Pembuatan Dan Karakterisasi Genteng Polimer Yang Terbuat Dari Campuran Aspal – Poliester Dan Agregat Pasir Yang Diperkuat Dengan Serat Gelas

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER YANG TERBUAT DARI CAMPURAN ASPAL – POLIESTER DAN

AGREGAT PASIR YANG DIPERKUAT DENGAN SERAT GELAS

SKRIPSI

FERAWATY HASIBUAN 050801012

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER YANG TERBUAT DARI CAMPURAN ASPAL – POLIESTER DAN

AGREGAT PASIR YANG DIPERKUAT DENGAN SERAT GELAS

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

FERAWATY HASIBUAN 050801012

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI

GENTENG POLIMER YANG TERBUAT DARI CAMPURAN ASPAL – POLIESTER DAN

AGREGAT PASIR YANG DIPERKUAT DENGAN SERAT GELAS.

Kategori : SKRIPSI

Nama : FERAWATY HASIBUAN Nomor Induk Mahasiswa : 050801012

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, November 2011

Diketahui

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing

Ketua

Dr. Marhaposan Situmorang Dr. Anwar Dharma S, MS NIP. 195510301980031003 NIP. 195408171983031005


(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER YANG TERBUAT DARI CAMPURAN ASPAL – POLIESTER DAN

AGREGAT PASIR YANG DIPERKUAT DENGAN SERAT GELAS

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2011

FERAWATY HASIBUAN 050801012


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Karena berkat limpahan rahmat dan karunia-NYA penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatra Utara Medan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut diatas penulis mengerjakan tugas akhir dengan judul

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER YANG TERBUAT DARI CAMPURAN ASPAL – POLIESTER DAN AGREGAT PASIR YANG DIPERKUAT DENGAN SERAT GELAS”.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Anwar Dharma S, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, waktu dan tenaga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua dan Sekretaris Jurusan Departemen Fisika Dr.Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon M.Si,Dekan FMIPA Dr. Sutarman, M.Sc serta semua Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Fisika FMIPA USU.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada yang opaling kucintai dan kusayangi Ayahanda Jusri Hatta Halomoan Hasibuan S.Sos dan Ibunda Nisma Sari Rangkuti yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil, kepada abangku tersayang Baginda Supriadi Hasibuan dan keluarganya dan adik – adikku Henri Saputra Hasibuan, Amelita Inriyani Hasibuan, Deni Rocky Hasibuan, dan Azwar Hamonangan Hasibuan serta seluruh keluarga besar yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih. Akhirnya tidak terlupakan rekan seperjuanganku, juli,Isma, dan sahabat – sahabatku ( Lili, Sarfiah, Indah Juliana,Nur hasanah,Riska,Aminah Marhani,Ana Syahroni,Aulia dan Arpan) Serta boy friend’s (MHD. Alam Fahmi Harahap).

Akhirnya penulis menerima masukan dan saran yang membangun dari pembaca agar tugas akhir ini dapat bermamfaat bagi kita semua.

Medan, 13 Maret 2012


(6)

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF POLYMER ROOF ARE MADE FROM POLYMER COMPOSITE ASPHALT – POLYESTER

AND AGGREGATE SAND REINFORCED WITH FIBER GLASS

ABSTRACT

Has done research manufacture and characterization of polymer roof are made from a mixture of asphalt - aggregate sand and polyester reinforced with glass fiber. The study was conducted to determine the optimum mix of fiber glass and sand aggregates as independent variables with variation composition 0: 40 gr, 2.5 to 37.5 gr, 5: 35 gr, 7.5: 32.5 gr, 10: 30 gr, 12.5: 27.5 gr, 15: 25 gr, 17.5: 22.5 gr. Then added 0.5 gram of catalyst, 1% DVB and DCP 1% as the initiator. Then pressed with Hot Compressor for two hours at 50 ° C at a pressure of 38 atm. Properties - properties that were tested include tile water absorption, impact strength and flexure strength. The results of this study indicate that the optimum mixture is mixture variation of 12.5: 27.5 grams which provide physical and mechanical strength is good with the addition of 20 grams of asphalt serves as a water barrier.


(7)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER YANG TERBUAT DARI CAMPURAN ASPAL – POLIESTER DAN

AGREGAT PASIR YANG DIPERKUAT DENGAN SERAT GELAS

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pembuatan dan karakterisasi genteng polimer yang terbuat dari campuran aspal – poliester dan agregat pasir yang diperkuat dengan serat gelas. Dengan variasi campuran serat gelas dan agregat pasir sebagai variabel bebas dan variasi komposisi 0 : 40 gr, 2,5 : 37,5 gr, 5 : 35 gr, 7,5 : 32,5 gr, 10 : 30 gr, 12,5 : 27,5 gr, 15 : 25 gr, 17,5 : 22,5 gr. Kemudian ditambahkan katalis 0.5 gr, DVB 1 % dan DCP 1 % sebagai inisiator. Kemudian ditekan dengan Hot Compressor selama 2 jam pada suhu 50 oC pada tekanan 38 atm. Sifat – sifat genteng yang diamati meliputi daya serap air , kekuatan impak dan kekuatan lentur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa campuran yang optimum adalah campuran variasi 12,5 gr serat gelas dan 27,5 g pasir yang memberikan serapan air dan sifat mekanis yang baik dengan penambahan 20 gr aspal yang berfungsi sebagai penahan air.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar isi vii

Daftar tabel ix

Daftar gambar x

Daftar grafik xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang 1

1.2 Perumusan masalah 3

1.3 Pembatasan masalah 3

1.4 Tujuan penelitian 3

1.5 Mamfaat penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Genteng Aspal /Asphalt roofing 5

2.2 Aspal 7

2.2.1 Jenis – jenis aspal 7

2.2.2 Sifat – sifat aspal 9

2.2.3 Kemurnian Aspal 10

2.2.4 Keselamatan 10

2.2.5 Kepekaan temperatur 10

2.2.6 Ketahanan 11

2.2.7 Adhesi dan kohesi 11

2.2.8 Cairan aspal 11

2.2.9 Penuan dan pengerasan 11

2.3 Serat gelas 12

2.3.1 Bentuk serat gelas 12

2.3.2 Sifat – sifat serat gelas 13

2.4 Pasir 14

2.4.1 Ciri – ciri penting agregat 16

2.5 Poliester 17

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat penelitian 19


(9)

3.2.1 Peralatan 19

3.2.2 Bahan 20

3.3 Prosedur 20

3.3.1 Proses pembuatan aspal polimer 20

3.3.2 Uji Daya serap air 21

3.3.3 Uji kekuatan lentur 21

3.3.4 Uji kekuatan Impak 22

3.4 Diagram Alir 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 25

4.1.1 Pengujian sifat fisis 25

4.1.1.1 Pengujian Daya serap air 25 4.1.1.2 Pengujian kekuatan Impak 26 4.1.1.3 Pengujian Kekuatan Lentur 28

4.2 Pembahasan 30

4.2.1 Pengujian daya serap air 30

4.2.2 Pengujian Kekuatan lentur 32

4.2.3 Pengujian Kekuatan Impak 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 35

5.2 Saran 36

Daftar pustaka Lampiran


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Uji daya serap air 28 Tabel 4.2 Uji Kekuatan impak 29 Tabel 4.3 Uji kekuatan lentur 30


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Ukuran sampel hasil cetakan 23

Gambar 3.2 Pengujian kuat lentur 24

Gambar 3.3 Uji kekuatan impak 25


(12)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 4.1 Hubungan antara nilai pengujian daya serap air

dan variasi Serat Gelas 31 Grafik 4.2 Hubungan antara nilai pengujian kekuatan lentur

dan variasi serat gelas 32 Grafik 4.3 Hubungan antara nilai pengujian kekuatan impak


(13)

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF POLYMER ROOF ARE MADE FROM POLYMER COMPOSITE ASPHALT – POLYESTER

AND AGGREGATE SAND REINFORCED WITH FIBER GLASS

ABSTRACT

Has done research manufacture and characterization of polymer roof are made from a mixture of asphalt - aggregate sand and polyester reinforced with glass fiber. The study was conducted to determine the optimum mix of fiber glass and sand aggregates as independent variables with variation composition 0: 40 gr, 2.5 to 37.5 gr, 5: 35 gr, 7.5: 32.5 gr, 10: 30 gr, 12.5: 27.5 gr, 15: 25 gr, 17.5: 22.5 gr. Then added 0.5 gram of catalyst, 1% DVB and DCP 1% as the initiator. Then pressed with Hot Compressor for two hours at 50 ° C at a pressure of 38 atm. Properties - properties that were tested include tile water absorption, impact strength and flexure strength. The results of this study indicate that the optimum mixture is mixture variation of 12.5: 27.5 grams which provide physical and mechanical strength is good with the addition of 20 grams of asphalt serves as a water barrier.


