilmu politik, perkembangan Ilmu Hubungan Internasionalpun juga dipengaruhi oleh
7
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
ilmu hukum dan sejarah. Hal ini nampak sekali dalam kurikulum yang diajarkan di
Universitas Gadjah Mada (sebagai universitas yang mempunyai jurusan Ilmu Hubungan
Internasional tertua di Indonesia dan berpengaruh pada universitas-universitas yang lain).
Dalam kurikulum Universitas Gadjah Mada terdapat empat mata kuliah sejarah diplomasi
dan dua buah mata kuliah hukum, yakni Sejarah Diplomasi Timur Jauh, Sejarah Diplomasi
Timur Tengah, Sejarah Diplomasi Indonesia, Sejarah diplomasi Eropa, Hukum
Internasional, dan Hukum Perdata Internasional.
Berbeda dengan universitas-universitas yang lain, Universitas Indonesia mempunyai
warna yang berbeda dari Universitas Gadjah Mada. Meskipun pada awalnya Ilmu Hubungan
Internasional hanya merupakan program studi, namun sejak awal kurikulumnya sudah
banyak menekankan pada “Sistem Politik” daripada “Sejarah Diplomasi”. Di Universitas
Indonesia mempunyai empat mata kuliah sistem politik, dan tidak mempunyai mata kuliah
(tidak membahas secara khusus) sejarah diplomasi, karena sudah tercakup dalam mata kuliah
politik internasional. Adapun mata kuliah sistem politik ter. sebut adalah - sistem politik
negara-negara Barat - sistem politik Malaysia dan Singapura - sistem politik Filipina dan
Muangthai - sistem politik Asia Timur. Sedangkan Universitas Gadjah Mada hanya
mempunyai dua mata kuliah sistem politik, yaitu Politik dan Pemerintahan Amerika Serikat;
dan Politik dan Pemerintahan Uni Soviet. Namun karena sekarang UniSoviet sudah runtuh,
matakuliah ini telah dihapus. Akan tetapi sejalan dengan berkembangnya Ilmu Hubungan
Internasional, maka secara berangsur-angsur pula kurikulum di Universitas Gadjah Mada
diganti dengan mata kuliah-mata kuliah yang lebih bersifat politik internasional. Berbagai
mazhab pemikiran dipelajari dalam mata kuliah Teori Politik Internasional, Teori Hubungan
internasional, Organisasi dan Administrasi Internasional. Perkembangan Ilmu Hubungan
Internasional juga dipelajari di Universitas Indonesia dengan nama matakuliah yang sama.
Perkembangan mazhab-mazhab tersebut kemudian lebih diperdalam dalam
matakuliah Analisa Hubungan internasional, Masalah Negara Berkembang, Studi Wilayah,
Strategi Pembangunan Sosial Ekonomi, Praktek Politik Internasional. Jadi dapat disimpulkan
bahwa pada mulanya ilmu hubungan interhasional yang berkerr:bang di Universitas Gadjah
Mada cenderung pada pendekatan-pendekatan klasik (penekanan pada hukum dan sejarah)
kemudian berkembang pada pendekatan realistik dengan salah satu buku pedomannya adalah
Politics Among Nations, yang membahas tentang konsep-konsep power yang dihubungkan
dengan national interest, national power, perhitungan-perhitungan strategis dan lain-lain.
Buku pedoman yang digunakan untuk membahas masalah tersebut antara lain Politics
Among Nations, (Hans Morgenthou); International Politics A Framework for Analysis, (K.J.
Holsti); The Analysis for International Relations, (Karl Deutsch); Contending theories of
International Relations: A Compre hensive Survey, (James E Dougherty & Robert L.
Pfaltzgraff,,Jr). Kemudian dari faham behavioralisme seperti David Easton, Gabriel Almond,
Harold Lasswell sampai dengan Morton Kaplan juga disebut sebagai bahan kuliah di jurusan
Ilmu Hubungan Internasional..
E. PUBLIKASI DAN RISET
Persoalan publikasi dan riset juga tak kalah pentingnya untuk diamati. Dalam hal ini
bahan-bahan riset Ilmu Hubungan Internasional sangat terbatas. Lembaga yang bisa dicatat
sebagai penyedia bahan-bahan riset dan yang sering mengadakan riset adalah Centre for
Strategic and International Studies (CSIS) dan LIPI. Tetapi bagaimanapun juga, untuk studi
leteratur, bahan-bahan yang tersedia di kedua lembaga tersebut masih kurang memadai jika
dibandingkan dengan obyek penelitiannya. Langkanya penelitian di bidang Ilmu Hubungan
Internasional ini juga dikarenakan oleh masalah dana dan kemauan si peneliti itu sendiri (di
samping juga tergantung situasi, kondisi dan lingkungan). Tahun 1977-1981, tidak ada
satupun penelitian yang dilakukan , dan sebelum itu, hanya ada satu penelitian yang
dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada, yaitu tentang sejarah diplomasi Indonesia.
