BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Genteng - Studi Pencampuran Karet Sir-20 Dan Poliester Dengan Aspal Dalam Pembuatan Genteng Polimer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Genteng

  Genteng merupakan bagian utama dari suatu bangunan sebagai penutup atap rumah. Fungsi utama genteng adalah menahan panas sinar matahari dan guyuran air hujan. Jenis genteng bermacam-macam, ada genteng beton, genteng tanah liat, genteng keramik, genteng seng dan genteng kayu (sirap). Keunggulan genteng tanah liat (lempung) selain murah, bahan ini tahan segala cuaca, dan lebih ringan dibanding genteng beton. Sedangkan kelemahannya, genteng ini bisa pecah karena kejatuhan benda atau menerima beban tekanan yang besar melebihi kapasitasnya. Kualitas genteng sangat ditentukan dari bahan dan suhu pembakaran, karena hal tersebut akan menentukan daya serap air dan daya tekan genteng (Aryadi, 2010).

  Genteng merupakan salah satu komponen penting pembangunan perumahan yang memiliki fungsi untuk melindungi rumah dari suhu,hujan maupun fungsi lainnya. Agar kualitas genteng optimal, maka daya serap air harus seminimal mungkin, agar tidak terjadi kebocoran. (Musabbikhah dan Sartono, 2007).

  Genteng merupakan benda yang berfungsi untuk atap suatu bangunan. Dahulu genteng berasal dari tanah liat yang dicetak dan dipanaskan sampai kering. Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini genteng telah banyak memiliki macam dan bentuk dan tidak lagi berasal dari tanah liat semata, tetapi secara umum genteng dibuat dari semen, agregat (pasir) dan air yang dicampur dengan material lain dengan perbandingan tertentu. Selain itu, untuk menambah kekuatan genteng juga digunakan campuran seperti serat alam, serat asbes, serat gelas, perekat aspal dan biji-biji logam yang memperkuat mutu genteng.

  Dengan mengingat fungsi genteng sebagai atap yang berperan penting dalam suatu bangunan untuk pelindung rumah dari terik matahari, hujan dan perubahan cuaca lainnya. Maka genteng harus mempunyai sifat mekanis yang baik, seperti kekuatan tekan, kekuatan pukul, kekerasan dan sifat lainnya (Saragih , 2007)

2.1.1 Jenis - Jenis Genteng

  Setiap jenis penutup atap punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.Kita dapat memilihnya dengan mempertimbangkan penampilan, kepraktisan, bentuk dan umur rencananya masing-masing. Berikut akan dibahas beberapa jenis genteng yang popular saat ini : a.

  Genteng Sirap Penutup atap yang terbuat dari kepingan tipis kayu ulin (eusideroxylon zwageri) ini umur kerjanya tergantung keadaan lingkungan, kualitas kayu besi yang digunakan, dan besarnya sudut atap. Penutup atap jenis ini bisa bertahan antara 25 tahun hingga selamanya. Bentuknya yang unik cocok untuk rumah rumah bergaya country dan yang menyatu dengan alam.

  b.

  Genteng Tanah Liat Tradisional Material ini banyak dipergunakan pada rumah umumnya. Genteng terbuat dari tanah liat yang dipress dan dibakar dan kekuatannya cukup bagus.Genteng tanah liat membutuhkan rangka untuk pemasangannya. Genteng dipasang pada atap miring.

  Warna dan penampilan genteng ini akan berubah seiring waktu yang berjalan. Biasanya akan tumbuh jamur di bagian badan genteng. Bagi sebagian orang dengan gaya rumah tertentu mungkin ini bisa membuat tampilan tampak lebih alami, namun sebagian besar orang tidak menyukai tampilan ini. c.

  Genteng Keramik Bahan dasarnya tetap keramik yang berasal dari tanah liat. Namun genteng ini telah mengalami proses finishing yaitu lapisan glazur pada permukaannya. Lapisan ini dapat diberi warna yang beragam dan melindungi genteng dari lumut. Umurnya bisa 20 – 50 tahun dapat ditanyakan ke distributor. Aplikasinya sangat cocok untuk hunian modern di perkotaan.

  d.

