Pemanfaatan Cangkang Sawit Sebagai Agregat Dengan Campuran Poliuretan Dan Karet Sintetis Ethylene Propylene Diena Monomer (EPDM) Pada Aspal Dalam Pembuatan Genteng Polimer

(1)

PEMANFAATAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI AGREGAT

DENGAN CAMPURAN POLIURETAN DAN KARET

SINTETIS ETHYLENE PROPYLENE DIENA

MONOMER (EPDM) PADA ASPAL DALAM

PEMBUATAN GENTENG POLIMER

TESIS

Oleh

DONDA

107006013/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PEMANFAATAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI AGREGAT

DENGAN CAMPURAN POLIURETAN DAN KARET

SINTETIS ETHYLENE PROPYLENE DIENA

MONOMER (EPDM) PADA ASPAL DALAM

PEMBUATAN GENTENG POLIMER

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Megister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

D O N D A

107006013/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Jud

ul Tesis

:

PEMANFAATAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI AGREGAT DENGAN CAMPURAN POLIURETAN DAN KARET SINTETIS ETHYLENE PROPYLENE DIENA MONOMER (EPDM) PADA ASPAL DALAM

PEMBUATAN GENTENG POLIMER Nama Mahasiswa : Donda

Nomor Pokok : 107006013 Program Studi : Ilmu Kimia

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D) (

Ketua Anggota

Prof. Dr. Thamrin, MSc)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph. D) (Dr. Sutarman, M.Sc)


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMANFAATAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI AGREGAT

DENGAN CAMPURAN POLIURETAN DAN KARET

SINTETIS ETHYLENE PROPYLENE DIENA

MONOMER (EPDM) PADA ASPAL DALAM

PEMBUATAN GENTENG POLIMER

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 03 Juli 2013

DONDA


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYAILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Donda

Nim : 107006013

Program studi : Magister Kimia

Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusif Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

PEMANFAATAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI AGREGAT DENGAN CAMPURAN POLIURETAN DAN KARET SINTETIS ETHYLENE PROPYLENE DIENAMONOMER (EPDM) PADA ASPAL DALAM

PEMBUATAN GENTENG POLIMER

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengolah dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemegang dan atau sebagai pemilik hah cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 03 Juli 2013


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 03 Juli 2013

______________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Anggota : 1. Prof. Dr. Thamrin, MSc

2. Dr. Darwin Yunus Nasution, MS 3. Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc 4. Prof. Dr. Harlem Marpaung


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tgl 25 Januari 1964 anak dari Bapak Drs. W. Ompusunggu (Almarhum) dan Ibu T. Br. Gultom.

Penulis menjalani masa pendidikan pada SD Negeri No.54 Medan pada tahun 1970 s/d 1976, dilanjutkan pada SMP Putri Cahaya Medan dan tamat pada tahun 1976 s/d 1980, dilanjutkan pada SMA Negeri 4 Medan tamat pada tahun1980 s/d 1983. Melanjuttkan pendidikan pada Pendidikan Ahli Kimia Analisa F. MIPA USU 1983 s/d 1987, kemudian melanjutkan kuliah S1(Strata1) pada Fakultas Teknik Universitas Sisingamangaraja XII pada Tahun 2000 s/d 2003. Pada Tahun 2011 pada semester genap (t.a 2010/2011) mengikuti pendidikan program S2 pada Pasca Sarjana Kimia FMIPA USU.

Penulis diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dengan SK Menteri Perindustrian pada tgl 1 Maret 1990,dan diangkat sebagai Fungsional Dosen pada 1 Desember 1995, sampai sekarang masih menjabat sebagai Fungsional Dosen dengan Jabatan Lektor Kepala, Pembina Tk.I ( IV/b)


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini sebagai tugas akhir dalam penyelesaian pendidikan jenjang Magister . Atas penyelesaian tesis ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

Pemerintah atas nama Departemen Perindustrian, Ka. Pusdiklat Deperin Bapak Dr. Mujiono MM dan Instansi Pendidikan Teknologi Medan Bapak Ir. Mansyur MSi yang memberi dana beasiswa dalam proses belajar pada pendidikan Pasca Sarjana S2 Jurusan Kimia.

Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, MSc (CTM), Sp A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis mengikuti pendidikan pada program Magister Sain Kimia.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Sutarman, MSc atas kesempatan penulis dapat menjadi mahasiswa pada Program Pasca Sarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Kimia, Bapak Prof. Basuki Wirjosentono MS Ph.D, Sekretaris Jurusan Program Studi Bapak Dr.Hamonangan Nainggolan MSc, beserta seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Kimia Pasca Sarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Tidak luput ucapan terima kasih :

1. Penghargaan yang sebesar-besarnya dan setinggi-tingginya kepada : Bapak Prof. Basuki Wirjosentono MS Ph.D, selaku Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Tamrin MSc, selaku anggota komisi yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis hingga selesainya penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung, Dr. Darwin Yunus Nasution MS, Dr Hamonangan Nainggolan MSc yang memberikan arahan dan saran untuk masukan dari penulisan ini.


(9)

3. Kepada Ka. Laboratorium Polimer, Ibu Dr. Yugia Muis MS, serta Bapak Edi yang telah membantu saya dalam penelitian hingga selesai.

4. Kepada yang terkasih suami T.P. Nainggolan dan anak-anak yang tersayang Yosua Francisco Amd, Daniel Gustober, Jupantri Christoffer dan Rudolf Meinrad atas pengertian dan kesabaran mulai dari awal penulis mengikuti Program Studi di Pasca Sarjana FMIPA hingga penyelesaian tesis ini.

5. Kepada Mama yang tersayang T br Gultom dan mertua T br. Siagian yang memberikan bantuan moril dan dukungan doa.

6. Kepada adikku : Dra. Basaria, Ir. Piala Mutiara MM, Ir. Deori Dumatua, Ingin Marito SPsi, Maya Santi SH, Rachmat Miranda SE, Pahala ST, serta Luhur yang memberikan bantuan material dan moril dalam penulisan ini.

7. Terimakasih buat rekan-rekan kerja pada unit Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan yang telah memberikan dukungan dalam penulisan ini.

8. Terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa Program Pasca Sarjana Kimia FMIPA USU angkatan 2010/2011 yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang memberi bantuan hingga terselesainya penulisan ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini, penulis mohon kritik , saran dan masukan yang sifatnya membangun untuk menyempurnaan dari tesis ini. Semoga penulisan ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan serta bagi kemajuaan bangsa.

Hormat penulis

( DONDA)


(10)

PEMANFAATAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI AGREGAT

DENGAN CAMPURAN POLIURETAN DAN KARET SINTESIS

ETHYLENE PROPYLENE DIENA MONOMER (EPDM) PADA

ASPAL DALAM PEMBUATAN GENTENG POLIMER

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan cangkang sawit sebagai bahan pengisi (filler) sebagai bahan pengikat silang Poliuretan dan karet sintetis Ethylene Propylene Diena Monomer (EPDM). Pada tahap pertama dilakukan pembuatan poliuretan, yang kemudian dilakukan percampuran antara poliuretan dan EPDM dengan beberapa perbandingan. Dalam hal ini komposisi cangkang (filler) yang divariasikan berbeda yaitu (5, 10, 15) gram sedangkan jumlah sulfur dan aspal tetap yaitu sulfur sebanyak 1 gram dan aspal sebanyak 5 gram. Dari hasil penelitian untuk sampel dengan perbandingan poliuretan dan EPDM (80: 20) dengan berat cangkang sawit 10 gram terhadap daya serap air sebesar 7.47 %, Tegangan 071 kgf, Regangan 10,86 mm/menit dan Kekuatan Tarik sampel sebesar 0.232 N/m2 serta % Kemuluran = 11.72 %. Sedangkan dari hasil uji DTA Titik Leleh pada temperature 150 OC dan titik dekomposisi (terbakar) pada temperature 530 OC sifat bahan lebih bersifat eksoterm dan sampel telah terbiodegradasi dalam waktu 1 bulan. Sedangkan untuk sampel dengan perbandingan poliuretan dan EPDM (70 :30) dengan berat cangkang sawit sebanyak 10 gr terhadap daya serap air = 6.65 %, Tegangan = 0.53 kgf, Regangan 18.39 %, Kekuatan Tarik = 0.173 N/m2, dan Kemuluran = 15.54 %, hasil pengujian DTA menunjukkan Titik leleh pada temperature 310 OC,dan 310 OC, sedangkan titik dekomposisi pada temperature 510 OC dimana bahan lebih bersifat endoterm (menyerap panas), dan pada uji terbiodegradasi selama 1 bulan tidak terbiodegradasidapat dilihat pada uji FT-IR.Dari hasil penelitian sampel genteng polimer yang baik pada perbandingan poliuretan dan EPDM (70:30) dengan berat cangkang sawit 10 gram dan 15 gram.

Kata kunci : Diphenilmetilen4,4 diisosianat, PEG, Poliuretan, EPDM, Cangkang Sawit, Genteng Polimer


(11)

CANGKANG USE OIL AS AGGREGATE MIXTURE WITH RUBBER

POLYURETHANE AND SYNTHESIS ETHYLENE PROPYLENE

DIENA

MONOMER (EPDM) ON ASPHALT TILE

MAKING IN

POLYMER

ABSTRACT

Has done research on the use of palm shells as filler material (filler) as a crosslinking polyurethane and synthetic rubber Ethylene Propylene Diena Monomer (EPDM). In the first step of the manufacture of polyurethanes, which then performed a mixture of polyurethane and EPDM with some comparisons. In this case the shell composition (filler) that is different is varied (5, 10, 15) while the number of grams of sulfur and sulfur-asphalt remains that as much as 1 gram and 5 grams of asphalt. From the research results for the sample with a ratio of polyurethane and EPDM (80: 20) with a weight of 10 grams of oil shell against water absorption of 7:47%, Voltage 071 kgf, Strain 10.86 mm / min and a sample size of 0232 Tensile Strength N/m2 and % elongation = 11.72%. While the results of the test DTA melting point at 150 OC temperature and decomposition point (burned) at temperatures of 530 OC is more exothermic nature of the material and the sample was biodegradable within 1 month. As for the samples with a ratio of polyurethane and EPDM (70: 30) shells weighing as much as 10 grams of oil to water absorption = 6.65%, Voltage = 0:53 kgf, 18:39% Strain, Tensile Strength = 0173 N/m2, and elongation = 15:54% , DTA test results showed melting point at a temperature of 310 OC, and 310 OC, whereas the point of decomposition at temperatures of 510 OC where the material is more endothermic (absorbs heat), and the biodegradable test for 1 month terbiodegradasidapat not seen in the FT-IR.Dari test tile sample results were good in comparison polymer polyurethane and EPDM (70:30) palm shells weighing 10 grams and 15 grams.