Sebaliknya, mengenai publikasi Ilmu Hubungan Internasional dari waktu kewaktu
meningkat pesat. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah peredaran surat
8
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
kabar dan buku-buku/textbook (termasuk buku-buku terjemahan). Pada tahun 1960 an,
Universitas Gadjah Mada telah menghasilkan karya tulis, seperti Middle East Dilemma
(Ismail Gani), Politik Luar Negeri (Syaifullah Mahyudin), kemudian pada tahun 1970-an ,
Indonesian Foreign Policy: Its contiunity and Change (Ichlasul Amal) dan disusul oleh
dosen muda yang lain seperti Mohtar Mas'oed dan Amien Rais. Selain menulis buku, mereka
juga aktif menulis artikel di surat kabar maupun jurnal ilmiah.
Di Universitas Indonesia,
perkembangan publikasi Ilmu Hubungan Internasionalnya juga tumbuh dengan subur,
terutama tulisan Juwono Sudarsono yang menghiasi berbagai Jurnal dalam negeri maupun
asing. Pada Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Indonesia bekerjasama
dengan Gramedia telah menerbitkan Jurnal Politik Internasional yaitu GLOBAL.
Disamping Perguruan Tinggi, perkembangan ilmu hubungan unternasional juga
tumbuh di kalangan ABRI, khususnya di SESKOAD. Walaupun mereka masih fanatik
dengan mazhab klasik/tradisional, akan tetapi juga mempelajari-perhitungan matematika
untuk menghitung power.
F. PENUTUP
Itulah tinjauan historis Studi Hubungan Internasional di Indonesia, yang hingga kini
harus dikembangkan terus. Mengingat Ilmu Hubungan Internasional sebagai salah satu
bagian dari ilmu politik, dewasa ini makin perlu untuk dipahami secara lebih intens.
Perkembangan dunia internasional yang makin cepat disertai dengan perubahan konstelasi
politik domestik maupun internasional semakin mengusik para pengkaji Ilmu Hubungan
Internasional untuk meninjau kembali segala teori dan analisa yang sudah dihasilkan oleh
para teoritisi dan analis Ilmu Hubungan Internasional. Begitu juga yang terjadi di Indonesia,
sebagai salah satu anggota masyarakat internasional, Indonesia tidak luput dari segala
dampak yang ditimbulkan dari perubahan tersebut. Terlebih dalam era krisis multi dimensi
seperti sekarang ini, dimana modal dan bantuan asing sangat diperlukan untuk membantu
menunjang kelancaran pembangunan nasional. Begitu juga kehidupan ekspor-impor,
teknologi dan aspek kehidupan yang lain menjadi terganggu pula bila tidak segera diantisipai
perubahan internasional itu.
Terlepas dari kepentingan nasional vital Indonesia sendiri, perubahan konstelasi
ekonomi dan politik internsional dewasa ini juga perlu diamati secara sekssama. Hal ini demi
kepentingan manusia semua, yaitu kepentingan manusia yang.bersifat universal seperti
penghargaan terhadap Hak Azasi Manusia, kepentingan untuk menciptakan/memelihara
perdamaian, atau minimal bisa menekan konflik sampai dengan tingkat yang paling rendah.
Tidak ada salahnya bila tujuan-tujuan yang idealis ini perlu dijaga dalam masa kehidupan
politik internasional yang cukup realistis ini. Hal ini bukan masalah yang sederhana, karena
melibatkan interaksi antar-bangsa dengan berbagai macam kepentingan nasional yang
melekat dalam setiap.tindakan mereka. Kalau tidak ada peraturan yang baik disertai dengan
pelaksanaannya yang konsekuen, tentu akan terjadi benturan-benturan yang akan
menyalakan konflik-konflik. Dan tidak mustahil konflik tersebut akan berkembang menjadi
perang terbuka dengan segala persenjataan yang canggih. Untuk itulah Ilmu Hubungan
Internasional perlu dipelajari dan dikembangkan dengan seksama.