(14)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER YANG TERBUAT DARI CAMPURAN ASPAL – POLIESTER DAN

AGREGAT PASIR YANG DIPERKUAT DENGAN SERAT GELAS

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pembuatan dan karakterisasi genteng polimer yang terbuat dari campuran aspal – poliester dan agregat pasir yang diperkuat dengan serat gelas. Dengan variasi campuran serat gelas dan agregat pasir sebagai variabel bebas dan variasi komposisi 0 : 40 gr, 2,5 : 37,5 gr, 5 : 35 gr, 7,5 : 32,5 gr, 10 : 30 gr, 12,5 : 27,5 gr, 15 : 25 gr, 17,5 : 22,5 gr. Kemudian ditambahkan katalis 0.5 gr, DVB 1 % dan DCP 1 % sebagai inisiator. Kemudian ditekan dengan Hot Compressor selama 2 jam pada suhu 50 oC pada tekanan 38 atm. Sifat – sifat genteng yang diamati meliputi daya serap air , kekuatan impak dan kekuatan lentur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa campuran yang optimum adalah campuran variasi 12,5 gr serat gelas dan 27,5 g pasir yang memberikan serapan air dan sifat mekanis yang baik dengan penambahan 20 gr aspal yang berfungsi sebagai penahan air.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Karakteristik-karakteristik dari suatu atap, tergantung atas tujuan dari bangunan yang ditutup, bahan-bahan konstruksi, konsep-konsep yang berhubungan dengan desain dan praktek, ditentukan oleh metoda dan bagaimana atap itu dipasang. Berbagai bahaya yang mungkin terjadi apabila atap dari suatu bangunan memiliki sifat seperti material yang keras dan berat, sifat diatas ketahanan baik tetapi ada kemungkinan dari badai dan gempa yang dapat membahayakan. (Friedman, 2010)

Atap genteng atau roofing adalah pelindung bagian paling atas dari suatu bangunan. Suatu atap melindungi bangunan dan isi-isinya dari bahaya lingkungan dan cuaca. Struktur-struktur yang memiliki atap seperti katedral atau stadion, rumah tinggal gudang dam bangunan lainnya.(Shon, 2011)

Pembangunan di Indonesia dewasa ini setiap tahun meningkat dengan pesat, hal ini memerlukan bahan bangunan dalam jumlah yang sangat besar. Khusus penggunaan bahan genteng sebagai salah satu bahan dalam pembuatan perumahan semakin banyak dibutuhkan dan kini bahan genteng yang sering digunakan sangat bervariasi, baik yang dibuat dari bahan keramik, seng, multiroof telah banyak digunakan.

Genteng yang menggunakan bahan baku polimer sangat berkembang pemakaiannya , karena genteng jenis ini sangat fleksibel dan mudah dipasang serta sangat ringan. Khusus di Sumatera Utara dan umumnya di Indonesia genteng polimer ini masih terbatas pemakaiannya, karena harga yang relatif mahal dan genteng ini masih merupakan barang impor.


(16)

Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. (Sukirman,S., 2003).

Aspal merupakan distilat paling bawah dari minyak bumi, yang memiliki banyak sekali manfaat dan kegunaan. Aspal sisa dapat digunakan di dalam bermacam produk-produk, termasuk:

• Jalan aspal,

• Dasar pondasi dan subdasar,

• Tambalan dingin untuk lubang di jalanan, trotoar kakilima, jalan untuk mobil, lereng-lereng, jembatan-jembatan, dan bidang parkir,

• Tambalan lubang di jalanan, • Jalan dan penutup tanah, • Atap bangunan, dan • Minyak bakar

karena ketersediaan timbunan tanah berkurang untuk bahan genteng roofing, dan persenan peningkatan limbah padat, menjadi semakin tertarik akan menemukan cara alternatif memanage shingle limbah, dan dapat dibuat dari asphalt. (Book, 2011)

Serat biasanya terdiri dari bahan yang kuat, kaku, dan getas. Hal ini terjadi karena seratlah yang terutama menahan gaya luar, sehingga serat haruslah kaku dan kuat. Kekuatan serat terletak pada ukurannya yang sangat kecil, kadang-kadang dalam orde micron. Ukuran yang kecil tersebut menghilangkan cacat-cacat dan ketidaksempurnaan Kristal yang biasa terdapat pada bahan berbentuk padatan besar.

Dari penelitian tersebut diatas, maka peneliti ingin meneliti mengenai pembuatan genteng dengan menggunakan serat gelas serta aspal sebagai perekat.


(17)

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium dengan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah bahan dari bahan serat gelas, aspal dan pasir berikatan sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan genteng. 2. Ingin mencari campuran serat yang sesuai untuk menghasilkan genteng

polimer dengan sifat mekanik yang sangat baik.

3. Bagaimanakah sifat fisik dan mekanik campuran bahan tersebut dengan penambahan serat gelas.

1.3 PEMBATASAN MASALAH

Penelitian ini dibatasi dengan penggunaan jenis bahan campuran yaitu : 1. Aspal yang digunakan adalah aspal iran tipe 60/70.

2. Serat gelas jenis Woven Roving digunakan sebagai penguat.

3. Pasir yang digunakan jenis pasir kasar yang berfungsi sebagai agregat.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitihan ini antara lain adalah :

1. Melakukan studi pembuatan polipaduan Aspal, dengan penambahan serat gelas untuk pembuatan genteng.

2. Mengetahui persentase terbaik dari penambahan serat gelas jenis Woven Roving pada pembuatan genteng.

3. Ingin menghasilkan genteng yang lebih kuat dan tidak mudah getas

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Adapun mamfaat yang diharapkan dari penelitihan ini :

1. Mampu menghasilkan suatu bahan genteng yang sifat kompatibilitasnya sesuai dengan yang diharapkan.


(18)

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika Penulisan pada masing-masing bab adalah :

Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III Metodelogi Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian dan prosedur penelitian.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Genteng Aspal/Asphalt Roofing

Asphalt Roofing atau yang lebih dikenal dengan genteng Aspal yang dijadikan atap bangunan dibuat dari suatu bentangan yang cukup luas, yaitu bentangan suhu pemanasan aspal, carbon balck dan batu kerikil (Book, 2011)

Genteng dari aspal ini tentu tak sepenuhnya dari material aspal. Genteng merupakan perpaduan antara bubuk kertas, serat organik, resin, serta aspal. Material ini diolah sehingga menghasilkan sebuah genteng yang ringan, lentur, dan tahan air. Aspal dalam hal ini berfungsi sebagai water proofing sehingga atap menjadi tahan terhadap kebocoran. Selain anti bocor, genteng aspal juga lebih ringan dibandingkan genteng tanah liat, beton, atau keramik. Dengan bobot yang ringan konstruksi atap pun bisa diminimalkan, sehingga biaya pun bisa dihemat.(Kompas, 2009)

Suatu atap berfungsi melindungi terutama terhadap hujan. Tergantung atas sifat alami bangunan, atap itu bisa juga melindungi dari panas, cahaya matahari, dingin dan angin. Jenis-jenis lain dari struktur, sebagai contoh, suatu bangunan untuk kebun, akan melindungi dari dingin, angin dan hujan tetapi bisa tembus cahaya. Suatu rumah bisa diatapi dengan material yang melindungi dari cahaya matahari tetapi tidak menghalangi unsur-unsur yang lain.

Genteng polimer merupakan perpaduan antara serat organik dan aspal. Material ini diolah sehingga menghasilkan sebuah genteng yang ringan, lentur, dan tahan air. Aspal dalam hal ini berfungsi sebagai water proofing sehingga atap menjadi tahan terhadap kebocoran. Selain anti bocor, genteng aspal juga lebih ringan dibandingkan genteng tanah liat, beton, atau keramik. Dengan bobot yang ringan konstruksi atap pun bisa diminimalkan, sehingga biaya pun bisa dihemat. Jenis


(20)

genteng bermacam-macam, ada genteng beton, genteng tanah liat, genteng keramik, genteng seng,genteng kayu (sirap) dan genteng polimer.

Untuk itu penulis mencoba merencanakan pembuatan genteng dengan menggunakan bahan serat gelas dan proses cetak injeksi merupakan salah satu cara untuk membuat genteng ini. Untuk membuat genteng polimer dengan tambahan serat gelas agar mempunyai sifat-sifat seperti yang dikehendaki, maka dalam proses pembuatannya selain bahan baku utama diperlukan juga bahan tambahan atau aditif. ( Syafrudin latif, 2009).