Keywords: Diphenilmetilen4, 4 diisocyanate, PEG, Polyurethane, EPDM, Shell Oil, Polymer tile


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB 1. PENDAHULUAN 1

I.1.Latar Belakang 1

I.2.Rumusan Masalah 3

I.3. Pembatasan Masalah 3

I.4 Tujuan Penelitian 4

I.5 Manfaat Penelitian 4 1.6 Metodologi Penelitian 4

1.7 Lokasi Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Cangkang Sawit 6

2.2. Isosianat 6

2.3. Polyetilen Glkol (PEG) 7


(13)

2.4.1. Sifat Kimia 9 2.5. Karet Sintesis Ethylene Propylene Diena Monomer 11

2.6. Ikat Silang (Croslinking) 12

2.7. Aspal 13 2.7.1. Sifat Kimia Aspal 13 2.7.2. Jenis – Jenis Aspal 17

2.8. Jenis-Jenis Atap 21 2.9. Jenis-Jenis Agregat 24

2.10. Standart Nasional Indonesia (SNI) 25

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 26

3.1. Bahan-bahan 26

3.2. Alat-alat 26 3.3. Metode Penelitian 27

3.4. .Karakteristik Genteng Polimer 29 3.4.1. Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air (Water Absoption Test) 29

3.4.2. Analisa Tegangan dan Regangan (Tensile dan Hardness Test) 30 3.4.3. Analisa Sifat Thermal dengan Uji Diffrensial Thermal Analysis (DTA) 31

3.4.4. Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared

Spectroscopy (FT-IR) 32

3.4.5. Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy

(SEM) 32

3.5. Skema Kerja 32 3.5.1. Pembuatan Cangkang Sawit 60 Mesh 32

3.5.2. Pembuatan Poliuretan 33 3.5.3. Pembuatan Genteng Polimer 34


(14)

BAB 4. DATA HASIL PENGAMATAN 36

4.1. Pembentuken Genteng 37

4.2. Daya Serap Air 39 4.3. Uji Tegangan Tarik 40 4.4. Uji Biodegradable 45 4.5. Uji Diffrensial thermal Analisis (DTA) 46

4.6. Uji FT-IR 47

4.7. Uji SEM (Scanning Electron Microscopy) 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 55

5.1. Kesimpulan 55

5.2. Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN 59


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Grade Aspal 60/70 19

4.1. Data Pembentukan Genteng Polimer 36

4.2. Data Hasil Pembentukan Genteng Polimer Dengan Beberapa Perbandingan 38

4.3. Data Hasil Pegujian Daya Serap Air 40

4.4. Data Hasil Pengujian Tegangan dan Regangan 41

4.5. Data Hasil Kekuatan Tarik dan Kemuluran 44

4.6. Data Hasil Uji Biodegradable 45

4.7. Data Hasil Uji Biodegradable Genteng Polimer di Udara Bebas 46 4.8. Data Hasil Uji DTA 47

4.9. Data Hasil FT-IR Poliuretan 48 4.10. Data Hasil FT-IR sampel genteng polimer (XL11

4.11. Data Hasil FT-IR untuk sampel genteng polimer (XL

) 49

12

4.12. Data Hasil FT-IR untuk sampel genteng polimer (XL

) 49

21

4.13. Data Hasil FT-IR untuk sampel genteng polimer (XL

) 50

31

4.14. Data Hasil FT-IR untuk sampel genteng polimer (XL

) 50

41

4.15. Data Hasil FT-IR untuk sampel genteng polimer (XL

) 51

11d

4.16. Data Hasil FT-IR untuk sampel genteng polimer (XL

) 51


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Struktur Molekul Isosianat 7

2.2. Rumus Bangun DiphenilMethane Diisosianat 10

2.3. Reaksi pembuatan poliuretan 10

2.4. Struktur karet Sintetis Ethylene Propylene Diena Monomer 11 2.5. Struktur Aspal 14 2.6. Struktur Asphalten 15 2.7. Struktur Saturate 16 3.1. SpecimenUji Kekuatan Tarik Berdasarkaan ASTM D-638 31

4.1. Grafik Load vs Stroke untuk PU : EPDM (90:10) 42

4.2. Grafik Load vs Stroke untuk PU : EPDM (80:20) 42

4.3. Grafik Load vs Stroke untuk PU : EPDM (70:30) 43

4.4. Grafik Load vs Stroke untuk PU : EPDM (60:40) 43

4.5. Reaksi Pembentukan Poliuretan 50

4.6. Foto SEM perbesaran 50X sampel XL21

4.7. Foto SEM perbesaran 140X sampel XL

52

21

4.8. Foto SEM perbesaran 7000X sampel XL

53

21

4.9. Foto SEM perbesaran 50X sampel XL

53

31

4.10. Foto SEM perbesaran 140X sampel XL

54

31

4.11. Foto SEM perbesaran 7000X sampel XL

54


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

L- 1. Perhitungan Kekuatan Tarik dan % Kemuluran L- 2. Gambar Alat Percobaan

L- 3. Gambar Hasil pembuatan Genteng Polimer L-4. Hasil Uji DTA L- 5. Hasil Uji FT-IR 71


(18)

PEMANFAATAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI AGREGAT

DENGAN CAMPURAN POLIURETAN DAN KARET SINTESIS

ETHYLENE PROPYLENE DIENA MONOMER (EPDM) PADA

ASPAL DALAM PEMBUATAN GENTENG POLIMER

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan cangkang sawit sebagai bahan pengisi (filler) sebagai bahan pengikat silang Poliuretan dan karet sintetis Ethylene Propylene Diena Monomer (EPDM). Pada tahap pertama dilakukan pembuatan poliuretan, yang kemudian dilakukan percampuran antara poliuretan dan EPDM dengan beberapa perbandingan. Dalam hal ini komposisi cangkang (filler) yang divariasikan berbeda yaitu (5, 10, 15) gram sedangkan jumlah sulfur dan aspal tetap yaitu sulfur sebanyak 1 gram dan aspal sebanyak 5 gram. Dari hasil penelitian untuk sampel dengan perbandingan poliuretan dan EPDM (80: 20) dengan berat cangkang sawit 10 gram terhadap daya serap air sebesar 7.47 %, Tegangan 071 kgf, Regangan 10,86 mm/menit dan Kekuatan Tarik sampel sebesar 0.232 N/m2 serta % Kemuluran = 11.72 %. Sedangkan dari hasil uji DTA Titik Leleh pada temperature 150 OC dan titik dekomposisi (terbakar) pada temperature 530 OC sifat bahan lebih bersifat eksoterm dan sampel telah terbiodegradasi dalam waktu 1 bulan. Sedangkan untuk sampel dengan perbandingan poliuretan dan EPDM (70 :30) dengan berat cangkang sawit sebanyak 10 gr terhadap daya serap air = 6.65 %, Tegangan = 0.53 kgf, Regangan 18.39 %, Kekuatan Tarik = 0.173 N/m2, dan Kemuluran = 15.54 %, hasil pengujian DTA menunjukkan Titik leleh pada temperature 310 OC,dan 310 OC, sedangkan titik dekomposisi pada temperature 510 OC dimana bahan lebih bersifat endoterm (menyerap panas), dan pada uji terbiodegradasi selama 1 bulan tidak terbiodegradasidapat dilihat pada uji FT-IR.Dari hasil penelitian sampel genteng polimer yang baik pada perbandingan poliuretan dan EPDM (70:30) dengan berat cangkang sawit 10 gram dan 15 gram.

Kata kunci : Diphenilmetilen4,4 diisosianat, PEG, Poliuretan, EPDM, Cangkang Sawit, Genteng Polimer


(19)

CANGKANG USE OIL AS AGGREGATE MIXTURE WITH RUBBER

POLYURETHANE AND SYNTHESIS ETHYLENE PROPYLENE

DIENA

MONOMER (EPDM) ON ASPHALT TILE

MAKING IN

POLYMER

ABSTRACT

Has done research on the use of palm shells as filler material (filler) as a crosslinking polyurethane and synthetic rubber Ethylene Propylene Diena Monomer (EPDM). In the first step of the manufacture of polyurethanes, which then performed a mixture of polyurethane and EPDM with some comparisons. In this case the shell composition (filler) that is different is varied (5, 10, 15) while the number of grams of sulfur and sulfur-asphalt remains that as much as 1 gram and 5 grams of asphalt. From the research results for the sample with a ratio of polyurethane and EPDM (80: 20) with a weight of 10 grams of oil shell against water absorption of 7:47%, Voltage 071 kgf, Strain 10.86 mm / min and a sample size of 0232 Tensile Strength N/m2 and % elongation = 11.72%. While the results of the test DTA melting point at 150 OC temperature and decomposition point (burned) at temperatures of 530 OC is more exothermic nature of the material and the sample was biodegradable within 1 month. As for the samples with a ratio of polyurethane and EPDM (70: 30) shells weighing as much as 10 grams of oil to water absorption = 6.65%, Voltage = 0:53 kgf, 18:39% Strain, Tensile Strength = 0173 N/m2, and elongation = 15:54% , DTA test results showed melting point at a temperature of 310 OC, and 310 OC, whereas the point of decomposition at temperatures of 510 OC where the material is more endothermic (absorbs heat), and the biodegradable test for 1 month terbiodegradasidapat not seen in the FT-IR.Dari test tile sample results were good in comparison polymer polyurethane and EPDM (70:30) palm shells weighing 10 grams and 15 grams.

Keywords: Diphenilmetilen4, 4 diisocyanate, PEG, Polyurethane, EPDM, Shell Oil, Polymer tile


(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pada saat ini industri pengolahan kelapa sawit memiliki prospek yang cerah untuk masa depan seiring perkembangan industri, diharapkan industri dapat menggunakan bahan baku industri ramah lingkungan serta ketersediaa bahan baku yang dapat diperbaharui (renewable). Dari hasil pengamatan dilapangan setiap 1 Ton tandan buah segar diperoleh 21-23% minyak CPO dan 5% kernel (cangkang sawit). Pada saat ini pemanfaatan cangkang kelapa sawit masih terbatas penggunaannya seperti untuk bahan bakar, karbon aktif, asap cair, fenol, serta briket arang. Cangkang sawit masih dapat digunakan untuk produksi biopreservatif dan bioflavor (Purnama Darmadji, UGM). Cangkang sawit merupakan produk samping limbah padat dari pengolahan kelapa sawit yang belum dimanfaatkan semaksimal mungkin. Dalam upaya pemanfaatan cangkang sawit yang kurang efektif dapat menghasilkan residu yang tidak termanfaatkan serta mengakibatkan dampak yang kurang menguntungkan perlu dilakukan langkah untuk memanfaatkan limbah ini menjadi bahan yang bernilai ekonomis yang lebih tinggi.

Salah satu industri yang belakangan yang perlu dilirik adalah industri genteng polimer, dimana industri ini umumnya menggunakan bahan baku karet alam, polimer sintesis, aspal dan pasir. Suatu atap dapat menahan panas dan kondisi lingkungan lainnya, kandungan aspal yang tepat adalah 7.5 kg aspal per 12 m buju sangkar dari atap. Suatu atap aspal memiliki kandungan aspal dan batu kerikil, (Puzinauskas, V.P. 1979).

Kelebihan dari genteng jenis ini adalah lebih simple dalam pemasangannya dan memiliki daya redam suara yang lebih baik. Disamping karet alam, bahan yang dominan kedua adalah aspal yang merupakan bahan pengikat antara karet dan agregat. Penelitian mengenai genteng polimer ini terus berkembang dari waktu ke waktu, terutama penelitian yang menggunakan bahan-bahan yang terbuang.