G. BUKU ACUAN SAP III
1. Alfian, Ilmu Politik di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1980.
2. Miriam Budiardjo dan Maswadi Rauf, Perkembangan Ilmu Politik di Indonesia,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
3. Suwardi Wiraaatmaja, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Pustaka Tinta,
Bandung.
9
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
2.
10
SAP III
PERKEMBANGAN PENDEKATAN (MAZHAB) DAN ALIRAN
PEMIKIRAN STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
A. PASCA PERANG DUNIA I
Sebagai bidang ilmu yang berdiri sendiri, Ilmu Hubungan Internasional baru dikenal
setelah Perang Dunia I. Sebelum itu, Ilmu Hubungan Internasional dipelajari dalam bidang studi
sejarah. Banyak tulisan kuno mengenai hubungan internasional yang ditulis pada pada abad
keempat SM, seperti tulisan Mencius dari Cina, Kautilya dari India ataupun Niccolo Machiavelli.
Kemudian pada abad 18 dan 19, di Eropa muncul tulisan sejarah tentang catatan diplomasi,
strategi militer dan pelaksanaan hukum internasional, yang kesemuanya ini merupakan bahasan
Ilmu Hubungan Internasional. Baru pada akhir abad ke 19 atau awal abad ke 20, di Amerika
muncul bidang Studi Hubungan Internasional sebagai salah satu mata kuliah yang diajarkan
dalam kurikulum universitas.
Sebelum Perang Dunia I, kajian tentang hubungan internasional masih berorientasi pada
analisis perjanjian dan prinsip-prinsip hukum internasional. Hal ini berlanjut sampai dengan usai
Perang Dunia I, dimana kebutuhan yang bersifat normatif sangat mempengaruhi para teoritisi
Hubungan internasional. Mereka berharap bahwa dengan pendekatan yuridis formal, perang akan
dapat dicegah, konflik dapat diselesaikan secara damai. Dengan demikian stabilitas akan dapat
dibentuk lewat peranan lembaga-lembaga internasional, seperti mahkamah dunia yang
mempunyai kekuasaan untuk melakukan pemaksaan terhadap pelaksanaan keputusan yang
dibuatnya, disamping itu metode Collective Security juga berkembang pada saat itu, kemudian
lahir pula hak penentuan nasib sendiri yang dipelopori oleh presiden Amerika Serikat, Woodrow
Wilson. Hak tersebut harus dihormati dan dipati oleh negara-negara beradab yang terikat pada
kesepakatan hukum. Berikut ini adalah pandangan idealis dari presiden Woodrow Wilson ketika
meminta Konggres Amerika Serikat untuk membuat deklarasi perang terhadap Jerman pada
tahun 1917 :
“Kita tidak mengejar tujuan-tujuan picik untuk diri sendiri. Tetapi kita adalah pelopor perjuangan
hak-hak azasi umat manusia...Kita akan memperjuang kan hal-hal yang berada paling dekat
dengan hati kita, yaitu untuk demokrasi, untuk hak mereka yang menginginkan bersuara dalam
pemerintahan sendiri, untuk hak-hak dan kemerdekaan bagi bangsa-bangsa kecil, untuk suatu
dominion universal kebenaran dengan.jalan menggabungkan kekuatan bangsa-bangsa merdeka
dalam rangka mencapai perdamaian dan keselamat an bagi seluruh bangsa dan membuat dunia
itu sendiri akhirnya bebas merdeka” (M. Amin Rais 1989:92)
B. MENJELANG PERANG DUNIA II
Namun ternyata pendekatan yuridis formal ini tidak mampu mengatasi krisis yang
diakibatkan pecahnya Perang Dunia I. Semenjak itu muncullah asumsi baru yang menyatakan
bahwa kehidupan manusia (baik sebagai individu maupun kelompok) selalu dipengaruhi oleh
kaidah-kaidah yang bukan idealistic, melainkan realistik. Lebih jauh lagi mereka mengatakan
bahwa hubungan antar bangsa banyak diwarnai dengan perebutan kekuasaan, pengaruh dan
hegemoni. Asumsi baru ini bukan berarti menghilangkan model pendekatan lama, bahkan
diusulkan pendekatan lama tersebut lebih diterapkan secara serius. Asumsi baru yang kemudian
dikenal sebagai pendekatan realis ini lebih mengkaji pada faktor sosial, politik, dan ekonomi
yang melatar belakangi kaidah hukum yang tertuang dalam perjanjian internasional Menutut
pendekatan ini, dibalik setiap rumusan hukum antar negara/antar bangsa selalu ada yang 'lebih
unggul' dalam kenyataan sosial, politik dan ekonominya, meskipun mereka berkedudukan 'sama'
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
11
dimata hukum. Untuk membuktikan hal itu, Juwono Sudarsono menunjuk buku karangan Edward
Hallett Carr yang berjudul The Twenty Years' Crisis: 1919- 1939. Buku ini mengatakan bahwa
dalam masa 20 tahun telah terjadi krisis dalam sistim internasional. Krisis ini diakhiri dengan
pecahnya Perang Dunia II pada bulan September 1939. Menurut Carr, pecahnya Perang Dunia II
ini disebabkan oleh 'status quo' yang dimenangkan negara-negara Sekutu pada akhir Perang
Dunia I tidak mampu menampung perasaan yang melanda negara- negara yang kalah perang
dalam Perang Dunia I, sehingga negara-negara yang menang perang merasa perlu
mempertahankan keunggulannya yang tercermin dalam perjanjian Versailles yang mengatur
sistem internasional menurut kacamata si pemenang.