Keuntungan dari genteng polimer ini yaitu : 1.Ramah lingkungan

2. Tahan lama

3. Pemeliharaannya mudah 4. Fleksibel

Berdasarkan sistemnya genteng ini memiliki struktur polimer khusus yang meningkatkan fleksibilitas.Kekuatan tarik produk meningkat karena usia pembuatan lapisan lebih kuat dan lebih tahan lama untuk menyediakan produk dengan kinerja yang sangat baik.( Lane, Regan., Soham, dan Ely, 2011)

Setiap jenis penutup atap punya kelebihan dan kekurangangnya masing-masing. Anda bisa memilihnya dengan mempertimbangkan penampilan, kepraktisan, bentuk dan umur rencananya masing-masing.

Bahan meterial ini terbuat dari campuran lembaran bitumen (turunan aspal) dan bahan kimia lain. Ada dua model yang tersedia di pasar. Pertama, model datar bertumpu pada multipleks yang menempel pada rangka. Multipelks dan rangka dikaitkan dengan bantuan sekrup. Genteng aspal dilem ke papan. Untuk jenis kedua, model bergelombang, ia cukup disekrup pada balok gording.

Pemakaian atap kaca semakin popular untuk mendapatkan penerangan alami dalam rumah pada siang hari. Biasa dipakai pada bagian rumah yang tidak mendapatkan cahaya langsung dari jendela atau sebagai aksen yang melengkapi


(21)

desain sebuah rumah. Bentuknya pun bermacam macam, ada yang berbentuk lembaran kaca atau genteng kaca sesuai kebutuhan.( Ide, 2011)

2.2. Aspal

Aspal dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350oC dibawah tekanan atmosfer untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah) dan gas oil (Wignall,A., 2003)

Aspal berasal dari aspal alam berasal dari minyak bumi). Berdasarkan konsistensinya, aspal dapat diklasifikasikan menjadi melekat (adhesive), berwarna hitam kecoklatan, tahan terhadap air, dan Aspal sering juga disebut yang dimanfaatkan sebagai lapis permukaan lapis

2.2.1. Jenis-jenis Aspal

Jenis-jenis aspal dibedakan oleh temperatur. Konsistensi adalah istilah itu digunakan untuk menurunkan derajat tingkat dari ketidakstabilan atau kekenyalan aspal-aspal pada setiap temperatur yang tertentu. Konsistensi dari aspal memiliki temperatur yang bervariasi. Aspal-aspal dinilai didasarkan pada cakupan-cakupan dari konsistensi pada suhu standar. Ketika Aspal itu diunjukkan ke udara di dalam selaput tipis dan diperlakukan pemanasan. Bagaimanapun, temperatur berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lebih pada aspal. Aspal yang mengandung lilin (wax) lebih peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Hal ini terlihat pada aspal yang mempunyai viskositas yang sama pada temperatur tinggi, tetapi sangat berbeda viskositas pada temperatur rendah.

Aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya yaitu sebagai berikut :


(22)

Aspal alamiah ini berasal dari berbagai sumber,seperti pulau Trinidad. Aspal dari Trinidad mengandung kira – kira 40% organic dan zat – zat anorganik yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi,aspal alamiah relative tidak penting.

2. Aspal batuan

Aspal batuan ini adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan – bahan berbitumen. Aspal ini terjadi ini diberbagai bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat lama dan stabil ,tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal terbatas pada daerah – daerah tertentu.

3. Aspal minyak bumi

Aspal minyak bumi pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan – bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal dari minyak mentah domestic bermula dari ladang – ladang di Kentucky, Ohio , Michigan, Illinois , Mid-Continent, Gulf-Coastal, Rocky Mountain, California, dan Alaska. Sumbar – sumber asing termasuk Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah. Sebasar 32 juta ton telah digunakan pada tahun 1980 (Oglesby,C.H.,1996)

4. Aspal iran

Aspal iran merupakan salah satu jenis aspal yang di impor dari Iran – Teheran. Aspal jenis ini sangat sesuai dan direkomendasikan untuk Negara beriklim tropis seperti di Indonesia, karena ini desain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal yang dipergunakan sebagai bahan utama dalam penelitihan ini yaitu aspal dengan angka penetrasi 60/70.

2.2.2. Sifat-sifat Aspal

Aspal mempunyai sifat visco-elastis dan tergantung dari waktu pembebanan. Pada proses pencampuran dan proses pemadatan sifat aspal dapat ditunjukkan dari nilai viscositasnya,sedangkan pada sebagian besar kondisi saat masa pelayanan, aspal mempunyai sifat viscositas yang diwujudkan dalam suatu nilai modulus kekakuan. (Shell, 2010 )


(23)

Sedangkan sifat-sifat aspal lainnya adalah :

1. Aspal mempunyai sifat mekanis ( Rheologic ), yaitu hubungan antara tegangan ( stress dan regangan ( strain ) dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang sangat cepat, maka aspal akan bersifat elastis, tetapi jika pembebanannya terjadi dalam jangka waktu yang lambat maka sifat aspal menjadi plastis ( viscous ).

2. Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensinya atau viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Semakin tinggi temperatur aspal, maka viskositasnya akan semakin rendah atau semakin encer demikian pula sebaliknya. Dari segi pelaksanaan lapis keras, aspal dengan viskositas yang rendah akan menguntungkan karena aspal akan menyelimuti batuan dengan lebih baik dan merata.Akan tetapi dengan pemanasan yang berlebihan maka akan merusak molekul-molekul dari aspal, aspal menjadi getas dan rapuh.

3. Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami tegangan regangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan jalannya waktu. Meskipun aspal hanya merupakan bagian yang kecil dari komponen campuran beraspal, namun merupakan bagian terpenting untuk menyediakan ikatan yang awet/tahan lama (durable ) dan menjaga campuran tetap dalam kondisi kental yang elastis.( Brown dkk, 1992).

2.2.3. Kemurnian Aspal

Aspal-aspal disuling dan biasanya lebih dari 99,5 persen yang dapat larut di dalam disulfida karbon. Secara normal, aspal bebas dari air atau embun karena diperoleh dari instalasi penyulingan. Bagaimanapun, tangki aspal pemuatan dan pengangkutan mungkin punya beberapa uap air ditank mereka. Bila ada air pada aspal, dapat menyebabkan aspal itu untuk berbusa ketika aspal dipanaskan atau diaduk di atas 212°F (100°C).

2.2.4. Keselamatan

Pembusaan aspal bisa merupakan suatu resiko keselamatan. Spesifikasi biasanya memerlukan temperatur aspal tanpa busa pada temperatur sampai ke 350°F


(24)

(177°C). Aspal jika dipanaskan pada temperatur cukup akan menyambar percikan nyala api. Temperatur saat hal ini terjadi berada di atas temperatur-temperatur yang secara normal digunakan di dalam operasi pengaspalan. Bagaimanapun, untuk memastikan suatu batas aman yang cukup, titik nyala dari aspal itu harus diketahui.

2.2.5. Kepekaan Temperatur

Semua aspal-aspal adalah termoplastik, yang mana akan menjadi lebih keras lebih merekat dengan berkurangnya temperatur dan akan menjadi lebih lembut, lebih sedikit yang merekat sebagai bila temperatur mereka meningkat. karakteristik ini dikenal sebagai kepekaan temperatur. Aspal pada temperatur-temperatur yang berbeda. Saat temperatur meningkat, aspal menjadi lebih sedikit yang merekat (lebih banyak cair). Mengetahui kepekaan temperatur aspal itu yang sedang digunakan di suatu campuran seman aspal sangat penting, karena itu menandai temperatur yang tepat untuk mencampur aspal dengan bahan lainnya.

2.2.6. Ketahanan

Ketahanan adalah seberapa baik suatu aspal mempertahankan karakteristik-karakteristiknya yang asli ketika mengalami proses-proses kerusakan karena iklim dan lingkungan. Penilaian ketahanan aspal termasuk uji laboratorium berupa peniruan proses-proses kerusakan karena iklim dan penuaan. Kinerja semen aspal masih sangat yang dipengaruhi oleh desain campuran, karakteristik-karakteristik kumpulan, pengerjaan dan variabel-variabel lain.

2.2.7. Adhesi dan Kohesi

Kohesi secara umum adalah gaya tarik menarik antar molekul yang sama jenisnya. Gaya ini menyebabkan antara zat yang satu dengan yang lain tidak dapat menempel karena molekulnya saling tolak menolak.

Contoh Kohesi : - Air di atas daun talas


(25)

Adhesi secara umum adalah gaya tarik menarik antar molekul yang berbeda jenisnya. Gaya ini menyebabkan antara zat yang satu dengan yang lain dapat menempel dengan baik karena molekulnya saling tarik menarik atau merekat.