(21)

Disamping itu bahan polimer sintesis yang menarik untuk dikembangkan adalah poliuretan (PU) karena bahan ini merupakan polimer yang terdiri asam karbamat (R2NHCO2

Berbagai penelitian terdahulu seperti penggunaan monomer Etilen Akrilat (EA) menjadi Polietilen Akrilat (PEA) telah digunakan sebagai binder dalam aspal untuk meningkatkan sifat-sifat reologi dari aspal disamping merubah sifat kelembutan (softening) dari aspal (Gordon, 20-2-2008), disamping itu Huaxin Chen (29-8-2009) menjelaskan dalam experimennya bahwa bahan-bahan yang bersifat fiber mampu menstabilkan melakukan coupling agent pada campuran aspal dan karet dalam meningkatkan sifat mekanik secara nyata. Karet sintesis seperti Styren Butadiena Rubber (SBR) telah diteliti oleh Zhang Bhoachang (23-7-2009) menyatakan bahwa karet SBR mampu meningkatkan viscoelastis dari aspal.

H) yang merupakan ester-amida dari asam karbonat. Poliuretan digunakan dalam berbagai macam aplikasi terrmasuk serat (teristimewa jenis elastis), bahan perekat, pelapis, elastomer dan busa-busa yang fleksibel dan kuat. Poliuretan secara meluas digunakan sebagai dudukan busa fleksibel berdaya lenting (daya pegas) tinggi, panel isolator busa yang kaku, segel mikroselular dan gasket, roda dan ban karet yang tahan lama, segel dan lem berkinerja tinggi, spandeks, alas karpet, serta bagian plastik yang keras. Secara komersial poliuretan diproduksi dengan mereaksikan isosianat cair dengan senyawa hidroksil atau melalui reaksi antara bikloroformat dengan diamin (Hatakayama 1995). Senyawa diisosianat yang biasa digunakan adalah metilen 4,4 difenil diisosianat (MDI), Toluena diisosianat (TDI), dan Heksametilen diisosianat (HDI). Jadi komponenn utama poliuretan adalah isosianat (Walton et al 2000).

Disisi lain penelitian campuran monomer dengan kaolin clay sebagai Agregat telah dilaporkan oleh Claunp Ouyang (11-8-2004) yang menyatakan bahwa peranan agregat yang memiliki luas permukaan lebih kecil dapat meningkatkan sifat-sifat aspal secara signifikan. Juga Zhanping You (24-7-2010) telah memanfaatkan Nano Clay

sebagai bahan untuk modifikasi aspal. Karakteristik yang beliau lakukan menyebutkan bahwa bahwa baik sifat mekanik dan sifat thermal telah dapat memperkuat aspal dalam pembuatan industri genteng polimer. Dari beberapa penelitian diatas maka peneliti


(22)

Poliuretan (PU) Dan Karet Sintetis Ethylene Propylene Diena Monomer (EPDM) Pada Aspal Dalam Pembuatan Genteng Polimer”. Dalam hal ini cangkang sawit digunakan sebagai bahan agregat (filler) yang biasanya agregat yang digunakan pasir sebagai bahan pembuatan genteng secara konvensional. Sedangkan poliuretan dan karet

Ethylene Propylene Diena Monomer (EPDM) merupakan bahan polimer yang dapat mengikat yang membentuk sambung silang (crosslinker) dalam campuran aspal tersebut, yang mana akan menghasilkan ikatan kimia yang kuat dalam percampuran aspal tersebut yang mengakibatkan agregat terperangkap diantara ikatan sambung silang yang terjadi pada poliuretan dengan karet sintetis EPDM terhadap cangkang sawit dalam proses pengikatan aspal, pada pembuatan genteng polimer.

1.2.Rumusan Masalah

Dari uraian diatas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah penambahan cangkang sawit sebagai agreat dapat meningkatkan efek mekanik, serta sifat fisik (daya serap air, sifat termal, morfologi) dengan campuran Poliuretan dan EPDM terhadap aspal.

b. Bagaimana pengaruh penambahan cangkang sawit sebagai bahan agregat dengan penambahan poliuetan dan karet EPDM terhadap dalam peningkatan mutu genteng polimer sesuai dengan standart SNI.

c. Bagaimana karakteristik dari genteng polimer dengan campuran poliuretan dan karet sintetis EPDM pada cangkang sawit terhadap pengikatan aspal.

1.3.Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:

a. Sampel yang digunakan yaitu aspal produksi asal Iran dengan type grade 60/70 yang diperoleh dari distributor PT. Gudang Aspal 51 Medan-Sumatera Utara. b. Cangkang Sawit yang digunakan adalah dari PKS Aek Nabara Rantau Parapat

Labuhan Batu

c. Analisis dan karakterisasi yang dilakukan adalah Uji Regangan dan Tegangan, Uji Daya Serap Air, Uji Difrensial Thermal Analysis (DTA), FT-IR dan Uji SEM.


(23)

1.4.Tujuan Penelitian

Dari masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Pemanfaatan Cangkang Sawit sebagai bahan agreat (filler) untuk menambah kekuatan dari genteng polimer.

b. Memanfaatkan cangkang sebagai agreat untuk menghasilkan produk genteng polimer yang berkwalitas baik .dan bernilai ekonomi lebih tinggi.

c. Untuk menentukan konsentrasi cangkang sebagai agregat yang tepat dalam pembuatan genteng polimer yang baik.

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai :

a. Pemanfatan cangkang sawit sebagai agregat dalam pembuatan genteng polimer b. Membuat genteng polimer yang memiliki daya tahan yang lebih baik.

1.6.Metodologi Penelitian

a. Persiapan bahan berupa: pembuatan agreat cangkang sawit ukuran 60 Mesh, pembuatan poliuretan dengan campuran Difenil metilen 4,4 Diisosianat (MDI) dan Polietilen Glikol (PEG).

b. Tahapan preparasi campuran poliuretan dengan karet EPDM serta aspal dan cangkang sawit dalam pembuatan genteng polimer. Pada tahapan pembuatan genteng polimer ini dengan penambahan poliuretan sebagai addesive dengan parameter perubahan perbandingan berat cangkang sawit dengan penambahan aspal.

1.7.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Kimia Dasar PTKI Medan, Pusat Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Analisis FTIR dilakukan di


(24)

Laboratorium Bea dan Cukai Belawan dan analisis SEM di Laboratorium Geologi Kuarter (PPGL) Bandung.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cangkang Sawit

Produk samping kelapa sawit dari pengolahan minyak sawit adalah cangkang kelapa sawit (Palm Kernel Shell) yang merupakan bagian terkeras dari buah kelapa sawit. Pada saat ini pemanfaatan cangkang sawit dari berbagai pengolahan kelapa ssawit masih belum banyak digunakan sepenuhnya sehingga menghasilkan residu, yang akhirnya dijual mentah ke pasaran. Pada umumnya cangkang sawit tersebut banyak digunakan sebagai bahan bakar, karbon aktif, asap cair, fenol, tepung tempurung, serta briket arang. Cangkang Kelapa Sawit merupakan limbah padat pertanian yang berasal dari industri kelapa sawit yang banyak di Indonesia.

Cangkang sawit ( Palm Kernel Shell ) pada umumnya tidak digunakan dalam industri konstruksi namun untuk mengurangi biaya bahan bangunan konvensional dapat digunakan untuk masa ke depan dimana cangkang sawit merupakan produk limbah pertanian yang jumlahnya besar pada daerah tropis. Untuk mengurangi biaya, cangkang sawit dapat digunakan dalam pembuatan produksi beton ringan bermutu tinggi. Dari hasil penelitian terhadap densitas, workability, kuat tekan, serta pengukuran daya serap air pada kondisi kuat tekan selama 28 hari, tanpa penambahan bubuk kapur dengan menggantikan cangkang sawit dalam bentuk nano partikel menghasilkan kekuatan tekan 43-48 MPa dan kepadatan kering sekitar 1870-1990 kg/m3, serta penyerapan air dari beton merupakan kisaran beton yang baik (Payam Shafigh, 2010).


(26)

2.2.Isosianat

Isosianat adalah golongan fungsional atom-atom – N=C=O (1 nitrogen, 1 karbon, 1 oksigen), untuk golongan fungsional sianat diatur sebagai – O–C≡N, senyawa organik yang berisi satu kelompok isosianat boleh juga disebut sebagai satu isosianat. Satu isosianat yang mempunyai dua isosianat dikenal sebagai diisocyanate. Diisocyanates dihasilkan untuk reaksi dengan poliol-poliol di dalam produksi poliuretan-poliuretan.

Gambar 2.1. Struktur Molekul Isosianat

Isosianat adalah perekat yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada perekat lainnya (Wikipedia, 2012). Isosianat bereaksi bukan hanya dengan aquarous tetapi juga dengan kayu yang menghasilkan ikatan kimia yang kuat sekali (chemical bonding). Isosianat juga memiliki gugus kimia yang sangat reaktif, yaitu R-N=C=O. Keunikan perekat isosianat adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, panas, cepat kering, pH netral dan kedap terhadap solvent (pelarut organik). Perekat ini juga memiliki daya guna yang luas untuk merekatkan berbagai macam material alam. Isosianat mempunyai keunggulan mengental yang lama (Ruhendi dan Hadi 1997).

Isosianat-isosianat dengan tiga atau lebih kelompok isosianat bereaksi dengan suatu poliol, polimer yang hasilnya adalah crosslinked. Jumlah dari crosslinking mempengaruhi kekakuan dari polimer. Bertentangan dengan polimer linear, polimer crosslinked berlawanan dengan polimer linier, polimer crosslinked tidak mengalir ketika dipanaskan. Semua lem struktural bersifat crosslink karena crosslinked ini mengeliminasi (deformasi cross section beban konstan). Kekuatan yang tinggi, daya tahan yang tinggi merupakan perekat yang tidak berbasis formaldehyde (Kawai et al 1998).


(27)

2.3.Polyetilen Glikol (PEG)

Polyetilen Glikol dikenal nama Polietlen Oksida (PEO) dan Polioksi Etilen (POE). Polyetilen Glikol adalah suatu polimer yang digunakan dalam industry pangan, kosmetika dan farmasi yang merupakan polimer yang larut dalam air yang memiliki gugus hidroksi primer yang mengandung oksietilen (-CH2-CH2

PEG dibuat melalui reaksi polimerisasi etilen oksida dengan rentang berat molekul yang luas dari 300 g/mol sampai 10.000 g/mol. Perbedaan berat molekul akan mempunyai perbedaan sifat fisika (viskositas) terhadap panjang rantai, tetapi sifat fisika kimia hampir sama. Sifat dari PEG antara lain tidak beracun (non toksit), hidrofilik dan memiliki fleksibilitas yang tinggi. PEG sering digunakan sebagai plasticizer yang baik serta banyak digunakan dalam industri polimer (Respository :upi.edu/operator/upload/skim 0611055 chapter 2.pdf).

-O-). Sifat utama PEG adalah stabil, tersebar merata, higraskopik (mudah menguap) dan dapat mengikat pigmen (file//H:/Polietilen-glikol.htm).