  Genteng Beton Bentuk dan ukurannya hampir sama dengan genteng tanah tradisional, hanya bahan dasarnya adalah campuran semen dan pasir kasar, kemudian diberi lapisan tipis yang berfungsi sebagai pewarna dan kedap air. Sebenarnya atap ini bisa bertahan hampir selamanya, tetapi lapisan pelindungnya hanya akan bertahan antara 30 tahun hingga 40 tahun.

  e.

  Genteng Dak Beton Atap ini biasanya merupakan atap datar yang terbuat dari kombinasi besi dan beton. Banyak digunakan pada rumah-rumah modern minimalis dan kontemporer. Konstruksinya yang kuat memungkinkan untuk mempergunakan atap ini sebagai tempat beraktifitas. Contohnya menjemur pakaian dan bercocok tanam dengan pot.Kebocoran pada atap dak beton sering sekali terjadi. Maka perlu pengawasan pada pengecoran dan pemakaian waterproofing pada lapisan atasnya.

  f.

  Genteng Metal Bentuknya lembaran, mirip seng. Genteng ini ditaman pada balok gording rangka atap, menggunakan sekrup. Bentuk lain berupa genteng lembaran.Pemasangannya tidak jauh berbeda dengan genteng tanah liat hanya ukurannya saja yang lebih besar. Ukuran yang tersedia bervariasi, 60-120cm (lebar), dengan ketebalan 0.3mm dan panjang antara 1.2-12m.

  g.

  Genteng Seng Atap ini sebenarnya dibuat dari lembaran baja tipis yang diberi lapisan zinc secara elektrolisa. Tujuannya untuk membuatnya menjadi tahan karat. Jadi, kata seng berasal dari bahan pelapisnya. Jenis ini akan bertahan selama lapisan zinc ini belum hilang, yang terjadi sekitar tahun ke-30-an. Setelah itu, atap akan mulai bocor apabila ada bagian yang terserang karat.

  h.

  Genteng Aspal Genteng dari aspal ini tentu tak sepenuhnya dari material aspal.Genteng merupakan perpaduan antara bubuk kertas, serat organic, resin, serta aspal.Material ini diolah sehingga menghasilkan sebuah genteng yang ringan, lentur dan tahan air.Aspal dalam hal ini berfungsi sebagai anti tahan air sehingga atap menjadi tahan terhadap kebocoran. Selain anti bocor, genteng aspal juga lebih ringan dibandingkan genteng tanah liat, beton atau keramik. Dengan bobot yang ringan konstruksi atap pun bisa diminimalkan, sehingga biaya pun bisa dihemat.

  Bahan meterial yang satu ini dari campuran lembaran bitumen (turunan aspal) dan bahan kimia lain. Ada dua model yang tersedia di pasar. Pertama, model datar bertumpu pada multipleks yang menempel pada rangka. Multipleks dan rangka dikaitkan dengan bantuan sekrup. Genteng aspal dilem ke papan. Untuk jenis kedua, model bergelombang, ia cukup disekrup pada balok gording (Harpendi, 2011).

2.1.2 Genteng Polimer

  Genteng berbasis polimer merupakan suatu alternatif pengganti genteng yang kita kenal selama ini, dibuat dengan mencampur polimer sebagai matriks dan pengisi (filter) dari bahan alam. Genteng polimer dibuat secara partikel komposit dengan terlebih dahulu mengubah bentuk bahan pengisi menjadi partikel, partikel ini kemudian dicampur dengan matrik polimer pada suhu titik leleh polimer tersebut. Matrik yang digunakan adalah polietilen, polipropilen dan paduan polietilen-karet alam, sedangkan bahan pengisinya adalah jerami, pasir dan serbuk gergaji. Mutu genteng polimer yang dihasilkan bergantung pada bahan matriks, pengisi dan perbandingan komposisi antara matrik dan pengisi. Terhadap komposit yang diperoleh dilakukan uji fisik, mekanik, termal, homogenitas, derajat kristalinitas dan cuaca. Komposit polimer yang memberikan sifat yang diinginkan lalu dicetak sesuai dengan bentuk genteng sehingga diperoleh genteng komposit polimer (Batan, 2011).

  Secara keseluruhan genteng komposit polimer mempunyai beberapa keunggulan seperti ringan, kuat, ekonomis dan estetis serta menggunakan bahan alam yang berlimpah sebagai bahan pengisi. Keuntungan dari genteng polimer ini yaitu : ramah lingkungan, tahan lama, pemeliharaannya mudah, dan fleksibel. Berdasarkan sistemnya, genteng ini memiliki struktur polimer khusus yang meningkatkan fleksibilitas. Kekuatan tarik produk meningkat karena usia pembuatan lapisan lebih kuat dan lebih tahan lama untuk menyediakan produk dengan kinerja yang sangat baik (Latif, 2009).