Contoh Adhesive :

- Air di atas telapak tangan - Susu tumpah di lantai

Adhesi pada aspal adalah kemampuan aspal itu untuk berikatan dengan kumpulan di dalam campuran semen aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal itu untuk memegang partikel-partikel kumpulan pada tempatnya di dalam campuaran semen aspal akhir.

2.2.8. Cairan Aspal

Aspal secara temperatur normal berbentuk semipadat dan sangat merekat, harus dilelehkan atau dicairkan sementara untuk menangani selama operasi konstruksi. Aspal dapat sementara dicairkan dalam tiga cara:

1. Dengan peleburan dengan panas.

2. Dengan penghancuran aspal di dalam bahan pelarut yang terpilih. Proses ini disebut stek yang dikenal sebagai Aspal Potong Pendek.

3. Dengan menjadikan emulsi aspal dengan air. Produk hasilnya disebut spal Emulsi.

Aspal-aspal yang dijadikan emulsi disebut cairan-cairan aspal untuk membedakan dengan kelompok dari aspal-aspal normal.

2.2.9. Penuaan dan Pengerasan

Aspal-aspal mengalami pengerasan di dalam campuran semen aspal, dan didalam konstruksi terjadi Pemadatan disebabkan terutama oleh oksidasi kombinasi aspal dengan oksigen. Pemadatan terjadi menunjukkan peningkatan di dalam kekentalan disebabkan oleh pemanasan dari aspal. Tidak semua aspal-aspal mengeras di tingkat yang sama ketika yang dipanaskan. Oleh karena itu, masing-masing aspal yang digunakan harus diuji untuk menentukan karakteristik-karakteristik, penuaannya sehingga konstruksi dan teknik-teknik dapat disesuaikan untuk memperkecil kesalahan. Penyesuaian-penyesuaian seperti itu biasanya melibatkan pencampuran aspal pada temperatur yang mungkin yang paling rendah dan waktu yang praktis.


(26)

2.3. Serat Gelas

Bahan dasar dari serat gelas adalah silica (SiO2), untuk memperbaiki sifat mekanisnya maka dilakukan penambahan bahan-bahan oksigen, seperti : boron, kalsium, sodium, iron, dan aluminium.Silika pada umumnya amorf walaupun kristalisasi dapat terjadi sesudah mengalami pemanasan yang lama pada temperatur tinggi, hal ini mengurangi kemampuannya. Komposisi yang berbeda-beda dari silika dengan bahan-bahan tambahan akan menentukan sifat-sifat mekanis serat gelas.

2.3.1. Bentuk Serat Gelas

Bentuk serat gelas ada 2 yaitu : 1. Woven Roving

Woven roving mempunyai bentuk seperti anyaman tikar,serat gelas yang teranyam dibuat saling bertindih secara selang seling kearah vertical dan horizontal (0o dan 90o). Kumpulan anyaman adalah seperti tali,anyaman ini memberikan penguatan kearah vertikal dan horizontal. Pemakaiannya dalam konstruksi terutama pada bagian frame dan ginder. Woven roving sedikit kaku, sehingga agak sulit dibentuk terutama digunakan untuk bagian berlekuk tajam. Woven roving mempunyai berat per luas 407 gr/m2 dengan ketebalan antara 0,51 mm sampai 1,02 mm. Bentuk serat gelas woven roving adalah berupa gulungan serat gelas yang menjadi kain yang tebal dan kasar. Bentuk serat gelas ini sangat baik digunakan dalam industry, misalnya pembuatan bak mandi, pembuatan kapal dan lain-lain.

2. Chop Stand Mat (CSM)

Chop stand mat mempunyai bentuk seperti anyaman tidak teratur, serat gelas yang teranyam dibuat bertindih secara tidak teratur kesegala arah (unidirectional). Serat gelas yang teranyam mempunyai panjang serat yang relative lebih pendek dari panjang serat woven roving. Kumpulan anyaman adalah seperti tumpukan jerami, anyaman ini memberikan penguatan ke segala arah. Pemakaiannya dalam konstruksi terutama pada bagian hull. CSM ini lebih fleksibel, sehingga mudah digunakan untuk bagian berlekuk tajam.


(27)

2.3.2. Sifat-sifat Serat Gelas

Bahan dasar dari serat gelas adalah silicon (SiO2) atau dalam bentuk polimer (SiO4)n sebagai kerangka dasar. Gelas merupakan bahan yang amorf yaitu tidak mempunyai struktur Kristal zat padat maupun sifat aliran zat cair. Penggunaan tipe-tipe serat gelas pada umumnya didasarkan atas satu atau lebih sifat-sifat yang diinginkan. Sifat serat gelas yang diinginkan, sifat mekanik, mekanis thermal dan kelistrikan.

Komposisi serat gelas adalah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menentukan sifat-sifat serat gelas antara lain :

- Daya tahan terhadap panas dan pembakaran

Sifat organik dari suatu serat gelas menghasilkan daya tahan terhadap panas dan pembakaran.

- Daya tahan terhadap Kelembaban udara

Serat gelas tidak bersifat higrokopis terhadap kelembaban udara disekelilingnya, sehingga serat gelas tidak dapat mengembung atau meregang. Kekuatan mekaniknya tidak berpengaruh terhadap lingkungan yang lembab. - Daya tahan terhadap zat-zat kimia, dan tidak dapat ditumbuhi oleh jamur,

bakteri dan lain- lain. - Kekuatan tariknya tinggi

Serat gelas mempunyai kekuatan tarik lebih besar terhadap serat-serat tekstil. - Sifat-sifat thermal

Serat gelas mempunyai koefisien ekspansi yang rendah dan koefisien konduktivitas thermal yang tinggi.


(28)

Serat gelas bersifat non konduktif sehingga sangat baik digunakan sebagai isolasi pada komponen-komponen elektronik, karena dielektriknya rendah.(Anaria, 1990)

2.3.3. Pasir

Pasir adalah contoh baha antara 0,0625 sampai tetapi di beberapa pasir (standstone) adalah endapan yang terdiri dari mineral berukuran pasir atau butiran batuan. Sebagian besar batu pasir terbentuk oleh kuarsa atau feldfar karena mineral-mineral tersebut paling banyak terdapat di kulit bumi. Seperti halnya pasir, batu pasir dapat memiliki berbagai jenis warna, dengan warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning, merah, abu-abu, dan putih. Karena lapisan batu pasir sering kali membentuk karang atau bentukan topografis tinggi lainnya warna tertentu batu pasir dapat diidentikkan dengan daerah tertentu. Sebagai contoh, sebagian besar wilayah di bagian barat Amerika Serikat dikenal dengan batu pasir warna merahnya.

Materi pembentuk pasir adalah silicon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Pasir merupakan material alam yang sangat fungsional dalam kehidupan umat manusia dimuka bumi ini, seperti industry pembuatan unsur pasir kuarsa, pada pengecoran baja, pasir silica dimanfaatkan untuk memisahkan kotoran dari baja cair, dalam kegiatan konstruksi bangunan peranan pasir sangat utama hingga ke industri kerajinan, dekorasi maupun kegiatan lainnya.Nama-nama pasir dalam bisnis bangunan kadang identik dengan daerah asal dimana pasir tersebut di dapat.Misalnya pasir yang berasal dari Cileungsi, banyak orang menyebutnya dengan sebutan pasir Cileungsi. Pasir yang berasal dari daerah Cikalong, orang menyebutnya pasir Cikalong. Pasir dari daerah Bangka disebut pasir Bangka, karena warnanya putih lebih lengkap dengan sebutan pasir putih Bangka.

Pasir halus adalah pasir alam sebagai hasil disentragrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 4,75 mm. Pasir kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari


(29)

batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri. Pasir ringan adalah agregat dengan berat isi kering oven gembur maksimum 1100 N. Pasir ukuran tunggal adalah agregat yang ukuran butirannya sama.

Pengenalan Agregat yaitu 70-80% kandungan konkrit terdiri dari agregat. Mutu agregat mempengaruhi kekuatan dan ketahanlasakan konkrit. Pilihan agregat yang sesuai untuk tujuan sesuatu pembinaan memerlukan kefahaman mengenai sifat-sifat agregat. Sifat-sifat-sifat ini boleh diketahui melalui ujikaji-ujikaji seperti yang telah ditetapkan oleh kod-kod piawai. Agregat dibagi kepada dua bagian utama - Agregat Halus (pasir) dan Agregat Kasar (batu kerikil). Pasir untuk saiz nominal agregat yang kurang dari 5mm dan batu kelikir adalah agregat yang mempunyai saiz nominal yang lebih dari 5mm.