2.4. Poliuretan

Polimer Poliuretan pertama sekali dirintis oleh Otto Bayer tahun 1973 dilaboratorim I.G. Farben di Leverkusen, Jerman, dengan menggunakan reaaksi polimerisasi adisi menghasilkan poliuretan dari diisosianat cair dan polieter cair. Awalnya difokuskan pada produksi serat dan busa yang fleksibel, yang sebelumnya dalam skala terbatas digunakan sebagai pelapis pesawat. Serat linear yang diproduksi dari heksametilena diisosianat (HDI) dan 1,4 Butanadiol (BDO) (Walton et al 2000).

Salah satu sifat poliuretan yang disukai adalah kemampuannya untuk diubah menjadi busa, bila air bereaksi dengan issosianat akan menghasilkan gas karbondioksida yang mengisi dan mengembangkan sel yang diciptakan pada proses percampuran. Pada proses ini terjadi proses 3 langkah yaitu air bereaksi dengan gugus isoaianat untuk membentuk asam karbamat, asam karbamat tidak stabil dan


(28)

penguraiannya membentuk karbon dioksida dan sebuah amina. Amina bereaksi dengan isosianat menghasilkan uretan buatan (Wikipedia Org) .

Ada dua metode pembuatan poliuretan : reaksi biskloroformat dengan diamin dan reaksi diisosianat dengan senyawa-senyawa dihidroksi. Poliuretan linier biasanya dipreparasi dalam larutan karena polimer ini cenderung berdisosiasi menjadi alkohol dan isosianat atau terdekomposisi menjadi amin, dan karbondioksida pada suhu tinggi yang diperlukan untuk polimerisasi leburan. Polimerisasi leburan berlaku untuk poliuretan yang dipreparasi dengan diisosianat aromatik. (Steven, 2001).

Meskipun sifat-sifat poliuretan hanya terbatas pada penggunaan poliol, diisosianat juga dapat sedikit berpengaruh. Kecepatan awetnya dipengaruhi oleh reaktifitas gugus fungsi dan jumlah gugus isosianat. Sifat – sifat mekanik dipengaruhi oleh fungsionalitas dan bentuk molekuler. Penggunaan diisosianat hanya mempengaruhi stabilitas poliuretan terhadap cahaya. Poliuretan yang dibuat dengan diisoisianat aromatik berwarna kuning karena kurang tahan terhadap cahaya, sedangkan jika dengan diisosianat alifatik akan lebih stabil. Banyak dari produksi poliuretan melibatkan pemakaian poliester-poliester berujung hidroksi dengan berat molekul rendah atau polieter-polieter sebagai monomer dihidroksi. Kopolimer yang fleksibel dari tipe ini tidak hanya bermanfaat sebagai serat tetapi bisa juga dikonversikan menjadi elastomer-elastomer yang terikat silang lewat reaksi lebih lanjut dengan diisosianat berlebih, suatu reaksi adisi yang melibatkan nitrogen dari ikatan uretan (Steven, 2001 ).

Telah dilakukan juga pembuatan poliuretan (PU) yang berbentuk busa dengan menggunakan poliol dari minyak sawit (PO-p). Pada tahap I minyak kelapa sawit dikonversikan menjadi monogliserida untuk mendapatkan poliol oleh proses gliserolysis. Pada tahap II pembuatan PU dengan percampuran poliol polietilen glikol (PEG) dengan senyawa isosianat. Dari analisis bahwa gerakan rantai poliuretan menjadi lebih fleksibel pada PO-p daripada polimer yang terbentuk. Hal ini mengembangkan type baru dalam pembuatan poliuretan busa (Ryohei Tanaka 2007).


(29)

Poliuretan merupakan reaksi dari R1-N=C=O + R2-O-H -R1HNCOOR2

Perekat isosianat yang pada umumnya digunakan karena volatilitasnya rendah adalah Diphenil Methane Diisosianat (MDI) (Marra 1992), rumus molekul dari MDI adalah C

merupakan polimer reaksi termasuk juga epoksi, poliester tak jenuh dan fenol. Uretan dihasilkan dengan mereaksikan satu gugus isosianat,-N=C=O dengan satu gugus hidroksil (alkohol), - OH. Poliuretan dihasilkan dari reaksi poliadisi dari poliisosianat dengan sebuah polialkohol (poliol) dengan adanya katalis dan zat tambahan lain campuran ini sering juga disebut resin. Beberapa contoh zat tambahan campuran resin adalah perpanjangan rantai, pertautan silang, surfaktan, penghambat nyala, bahan pembusa, pigmen dan bahan pengisi. Komponen pertama dari polimer poliuretan adalah isosianat, isosianat dapat digolongkan sebagai aromatic seperti difenilmetana diisosianat (MDI), atau Toluena diisosianat (TDI), Isoforon diisosianat (IPDI). Difenil metana isosianat merupakan isosianat polimerik yang merupakan campuran molekul dua atau lebih gugus isosianat (Wikipedia Org).

15H10O2N2, Berat Molekul =250,25 g/mol, Titik Leleh=40OC, Titik Didih =

314 OC. Adapun rumus bangun dari senyawa tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2. berikut ini :

Gambar 2.2. Rumus Bangun Diphenil Methane Diisosianat

Reaksi pembuatan poliuretan dengan menggunakan Diphenil Methane Diisosianat dengan poliol Polietilen Glikol (PEG) dengan reaksi sebagai berikut :


(30)

NCO

C H2

NCO

NCO

C H2

NH C O

O O C NH

C H2

NCO HO

OH

O

70-75 OC +

PEG

MDI

POLIURETAN

Gambar 2.3.Reaksi pembuatan poliuretan

2.5. Karet Sintetis Ethylene Propylene Diena Monomer (EPDM)

Isomer karet EPDM merupakan gabungan tiga jenis monomer yaitu ethylene dan propylene yang termoplastik dan monomer lain yang memiliki ikatan rangkap dua yang disebut diena. Sifat EPDM ditentukann oleh jenis diene monomer. Adapun rumus bangun dari karet EPDM dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut :

-(--CH2-CH2-)-(-CH--CH2-)-(-CH-CH2

-)-CH2 CH

CH3 CH CH3

Gambar 2.4. Struktur Karet Sintetis Ethylene Propylene Diena Monomer

Suhu transisi gelas ethylene dan propylene masing-masing adalah + 80 OC dan +100OC. Kedua material ini kaku pada suhu kamar, sehingga digolongkan kedalam jenis


(31)

termoplastik, dengan memasukkan monomer ketiga yang memiliki ikatan rangkap, maka gabungan ketiganya menghasilkan produk yang rubbery pada suhu kamar. Pada gambar diatas diena monomernya adalah heksadiena, dimana pada gambar memperlihatkan bahwa ikatan rangkap tidak terletak pada rantai utama atau backbone, hal ini mengakibatkan ketahanan usang karet EPDM sangat tinggi. Demikian juga ketahanan terhadap ozon, karena ozon menyerang ikatan rangkap. Sifat-sifat yang dimiliki karet EPDM adalah :

- Tidak mempunyai kemampuan berkristalisasi karena memiliki gugus samping yang besar (bulky)

- Ketahanan terhadap oksidasi, ozone, dan cuaca yang sangat baik - Suhu transisi gelas lebih tinggi dari karet alam yaitu -50 OC.

Polimer EPDM memiliki berat molekul yang tinggi dan merupakan elastromer padat. EPDM memiliki nilai viskositas larutan encer (Dilute Solution Viscosity/DSV) 1,6 – 2,5, yang diukur dengan 0,2 g EPDM per desiliter toluena pada temperatur 25ºC. Karet EPDM memiliki nilai kekuatan tarik kira-kira 800-1800 psi (sekitar 5,51-12,40 MPa) dan kemuluran sebesar 600% (Krishna Buana).

2.6. Ikat-Silang (Crosslinking)

Reaksi ikat-silang adalah suatu reaksi yang memicu pembentukan polimer tak larut dan terurai (infusible) dimana rantai dihubungkan bersama untuk membentuk suatu struktur jaringan tiga dimensi. Sebagai contoh reaksi dari ikat-silang adalah proses vulkanisasi. Proses vulkanisasi ini mampu membuat karet berguna dalam aplikasinya dengan kekuatan tarik yang sangat baik. Polimer yang melalui proses ikat-silang banyak dijumpai pada industri cat, tinta print, adhesif, serta komponen elektronik. Ikat-silang dapat dilakukan dengan penambahan zat pengikat-silang, suatu molekul yang memiliki dua atau lebih gugus reaktif yang dapat bereaksi dengan gugus fungsi pada rantai polimer. Polimer terikat-silang dapat disiapkan dengan polimerisasi dari monomer


(32)

Ikat-silang dapat mempengaruhi sifat fisik dari polimer yang diikat-silangkan. Umumnya, ikat silang ini meningkatkan sifat fisik dari polimer tersebut. Dengan

compression set dan stress relaxation meningkat dengan adanya ikat-silang yang terjadi. Diantaranya, ekspansi panas dan kapasitas panas menurun,suhu distrosi panas, kekuatan tarik, dan indeks bias meningkat. Suhu transisi gelas meningkat seiring dengan bertambahnya densitas ikat-silang. Termoplastik polimer vinil (berat molekul 40 x 103-106), seperti polipropilena, polietilena, polistirena, poliakrilat dan beberapa poli(vinil)klorida meningkat sifat fisik dan kimianya dengan pembentukan ikat-silang (Kroschwitz, 1990).

2.7. Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun juga merupakan hasil residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal. Pada suhu ruang, aspal adalah material yang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. (Sukirman, 2003). Aspal dikenal sebagai bahan atau material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif), mengandung bagian-bagian utama yaitu hidokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida. Aspal sendiri dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga temperatur 350 OC dibawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah), dan gas oil (Wignall, 2003).


(33)

Aspal dipandang sebagai sebuah sistem koloidal yang terdiri dari komponen molekul berat yang disebut asphaltene, dispersi/hamburan di dalam minyak perantara disebut

maltene. Bagian dari maltene terdiri dari molekul perantara disebut resin yang menjadi instrumen di dalam menjaga dispersi asphaltene (Koninklijke, 1987). Aspal merupakan senyawa hidrogen (H) dan karbon (C) yang terdiri dari bebebrapa senyawa seperti: paraffin, siklo paraffin. naften dan aromatis. Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut agregat dalam bentuk film, dimana aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air masuk ke dalam campuran (Rianung, 2007). Struktur aspal dapat dilihat pada gambar 2.4. berikut ini :

Gambar 2.5. Struktur Aspal (Sumber: blog.umy.ac.id)

Aspal seperti pada Gambar 2.5, merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom Nitrogen (N), Sulfur (S), dan Oksigen (O) dalam jumlah yang kecil. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam aspal atau bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%).

Kandungan aspal terdiri dari senyawa asphaltenes dan maltene. Asphaltenes


(34)

senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan vanadium (http:/145-bitumi html). Adapun struktur aspaltenes dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut :

Gambar 2.6. Struktur Asphaltenes.

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen.

Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan berbentuk solid atau semi solid dan sangat polar, dimana tersusun oleh atom karbon dan hidrogen, dan sedikit atom oksigen, Sulfur, dan Nitrogen, untuk perbandingan hidrogen dengan karbon H/C yaitu 1.3 – 1.4, memiliki berat molekul antara 500 – 50000, serta larut dalam n-heptan.