Hal yang sama diceritakan pula oleh Holsti dalam-bukunya International Politics: A
Framework for Analysis.. Ia mengatakan bahwa pada saat itu para pengamat Hubungan
internasional mulai sadar bahwa keamanan dan ekspansi, proses perdagangan dan diplomasi,
serta sarana politik luar negeri lain seperti propaganda dan subversi mempunyai nilai yang
bobotnya sama dengan perjanjian dan organisasi internasi ona1. Para pengamat kemudian
mengadakan studi perbandingan yang lebih sistmatis tentang nasionalisme, pengaruh geografi
terhadap politik luar negeri, pengaruh power terhadap kehidupan bangsa. Satu hal yang penting,
yang membedakan pendekatan lama dan baru ini adalah bahwa pendekatan baru pembahasannya
selain digunalan untuk menjelaskan fakta juga digunakan untuk melukiskan beberapa generalisasi
atau teori mengenai politik internasional. Jadi dalam masa krisis tersebut, atau pada masa
menjelang, Perang Dunia II, terdapat tiga alur dalam Studi Hubungan Internasional.
Alur pertama, Studi Hubungan Internasional yang dipelajari melalui penelaahan
kejadian-kejadian utama (dalam surat kabar). Dari sini dicoba untuk membuat pola umum dari
kejadian-kejadian tersebut. Asumsi dari alur ini adalah bahwa konflik dapat dihindari jika
peristiwa-peristiwa penting tersebut selalu diikuti dengan seksama.
Alur kedua, mempelajari hubungan internasional dengan melalui organisasi internasional.
Asumsinya adalah bahwa konflik bisa diselesaikan jika diciptakan aturan main atau tertib hukum
yang didukung oleh perangkat organisasi, seperti Liga Bangsa-Bangsa.
Alur yang ketiga mendasarkan pada pemikiran Marxis-Leninis, yaitu menggunakan
variabel ekonomi untuk menjelaskan terjadinya konflik Menurutnya yang mendorong Amerika
Serikat terlibat dalam Perang Dunia I adalah kepentingan para usahawan dan investor.
Adapun para pengamat yang menganut pendekatan realisme ini antara lain Frederick
Schuman, Lewis J. Richarson, Quincy Wright, Harold Lasswell. Kemudian pada masa sesudah
Perang Dunia II dilanjutkan oleh Hans J Morgenthau, Nicholas Spykman, George .F Kennan,
dan sebagainya
C. SESUDAH PERANG DUNIA II
Setelah Perang Dunia II, studi hubungan internasinal mengalami perubahan yang penting.
Munculnya perang dingin Amerika Serikat-Uni Soviet, meletusnya konflik konflik regional
seperti di Timur Tengah, Asia Timur serta munculnya negara-negara baru di Asia dan Afri'ka ,
ditambah dengan perlombaan persenjataan, semua itu memaksa para pembuat keputusan untuk
meninjau keputusan keputusannya. Peristiwa tersebut juga mendesak para teoritisi hubungan
internasional untuk berusaha menciptakan teori yang dapat menjelaskan gejala-gejala
internasional yang sedang berlangsung.