Pasir sungai biasa digunakan dan paling sesuai karena kurang dari kotoran kimia. Pasir terkilang (pasir dari pecahan batu kerikil besar) boleh digunakan sebagai bahan ganti. Untuk menjamin mutu konkrit yang dihasilkan, pasir sungai atau terkilang ini mesti memenuhi syarat-syarat pengagregatan. Pengagregatan pasir dilakukan melalui Analisis Ayak (BS410:1969). Piawai lain (BS882: Bagian 2: 1973) menggariskan hal-hal pengagregatan dalam empat zone. Zone 1 menggambarkan kandungan pasir yang kasar dan zon 4 menggambarkan kandungan pasir yang halus. Pasir mempunyai ketumpatan disekitar 2.700kg/m3.

Agregat kasar yaitu Agregat yang bisa didapati dari sumber natural atau artificial. Sumber natural biasanya dari kumpulan Granit atau Batu Kapur (BS812: Bahagian 1: 1975). Kumpulan batu ini digunakan untuk paduan (campuran) biasa. Densitas (kerapatan) bandingan agregat biasa ini dalam jumlah 2.500-2.700 kg/m3. Untuk paduan konkrit berat, Barit (Barium Sulfat) yang bisa didapati dari sumber asli dapat saja digunakan. Barium Sulfat mempunyai Densitas (kerapatan) 4.200-4.300kg/m3. Agregat berat digunakan untuk paduan konkrit yang terukur oleh sinar-X, sinar gamma atau reaktor nuklir. Agregat artificial bisa didapati dari hasil limbah industri. Bola besi untuk konkrit berat, klinker atau jermang hasil pembakaran untuk konkrit ringan. Umumnya agregat ringan mempunyai kekuatan yang rendah, dan agregat berat mempuyai kekuatan yang tinggi. Angka nominal yang biasa digunakan


(30)

ialah 10mm, 20mm dan 40mm. Angka (Ukuran) maksimal bergantung kepada jenis paduan antara lain campuran padat, tebal atau tipis.

2.4.1. Ciri-Ciri Penting Agregat 1. Agihan partikel

Ciri ini penting untuk rekabentuk campuran. Agihan yang baik penting untuk mempastikan konkrit yang terhasil adalah padat. Longgokan agregat yang tidak baik agihan saiz partikelnya (gap-graded distribution) boleh menghasilkan konkrit yang berongga dan memberi kesan kepada kekuatan. Agihan partikel juga memberi kesan yang konkrit. Agihan partikel boleh di lakukan melalui Analisis Ayak.

Sampling yang betul mesti dilakukan supaya sampel yang diambil untuk Analisis Ayak mewakili longgokan agregat. Proses sampling yang betul ialah dengan mengikuti proses 'quartering'.

2. Kekuatan agregat.

Kekuatan agregat memberi kesan yang banyak kepada ciri-ciri konkrit seperti kekuatan konkrit, ubahbentuk, ketahanan, perubahan isipadu, graviti tentu, ketelusan dan tindakbalas kimia. Biasanya kekuatan agregat ialah lebih tinggi dari kekuatan konkrit yang hendak di rekabentuk. Kekuatan konkrit selalunya berada di sekitar 30-50MPa, sementara kekuatan agregat dalam lingkungan 80-350MPa.

3. Ketelusan (Porosity)

Ketelusan agregat mempengaruhi kandungan lembapan yang terdapat dalam agregat. Kandungan lembapan pula mempengaruhi rekabentuk campuran dan juga kekuatan konkrit terkeras. Agregat yang mempunyai ketelusan yang tinggi biasanya kurang lasak. Ketelusan diukur dengan kadar serapan air (absorption) oleh agregat. Kadar resapan ialah peratus air yang terserap oleh agregat kering sehingga menjadikan agregat tepu. Kandungan air


(31)

dalam agregat boleh berada dalam keadaan kering, kering udara, tepu dan basah. Rekabentuk campuran adalah berdasarkan agregat yang mempunyai kandungan air tepu. Memandangkan agregat biasanya terdapat dalam keadaan kering udara atau basah, kandungan air yang dikira dalam rekabentuk campuran mesti diubah sesuai dengan kandungan lembapan yang berada dalam agregat.

4. Perubahan isi padu

Perubahan isipadu disebabkan oleh perubahan kandungan lembapan dalam agregat memberi kesan kepada sifat pengecutan (shrinkage). Kadar pengecutan agregat yang lebih tinggi dari konkrit akan mengakibatkan retakan dalaman konkrit. Perubahan isipadu berkait rapat dengan ketelusan agregat. 5. Graviti tentu

Graviti tentu sesuatu bahan adalah nisbah unit berat bahan tersebut berbanding dengan unit berat air. Memandangkan agregat boleh meresap air, graviti tentunya bergantung kepada kandungan lembapannya.

6. Bentuk partikel dan keadaan permukaan

Agregat yang bulat dan licin mempunyai darjah keboleh kerjaan yang baik tetapi menghasilkan kekuatan yang kurang baik berbanding dengan agregat yang bersegi dan berpermukaan kasar. Bentuk secara umumnya mempengaruhi kepadatan dan juga ikatan dalam konkrit.(Tano Eddy, 1997)

2.5 Poliester

Poliester adalah sebuah polimer (sebuah rantai dari unit yang berulang-ulang) dimana masing-masing unit dihubungkan oleh sebuah sambungan ester. Rantai polimernya sangat kecil dan kelihatan sedikit rumit. Tetapi tidak terlalu sulit untuk menuliskan strukturnya – menggambarkan strukturnya akan lebih mudah ketimbang mencoba untuk mengingatnya.


(32)

Nama lazim dari poliester umum ini adalah polietilen tereftalat. Nama sehari-harinya tergantung pada apakah digunakan sebagai serat atau sebagai material untuk membuat produk seperti botol untuk minuman ringan. Jika digunakan sebagai serat untuk membuat kain, biasanya sering hanya disebut poliester. Terkadang juga dikenal dengan nama perdagangannya seperti Terilen. Jika digunakan untuk membuat botol, misalnya, biasanya disebut PET.

2.5.1 Pembuatan poliester sebagai sebuah contoh polimerisasi kondensasi

Pada polimerisasi kondensasi, jika monomer-monomer bergabung bersama, ada sebuah molekul kecil yang hilang. Ini berbeda dengan polimerisasi adisi yang menghasilkan polimer seperti poli(eten) – dimana pada proses ini tidak ada yang hilang ketika monomer-monomer bergabung bersama.

Sebuah poliester dibuat dengan sebuah reaksi yang melibatkan sebuah asam dengan dua gugus -COOH, dan sebuah alkohol dengan dua gugus -OH.Pada poliester umum yang digambarkan terdapat: Asam benzen-1,4-dikarboksilat (nama lama: asam tereftalat). Alkohol yaitu etana-1,2-diol (nama lama: etilen glikol).

Sekarang bayangkan kita menyusun senyawa-senyawa ini secara bergantian dan membuat ester dimana masing-masing gugus asam dan masing-masing gugus alkohol, kehilangan satu molekul air setiap kali sebuah sambungan ester terbentuk.

2.5.2 Pembuatan poli(etilen tereftalat) dalam skala produksi

Reaksi terjadi dalam dua tahap utama, yaitu: tahap pra-polimerisasi dan polimerisasi sesungguhnya. Pada tahap pertama, sebelum polimerisasi terjadi, terbentuk sebuah ester yang cukup sederhana dari asam dan dua molekul etana-1,2-diol. Pada tahap polimerisasi, ester sederhana ini dipanaskan pada suhu sekitar 260°C dan pada tekanan rendah. Dalam hal ini diperlukan sebuah katalis – ada beberapa kemungkinan termasuk senyawa-senyawa antimoni seperti antimoni(III) oksida. Poliester terbentuk dan setengah dari etana-1,2-diol diperbaharui. Ini selanjutnya dilepaskan dan disiklus ulang.


(33)

2.5.3 Hidrolisis poliester

Ester-ester sederhana mudah dihidrolisis melalui reaksi dengan asam atau basa encer. Poliester diserang dengan mudah oleh basa, tetapi jauh lebih lambat oleh asam encer. Hidrolisis dengan air saja sangat lambat sehingga hampir tidak diperhitungkan. (Poliester tidak akan terurai menjadi bagian-bagian kecil jika terkena air hujan).

Jika anda menumpahkan basa encer pada sebuah kain yang terbuat dari poliester, maka sambungan-sambungan esternya akan putus. Etana-1,2-diol terbentuk bersama dengan garam asam karboksilat. Karena dihasilkan molekul-molekul kecil dan bukan polimer asli, maka serat-serat kain tersebut akan hancur, dan terbentuk sebuah lubang pada kain.