Aromatis merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, dengan berat molekul antara 300 – 2000, terdiri dari senyawa naften aromatis, dengan komposisinya antara 40 - 65% dari total bitumen.

Saturate merupakan senyawa berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan memiliki berat molekul hampir sama dengan aromatis., serta tersusun dari campuran hidrokarbon berantai lurus, bercabang, alkil naften, dan aromatis, dengan komposisinya berjumlah antara 5-20% dari total bitumen. Gambar 2.7 merupakan struktur kimia dari senyawa saturate dengan bentuk susunan rantai yang berbeda.


(35)

Gambar 2.7. Struktur Saturate

Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida (CS2

Aspal terdiri dari bahan hidrokarbon yang bersifat melekat (adhesive), berwarna hitam kecoklatan, tahan terhadap air, dan visoelastis. Aspal sering juga disebut bitumen merupakan bahan pengikat pada campuran beraspal yang dimanfaatkan sebagai bahan pelapis permukaan lapisan perkerasan lentur. Aspal berasal dari aspal alam (aspal buton} atau aspal minyak (aspal yang berasal dari minyak bumi). Berdasarkan konsistensinya, aspal dapat diklasifikasikan menjadi aspal padat, dan aspal cair. Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Aspal sebagai bahan pengikat dalam perkerasan lentur mempunyai sifat viskoelastis. Aspal akan bersifat padat pada suhu ruang dan bersifat cair bila dipanaskan. Aspal merupakan bahan yang sangat kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan baik. Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik dan aromatic yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom-atom selain hidrogen dan karbon yang juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang, dan beberapa atom lain. Secara kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hydrogen, 6% belerang, dan sisanya oksigen dan nitrogen, serta sejumlah renik besi, nikel, dan vanadium.

Senyawa-), dan struktur utamanya merupakan ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat kompak (Nuryanto, 2008).


(36)

senyawa ini sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil) dan malten (yang massa molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25% aspalten (wikipedia.Org).

2.7.2. Jenis – Jenis Aspal

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut:

a. Aspal Alam

Aspal alam ada yang diperoleh di gunung-gunung seperti aspal di pulau buton, dan ada yang diperoleh di pulau Trinidad berupa aspal danau. Aspal alam terbesar di dunia terdapat di Trinidad, berupa aspal danau. Indonesia memiliki aspal alam yaitu di Pulau Buton, yang terkenal dengan nama Asbuton (Aspal Pulau Buton). Penggunaan asbuton sebagai salah satu material perkerasan jalan telah dimulai sejak tahun 1920, walaupun masih bersifat konvensional. Asbuton merupakan batu yang mengandung aspal. Asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi.

b. Aspal Minyak

Aspal minyak bumi adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil yang mengandung banyak aspal, parafin base crude oil yang mengandung banyak parafin, atau mixed base crude oil yang mengandung campuran aspal dengan parafin. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan asphaltic base crude oil. Hasil destilasi minyak bumi menghasilkan bensin, minyak tanah, dan solar yang diperoleh pada temperatur berbeda-beda, sedangkan aspal merupakan residunya. Residu aspal berbentuk padat, tetapi dapat pula berbentuk cair atau emulsi pada temperatur ruang. Jadi, jika dilihat bentuknya pada temperatur ruang, maka aspal dibedakan atas beberapa bagian, yaitu: 1. Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan mencair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen aspal (asphalt


(37)

cement). Oleh karena itu, semen aspal harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat.

2. Aspal cair (asphalt cut-back) yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar.

3. Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%) dengan air (35%-45%) dan bahan pengemulsi 1% sampai 2% yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi ini lebih cair daripada aspal cair. Dimana dalam aspal emulsi, butir-butir aspal larut dalam air. Untuk menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir-butir yang lebih besar, maka butiran tersebut diberi muatan listrik.

Aspal beton banyak digunakan untuk trotoar, dek jembatan, jalan pada bandara serta aplikasi struktur terkait. Untuk mengatasi masalah degradasi yang disebabkan oleh bahan pengisi yang berlebih maka diselidiki pengisi yang memiliki keunggulan dari bahan pengisi tunggal. Adanya peningkatan kinerja mekanik dan properties listrik yang pesat dengan modifikasi grafit dan serat karbon (Liu Xiaoming, 2010).

Aspal yang digunakan untuk perkerasan jalan yang dicampurkan dengan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan disebut dengan aspal beton. Dan yang paling umum digunakan yaitu aspal beton campuran panas yang dikenal dengan Hot Mix sedangkan jenis lainnya seperti aspal beton campuran hangat, aspal beton campuran dingin, dan aspal mastis (Asiyanto, 2008).

Aspal padat Iran merupakan salah satu jenis aspal minyak bumi yang diimpor dari Iran-Teheran. Aspal jenis ini sangat sesuai dan direkomendasikan untuk negara beriklim tropis seperti Indonesia, karena di desain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal yang dipergunakan sebagai bahan utama dalam penelitian ini yaitu aspal dengan angka penetrasi 60/70. Data pengujian untuk Aspal Grade 60/70 (Anonim 2010) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :


(38)

Tabel 2.1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Grade 60/70

Sifat Ukuran Spesifikasi Standart Pengujian

Densitas pada T 25 oC K/m3 1010 - 1060 ASTM-D71/3289

Penetrasi pada T 25 oC 0,1 mm 60/70 ASTM-D5

Titik leleh oC 49/56 ASTM-D36

Daktilitas pada T 25 oC Cm Min. 100 ASTM-D113

Kerugian pemanasan %wt Max. 0,2 ASTM-D6

Penurunan pada penetrasi setelah

pemanasan % Max. 20 ASTM-D6&D5

Titik nyala oC Min. 250 ASTM-D92

Kelarutan dalam CS2 %wt Min. 99,5 ASTM-D4

Spot Test Negatif AASHO T102

Aspal adalah suatu unsur dari minyak bumi paling kasar yang bukan hasil proses dalam distilasi minyak bumi. Tetapi merupakan residu dari minyak mentah. Residu minyak bumi ini memiliki komponen yang bervariasi mulai dari 1 persen hingga 58 persen berat.

Beberapa sifat aspal antara lain sebagai berikut :

1. Aspal mempunyai sifat mekanis ( Rheologic ), yaitu hubungan antara tegangan (stress) dan regangan (strain) dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang sangat cepat, maka aspal akan bersifat elastis, tetapi jika pembebanannya terjadi dalam jangka waktu yang lambat maka sifat aspal menjadi plastis ( viscous ).

2. Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensinya atau viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Semakin tinggi temperature aspal, maka viskositasnya akan semakin rendah atau semakin encer demikian pula sebaliknya. Dari segi pelaksanaan lapis keras, aspal dengan viskositas yang rendah akan menguntungkan karena aspal akan menyelimuti batuan dengan lebih


(39)

baik dan merata.Akan tetapi dengan pemanasan yang berlebihan maka akan merusak molekul-molekul dari aspal, aspal menjadi getas dan rapuh.

3. Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami tegangan regangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan jalannya waktu. Meskipun aspal hanya merupakan bagian yang kecil dari komponen campuran awet/tahan lama (durable ) dan menjaga campuran tetap dalam kondisi kental yang elastis (Http//Ahmadhafizullaritonga).

Untuk mengubah sifat fisik dari karet dilakukan proses vulkanisasi. Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri sendiri, meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Suhu adalah faktor yang cukup penting dalam proses vulkanisasi, namun tanpa adanya panas pun karet tetap dapat divulkanisasi.

Sejak Goodyear melakukan percobaan memanaskan karet dengan sejumlah kecil sulfur, proses ini menjadi metode terbaik dan paling praktis untuk merubah sifat fisik dari karet, proses ini disebut vulkanisasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada karet alam, namun juga pada karet sintetis. Telah diketahui pula bahwa baik panas maupun sulfur tidak menjadi faktor utama dari proses vulkanisasi. Banyak pula bahan yang tidak mengandung sulfur tapi dapat memvulkanisasi karet. Bahan ini terbagi dua yaitu oxidizing agents seperti selenium, telurium dan peroksida organik. Serta sumber radikal bebas seperti akselerator, senyawa azo dan peroksida organik.

Banyak reaksi kimia yang berhubungan dengan vulkanisasi divariasikan, tetapi hanya melibatkan sedikit atom dari setiap molekul polimer. Definisi dari vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strength dan modulus serta preserve its extensibility. Keberadaan oksida logam atau garam dari kalsium, seng atau magnesium diperlukan untuk mencapai efek penuh dari hampir semua jenis akselerator. Kelarutan dari bahan sangat penting. Oleh karena itu, oksida-oksida logam banyak digunakan bersama asam organik seperti asam stearat atau sabun dari logam yang digunakan


(40)

merkaptobenzotiazol, adanya oksida logam menjadi sangat penting dalam menentukan jenis reaksi ikatan silang yang terjadi. Ikatan yang terbentuk adalah jembatan ion yang kuat yang terbentuk ketika vulkanisasi. Vulkanisat dengan komposisi karet, sulfur, akselerator, aktivator dan asam organik relatif bersifat lembut. Nilainya dalam industri modern pun relatif rendah. Untuk memperbaiki nilai di industri perlu ditambahkan bahan pengisi. Penambahan ini meningkatkan sifat-sifat mekanik seperti tensile strength, stiffness, tear resistance, dan abrasion resistance. Bahan yang ditambahkan disebut reinforcing fillers dan perbaikan yang ditimbulkan disebut reinforcement. Hanya sedikit bahan pengisi yang bersifat memperbaiki satu atau dua sifat karet alam. Sementara yang lainnya melemahkan vulkanisat pada satu atau dua sifat. Bahan tersebut dikenal sebagai inert fillers. Kemampuan filler untuk memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh sifat alami filler, tipe elastomer dan jumlah filler yang digunakan. Komposisi kimia dari filler menentukan kemampuan kerja dari filler. Karbon hitam adalah filler yang paling efisien meskipun ukuran partikel, kondisi permukaan dan sifat lain dapat dikombinasikan secara luas. Sifat elastomer juga turut menentukan daya kerja dari filler. Bahan yang baik untuk memperbaiki sifat karet tertentu, belum tentu bekerja sama baiknya untuk jenis karet lain. Peningkatan jumlah filler menyebabkan perbaikan sifat vulkanisat. Karbon hitam adalah satu-satunya bahan murah yang dapat memperbaiki ketiga sifat penting vulkanisat yaitu tensile strength,

tear resistance dan abrasion resistance.

2.8. Jenis Jenis Atap

Atap merupakan suatu elemen dari sebuah interior yang berfungsi sebagai pelindung dari berbagai cuaca sehingga konstruksi dan bentuknya haruslah menunjang untuk menghadapi bunyi, panas, dingin serta hujan. Dalam pemilihan material atap juga harus benar-benar diperhatikan, dimana kwalitas atap dapat dinilai baik jika mempunyai struktur yang kuat serta tahan lama oleh sebab itu bahan pendukung pembuatan atap haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga atap dapat tetap kuat dan awet. Berbagai material yang sering dibuat dalam pembuatan atap seperti alang-alang,


(41)

sirap, beton, kaca, asbes, genteng dimana material tersebut mempunyai karakteristik tersendiri.