2.2 Aspal

  Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun juga merupakan hasil residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal. Pada suhu ruang, aspal adalah material yang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003).

  Aspal dikenal sebagai bahan atau material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif), mengandung bagian-bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida. Aspal sendiri dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan

  o

  hingga temperatur 350 C dibawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah), dan gas oil (Wignall, 2003).

2.2.1 Jenis - Jenis Aspal

  Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut : a.

  Aspal Alam Aspal alam ada yang diperoleh di gunung-gunung seperti aspal di pulau buton, dan ada pula yang diperoleh di pulau Trinidad berupa aspal danau. Aspal alam terbesar di dunia terdapat di Trinidad, berupa aspal danau. Indonesia memiliki aspal alam yaitu di Pulau Buton, yang terkenal dengan nama Asbuton (Aspal Pulau Buton). Penggunaan asbuton sebagai salah satu material perkerasan jalan telah dimulai sejak tahun 1920, walaupun masih bersifat konvensional. Asbuton merupakan batu yang mengandung aspal. Asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi.

  b.

  Aspal Minyak Aspal minyak bumi adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil yang mengandung banyak aspal, parafin base crude oil yang mengandung banyak parafin, atau

  mixed base crude oil yang mengandung campuran aspal dengan parafin. Hasil destilasi

  minyak bumi menghasilkan bensin, minyak tanah, dan solar yang diperoleh pada temperatur berbeda-beda, sedangkan aspal merupakan residunya. Residu aspal berbentuk padat, tetapi dapat pula berbentuk cair atau emulsi pada temperatur ruang.

  Jadi, jika dilihat bentuknya pada temperatur ruang, maka aspal dibedakan atas beberapa bagian, yaitu : Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan

  • mencair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen aspal.
  • aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar.

  Aspal cair yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair merupakan semen

  • pengemulsi 1% sampai 2% yang dilakukan di pabrik pencampur. Dalam aspal emulsi, butir-butir aspal larut dalam air. Untuk menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir-butir yang lebih besar, maka butiran tersebut diberi muatan listrik (Sukirman, 2003).

  Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%) dengan air (35%-45%) dan bahan

2.2.2 Sifat Kimiawi Aspal

  Aspal merupakan senyawa hidrogen (H) dan karbon (C) yang terdiri dari bebebrapa senyawa seperti: paraffin, siklo paraffin. naften dan aromatis. Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut agregat dalam bentuk film, dimana aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air masuk ke dalam campuran (Rianung, 2007). Aspal seperti pada Gambar 2.1, merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom Nitrogen (N), Sulfur (S), dan Oksigen (O) dalam jumlah yang kecil. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam aspal atau bitumen adalah Karbon (82- 88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%).

Gambar 2.1 Struktur Aspal Berikut sifat-sifat dari senyawa penyusun dari aspal :

  a. Asphaltene

  

Asphaltene merupakan senyawa komplek aromatis yang berwarna hitam atau coklat

  amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar, perbandingan komposisi untuk H/C yaitu 1 :1, memiliki berat molekul besar antara 1000 – 100000, dan tidak larut dalam n-heptan.

  Asphaltene juga sangat berpengaruh dalam menentukan sifat reologi bitumen, dimana

  semakin tinggi asphaltene, maka bitumen akan semakin keras dan semakin kental, sehingga titik lembeknya akan semakin tinggi, dan menyebabkan harga penetrasinya semakin rendah.

  b. Maltene Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen.

  Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan berbentuk solid atau semi solid dan sangat polar, dimana tersusun oleh atom karbon dan hidrogen, dan sedikit atom oksigen, Sulfur, dan Nitrogen, untuk perbandingan hidrogen dengan karbon H/C yaitu 1.3 – 1.4, memiliki berat molekul antara 500 – 50000, serta larut dalam n-heptan.

  Aromatis merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, dengan berat molekul antara 300

  • – 2000, terdiri dari senyawa naften aromatis, dengan komposisinya antara 40 - 65% dari total bitumen.