2.6 DIKUMIL PEROKSIDA (DCP)

DCP adalah radikal sumber yang kuat, digunakan sebagai inisiator polimerisasi, katalis dan zat penvulkanisasi. Temperatur waktu paruh 61 oC (untuk 10 jam), 80 oC (untuk 1 jam) dan 120 oC (untuk 1 menit). DCP terdekomposisi dengan cepat, menyebabkan kebakaran dan ledakan, pada pemanasan dan dibawah pengaruh cahaya. DCP juga bereaksi keras dengan senyawa yang bertentangan (asam, basa, zat pereduksi dan logam berat).

Teknik crosslinking (ikat silang) karet dengan peroksida telah dikenal sejak lama. Keuntungan umum menggunakan peroksida sebagai zat ikat silang adalah ketahanannya baik pada suhu tinggi dalam waktu yang lama, keelastisannya yang baik, dan tidak ada penghilangan warna pada produk akhir.

Sebaiknya DCP disimpan dalam kondisi temperatur kamar (< 27 oC atau maksimum 39 oC) dan untuk menjaga dari zat pereduksi dan senyawa–senyawa yang tidak kompatibel dengannya (Khrisnan, 2010).

Diantara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH) merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Mereka tidak stabil dengan panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suatu suhu dan laju yang tergantung pada


(34)

strukturnya. Yang ideal, suatu inisiator peroksida mestilah relatif stabil pada suhu pemrosesan polimer untuk menjamin laju reaksi yang layak (Stevens, 2001).

2.7 DIVINIL BENZENE ( DVB)

Divinil benzene berubah – ubah secara ekstrim zat crosslinking (ikat silang) yang sangat baik dan juga meningkatkan sifat – sifat polimer. Sebagai contoh, divinil benzene banyak digunakan pada pabrik adesif, plastik, elastomer, keramik, material biologis, mantel, katalis, membran, perlatan farmasi, khususnya polimer dan resin penukar ion (Hafizullah, A. 2010).

Rumus molekul divinil benzene C10 H10, titik didih 195oC, tidak larut dalam air dan larut dalam etanol dan eter dan titik nyala 76oC. Ketika beraksi bersama-sama dengan stirena, divinil benzene dapat digunakan sebagai monomer reaktif dalam resin polyester. Stiren dan divinil benzene bereaksi secara bersam-sama menghasilkan kopolimer stirena dvinil benzene (James, 2005).


(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) , Universitas Sumatera Utara.

3.2 Peralatan dan Bahan – Bahan 3.2.1. Peralatan

1. Beaker glass 500 mL Pyrex

Berfungsi sebagai wadah tempat mencampur bahan ( Lampiran A2) 2. Spatula

Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk mengaduk campuran bahan (Lampiran A2)

3. Neraca Analitik

Berfungsi sebagai alat untuk menimbang sampel atau bahan (Lampiran A2) 4. Hot Plate

Berfungsi sebagai pemanas (Lampiran A2) 5. Hot Compressor

Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk bahan cetak hasil ekstruksi yang berdasarkan pada pemanasan (Lampiran A2)

6. Cetakan

Berfungsi sebagai tempat pencetakan sampel (Lampiran A2)

7. Electronic System Universal Tensile Machine Type SC-2DE

Berfungsi untuk pengujian sifat mekanis terutama kekuatan lentur (Lampiran A2)


(36)

8. Mikrometer Skrup

Berfungsi untuk mengukur tebal sampel (Lampiran A2) 9. Impaktor Wolpert

Berfungsi untuk pengujian kekuatan impak komposit yang dilengkapi dengan skala ( Lampiran A2)

10.Aluminium foil

Berfungsi untuk melapisi cetakan(Lampiran A2) 11.Plat tipis

Berfungsi tempat meletakkan sampel (Lampiran A2) 12.Pipet tetes

Berfungsi untuk mengambil bahan yang berbentuk cairan dari dalam tempat-nya ( Lampiran A2)

13.Gelas Ukur

Berfungsi untuk mengukur volume bahan berbentuk cairan yang akan diguna-kan ( Lampiran A2)

3.2.2. Bahan – Bahan

1. Aspal iran tipe penetrasi 60/70 2. Serat Gelas jenis Woven Roving 3. Pasir

4. Poliester 5. Katalisator

6. DCP (Dikumil Peroksida) 7. DVB ( Divinil Benzena)


(37)

3.3 PROSEDUR PENELITIAN

3.3.1. Proses pembuatan Aspal polimer

1. Aspal dimasukkan ke dalam beaker glass dan dipanaskan dengan suhu 100oC.

2. Ditambahkan pasir dan poliester kemudian di aduk dengan spatula sampai campuran menyatu.

3. Ditambahkan polyester 35gr, katalis 5gr, DCP 1%, dan DVB 1% kedalam campuran kemudian diaduk selama 10 menit.

4. Ditambahkan serat gelas ke dalam campuran bahan tersebut dan diaduk kembali selama 10 menit.

5. Hasil pencampuran tersebut dibuat kedalam cetakan.

6. Hasil cetakan didinginkan pada suhu kamar,kemudian dikeluarkan dari cetakan untuk diuji.

0,28 mm

70 mm

150 mm

Gambar 3.1. Ukuran Sampel hasil cetakan

7. Perlakuan yang sama dilakukan untuk dengan perbandingan masing masing pada serat gelas terhadap pasir, (0:40gr, 2,5:37,5gr, 5:35gr, 7,5:32,5gr, 10:30gr, 12,5:27,5gr, 15:25gr, 17,5:22,5gr).

3.3.2 Uji Daya Serap Air

Pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang prosedur pengujian , dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam.


(38)

Pengujian daya serap air telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel yang ada, berikut data hasil penimbangan berat sampel kering dan berat sampel basah.

Pengujian daya serap air (Water absorbtion) dilakukan pada masing – masing sampel pengeringan.lama perendaman dalam air adalah selama 24 jam dalam suhu kamar . Massa awal sebelum direndam diukur dan massa sesudah perendaman.Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Daya serap air ( Water absorbtion) = x100%

M M M

k k

j...(2.2)

Dimana :

Mb = Massa basah ,gr Mk = Massa kering ,gr

3.3.3 Uji Kuat Lentur

Pengujian kekuatan lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan genteng terhadap pembebanan pada tiga titik lentur. Disamping itu pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan. Pada permukaan bagian atas yang dibebani akan terjadi kompresi, sedangkan pada bagian permukaan bawah akan terjadi tarikan.

Gambar. 3.2. Defleksi

Gambar 3.2. Pengujian kuat lentur

Prosedur pengujian kuat lentur :

1. Dihitung beban maksimum sampel.

2. Dihitung jarak penyangga dan lebar benda uji serta tebal benda uji. 3. Kemudian diuji nilai kuat lentur sampel.


(39)

2 2

3 bd

PL

UFS = ... (3.3) Dengan :

P = Load (beban)

L = Jarak Span (10cm = 0,1m) b = Lebar (mm)

d = Tebal (mm) 3.3.4 Uji Impak

Pengujian impak ini bertujuan untuk menentukan ketangguhan sampel terhadap perbebanan dinamis. Metode impak ini disesuaikan dengan metode pengujian Izod dan Charpy, dimana sampel dengan bentuk dan ukuran menurut standar, dengan kedua ujung sampel diletakkan pada penumpu lalu melepaskan beban dinamis dengan tiba-tiba dengan menuju sampel berdasarkan ASTM D 638.

Dalam urutan untuk mempunyai sebuah perbedaan energi impak, pendulum dapat dibebaskan dari keadaan yang berbeda. Energi yang hilang oleh impaktor dikacaukan oleh kehilangan dalam mesin itu sendiri. Pada energi kinetik dari bahan yang rusak dalam proses mikromekanik yang terjadi dalam material selama deformasi dan fracture (patahan).

Sementara kekuatan impak (Is) yang dihasilkan merupakan perbandingan antara energi serap (Es) dengan luas penampang awal.