Salah satu tokoh realis yang sangat terkenal adalah Hans J. Morgenthau, dengan bukunya
yang berjudul Politics Among Nations; The Struggle for Power and Peace (1948). Sampai
sekarang buku ini masih tetap berpengaruh. Begitu kuatnya arus realisme pada saat itu
mengakibatkan pendekatan lama merosot kepopulerannya. Morgenthau menolak paham lama
(idealis) yang mengatakan bahwa keselarasan hubungan antar-bangsa dapat dicapai dengan
kepatuhan terhadap peraturan-peraturan/hukum-hukum yang berlaku. Senada dengan
Morgenthau, George F Kennan juga menolak faham idealis. Karena jika politik harus mengikuti
moral yang luhur dan prinsip-prinsip hukum, maka tidak akan membawa hasil yang cepat dan
memuaskan , seperti yang dikatakannya sebagai berikut:
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
12
“Prinsip-prinsip moral berada dalam hati seorang individu di dalam membentuk perilakunya,
apakah dia sebagai warga negara atau pejabat pemerintah... Akan tetapi bi la tingkah laku
individu tersebut melewati mesin organisasi politik dan lebur dengan tingkah laku jutaan in
dividu lainnya untuk mencari penyaluran pada tindakantindakan pemerintah, maka tingkah
laku itu mengalami suatu perubahan yang menyeluruh, dan konsep-konsep moral yang sama
menjadi tidak lagi relevan. Suatu Pemerintah adalah agen, bukan seorang pemimpin; seperti
agen-agen yang lain, pemerintah tidak akan berusaha menjadi kesadaran dari pemimpinnya”
(M. Amin Rais. 1989:92)
Selanjutnya Morgenthau menyatakan juga bahwa dalam hubungan antar-bangsa,
masing-masing bangsa mendasarkan perilaku pada power/kekuatan, seperti ia kemukakan
sebagai berikut:
“Politik internasional, seperti.halnya semua politik, adalah perjuangan memperoleh kekuasaan.
Apapun tujuan akhir dari politik internasional, tujuan menengahnya adalah kekuasaan.
Negarawan-negarawan dan bangsa-bang sa mungkin mengejar tujuan akhir berupa kebebasan,
keamanan,kemakmuran atau kekuasaan itu sendiri. Mereka mungkin mendefinisikan
tujuan-tujuan mereka itu dalam pengertian tujuan yang religius, filosofis, ekonomis atau sosial.
Mereka mungkin berharap bahwa tujuan ini akan terwujud melalui dinamika dalam tujuan itu
sendiri, melalui takdir Tuhan, atau melalui perkembangan alamiah urusan kemanusiaan. Tetapi
begitu mereka melaksanakan tujuan-tujuan mereka dengan menggunakan politik internasional,
mereka melakukannya dengan berupaya memperoleh kekuasaan (M. Amin Rais. 1989:92)
Pemikiran Morgenthau ini kemudian disebut-sebut sebagai grand theory.
Kalau teoritisi sebelumnya hanya bertugas melaporkan masalah yang sedang
berlangsung, atau mengemukakan berbagai cara pemeliharaan perdamaian, maka Morgenthau
menunjukkan bahwa data politik internasional bisa dipadukan dalam model power politics. Hasil
pemikiran Morgenthau antara lain menunjukkan bahwa:
1) bidang Studi Hubungan Internasional harus menyederhanakan fakta ke dalam generalisasi
yang spesifik;
2) hubungan internasional pada hakekatnya menunjuk kan pola perilaku yang selalu
berulang;
3) pokok bahasan (core subjects) dikaji untuk menelusuri sumber perilaku negara dalam
mendapatkan power serta menetapkan pola hubungan tertentu seperti balance of power.
Disamping pemikir seperti tersebut di atas, pada saat itu berkembang pula
kelompok-kelompok pemikir yang lain. Dengan kata lain, fenomena internasional yang muncul
setelah Perang Dunia II telah menimbulkan perbedaan pokok dalam hal masalah yang dikaji,
metode analisis, dan tujuan penelitian.
K.J. Holsti mengidentifikasikan kelompok lain tersebut sebagai berikut. Pertama,
kelompok analisis tradisional yang terdiri dari para sarjana yang berorientasi deskriptif serta
melakukan analisis politik dan lembaga internasional seperti berbagai bentuk politik luar ne geri,
masalah internasional tertentu, serta lembaga lembaga internasional. Tujuan pengkajian mereka
pada dasarnya adalah melaporkan dan menganalisis berbagai masalah internasional yang sedang
berlangsung dan memperkirakan sumber masalah dan berbagai kebijaksaan alternatif untuk
menanggulangi masalah bagi negara-negara tertentu atau bagi organisasi-organisasi internasional.