  Saturate merupakan senyawa ini berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan

  memiliki berat molekul hampir sama dengan aromatis., serta tersusun dari campuran hidrokarbon berantai lurus, bercabang, alkil naften, dan aromatis, dengan komposisinya berjumlah antara 5-20% dari total bitumen (Nuryanto, 2008).

2.3 Karet Alam

  Karet seperti pada Gambar 2.2 merupakan poliisoprena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi enzimatik isopentilpirofosfat. Unit ulangnya adalah sama sebagaimana 1,4-poliisoprena. Dimana isoprena merupakan produk degradasi utama karet. Bentuk utama dari karet alam, yang terdiri dari 97% cis-1,4-poliisoprena, dikenal sebagai Hevea Rubber. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari 32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol ester dan garam. Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik yang diikuti oleh vulkanisasi (Stevens, 2001). Komponen utama karet alam merupakan suatu rantai polimer yang tersusun dari hampir semua struktur cis-1,4 poliisoprena yang sempurna, oleh karena itu karet alam disebut juga dengan cis-1,4 poliisoprena (Morton, 1987).

Gambar 2.2 Struktur Karet Alam

2.3.1 Jenis-Jenis Karet Alam Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan.

  Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.

  Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :

1. Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar) 2.

  Karet konvensional (RSS, white crepes, dan pale crepe) 3. Lateks pekat 4. Karet bongkah atau block rubber (SIR 5, SIR 10, dan SIR 20) 5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber 6. Karet siap olah atau tyre rubber 7. Karet reklim atau reclaimed rubber (Jumari, 1992).

  2.3.2 Sifat - Sifat Karet Alam

  Warnanya agak kecoklat-coklatan, tembus cahaya atau setengah tembus cahaya, dengan berat jenis 0,91 - 0,93. Sifat mekaniknya tergantung pada derajat vulkanisasi, sehingga dapat dihasilkan banyak jenis sampai jenis yang kaku seperti ebonite. Temperatur

  o o o

  penggunaan paling tinggi sekitar 99

  C, melunak pada 130 C dan terurai sekitar 200 C. Sifat isolasi listriknya berbeda karena pencampuran dengan aditif.

  Namun demikian, karakteristik listrik pada frekuensi tinggi, jelek. Sifat kimianya jelek terhadap ketahanan minyak dan ketahanan pelarut. Zat tersebut dapat larut dalam hidrokarbon, ester asam asetat, dan sebagainya. Karet yang kenyal agar mudah didegradasi oleh sinar UV dan ozon.

  2.3.3 Penggunaan Karet Alam

  Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam industri seperti mesin-mesin pengerak Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain ban mobil, sol sepatu, segel karet, insulasi listrik, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, bahan-bahan pembungkus logam, aksesoris olah raga dan lain-lain (Jumari, 1992).

2.3.4 Karet SIR-20

  Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam Standar Indonesia Rubber (SIR). SIR adalah Karet bongkah (karet remah) yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet SIR-20 berasal dari koagulum (lateks yang sudah digumpalkan) atau hasil olahan seperti lum,sit angin, getah keeping sisa, yang diperoleh dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum.

  Prinsip tahapan proses pengolahan karet SIR-20 yaitu tahapan sortasi bahan baku, tahapan pembersihan dan pencampuran makro, tahapan peremahan pengeringan, tahapan pengempaan bandela, dan tahapan pengemasan. Karet SIR-20 mempunyai spesifikasi berdasarkan Standar Indonesia Rubber (SIR) 06-1903-1990 sebagai berikut.

Tabel 2.1. Standar Indonesia Rubber

  Spesifikasi SIR 20

  Kadar kotoran, % maks (b/b)

  0.20 Kadar abu, % maks (b/b)

  1.00 Kadar zat menguap, % maks (b/b)

  0.80 PRI, min

  50 PO, Min

  30 Nitrogen, maks (b/b)

  0.60 Uji kemantapan viskositas/ ASHT (satuan Eallace), maks - Viscositas Mooney ML (1+4)100 - Derajat Celcius

  • Warna, Lovibond
  • >Cure
Perbedaan SIR 5, SIR 10, dan SIR 20 adalah pada standar spesifikasi mutu kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap yang sesuai dengan Standar Indonesia Rubber. Langkah proses pengolahan karet SIR 20 bahan baku koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa). Disortasi dan dilakukan pembersihan dan pencampuran mikro, pengeringan gantung selama 10 hari sampai 20 hari, peremahan, pengeringan, pengempaan bandela, (setiap bandela 33 Kg atau 35 Kg), pengemasan dan karet SIR-20 siap untuk diekspor (Ompusunggu, 1987).