Is = Es ...( 3.4) A

Dengan :

Es = Energy Serap (Joule) A = Luas Penampang (m2) Is = Kekuatan Impak (Joule/m2)


(40)

(41)

3.4. DIAGRAM ALIR

BAB IV

Aspal Poliester Serat gelas

Ditambahkan DVB 1 %

Dimasukkan ke dalam cetakan

Genteng polimer

Pencampuran dilakukan diatas Hot Plate dengan suhu 100oC

Ditambahkan DCP 1% Pasir

Ditambahkan polyester 35 gr dan katalisator 5 gr

Hasil Campuran

Dipress pada tekanan 38 atm ( T = 50oC ) selama 2

jam

Pengujian

Sifat Fisis

Daya Serap Air

Sifat Mekanis

Data Analisa Data Kesimpulan Dan Saran

Impact Lentur


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

4.1.1. PENGUJIAN SIFAT FISIS 4.1.1.1. Pengujian Daya serap air

Daya serap air merupakan proporsi volume rongga kosong. Daya serap air juga berhubungan langsung dengan kerapatan.Porositas dinyatakan dalam % yang menghubungkan antara volume benda keseluruhan.Berdasarkan ASTM C-20-00-2005, Pengujian daya serap air (Water absorbtion) dilakukan pada masing – masing sampel pengeringan. Lama perendaman dalam air adalah selama 24 jam dalam suhu kamar. Pengujian daya serap air telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel yang ada, berikut data hasil penimbangan berat sampel kering dan berat sampel basah.

Porositas sampel dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

Daya serap air (%) = x100%

M M M

k K J

……….(4.1) Dengan :

Mj = Massa Jenuh sampel (gr) Mk = Massa kering sampel (gr)

Dari perhitungan tersebut maka diperoleh persentase penyerapan air ( water Absorbtion ) untuk masing – masing sampel sebagai berikut :


(43)

Tabel 4.1 Uji Daya serap air Komposisi

Serat : Pasir (gr) Aspal (gr) Poliester + Katalisator (gr) Massa kering Mk (gr)

Massa jenuh Mj (gr)

Daya serap air (%)

0 : 40 20 40 10,18 10,46 2,75

2,5 : 37,5 20 40 7,56 7,76 2,64

5 : 35 20 40 11.01 11,25 2,17

7,5 : 32,5 20 40 9,29 9,46 2,15

10 : 30 20 40 9,80 10,01 2,14

12,5 : 27,5 20 40 9,34 9,54 2,14

15 : 25 20 40 9,48 9,68 2,10

17,5 : 22,5 20 40 9,07 9,26 2,09

4.1.1.2. Pengujian Impak / Impact strength (Is)

Uji impak ini bertujuan untuk menentukan ketangguhan sampel terhadap pembebanan dinamis. Metode impak ini disesuaikan dengan model charpy,dimana sampel dalam bentuk tertidur dengan ukuran yang telah ditentukan,dengan kedua ujung sampel diletakkan pada penumpu lalu melepaskan beban dinamis dengan tiba – tiba menuju sampel.

Kekuatan impak yang dihasilkan (Is) merupakan perbandingan antara energi serap (Es) dengan luas penampang (A).

A E Is= s

………..(4.2) Dengan : Es = Energi Serap (Joule)

A = Luas Penampang (m2) Is = Kekuatan Impak (J/m2)


(44)

Untuk sampel berikutnya dilakukan dengan cara yang sama dengan tebal dan lebar sampel yang berbeda – beda dan hasilnya dapat dilihat pada tabel.

Tabel 4.2 Uji kekuatan Impak Pasir : Serat (gr) Aspal (gr) Poliester + Katalisator (gr) Panjang P (mm) Lebar b (mm) Tebal d (mm) Luas A (mm2)

ES (J)

IS (kJ/m2)

0 : 40 20 40 100 15 2 30 0,32 10,67 2,5 : 37,5 20 40 100 15 2 30 0,36 12

5 : 35 20 40 100 15 2 30 0,49 16,3 7,5 : 32,5 20 40 100 15 2 30 0,53 17,6 10 : 30 20 40 100 15 2 30 0,612 20,4

12,5 : 27,5 20 40 100 15 2 30 0,68 22

15 : 25 20 40 100 15 2 30 1,36 45

17,5 : 22,5 20 40 100 15 2 30 2,11 70

4.1.1.3. Pengujian Kekuatan Lentur / Ultimate Flexture strength (UFS)

Pengujian kekuatan lentur bertujuan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap pembebanan. Dalam metode ini digunakan metode tiga titik lentur. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.

Pada permukaan atas sampel yang dibebani akan terjadi kompresi, sedangkan pada permukaan bawah sampel akan terjadi tarikan. Persamaan yang digunakan untuk memperoleh kekuatan lentur yaitu :

UFS = 2 2 3 bd PL ………(4.3)


(45)

Dengan : P = Load (beban)

L = Jarak Span (10cm = 100 mm) b = Lebar (mm)

d = Tebal (mm)

Untuk sampel berikutnya dilakukan dengan cara yang sama dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini :

Tabel 4.3 Uji Kuat lentur Serat : Pasir (gr) Aspal (gr) Poliester+ Katalisato r (gr) Panjang P (mm) Lebar b (mm) Tebal d (mm) Luas A (mm2 )

Beban (P) 3PL (Nm)

UFS (Pa)

Kgf N Stroke

0 : 40 20 40 150 15 2 120 0,16 1,568 68,18 0,51 4,25 2,5 :

37,5

20 40 150 15 2 120 0,26 2,548 51,18 0,84 7

5 : 35 20 40 150 15 2 120 0,32 3,136 36,17 1,03 8,58 7,5 :

32,5

20 40 150 15 2 120 0,49 4,802 36,47 1,58 13

10 : 30 20 40 150 15 2 120 0,55 5,39 44,96 1,77 14,75 12,5 :

27,5

20 40 150 15 2 120 0,60 5,88 39,10 1,94 16,1

15 : 25 20 40 150 15 2 120 0,634 6,21 37,04 2,04 17 17,5 :

22,5


(46)

4.2 Pembahasan

4.2.1. Pengujian Daya Serap Air

Pada komposisi serbuk serat gelas dan pasir (17,5 : 22,5 ) nilai daya serap airnya paling minimum yaitu 2,09% diantara semua variasi dan ini menunjukkan bahwa pada komposisi tersebut adalah hasil yang terbaik untuk uji daya serap air, dikarenakan serat gelasnya telah merata sehingga memperkecil jumlah pori yang dapat menghalangi air untuk meresap ke dalam genteng.

Berdasarkan tabel terlihat bahwa nilai daya serap air paling maksimum yaitu 2,75% dengan perbandingan campuran serat gelas dan pasir sebesar (0 : 40). Banyaknya kandungan air didalam campuran aspal cenderung mengurangi daya tahan campuran aspal karena menyebabkan erosi. Sehingga dengan ditambahkannya serat gelas, persentase daya serap air menjadi lebih kecil. Ini menunjukkan bahwasanya efektivitas penggunaan serat gelas sebagai bahan isian cukup baik karena dapat mengurangi daya serap air sampai 2,09%. Hal ini dikarenakan sifat serat gelas yang tahan terhadap air. Seperti terlihat pada grafik berikut :

Grafik 4.1 Hubungan antara nilai pengujian daya serap air dan variasi Serat Gelas

Berdasarkan SNI-03-1969-1990, diketahui bahwa kandungan air dalam aspal maksimum sebesar 3%. Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel yang telah


(47)

diujikan, untuk nilai penyerapan airnya telah memenuhi standar minimum penyerapan air terhadap aspal menurut Standar Nasional Indonesia (SNI).

4.2.2. Hasil Pengujian Kekuatan Lentur

Sampel uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran 150 mm yang disesuaikan dengan standar ASTM D-790. Pengujian kekuatan lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan bahan terhadap pembebanan pada tiga titik lentur. Disamping itu, pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.

Pengujian kekuatan lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan bahan terhadap pembebanan atau sifat keelastisan pada suatu bahan. Pada penelitian ini pembebanan yang digunakan adalah pembebanan dengan tiga titik lentur. Hasil yang diperoleh pada pengujian ini berbeda-beda. Yang dipengaruhi oleh ketebalan dan lebar dari masing-masing sampel.

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat hubungan antara pengaruh penggunaan Serat Gelas dengan kekuatan lentur tersebut.

Grafik 4.2 Hubungan antara nilai pengujian kuat lentur dan variasi Serat Gelas

Hasil pengujian tersebut ditampilkan secara digital, dimana diperoleh beban maksimum (load) dalam satuan kgf dan regangan (stroke) dalam satuan mm/menit.


(48)

Dari grafik 4.3 terlihat jelas bahwa nilai kuat lentur maksimum pada bahan campuran variasi (17,5 : 22,5) sebesar 18,1 Pa adalah hasil pengujian kuat lentur maksimum.

Sedangkan nilai kuat lentur minimum adalah sebesar 4,25Pa yang terdapat pada campuran serat gelas dan pasir dengan perbandingan (0 : 40). Ini juga membuktikan bahwa semakin banyak serat gelas yang digunakan maka kekuatan lenturnya semakin tinggi dan begitu sebaliknya.