Genteng merupakan elemen sebagai pelindung bangunan dari panas dan hujan. Pada saat ini bentuk dan dan warnanya mengikuti tren desain arsitektur yang fungsinya tidak hanya sebagai penutup atap namun merupakan elemen mempercantik suatu bangunan. Pada saat ini perlu diperhatikan selain untuk mendapatkan nilain produk yang baik, pemanfaatan teknologi juga harus menuju produk bahan bangunan yang ramah lingkungan sejak adanya isu pemanasan global yang mencuat kepermukaan akhir-akhir ini.

Beberapa jenis-jenis atap yang beredar dipasaran antara lain : 1. Atap Sirap

Penutup atap yang terbuat dari kepingan kayu ulin (eusideroxylon zwageri) ketahanannya tergantung keadaan lingkunga, kualitas kayu yang digunakan serta besarnya sudut atap. Penutup atap jenis ini dapat bertahan hingga umur 25 tahun. 2. Atap Genteng Tanah Liat Tradisional

Material ini banyak digunakan untuk rumah, yang terbuat dari tanah liat yang dibakar, kekuatannya cukup baik. Untuk pemasangannya dibutuhkan rangka, genteng dipasang pada atap miring, Sistem pemasangannya inter locking (saling mengunci) dan mengikat. Dalam kurun waktu yang lama warna akan memudar dan permukaannya biasanya dapat ditumbuhi jamur.

3. Atap Genteng Keramik

Material dari genteng ini berbahan dasar tanah liat namun telah mengalami proses polishing, permukaannya sudah diglasur serta diberi warna yang beragam untuk melindungi genteng dari lumut.Ketahanannya dari 20-50 tahun, aplikasinya pada hunian diperkotaan.


(42)

Bahan dasarnya terdiri dari campuran semen PC dan pasir kasar diberi lapisan tipis yang befungsi sebagai pewarna dan kedap air. Daya tahannya cukup lama, karena bobotnya yang berat maka genteng beton disandingkan dengan penampang kuat seperti rangka baja ringan. Dipasaran tersedia beraneka warna, terdapat dua jenis genting beton yaitu bentuk flat (rata) dan bergelombang.Genteng Flat digunakan untuk rumah bergaya minimalis.

5. Atap Seng

Atap yang terbuat dari lembaran baja tipis yang diberikan lapisan seng dari proses elektrolisis yang bertujuan untuk anti karat. Namun jenis atap ini akan bertahan selama lapisan seng belum hilang, jika sudah lewat masa maka atap akan mulai berkarat dan bocor.

6. Atap Dak Beton

Atap ini merupakan atap datar yang terbuat dari kombinasi besi dan beton, penerapannya digunakan pada rumah-rumah modern minimalis dan kontemporer. Konstruksinya kuat, atap tersebut digunakan sebagai tempat beraktivitas seperti : menjemur pakaian, bercocok tanam dengan pot. Kebocoran pada atap ini sering terjadi sehingga perlu dilakukan pengawasan pada bagian cornya saat memasang lapisan waterproof pada bagian atasnya.

7. Atap Genteng Metal

Atap ini terbuat dari logam dengan bobot ringan, bahan pelapis yang digunakan ada dua jenis yaitu baja ringan dan galvanis. Dua jenis genteng metal yang beredar di pasaran jenis genting metal yang berlapis pasir atau tidak. Lapisan pasir berfungsi untuk menahan panas harganya juga lebih mahal Rp 100 ribuan perkeping dibanding yang tidak berpasir. Dalam pemasangannya digunakan peralatan khusus, jika menggunakan rangka atap baja ringan digunakan paku galvanis dan sekrup baja. Ukuran dari atap tersebut 60-120 cm dengan ketebalan 0,3 mm.


(43)

Material dari genteng ini bersipat transparan terbuat dari campuran lembaran bitumen (turunan aspal) dan bahan kimia lain. Ada 2 model dipasaran yaitu model datar bertumpu pada multipleks yang menempel pada rangka dan model bergelombang yang pemasangannya cukup disekrup pada balok gording. Atap ini biasanya dipilih dan dipasang untuk member penerangan alami pada siang hari. Biasanya digunakan untuk bagian rumah yang tidak mendapat cahaya langsung dari jendela atau digunakan sebagai aksen desain dari sebuah rumah. Bentuknya ada berupa lembaran kaca atau genteng kaca sesuai kebutuhan.

9. Atap Polikarbonat

Atap ini berupa lembaran yang dipasang tanpa sambungan yang digunakan sebagai kanopi atau atap tambahan. Keunggulan dari atap polikarbonat adalah kwalitas materialnya dan ketahanannya terhadap radiasi matahari. Atap polikarbonat pemasangannya mudah dan cepat namun harganya mahal dari atap lainnya (Repository usu.ac.id).

2.9. Jenis - Jenis Agregat

Jenis Agregat berdasarkan proses pengolahannya : • Agregat Alam

– Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam atau dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan proses pembentukannya.

• Agregat melalui proses pengolahan

– Digunung‐gunung atau dibukit‐bukit, dan sungai‐sungai sering ditemui agregat yang masih berbentuk batu gunung, dan ukuran yang besarbesar sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat konstruksi jalan. • Agregat Buatan

– Agregat yang merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran < 0,075 mm), diperoleh dari hasil sampingan pabrik‐pabrik semen atau


(44)

Pembagian Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran Menurut The Asphalt Institut, (1993) adalah sebagai berikut :

• Agregat Kasar, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No. 8 (2,36 mm)

• Agregat Halus, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No.8 (2,36 mm).

• Bahan Pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos saringan no. 30 (0,06 mm).

Pembagian Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran Menurut Bina Marga, (2002),

• Agregat Kasar, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No. 4 (4,75 mm)

• Agregat Halus, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No.4 (4,75 mm).

• Bahan Pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos saringan no. 200 (0,075 mm)

2.10. Standar Nasional Indonesia (SNI) Genteng

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0099 : 2007, Syarat mutu genteng meliputi :

1. Sifat Tampak

Genteng harus memiliki permukaan atas yang mulus , tidak terdapat retak, atau cacat lain yang mempengaruhi sifat pemakaiannya.

2. Penyerapan Air

Penyerapan air maksimal 10 %

3. Ketahanan terhadap Perembesan Air ( Impermeabilitas)

Tidak boleh ada tetesan air dari permukaan bawah genteng kurang dari 20 jam ± 5 menit.


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Aspal dengan tipe jenis penetrasi 60/70

b. Cangkang sawit

c. Polietilen Glikol (PEG) 1000

d. Difenilmetana 4,4-diisosianat (MDI) e. Karet Sintetis EPDM

f. Sulfur g. Pasir

3.2.Alat-Alat

Untuk pelaksanaan penelitian digunakan Laboratorium Kimia Dasar PTKI Medan dan laboratorium Polimer FMIPA USU alat yang digunakan adalah :

a. Beaker Gelas 300 ml b. Aluminium foil c. Cetakan dari besi d. Gelas Ukur e. Termometer f. Neraca Analitik

g. Ayakan (60, 100) mesh

h. Motor Pengaduk/ Magnetik stirrer i. Ekstruder


(46)

k. Hot Plate l. Internal Mixer m. FTIR Perkin Elmer

n. SEM

o. Diffrensial Thermal Analyzer

3.3. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap antara lain :

A. Tahap Persiapan : pada tahap ini dilakukan penyediaan bahan. 1. Pembuatan agregat cangkang sawit 60 mesh

a. Sebayak 15 kg cangkang sawit yang berasal dari PKS Aek Nabara Rantau Prapat, ditumbuk sebanyak 5 kg kemudian diayak dengan ayakan 60 mesh. b. Selanjutnya ditimbang cangkang yang telah diayak sebanyak 5 gram; 10

gram; 15 gram.

c. Hasil ayakan dicampurkan terhadap bahan polimer (Poliuretan dan EPDM), dan aspal

2. Persiapan bahan agregat pasir 100 mesh.

a. Agregat pasir halus dicuci terlehih dahulu dengan air, kemudian dipanaskan dalam oven pada temperature 110 O

b. Pasir halus diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh. C selama 2 jam.

c. Hasil ayakan dicampurkan terhadap bahan polimer yang percampuran komposisi bahan genteng yang baik.

B. Tahap percobaan Prosedur Kerja :

1. Pembuatan poliuretan dengan percampuran MDI dan PEG dengan perbandingan 1:2 dengan cara sebagai berikut ;

a. Dimasukkan sebanyak 10 gram MDI kedalam beeker glass 300 ml, kemudian diaduk dengan menggunakan magnetic stirer pada temperature 70

O


(47)

b. Kemudian dimasukkan sebanyak 20 gram PEG campuran diaduk selama 15 menit pada temperature 70O

2. Kemudian dimasukkan sebanyak 10 gram EPDM (yang sebelumnya EPDM telah diekstruder terlebih dahulu pada temperature 130

C dengan kecepatan 200 rpm hingga terbentuk gel.

O

3. Ditambahkan sebanyak 1 gram sulfur kemudian diaduk hingga merata. C.

4. Selanjutnya ditambahkan aspal sebanyak ± 5 gram dipanaskan dan diaduk hingga merata.

5. Selanjunya dilakukan percampuran bahan Polimer dan aspal terhadap bahan pengisi cangkang sawit sebanyak 5 gram, kemudian dilakukan percampuran (blending) yang dilakukan pada internal mixer pada temperature 145 O

6. Sampel didinginkan dan dipersiapan pencetakan dengan menggunakan cetakan besi yang dilapisi dengan aluminium foil.

C selama 30 menit.

7. Selanjutnya sampel ditempatkan pada alat compressor yang ditekan dengan tekanan 35 atm pada temperature 170 O

8. Perlakuan yang sama dengan parameter perlakuan terhadap cangkang sawit dengan jumlah cangkang 5 gram;10 gram; dan 15 gram serta terhadap pasir.

C selama 60 menit dan didinginkan selama 30 menit untuk mendapatkan lempengan genteng.

9. Perlakuan yang sama dilakukan perbandingan terhadap Poliuretan dan EPDM dengan perbandingan ; 90:10 ; 80:20 ; 70:30 ; 60;40; 50:50; 40:60; 30:70; 40:60; 30:70; 20:80 dan 10:90.

10. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap jumlah cangkang sebanyak : 5 gram ; 10 gram ; 12,5 gram; 15 gram; 17,5 gram; dan 20 gram. Juga terhadap pasir untuk perbandingan genteng yang baik.

C. Tahap Penyelesaian : pada tahap ini hasil percobaan dilakukan pengujian :

a. Terhadap uji mekanik berupa sifat fisik (daya dserap air, thermal, morflogi) dengan campuran aspal dengan cangkang sawit sebagai bahan agreat.


(48)

% 100 )

(

x M

M M

WA

k k j

=

b. Uji Tegangan dan Regangan, Uji FT-IR dan Uji SEM, dan DTA serta uji Biodegradable.

3.4.Karakterisasi Genteng Polimer

Hasil yang diperoleh kemudian dikarakterisasi untuk menentukan sifat-sifat fisik dan mekanik yaitu analisa tegangan dan regangan (Tensile and HardnessTest), analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air (Water Absorption Test), Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy (SEM), Analisa Sifat Thermal dengan Uji Differential Thermal Analysis (DTA), Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR).