2.4 Poliester

  Poliester adalah suatu kategori dalam rantai utamanya. Meski terdapat banyak sekali poliester, istilah "poliester" merupakan sebagai sebuah bahan yang spesifik lebih sering merujuk pada(PET). Poliester yang termasuk zat kimia sintetis seperti polikarbonat dan polibutirat. Dapat diproduksi dalam berbagai bentuk seperti lembaran dan bentuk tiga dimensi, poliester sebagai termoplastik bisa mengalami perubahan bentuk setelah dipanaskan, dan poliester sangat mudah terbakar pada suhu tinggi. Serat dari poliester mempunyai kekuatan yang tinggi serta penyerapan air yang rendah dan juga pengerutan yang terjadi sangat minimal apabila dibandingkan dengan serat industri yang lain.

  Poliester tak jenuh termasuk diantara polimer paling umum yang dipakai bersama dengan penguatan serat gelas. Polimer ini dipreparasi dari monomer-monomer difungsional, salah satunya mengandung ikatan rangkap dua yang menjalini polimerisasi adisi dalam suatu reaksi ikat-silang berangkai. Poliester tak jenuh linier tersebut diproses sampai mencapai berat molekul yang relatif rendah, kemudian dilarutkan dalam suatu monomer seperti stirena untuk membentuk larutan yang kental. Reaksi ikat silang biasanya diinisiasi dengan inisiator-inisiator radikal bebas, dengan demikian merupakan kopolimerisasi vinil antara poliester dan monomer pelarut. Sejauh ini stirena merupakan monomer pelarut yang paling umum dipakai meskipun ada monomer yang lain seperti vinil asetat atau metil metakrilat (Stevens, 2001).

  Satu-satunya bahan yang mempunyai nilai komersil untuk mengintrodusir pentakjenuhan ke dalam kerangka polimer adalah anhidrat maleat dan asam fumarat yang harganya relatif murah. Jika hanya digunakan asam tak jenuh dan glikol, produk akhirnya terlalu terikat silang dan rapuh sehingga tidak bisa dipakai. Oleh karena itu, kopoliester biasanya dipreparasi dengan mengandung asam tak jenuh dan asam yang tidak bisa berikat silang.

  Reaksi berikut ini seperti pada Gambar 2.3 memperlihatkan satu sintesis poliester tak jenuh yang khas dari anhidrat-anhidrat maleat dan ftalat (dalam rasio molar 1:1) dan dietil glikol. Unit-unit ftalat terdistribusi secara acak (Stevens. 2001)

Gambar 2.3 Reaksi Sintesis Poliester Tak Jenuh

  Reaksi ikat silang dengan stirena menggunakan katalis peroksida digambarkan dalam reaksi berikut (Stevens, 2001) :

Gambar 2.4 Reaksi Ikat Silang Poliester Dengan Stirena Poliester resin tak jenuh adalah jenis polimer thermoset yang memiliki struktur rantai karbon yang panjang. Matriks jenis ini memiliki sifat dapat mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan ketika proses pembentukannya. Struktur material yang dihasilkan berbentuk crosslink dengan keunggulan pada daya tahan yang lebih baik terhadap jenis pembebanan statik dan impak (Stevens, 2001). Ketahanan terhadap pembebanan statik dan impak membuat material ini sangat sesuai untuk digunakan sebagai bahan aditif dalam pembuatan genteng polimer sehingga genteng tahan terhadap beban kejutan.

  Hal ini disebabkan molekul yang dimiliki material ini ialah dalam bentuk rantai atom karbon yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Dengan demikian struktur molekulnya menghasilkan efek peredaman yang cukup baik terhadap beban yang diberikan. Kekuatan material ini diperoleh ketika dicetak dalam bentuk komposit, dengan adanya material- material penguat, seperti serat kaca, karbon, dan lain-lain, akan meningkatkan sifat mekanik material tersebut. Sementara ketika dalam keadaan tunggal, maka material ini akan bersifat kaku dan rapuh (Stevens, 2001).