4.2.3. Pengujian Kekuatan Impak

Pengujian kekuatan impak ini bertujuan untuk mengetahui ketangguhan sampel terhadap pembebanan dinamis. Pengujian yang biasa dilakukan untuk mengukur kekuatan impak dari bahan-bahan polimer yaitu dengan metode charpy. Dalam urutan untuk mengetahui sebuah perbedaan energi impak, pendulum dapat dibebaskan dari keadaan yang berbeda. Energi yang hilang oleh impaktor dikacaukan oleh kehilangan dalam mesin itu sendiri.

Grafik 4.3 Hubungan antara nilai pengujian Impak dan variasi campuran Serat Gelas

Berdasarkan grafik diatas terlihat jelas bahwa semakin banyak jumlah serat gelas yang digunakan maka nilai kekuatan impaknya pun semakin besar dan


(49)

sebaliknya semakin berkurang jumlah serat gelas yang digunakan pada variasi campuran maka kekuatan impaknya semakin kecil. Dari grafik juga dapat dilihat nilai kekuatan impak maksimum pada komposisi campuran serat gelas dan pasir pada perbandingan (17,5 : 22,5) adalah sebesar 70 kJ/m2. Sedangkan nilai kuat impak minimum terdapat pada komposisi variasi campuran serat gelas dan pasir (0 : 40) gram yaitu sebesar 10,67 kJ/m2 ini dikarenakan pada komposisi ( 0 : 40 ) tersebut tidak ada jumlah serat gelas yang digunakan pada campuran bahan. Ini membuktikan bahwa semakin banyak serat gelas yang digunakan maka nilai kekuatan impaknya semakin tinggi.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai penggunaan campuran poliester dan pasir dengan aspal sebagai genteng polimer, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Dari hasil pengujian daya serap air, didapatkan bahwa semakin besar perbandingan antara serat gelas dengan pasir maka nilai daya serap terhadap air akan semakin kecil.

2. Dari hasil pengujian daya serap air , didapatkan bahwa serapan air yang minimum adalah campuran poliester dan agregat pasir dengan penambahan aspal 20g dari total campuran yaitu 2,09% pada komposisi variasi serat gelas dan pasir 12,5 : 27,5.

3. Dari hasil pengujian kekuatan impak, didapatkan bahwa semakin besar perbandingan antara serat gelas dengan pasir pada kondisi panjang, lebar, tebal dan luas genteng yang konstan maka nilai kekuatan impaknya juga semakin besar.

4. Dari hasil pengujian kekuatan lentur, didapatkan bahwa semakin besar perbandingan antara serat gelas dengan pasir maka nilai kekuatan lenturnya juga semakin besar (Pengujian dilakukan pada kondisi nilai beban yang bertambah besar).


(51)

5.2 Saran

1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar memasukkan parameter-parameter lain dalam pengujiannya seperti uji tarik, densitas dan lain-lain guna untuk menyempurnakan penelitian ini.

2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk mencoba campuran-campuran lain yang sesuai untuk pembuatan genteng polimer, sehingga didapatkan hasil yang berbeda dari hasil penelitian yang sudah dilakukan.

3. Untuk penelitian selanjutnya agar mencoba menggunakan campuran serat gelas dan pasir untuk pembuatan benda-benda yang lain tidak hanya untuk pembuatan genteng polimer.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anaria, Juliana.B., 1990, Komposit Hybrid yang Diperkuat dengan Serat Gelas Chopped dan Firet Coremat, Skripsi FMIPA USU Medan.

Book, Blue. 2011. Genteng. Dkk, Brown. 1992. Study of the Effectivenennes.

Friedman, Daniel. 2010. Konstruksi Bangunan.

Hafizullah,Ahmad.2011. Divinil Benzene dan Dikumil peroksida. Diakses 18 Februari 2011.

Ide, Rumah. 2010. Genteng

juli 2011

James, D.H. 2005 Styrene. Weinhem : Willey-VHC.

Khrisnan, Jaya. 2011. Dikumil Peroksida.

http://chemicalland21.com/specialtychem/perchem/DYCUMIL%20peroxide, Di akses 2 April 2011

Kompas, Harian. 2009. Genteng. 5 April 2009. Lane, Regan., Soham, dan Ely. 2011. Genteng.

2011

Latif ,Syafrudin.2009. Perencanaan Percetakan Genten Polimer. http://gdl.php.htm. Diakses 08 April 2011.

Oglesby, c.h. 1996. Teknik Jalan Raya . Edisi ke IV. Jilid II. Jakarta : Erlangga. Shell Indonesia, PT. 2010. Karakteristik Genteng.

Di akses 5 April 2011 Shon, Alan. 2011. Atap.

Steven, P.Malcom, 2007. Kimia Polimer. Pradnya Paramita, Jakarta.


(53)

Sukirman,S. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta : Granit

Tano,Eddy.1997. Pedoman Membuat Perekat Sintesis. Cetakan Pertama.Jakarta : PT Rineka Cipta.

Wignall, A. 2003. Proyek Jalan Teori Dan praktek. Edisi Ke Empat. Jakarta : Erlangga.


(54)

Lampiran A1

1.

Pengujian Daya Serap Air Contoh untuk sampel (0 : 40)gram : Mk = 10,18 gram

Mj = 10,46 gram Maka

Persentase daya serap air ( Water absorbtion ) = x100%

M M M k K J

= 100%

18 , 10 181 , 10 46 , 10 x gram gram gram

= 2,75 %

2. Pengujian Kekuatan Impak Sebagai contoh (17,5 : 22,5 ) Lebar sampel = 15 mm Tebal sampel = 2 mm Maka :

A = b x d = 15 x 2 = 30 mm2 = 30 x 10-6 m2

A E Is= s

= 6 2

10 30 11 , 2 m x J


(55)

= 0,070 x 106 m2 = 70.000 J/m2 = 70 KJ/ m2

3. Pengujian Kuat Lentur

Sebagai contoh sampel (17,5 : 22,5) gram Panjang sampel = 150 mm

Lebar sampel = 15 mm Tebal sampel = 2 mm Sehingga :

2bd2 = 2 x 15 (2)2 = 120 mm3 = 120 x 10-9 m3

Load/beban (P) = 0,675 x 9,8 m/s2 = 6,615 N

3PL = 3 x 6,615 N x 0,11 = 2,182 Nm

UFS = 2 2

3 bd

PL

= 9 3

10 120 182 , 2 m x Nm

= 18,1 x 10-3 x 109 Nm-2 = 18,1 x 106 Nm-2


(56)

Lampiran A2

Bahan

Gambar 1. Aspal Penetrasi 60/70

Gambar 2. Dikumil peroksida (DCP)

Gambar 3. Divinil Benzene (DVB)


(57)

Gambar 5. Poliester

Gambar 6. Katalisator

Gambar 7. Serat Gelas


(58)

Gambar 1. Beaker glass 250 mL, pipet tetes dan gelas ukur 100 m

Gambar 2. Hot compressor

Gambar 3. Hot Plate


(59)

Gambar 5. Neraca Analitik Digital

Gambar 7. Ayakan dan Aluminium foil


(60)

Sampel/Specimen

Gambar 1. Specimen untuk Pengujian Kuat Lentur, Kuat Impak Dan Uji Daya Serap air


(1)

= 0,070 x 10 m = 70.000 J/m2 = 70 KJ/ m2

3. Pengujian Kuat Lentur

Sebagai contoh sampel (17,5 : 22,5) gram Panjang sampel = 150 mm

Lebar sampel = 15 mm Tebal sampel = 2 mm Sehingga :

2bd2 = 2 x 15 (2)2 = 120 mm3 = 120 x 10-9 m3

Load/beban (P) = 0,675 x 9,8 m/s2 = 6,615 N

3PL = 3 x 6,615 N x 0,11 = 2,182 Nm

UFS = 2

2 3

bd PL

= 9 3

10 120 182 , 2 m x Nm

= 18,1 x 10-3 x 109 Nm-2 = 18,1 x 106 Nm-2


(2)

Gambar 1. Aspal Penetrasi 60/70

Gambar 2. Dikumil peroksida (DCP)

Gambar 3. Divinil Benzene (DVB)


(3)

Gambar 5. Poliester

Gambar 6. Katalisator

Gambar 7. Serat Gelas


(4)

Gambar 1. Beaker glass 250 mL, pipet tetes dan gelas ukur 100 m

Gambar 2. Hot compressor

Gambar 3. Hot Plate


(5)

Gambar 5. Neraca Analitik Digital

Gambar 7. Ayakan dan Aluminium foil


(6)

Gambar 1. Specimen untuk Pengujian Kuat Lentur, Kuat Impak Dan Uji Daya Serap air