Kedua, kelompok ahli strategi yaitu kajian mereka adalah pemahaman tentang the logic
of deterrence dalam era nuklir, menganalisa pengaruh dari sistem senjata modern pada
deterrence, dan mengembangkan strategi untuk memaksimalkan keamanan nasional dan
meminimalkan kemungkinan terjadi perang nuklir. Metodenya tersusun dan bermula dari analisis
logika sampai dengan analisis alternatif kebijaksanaan yang diperoleh dari war games dan games
theory. Walaupun hasil kerja mereka sangat analistis, namun mempunyai pengaruh yang sangat
besar. Dalam masalah tertentu, kajian mereka menjadi dasar strategi militer karena mampu
merasionalkan keputusan-ke putusan yang dibuat oleh para pemimpin militer, dan juga mampu
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
13
mengkritik keputusan-keputusan tersebut.
Ketiga adalah kelompok Middle-Range Theory dimana kajian kelompok ini bersifat
problem oriented dengan meneliti secara seksama mengenai berbagai gejala spesifik, seperti
bagaimana keputusan luar negeri itu ditetapkan, bagaimana ideologi mempengaruhi persepsie
para pembuat keputusan, dan sebagainya. Beberapa pengkaji dari kelompok ini membuktikan
bahwa maksud utama analisis ilmiah tidak hanya menjelaskan masalah tetapi mampu membuat
ramalan. Menurut mereka, ramalan dapat dipercaya jika variabel utama yang mempengaruhi
perilaku politik telah diidentifikasi, dan hubungan antar variabel lainnya telah ditetapkan. Banyak
yang menyatakan pula bahwa model kajian seperti ini disebut juga faham behavioralisme dan
saintifik yang menganggap bahwa ilmu politik bersifat value free. Faham ini mendefinisikan
politik sebagai what the behavior of human illu strates to be. Lebih lanjut, politik didefinisikan
berdasarkan perilaku yang dapat diamati dan bukan berdasarkan konsep yang abstrak. Kemudian
dari pengamatan tersebut dibuat generalisasi yang dapat diuji terus menerus.
Keempat adalah kelompok Peace-Research dimana kelompok ini memadukan ciri-ciri
analisis tradisional dengan penelitian empirik, yaitu masalah perang dan perdamaian. Tujuan
penelitian bersifat normatif, sedangkan teknik yang dipergunakan bersifat ilmiah dan sistematis.
Beberapa karya mereka banyak membantu pemahaman masalah-masalah tertentu, seperti
berbagai proses yang mengarah pada terjadinya perang, eskalasi kekerasan, hubungan antara sifat
kepribadian dengan gejala fanatisme, prasangka dan kerusuhan sosial , dan sebagainya. Faham
ini juga sering disebut sebagai faham pasca-behavioralisme.
Dewasa ini perkembangan hubungan internasional dirasakan semakin kompleks dengan
timbulnya berbagai gejala baru yang diakibatkan oleh perubahan konstelasi politik internasional.
Seiring dengan tumbuhnya demokratisasi den liberalisasi pemikiran sekarang ini, konsep
negara-bangsa bukan lagi merupakan konsep yang monolit, karena di dalam hubungan
internasional sekarang ini telah tumbuh aktor-aktor utama lain yang menuntut dilibatkan dalam
hubungan internasional, seperti kelompok-kelompok kepentingan atau Lembaga Swadaya
Masyarakat.
Sementara itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang
komunikasi telah pula memperumit hubungan internasional. Hubungan antar-individu dengan
negara lain akan membawa dampak yang mungkin tidak diperhitungkan, atau dengan kata lain
akan menimbulkan hubungan yang rawan konflik. Dan hal ini menjadi persoalan dalam teori
hubungan internasional, dalam arti sampai dimana kemampuan teoritis dapat meramalkan dan
mencegah timbulnya konflik.
Secara ekstrim memang kita bisa mengatakan bahwa sekarang ini tengah terjadi
kevakuman dalam proses teoritisasi hubungan internasional. Keadaan ini sepertinya
menunjukkan bahwa kita membutuhkan paradigma baru menjelaskan permasalahan yang ada,
namun pada kenyatannya kita tidak bisa mengatakan bahwa pendekatan/paradigma lama sudah
tidak mampu lagi untuk memecahkan masalahmasalah di dalam hubungan internasional. Jadi
kesimpulannya bahwa perlu diadakan kaji-ulang terhadap teori-teori hubungan internasional yang
telah disepakati di masa lalu. Langkah yang paling memungkinkan adalah dengan mengadakan
versifikasi terhadap komponen-komponen yang ada dalam teori hubungan internasional, seperti
konsep power politics, struggle for power, rational actor, dan lain-lain.