3.4.1. Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air (Water Absorption Test)

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh genteng polimer yang telah dibuat mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dengan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Ditimbang berat sampel dan dicatat sebagai massa kering (Mk) 2. Direndam sampel di dalam air selama 24 jam.

3. Diangkat sampel dan permukaannya dikeringkan dengan tissue.

4. Ditimbang berat sampel setelah perendaman dan dicatat sebagai massa jenuh (Mj) 5. Dihitung nilai uji daya serap air dengan menggunakan persamaan, maka nilai uji

daya serap air oleh genteng polimer dapat ditentukan.


(49)

Mk

M

= Massa sampel kering

j = Massa jenuh air

3.4.2. Analisa Tegangan Dan Regangan (Tensile and Hardness Test)

Pengujian Kekuatan tarik adalah pengujian mekanik secara statis dengan pembebanan pada kedua ujung dimana gaya tarik yang diberikan sebesar P (Newton), tujuannya untuk mengetahui sifat-sifat mekanik kekuatan tarik dari sampel yang diuji. Pertambahan panjang (∆l) yang terjadi akibat gaya tarikan yang diberkan pada sampel yang diuji disebut deformasi. Regangan merupakan pertambahan antara pertambahan panjang pada panjang mula-mula. Regangan merupakan ukuran untuk kekenyalan suatu bahan yang harga dinyatakan dengan persen.

Kekuatan tarik adalah sifat dasar dari bahan, hubangan tegangan-regangan pada tarikan memberikan nilai yang cukup berubah tergantung pada laju tegangan, temperature, serta kelembaban.

Kekuatan tarik diukur dengan menarik sekeping sampel dengan dimensi yang seragam. Tegangan tarik (σ) gaya yang diaplikasikan dengan (F) dibagi dengan luas penampang (A) yaitu :

σ

= ……….1

Satuan yang dipakai adalah Dyne per centimeter kwadrat (CGS) atau Newton per meter kwadrat (MKS). Perpanjangan tarik ε adalah perubahan panjang (∆l) sampel dibagi panjang awal (l)

ε = ………..………2

Perbandingan tegangan (σ) terhadap perpanjangan (ε) disebut modulus tarik (E).


(50)

Modulus tarik (E) menggambarkan ukuran ketahanan terhadap tegangan tarik. 64 mm

7.5 mm

4 mm 37 mm

117 mm

Gambar 3.1.Specimen Uji Kekuatan Tarik berdasarkan ASTM D—638

3.4.3.Analisa Sifat Thermal dengan Uji Differential Thermal Analysis (DTA)

Alat yang digunakan pada uji Differential Thermal Analysis (DTA) adalah Shimadzu DT-30 Japan. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Ditimbang spesimen dengan berat 30 mg dalam cawan cuplikan dan digunakan sebagai bahan pembanding adalah Al2O3

2. Setelah alat dalam keadaan setimbang, suhu dinaikkan dari 20 .

o

C – 550oC dengan kecepatan kenaikan suhu 10o

3. Termokopel/mV = PR/15 mV : DTA range ± 250µV dan kecepatan grafik 2.5 mm/menit.

C/menit.

4. Hasil yang diperoleh yaitu berupa termogram

3.4.4.Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)


(51)

Pengujian dilakukan dengan menjepit sampel dalam bentuk film pada tempat sampel. Kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa aliran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.

.

3.4.5. Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan specimen secara makroskopik. Teknik SEM pada dasarnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi dari film yang dihasilkan. Data yang diperoleh data yang terdiri dari lapisan permukaan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografidengan segala tonjolan, lekukan serta lubang pada permukaan. Dari hasil analisa SEM diharapkan dapat kita lihat rongga–rongga hasil pencampuran bahan pengikat Polyuretan dan EPDM dengan aspal serta agregat. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran dari seberapa baik percampuran bahan polimer dengan aspal serta agregat.


(52)

3.5.Skema Kerja

Adapun skema proses pembuatan genteng polimer dapat dilihat pada bagan berikut ini :

3.5.1. Pembuatan Cangkang Sawit 60 mesh

Cangkang Sawit

Ditumbuk dengan mortir besi

Cangkang halus Ayakan

60 mesh

Cangkang Sawit 60 mesh


(53)

3.5.2. Pembuatan Poliuretan

Tambahkan 20 gram PEG

Poliuretan

Dipanaskan 70 OC selama 10 menit

Analisa IR MDI 10

gram Panaskan

Temperatur 70 OC selama 10 menit


(54)

3.5.3. Pembuatan Genteng Polimer

3.5.4 Skema Kerja Uji Biodegradasi Poliuretan:

90;80;70;60;50;40;30;20;10 gram

EPDM :

10;20;30;40;50;60;70;80;90 gram Tambahkan 1 gram Sulfur

Tambahkan cangkang sawit 5;10;15 gram

Campuran Genteng Polimer

Blending Temperatur 145OC, selama 30 menit Press Compressor Temperatur 170 OC selama 60 menit

Dinginkan selama 30 menit

EPDM Ektruder Temperatur 130 OC

Cetakan Genteng Polimer

Analisa SEM Analisa

FT-IR

Analisa DTA

Uji Kekuatan Tarik Dan Kemuluran

Uji Daya Serap Air Campuran

PU dan EPDM

Tambahkan 5 gram Aspal

Sampel Genteng


(55)

A terkena

Sampel Terbiodegradasi

Uji Biodegradasi

Dilekatkan pada papan tripleks Terkena panas, hujan

pada udara terbuka

Ditimbang


(56)

BAB IV

DATA HASIL PENGAMATAN

Dari hasil pengamatan dilapangan diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.1. Data pembentukan genteng polimer dari campuran Poliuretan dengan EPDM

NO. SAMPEL MDI (gr) PEG (gr) EPDM (gr) ASPAL (gr) SULFUR (gr) CANGKANG SAWIT (gr) KETERANGAN X X 10 X 11 X 12 X 13 X 20 X 21 X 22 X 23 X 30 X 31 X 32 X 33 X 40 X 41 X 42 X 43 X 50 X 51 X 52 X 53 X 60 X 61 X 62 63 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 10 10 10 10 20 20 20 20 30 30 30 30 40 40 40 40 50 50 50 50 60 60 60 60 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 10 15 20 5 10 15 20 5 10 15 20 5 10 15 20 5 10 15 20 5 10 15 20 ##### ##### ##### ##### ##### ##### ##### ##### ##### ##### ##### ##### ##### ##### ##### ##### ***** ***** ***** ***** ***** ***** ***** *****


(57)

X X 70 X 71 X 72 X 73 X 80 X 81 X 82 X 83 X 90 X 91 X 92 93 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 70 70 70 70 80 80 80 80 90 90 90 90 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 10 15 20 5 10 15 20 5 10 15 20 ***** ***** ***** ***** ***** ***** ***** ***** ***** ***** ***** *****

Dari hasil pengamatan pada Tabel 4. 1. dengan jumlah poliuretan yang tetap dan jumlah EPDM yang bervariasi diperoleh bentuk genteng sesuai dengan keterangan sbb :

##### : bahwa genteng terbentuk namun permukaan tidak licin dan lengket **** : tidak terbentuk genteng yang diinginkan (lengket).

Dari hasil pengamatan diatas, kemudian dilakukan perbandingan jumlah antara Poliuretan dengan EPDM diperoleh data sebagai berikut :

4.1.Pembentukan Genteng

Adapun pembentukan genteng dengan perbandingan Poliuretan dan EPDM dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2. Hasil pembentukan genteng polimer dengan beberapa perbandingan No. Sampel Poliuretan (gram) EPDM (gram) Sulfur (gram) Aspal (gram) Cangkang Sawit Keterangan


(58)

(gram) L XL 10 XL 11 XL 12 XL 20 XL 21 22 XL XL 30 XL 31 XL 32 XL 40 XL 41 XL 42 XL 50 XL 51 XL 52 XL 60 XL 61 XL 62 XL 70 XL 71 90 72 90 90 80 80 80 70 70 70 60 60 60 50 50 50 40 40 40 30 30 30 10 10 10 20 20 20 30 30 30 40 40 40 50 50 50 60 60 60 70 70 70 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 Terbentuk Terbentuk Terbentuk Terbentuk Terbentuk Terbentuk Terbentuk Terbentuk Terbentuk Terbentuk Terbentuk Terbentuk Lengket Lengket Lengket Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik


(59)

XL XL 80 XL 81 XL 82 XL 90 XL 91 20 92 20 20 10 10 10 80 80 80 90 90 90 1 1 1 1 1 1 5 5 5 5 5 5 5 10 15 5 10 15 Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik Tidak baik Tidak Baik Tidak Baik

Hasil menunjukkan bahwa setelah dilakukan pembuatan sampel dengan membuat perbandingan PU dengan EPDM dan serbuk cangkang sawit diperoleh bahwa tidak semua perbandingan dapat menghasilkan sampel genteng polimer yang baik, data menunjukkan bahwa PU yang baik digunakan adalah mulai 60 gr hingga 90 gr; sedangkan untuk EPDM yang baik adalah mulai 10 gr hingga 40 gr dan masing-masing serbuk cangkang sawit dari 5 gr hingga 15 gr. Ini membuktikan bahwa ada pengaruh perbandingan campuran PU dan EPDM, Menurut Hepburn (1991) bahwa pengaruh perbandingan poliol dengan isosianat dalam pembuatan poliuretan sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik dari poliuretan yang dihasilkan dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap perbandingan modifikasi poliuretan dengan senyawa lain.


(60)

Semakin sedikit poliuretan yang digunakan menunjukkan bahwa sampel genteng polimer semakin tidak baik, ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dari jumlah Poliuretan yang digunakan. Beberapa jenis sampel genteng polimer dapat dilihat pada lampiran 3.

4.2. Daya Serap Air

Pada pengujian daya serap air terhadap sampel polimer dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Daya Serap Air

No. Sampel

Massa Sampel

Kering (Mk)

(gram)

Massa Penyerapan

Air (Mj) (gram)

Mj-Mk

(gram) Daya Serap Air (WA) (%) Keterangan XL XL 10 XL 11 XL 12 XL 20 XL 21 XL 22 XL 30 XL 31 32 3.3470 3.4267 3.5490 3.1450 3.4783 3.6568 3.1376 3.5730 3.5840 3.6049 3.6895 3.9360 3.4279 3.7384 3.8817 3.3085 3.8080 3.8430 0.2579 0.2628 0.3870 0,2829 0.2601 0.2249 0.1709 0.2350 0.2590 7.71 7.67 10.90 8.99 7.47 6.15 5.44 6.65 7.23 Sesuai SNI Sesuai SNI Tak Layak Sesuai SNI Sesuai SNI Sesuai SNI Sesuai SNI Sesuai SNI Sesuai SNI


(61)

XL XL 40 XL 41 XL 42 50 XL XL 51 XL 52 3.5873 21P 3.2196 3.1432 3.3023 3.4423 3.4355 3.2127 4.2106 4.0400 4.4205 5.4376 5.5773 5.5760 3.5150 0.6233 0.8204 1.2773 2.1353 2.1350 2.1405 0.3023 17.38 25.48 40.50 64.66 62.02 62.30 9.41 Tak Layak Tak Layak Tak Layak Tak Layak Tak Layak Tak Layak Sesuai SNI

4.3. Uji Tegangan Tarik

Telah dilakukan pengujian sifat mekanik terhadap sampel dalam penelitian ini, diperoleh hasil rata-rata. Pengujian Kekuatan tarik dilakukan pada Torsces Electronik Sistem (Universal System Mechine). Alat penguji terdiri dari bagian pencatat yang dapat menunjukkan besarnya tenaga tarikan yang telah dilakukan dan diteruskan dalam bentuk grafik. Hasil pengujian didapatkan pengukuran harga Load dan Stroke. Harga Load mempunyai satuan dalam Kgf dan Stroke dalam mm/menit. Adapun alat pengujian tersebut dapat dilihat pada lampiran 2.