2.5 Katalis Metil Etil Keton Peroksida (Katalis MEKP)

  Metil etil keton peroksida (MEKP) adalah peroksida organik, memiliki daya ledak yang sama besar dengan aseton peroksida. MEKP berbentuk cair, berwarna bening, tidak berminyak sedangkan aseton peroksida adalah bubuk putih. MEKP sedikit kurang sensitif terhadap suhu, dan lebih stabil dalam penyimpanan.

  MEKP seperti pada Gambar 2.5 pertama kali telah ditemukan pada tahun 1906 adalah dalam bentuk dimer siklik, C H O . MEKP dalam bentuk dimer siklik ini biasanya

  8

  16

  4 mudah diperoleh dan tersedia secara komersil di perusahaan pemasok bahan-bahan kimia.

  MEKP jika dilarutkan dalam dimetil ftalat, sikloheksana peroksida, atau dialil ftalat dapat mengurangi kepekaan terhadap kejutan. Selain MEKP dapat juga dipergunakan peroksida lainnya seperti benzoil peroksida untuk tujuan yang sama (Hanafi, 2012).

Gambar 2.5 Struktur Metil Etil Keton Peroksida (MEKP)

  Katalis MEKP merupakan material kimia yang berfungsi untuk mempercepat reaksi polimerisasi struktur komposit pada kondisi suhu kamar dan tekanan atmosfir atau mempercepat proses pengeringan pada bahan matriks suatu komposit. Pemberian katalis dapat berfungsi untuk mengatur waktu pembentukan gelembung blowing agent, sehingga tidak mengembang secara berlebihan, atau terlalu cepat mengeras yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan gelembung.

  Penggunaan katalis MEKP sebaiknya diatur berdasarkan kebutuhannya. Semakin banyak katalis yang dicampurkan pada cairan matriks akan mempercepat proses laju pengeringan, tetapi akibat mencampurkan katalis terlalu banyak adalah membuat komposit menjadi getas. Pada saat mencampurkan katalis ke dalam matriks maka akan timbul reaksi

  o

  panas (60-90 C).

  Proses pengerasan resin diberi bahan tambahan yaitu, katalis jenis Metil Etil Keton Peroksida (MEKP), katalis digunakan untuk mempercepat proses pengerasan cairan resin pada suhu yang lebih tinggi. Untuk pemakaian katalis MEKP ini dibatasi sampai dengan 5% dari jumlah volume resin. (Hanafi, 2012).

2.6 Karakterisasi Genteng Polimer

  Karakterisasi dari genteng polimer yang dibuat dari campuran antara aspal dengan karet SIR-20 dan poliester yaitu dengan uji kuat tarik, uji penyerapan air, dan analisis gugus fungsi dengan FTIR.

2.6.1 Uji Kekuatan Tarik

  Uji kekuatan tarik ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan maksimum suatu material bila dikenai beban. Pengujian ini dilakukan dengan menarik spesimen di kedua ujungnya hingga putus. Hasil yang di dapat dari uji tarik adalah beban maksimum yang dapat ditahan dengan kemuluran material. Biasanya hasil pengujian dituliskan dalam bentuk gaya persatuan luas. Gambar spesimen uji berdasarkan ASTM D 638.

  

50 mm

13 mm 20 mm

  

165 mm

Gambar 2.6 Kuat Tarik

  )

  t

  Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σ menggunakan alat pengukur tensiometer atau dynamometer, bila terhadap beban maksimum (F max ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen alami mengalami perubahan bentuk (deformasi), maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (A o ).

  F max

  σ t = (2.1)

  A o

2 Dimana : t = Nilai kuat tarik, N/mm

  σ F max = Beban maksimum, N

2 A = Luas penampang awal, mm

  o

  Selama deformasi dapat disimpulkan bahwa volume spesimen tidak berubah sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat dan semula. Bila didefinisikan besaran kemuluran (ε) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap

  

o ), maka diperoleh hubungan sebagai berikut :

  spesimen semula (ε = Δl / l

  A o A

  (2.2) =

  ε 1 )

  • ( Dimana : = Kemuluran

  ε A = Luas penampang setiap saat, mm A o = Luas penampang awal, mm (Wirjosentono, 1995).