D. PERSPEKTIF KONTEMPORER STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
Paul Viotti dan F. Kauppi dalam bukunya International Relations Theory : Realism,
Pluralism and Globalism menawarkan perspektif baru dalam mempelajari Ilmu Hubungan
Internasional. Perspektif itu ia sebut sebagai alternative image. Dalam karya itu mereka juga
mengemukakan pasang-surut perkembangan perpektif Ilmu Hubungan Internasional.
Menurutnya, Ilmu Hubungan Internasional pada mulanya berusaha menjelaskan apa yang
menyebabkan perang terjadi. Banyak yang menduga bahwa penyebabnya adalah nasionalisme,
ideologi, bahkan ketidakmampuan suatu negara melaksanakan pemerintahan. Namun dalam
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
14
perkembangannya ternyata Ilmu Hubungan Internasional tidak saja menyoroti penyebab perang,
tetapi juga menyoroti interaksi antar-negara. Aktor-aktor selain negara, seperti Organisasi
Internasional, MNC, bahkan kelompok-kelompok teroris menjadi kajian dari ilmu ini juga.
Lebih jauh lagi mereka mengemukakan bahwa Ilmu Hubungan Internasional membahas
pula kelompk-kelompok kepentingan dalam suatu negara dan faktor-faktor internal suatu negara.
Dengan demikian permasalahan yang dibahas dalam Ilmu Hubungan Internasional memiliki
banyak sudut pandang . Pembahasannya pun mencakup tidak hanya sejarah atau ilmu politik,
melainkan juga menyangkut ekonomi, psikologi, psikologi sosial , dan sosiologi serta
antropologi (budaya).
Persoalan yang dikedepankan Viotti dan Kauppi adalah seberapa luas pengetahuan yang
dimiliki oleh seorang peneliti Hubungan Internasional untuk dapat memahami ilmu tersebut.
Menurutnya, peneliti tidak harus mengetahui semua aspek ilmu pengetahuan tetapi cukup
mengkajinya dari sudut pandang tertentu. Hal ini juga dikemukakan oleh Max Weber bahwa, “All
Knowledge of cultural reality is always knowledge from particular points of view”. Selain hanya
mendasarkan pada sudut pandang tertentu, Viotti dan Kauppi menjelaskan juga bahwa setiap
hasil penelitian akan senantiasa dipengaruhi oleh doktrin, image of the world, ideologi, dan
paradigma serta perspektif. Namun demikian bagaimanapun juga seorang peneliti harus berusaha
untuk tetap value-free dan objective.
Pada mulanya perspektif atau paradigma Ilmu Hubungan Internasional
dapat
dikelompokkan menjadi kelompok realist dan idealist dan kelompok traditionalist dan
behavioralist. Kelompok realist dan idealist berkembang pada tahun 1930-an. Kedua kelompok
ini menyoroti sifat dasar Politik Internasional serta tujuan-tujuan perdamaian. Kelompok
traditionalist dan behavioralist yang berkembang pada tahun 1960-an yang membahas mengenai
metodologi. Kelompok tradisionalist menekankan penggunaan sejarah, hukum, filsafat dan
metode-metode penelitian tradisional. Sedangkan kelompok behavioralist menyoroti penelitian
dengan alat kuantitatif seperti konseptualisasi ilmu sosial, kuantifikasi variabel, pengujian
hipotesa, dan pembentukan model sebab-akibat.
Dalam perkembangannya perspektif yang digunakan oleh ilmu Hubungan Internasional
mengalami perkembangan menjadi realisme, pluralisme dan globalisme. James S. Rosenau
menguraikan ketiga image tersebut dalam beberapa kategori, yaitu State-centric, Multi-centric,
Global-centric.
Ketiga perspektif tersebut masing-masing memiliki asumsi yang berbeda sehubungan
dengan pemahamannya tentang aktor, issue, dan proses yang terjadi dalam politik dunia.
Keuntungan dari perbedaan image tersebut adalah diperolehnya hal-hal yang bersifat analitis
yang membuatnya lebih teratur. Sedangkan kerugiannya adalah terabaikannya perspektifperspektif yang lain dalam memahami suatu masalah.