Hasil pengamatan terhadap uji tegangan tarik dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Tegangan Dan Regangan Dari Genteng Polimer No. Sampel Perbandingan

Poliuretan dan EPDM Jumlah Cangkang (Gram) Tegangan / Load (kgf) Regangan /Stroke (mm/menit) Xl XL 10 90:10 11 90:10 5 10 0.27 0.67 17.21 19.47


(62)

XL XL 12 XL 20 XL 21 XL 22 XL 30 XL 31 XL 32 XL 40 XL 41 XL 42 XL 50 XL 51 XL 52 90:10 21P 80:20 80:20 80:20 70:30 70:30 70:30 60:40 60:40 60:40 50:50 50:50 50:50 80:20 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 10 0.78 0.64 0.71 0.45 0.46 0,53 0.81 0.70 0.68 0.62 *) *) *) 0.66 17.58 11.89 10.86 16.47 16.50 18.39 17.05 20.12 19.48 18.80 *) *) *) 15.70

Keterangan : *) sampel hancur /tidak dapat dianalisa

Adapun grafik antara Tegangan (Load) dan Regangan (Stroke) dari beberapa perbandingan antara Poliuretan dan EPDM dapat dilihat pada grafik berikut ini:


(63)

Gambar 4.1. GrafikLoad vs Stroke untuk PU : EPDM (90:10)


(64)

Gambar 4.3. GrafikLoad vs Stroke untuk PU : EPDM (70:30)

Gambar 4.4. GrafikLoad vs Stroke untuk PU : EPDM (60:40) Keterangan :

Cangkang 5 gram

Cangkang 10 gram


(65)

Selanjutnya dari data Tegangan (Load) dan Regangan (Stroke) dihitung Kekuatan Tarik (N/m2) dan % Kemuluran , perhitungan dapat dilihat pada dilihat pada lampiran 1. Adapun data hasil Kekuatan Tarik (N/m2

Tabel 4.5. Data Hasil Kekuatan Tarik Dan Kemuluran Dari Genteng Polimer ) dan % Kemuluran dapat dilihat pada tabel berikut ini :

No. Sampel

Perbandingan PU dan EPDM

Jumlah Cangkang (Gram) Panjang mula-mula (mm) (Lo) Selisih panjang (mm) (ΔL) Kekuatan Tarik (N/m2 Kemuluran ) (%) XL XL 10 XL 11 XL 12 XL 20 XL 21 XL 22 XL 30 XL 31 XL 32 XL 40 XL 41 XL 42

90 : 10

21P

90 : 10 90 : 10 80 : 20 80 : 20 80 : 20 70 : 30 70 : 30 70 : 30 60 : 40 60 : 40 60 : 40 80 : 20

5 10 15 5 10 15 5 10 15 5 10 15 10 64 64 64 64 64 64 64 64 64 64 64 64 64 10.10 9.80 9.50 7.80 7.50. 8.20 10.15 9.95 9.75 10.40 10.30 9.85 6,70 0.088 0.221 0.255 0.209 0.232 0.147 0.209 0.173 0.265 0.229 0.222 0.203 0.216 15.78 15.31 14.84 12.18 11.72 12.81 15.85 15.54 15.23 16.25 16,09 15.90 10.47


(66)

sulfur sebanyak 1 gram dan jumlah cangkang sawit sebanyak 5 gram (X10) kekuatan

tarik 0,088 N/m2 dengan kemuluran sebesar = 15.78 %, sedangkan untuk sampel X21

Poli Uretan + EPDM dan 10 gram cangkang dengan kekuatan tarik 0.232 N/m2 dengan kemuluran = 11.72 %. Dengan persentase konsentrasi sampel tersebut didapatkan kombinasi optimum bahan pada genteng polimer yang terbentuk padat, permukaannya licin dan elastis. Persentase kemuluran dari genteng polimer terbesar pada sampel XL31 dengan kekuatan tarik = 0.173 N/m2

4.4. Uji Biodegradable

dan % kemuluran sebesar 15.54 %.

Hasil pengamatan uji biodegradable dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini: Tabel 4.6. Hasil Uji Biodegradable sampel genteng polimer No. Sampel Berat Sampel

Awal (Gram)

Berat Sampel Akhir (Gram)

Perubahan

Berat (gram) Keterangan

XL XL 10 XL 11 XL 12 XL 20 XL 21 XL 22 XL 30 XL 31 XL 32 XL 40 1.3456 41 1.4512 1.5674 1.5880 1.6507 1.6780 1.1289 1.1302 1.2481 1.3432 1.5283 1.4023 1.5124 1.6020 1.8870 1.8705 1.8830 1.2054 1.3305 1.2508 1.3678 1.5276 0.0567 0.0912 0.0346 0.2990 0.2198 0.2050 0.0765 0.2005 0.0027 0.0246 0.0007 ++) ++) ++) ++) ++) ++) ++) ++) ++) ++) --)


(67)

XL XL 42 XL 50 XL 51 1.6543 52 1.6330 1.5678 1,6557 1.6512 1.5815 1.4812 1.5265 0.0031 0.0515 0.0866 0,1292 --) --) --) --)

Sampel mulai ditanam pada polibag pada tanggal 3 Desember 2012 dan ditarik pada tanggal 4 Maret 2013.

Dari tabel diatas bahwa terjadi perubahan berat yaitu : ++) : menandakan terjadi pertambahan berat

--) : menandakan terjadi pengurangan berat

Tabel 4.7. Hasil Uji Biodegradable sampel genteng polimer di udara bebas

No. Sampel Sampel Awal (gram) Berat setelah 7 hari (gram) Berat setelah 14 hari (gram) Berat setelah 21 hari (gram) Berat setelah 30 hari (gram) Keterangan XL XL 10 XL 11 XL 12 XL 20 XL 21 XL 22 XL 30 XL 31 1.6538 32 1.8898 2.0129 1.6880 1.8013 2.0129 1.8605 2.0080 1.8862 1.8739 2.0717 2.1724 2,0543 2.4312 1.7134 2.1090 2.1720 2.0610 0.6622 1.9004 2.0590 1.6987 1.8324 1.5582 1.8943 2.0289 1.9912 1.6594 1.6875 2.0593 1.6810 1.7297 1.5490 1.8780 2.0194 1.9823 1.6545 1.6698 2.0490 1.6789 1.7243 1.5489 1.8520 2.0190 1.9820 Terdegradasi Terdegradasi Baik Terdegradasi Terdegradasi Terdegradasi Terdegradasi Baik Baik


(68)

XL XL 40 XL 41 XL 42 2.1040 31P 2.3783 2.5089 2.4532 2.1748 2.1724 2.9508 2.6324 2.1670 2.3506 2.4506 2.2246 1.9890 1.9992 2.1290 2.2240 1.9689 1.9945 2.1070 2.2103 Terdegradasi Terdegradasi Terdegradasi Terdegradasi

Sampel dibiarkan dalam keadaan bebas diudara terkena panas, terkena hujan mulai tanggal 16 Mei 2013.

4.5. Uji Diffrensial Thermal Analisis (DTA)

Dalam hal ini untuk Analisa DTA digunakan Sampel Genteng XL11, XL21

XL31, XL41 dan Sampel Genteng XL31P, data pembentukan genteng yang yang

dihasilkan untuk analisa mewakili dari sampel lainnya. Adapun Termogram dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 4.8. Sifat termal Sampel Genteng Polimer berdasarkan analisis dengan DTA

No. Sampel Titik Leleh (OC) Titik Dekomposisi (OC)

XL XL 11 XL 21 XL 31 XL 41 390 31P 150 310;380 320 310 550 380;530 510 520 510

Dari hasil data termogram dapat dilihat bahwa untuk sampel XL21 memperlihatkan


(1)

SpektrumUji FT-IR Poliuretan : EPDM (70:30) dengan 10 gram cangkang sawit (XL31)


(2)

SpektrumUji FT-IR Poliuretan :EPDM (60:40) dengan 10 gram cangkang sawit (XL41)


(3)

SpektrumUji FT-IR Poliuretan :EPDM (90:10) dengan 10 gram cangkang sawit setelah biodegradasi (XL11d)


(4)

SpektrumUji FT-IR Poliuretan :EPDM (70:30) dengan 10 gram cangkang sawit setelah biodegradasi (XL31d)


(5)

LAMPIRAN 6. Bahan-Bahan yang Digunakan

Gambar Diphenilmethana 4,4, Gambar Polietilen Glikol

Diisosianat 1000


(6)

Gambar Sulfur Gambar Cangkang Sawit


Dokumen yang terkait

Studi Pencampuran Karet Sir-20 Dan Poliester Dengan Aspal Dalam Pembuatan Genteng Polimer

12 149 70

Pemanfaatan Limbah LDPE dan serat pendek sabut kelapa dengan campuran aspal dan pasir dalam pembuatan genteng komposit polimer

7 85 86

Pembuatan Dan Karakterisasi Genteng Polimer Yang Terbuat Dari Campuran Aspal – Poliester Dan Agregat Pasir Yang Diperkuat Dengan Serat Gelas

5 57 60

Pemanfaatan Serat Waru (Hibiscus Tiliaceus) Sebagai Bahan Pengisi Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Karet Sintesis Etilene Prophilene Diene Monomer (EPDM)-Poliuretan(PU)

4 35 103

Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Polimer Berbasis Ampas Tebu dan Batu Apung Sebagai Agregat dengan Poliester dan Karet Sir 20 Sebagai Matriks

0 0 16

Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Polimer Berbasis Ampas Tebu dan Batu Apung Sebagai Agregat dengan Poliester dan Karet Sir 20 Sebagai Matriks

2 7 4

Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Polimer Berbasis Ampas Tebu dan Batu Apung Sebagai Agregat dengan Poliester dan Karet Sir 20 Sebagai Matriks

0 5 33

Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Polimer Berbasis Ampas Tebu dan Batu Apung Sebagai Agregat dengan Poliester dan Karet Sir 20 Sebagai Matriks

2 5 2

Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Polimer Berbasis Ampas Tebu dan Batu Apung Sebagai Agregat dengan Poliester dan Karet Sir 20 Sebagai Matriks

0 0 7

Pemanfaatan Limbah LDPE dan serat pendek sabut kelapa dengan campuran aspal dan pasir dalam pembuatan genteng komposit polimer

0 0 18