  Dari tegangan dan kemuluran material di dapat suatu modulus yang biasa disebut modulus young’s : σ t

  E

  (2.3)

  =

  ε Dimana : E = Modulus Young’s

  t = Nilai uji kuat tarik, MPa σ ε = Kemuluran

  Modulus young’s merupakan ukuran kekakuan material. Semakin kaku suatu material maka modulus young’s juga akan semakin besar. Modulus elastisitas didapat dari gaya ikatan antar atom, oleh karena itu modulus elastis suatu material tidak dapat berubah tanpa mengubah sifat alami material itu sendiri dan tidak terpengaruh oleh sifat-sifat material (Perry, 1981)

2.6.2 Uji Penyerapan Air

  Untuk metode pengujian penyerapan air ini mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dan SNI 01-4449-2006. Dimana pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya persentase penyerapan air oleh genteng polimer. Metode pengujian ini dilakukan dengan melakukan perendaman terhadap sampel genteng polimer untuk waktu perendaman selama 24 jam (1 hari). Untuk menentukan besarnya nilai penyerapan air, dapat menggunakan persamaan sebagai berikut (Newdesnetty, 2009) :

  ( MM ) b k

  PA = x 100 % (2.4) M k

  Dengan : PA = Nilai penyerapan air (%)

  M b = Massa basah (kg)

  = Massa kering (kg)

  M k

2.6.3 Analisis Gugus Fungsi Dengan FT-IR

  Intrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofometer infra merah. Spektrofotometer infra merah pada dasarnya terdiri dari komponen-komponen pokok yang sama dengan alat spektrofotometer ultra lembayung dan sinar tampak, yaitu terdiri dari sumber sinar, monokromator berikut alat-alat optik seperti cermin dan lensa, sel tempat cuplikan, detektor amplifier dan alat dengan skala pembacaan atau alat perekam spektra (recorder) akan tetapi disebabkan kebanyakan bahan dalam menstransmisikan radiasi infra merah berlainan dengan sifatnya dalam menstransmisikan radiasi ultra lembayung, sinar tampak, sifat dan kemampuan komponen alat tersebut diatas berbeda untuk kedua jenis alat spektrofotometer itu (Hummel, 1985).

  Sistem analisis spektroskopi infra merah (IR) telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisis infra merah

  (IR) akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Tahap awal identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik untuk masing-masing polimer dengan membandingkan spektra yang telah dikenal.

  Pita serapan yang khas ditunjukan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya. Umumnya pita serapan polimer pada spektra infra merah (IR) adalah adanya

  • 1 -1

  ikatan C-H regangan pada daerah 2880 cm yang sampai 2900 cm dan regangan dari gugus fungsi lain yang mendukung suatu analisis material (Hummel, 1985).

  Dua variasi instrumental dari spektroskopi IR yaitu metode dispersif dan metode Fourier Transform (FT). Kelebihan-kelebihan dari FT-IR:

  Persyaratan ukuran sampel yang kecil

  • Perkembangan spektrum yang cepat
  • Instrument ini memiliki computer yang terdedikasi
  • Kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum
  • FT-IR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar kepenelitian- penelitian strukur polimer.Karena spectrum-spektrum bias di-scan, disimpan dan ditransformasikan dalam hitungan detik.Teknik ini memudahkan penelitian-penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. Persyaratan ukuran sampel yang kecil mempermudah kopling instrument FT-IR dengan suatu mikroskop untuk analisis bagian-bagian sampel polimer yang sangat terlokalisasi (Stevens, 2001).

2.7 Syarat Mutu Genteng Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)

  Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0096:2007, mengenai persyaratan mutu genteng meliputi :

1. Sifat Tampak.

  Genteng harus memiliki permukaan atas yang mulus, tidak terdapat retak atau cacat lain yang mempengaruhi sifat pemakaian.

  2. Kerataan maksimal 3 mm.

  3. Penyerapan air maksimal 10%.

  4. Ketahanan Terhadap Perembesan Air (Impermeabilitas). Tidak boleh ada tetesan air dari permukaan bawah genteng kurang dari 20 jam ± 5 menit.

  5. Beban Lentur. Genteng harus mampu menahan beban lentur minimal, seperti pada tabel 2.2. (BSN, 2007).

Tabel 2.2 Karakteristik Beban Lentur Genteng Minimal

  Tinggi Profil (mm) Genteng Interlok Genteng Profil Rata-rata Non t > 20 20 > t > 5 t < 5 Interlok Lebar Penutup (mm)

  > 300 > 200 > 300 > 200 > 300 > 200 -

  Beban Lentur (N)

  2400 1400 1400 1000 1200 800 550