Di samping mencermati perkembangan perspektif, Viotti dan Kauppi juga mencermati
masalah teorisasi dalam Ilmu Hubungan Internasional. Dalam pandangannya, teori biasanya
dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat abstrak dan tidak berhubungan dengan fakta. Hal
tersebut banyak ditemui pada teori-teori eksakta, sementara teori-teori dalam ilmu sosial
berhubungan dengan fakta yang dapat menjelaskan dan menjadi perkiraan dasar terhadap
fenomena atau kecenderungan yang muncul dalam masyarakat. Perihal teori ini kedua ilmuwan
itu menyarankan juga bahwa peneliti tidak harus menguasai semua teori-teori yang
dikembangkan Ilmu Hubungan Internasional, tetapi cukup menguasai beberapa teori saja yang
relevan dengan permasalahn penelitiannya. Hal ini telah dikemukakan oleh Thomas Aquinas
pada abad ke-13 bahwa untuk memahami suatu permasalahan tidak diperlukan pengetahuan
terhadap semua teori atau konsep, cukup beberapa teori dan konsep yang relevan saja atau yang
biasa disebut sebagai policy-relevant theories.
Policy-relevant theories mempunyai makna eksplisit mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan nilai. Sebagai contoh adalah bagaimana mencegah perang dan mengawasi perlombaan
senjata. Dengan menggunakan teori tersebut maka nilai akan digunakan sebagai acuan dalam
HANDS OUT PIHI FISIP UNAS
Jakarta 2015-2016
15
pengambilan keputusan.
Teori normatif sangat berhubungan dengan nilai-nilai dan apa yang seharusnya terjadi, hal
tersebut berbeda dengan teori empiris. Teori normatif tidak memperdulikan benar atau salah suatu
preposisi.
Sehubungan dengan persoalan tersebut, Viotti dan Kauppi menawarkan alternative image
yang terdiri dari realisme, pluralisme, dan globalisme. Bahasan utama dari ketiga image itu
adalah menyangkut aktor/unit hubungan internasional berikut asumsinya. Pembahasan tentang
realisme menyoroti konsep power dan balance of power. Sedangkan pluralisme menekankan
pada proses pembuatan keputusan dan transnasionalisme. Globalisme menekankan pada konsep
dependensi dalam konteks kapitalis dunia.
Jadi dengan demikian, kedua ilmuwan itu image realisme sama dengan apa yang
dikemukakan kelompok tradisionalis, yaitu menekankan konsep power dan balance of power.
Untuk itu, uraian selanjutnya hanya akan memaparkan image pluralis dan globalis karena
perspektif realisme pada bab terdahulu dalam diktat ini telah dijelaskan.
1. Aspek-aspek Image Pluralisme
Dalam puralisme, state dan non-state actor adalah sama pentingnya. Individu juga
punya pengaruh dalam hubungan internasional dan berperan dalam membentuk dunia
damai/perang. State terbagai dalam komponen kecil (interest group) yang berkompetisi untuk
membentuk keputusan luar negeri. Karena state bukan aktor yang koheren dan banyak kelompok
kepentingan dimana decision making process dibuat oleh kelompok-kelompok itu. Yang paling
kuat membuat lobi keputusan itulah yang menang. Bargaining dimenangkan bukan karena
lobinya yang paling kuat dan bukan berarti yang terbaik. Misalnya Reagan adalah mantan
Gubernur California yang terkenal akan produksi buah-buahan. Mereka ini pula yang mendukung
Reagan menjadi presiden. Oleh karena itu, pada waktu Reagan berkunjung ke Jepang, ia
menekan Jepang untuk membuka pasarnya untuk AS yang banyak dari California.
Image pluralisme ini mendasarkan pada filsafat Jean Bodin , Hugo Grotius, Adam Smith,
John Locke, Emeri Cruse, dan Immanuel Kant. Menurut image pluralis, natinal interest dari
suatu negara akan lebih terjamin bila dilaksanakan melalui perdagangan. Mengingat semua teori
Ekonomi Politik Internasional pada dasarnya adalah teori pluralis.
Sebagaimana dikemukakan E. Cruse bahwa negara pada hakikatnya adalah individu yang
rasional, dan akan lebih makmur kalau berdagang. Kant hampir mirip pendapatnya dengan
Locke, yaitu manusia adalah rasional dan selalu ada goodwill dan mutual assistance antara
mereka. Sementara Grotius berpendapat bahwa dalam sistem yang inter-state akan terbentuk
international society yang berinteraksi melalui social tradition. Jadi tiap negara dalam
berinteraksi pasti dalam satu aturan.
Disisi lain ada kaitan erat antara pluralisme dan liberalisme. Liberalisme adalah dasar dari
pluralisme. Dengan kata lain liberalisme merupakan unsur utama dari pluralisme. Faham
pluralisme mengutamakan individu dan sekaligus sebagai level analisis yang pent