BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit - Penentuan Kadar Kalium Dalam Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guinensis Jack ) Dengan Metode Flame Photometry

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

  Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Benih kelapa sawit pertama kali yang ditanam di Indonesia pada tahun 1984 berasal dari Mauritius, Afrika. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanah Hitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt (Jerman) pada tahun 1911.

  Kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional di Indonesia. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak kelapa sawit Indonesia. Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut :

  Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Sub – divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Cocoideae Family : Palmae Genus : Elaeis

  Spesies : Elaeis guineensis ( Hadi, M. 2004)

2.2. Jenis- Jenis dan Ekofisiologi Kelapa Sawit 2.2.1. Jenis – Jenis Kelapa Sawit

  Kelapa sawit termasuk famili palmae. Tanaman kelapa sawit dibedakan atas beberapa varietas. Varietas kelapa sawit dibedakan menjadi 2 yaitu:

  • Tebal tempurung dan daging buah serta warna kulit buahnya.

  1. Dura Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35-50%.

  2. Pisifera Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada. Persentase daging buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis pisifera tidak banyak diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain.

  3. Tenera Varietas ini mempunyai sifat yang berasal dari induknya Dura dan Pisifera yang banyak ditanam di perkebunan saat ini. Ketebalan tempurung berkisar antara 0,5-4 mm, dan terdapat lingkaran serabut diseklilingnya. Persentase daging buah tinggi sekitar 60-96%.

  4. Macro carya Ketebalan tempurung berkisar 5 mm, sedangkan daging buahnya sangat tipis.

  • Varietas berdasarkan warna kulit buah 1.

  Nigrecens Pada waktu muda buah berwarna ungu dan berubah menjadi hitam pada saat buahnya matak. Varietas ini banyak ditanam di perkebunan.

  2. Vierescens Pada waktu muda buah berwarna hijau dan ketika matak berwarna jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan. Varietas ini jarang dijumpai

3. Albescens

  Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak menjadi kekunuing-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman. Varietas ini juga jarang dijumpai.

2.2.2. Ekofisiologi Kelapa Sawit

  Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi berbagai faktor, baik faktor dari luar maupun dari dalam tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetis, dan faktor genetis-agronomis. Dalam ekofisiologi ini, faktor lingkungan yang paling dominan yaitu faktor iklim meliputi curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan udara, angin dan faktor keadaan tanah.

  • Faktor Iklim Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah disekitar lintang utara-selatan 12º pada ketinggian 0-500 m dpl. Beberapa faktor iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan udara, dan angin.

  a.

  Curah hujan Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2.000- 2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Oleh sebab itu, musim kemarau yang berkepanjangan akan menurunkan produksi.

  b.

  Sinar matahari Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama penyinaran sangat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Penyinaran yang kurang dapat memyebabkan berkurangnya asimilasi dan gangguan penyakit.

  c.

  Suhu Tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum 24-28º C untuk dapat tumbuh dengan baik. Meskipun demikian tanaman masih bisa hidup pada suhu rendah 18º C dan tertinggi 32º C. beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendah suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat. Makin lama penyinaran atau makin rendah suatu tempat, makin tinggi suhunya. Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan dan kematangan buah. Tanaman kelapa sawit yang ditanam lebih dari ketinggian 500 m dpl akan terlambat berbunga satu tahun jika dibandingkan dengan yang ditanam di dataran rendah.

  d.

  Kelembapan udara dan angin Kelembapan optimum bagi pertumbuhan sawit adalah 80%. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan.

  • Faktor Keadaan Tanah Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial, atau regosol. Namun, kemampuan produksi kelapa sawit pada masing-masing jenis tanah tersebut tidak sama. Ada dua sifat utama tanah sebagai media tumbuh, yaitu sifat fisik dan sifat kimia tanah.

  a.

  Sifat fisik tanah Sifat fisik tanah meliputi tekstur, struktur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan permukaan air tanah. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal. b.

  Sifat kimia tanah Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi kandungan hara mineralnya. Sifat fisik kimia tanah bermanfaat dalam menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa karena kekurangan satu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0-6,5 sedangkan pH optimumnya adalah 5- 5,5. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi. ( Fauzi, Y. 2004)

2.3. Tandan Kosong Kelapa Sawit

  Tandan kosong kelapa sawit adalah produk dari pabrik sawit setelah tandan buah segar disterilisasi dan diambil buahnya. Tandan kosong kelapa sawit merupakan salah satu limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Dalam satu ton kelapa sawit, terdapat 230-250 kg tandan kosong kelapa sawit, 130-150 serat, 65 kg cangkang dan 55-60 kg biji dan 160-200 kg minyak mentah. (Yan Fauzi, 2012)

Gambar 2.1. Tandan Kosong Kelapa Sawit Berdasarkan data dari Dirjenbun, potensi limbah TKKS ini sangatlah besar seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2. perkiraan jumlah TKKS di Indonesia sejak tahun 2000-2009 berdasarkan data produksi CPO Indonesia.

  Tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan organik memiliki suatu karakteristik dasar berupa sifat kimia. Sifat kimia tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 komposisi kimia tandan kelapa sawit

  No Komponen Kimia Komposisi (%)

  1. Lignin 22,60

  2. Pentosan 25,90 3.

  45,80 α selulosa

  4. Holoselulosa 71,80

  5. Pektin 12,85

  6. Abu 1,6

  • Kalium (K O)

  30

  2

  • Magnesium (MgO)

  5

  • Kalsium (CaO)

  4

  • Pospat (P

  2 O 5 ) 2,3

  (Nuryanto, 2000)

  Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit memiliki keuntungan karena mengandung kalium (K O) yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk

  2 mensubsitusi biaya pupuk kalium klorida.

  Selain itu, karena sifatnya yang sangat alkalis ( pH 12), pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit dapat memperbaiki pH tanah masam, mengaktifkan pertumbuhan akar, serta meningkatkan ketersediaan hara tanah dan aktivitas mikroorganisme. Atas pertimbangan tersebut, tandan kosong kelapa sawit dilihat sebagai produk bernilai tinggi dan dianggap penting untuk membantu dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tandan buah segar tanaman kelapa sawit.

2.4. Pupuk

  Kemampuan lahan dalam penyediaan unsur hara secara terus menerus bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangatlah terbatas. Keterbatasan daya dukung lahan dalam penyediaan hara ini harus diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Pupuk adalah bahan kimia yang diberikan ke dalam tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah yang menyebabkan tingkat produksi tanaman menjadi relatif stabil serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan pengaruh iklim yang tidak menguntungkan. (Pahan, I. 2008)

  Tanaman terdiri dari 92 unsur,tetapi hanya 16 unsur esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dari 16 unsur tersebut, unsur C,H, dan O diperoleh dari udara dan air (dalam bentuk CO

  2 dan H

  2 O), sedangkan

  13 unsur esensial lainnya diperoleh dari dalam tanah yang sering disebut ”unsur hara esensial”.

  Berdasarkan jumlah unsur hara yang dibutuhkan dalam tanaman dibedakan atas sebagai berikut: a.

  Unsur hara makro (N, P, K, S, Ca, Mg) yaitu unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar yang berkisar antara 3-20 g/Kg berat kering tanaman, yaitu unsur. Unsur hara makro terdiri dari unsur hara utama (N, P, K) yaitu unsur hara yang diberikan dalam bentuk pupuk pada seluruh jenis tanaman dan seluruh jenis tanah dan unsur hara sekunder (S, Ca, Mg) yaitu unsur hara yang hanya diberikan pada beberapa jenis tanaman pada jenis tanah tertentu.

  b.

  Unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, Cu, Mo, Cl, dan B) yaitu unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif sedikit yang nilai kritisnya sekitar 3-5 g/Kg berat kering tanaman. ( Madjid, 2010)

2.5. Kalium

  Kalium berasal dari kata yang sebenarnya adalah kalium karbonat yang merupakan salah satu garam kalium yang pertama kali ditemukan dan diperoleh hasil pembakaran tanaman. Kalium klorida dan sulfat merupakan dua komponen yang sangat penting dalam campuran pupuk. Kalium dalam bentuk oksidanya sangat mudah larut dalam air walaupun dalam air dingin. Kalium juga dapat larut dalam alkohol. ( Tredwell, 1963)

  Kalium merupakan salah satu unsur hara makro esensial ketiga yang dibutuhkan tanaman setelah nitrogen dan fospor, bahkan kadang- kadang melebihi jumlah nitrogen, seperti halnya kebutuhan kalium pada tanaman yang menghasilkan umbi-umbian

  Kadar kalium total di dalam tanah pada umumnya cukup tinggi sekitar 26% dari total berat tanah. Akan tetapi kalium yang tersedia di dalam tanah cukup rendah. Sumber utama hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi sekitar 3,11% K

2 O sedangkan air laut mengandung kalium sekitar 0,04% K 2 O.

  Rata- rata kadar kalium pada lapisan tanah pertanian berkisar 0,83%. Hal ini 5 kali lebih besar dari nitrogen dan 12 kali lebih besar dari fospor. Pemupukan hara bahan tanah, ditambah dengan pencucian dan erosi yang menyebabkan kehilangan kalium cukup besar. (Madjid, 2010)

2.5.1. Peranan Kalium dalam Tanaman

  Kalium merupakan unsur hara yang mudah mengadakan persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, misalnya khlor, dan magnesium. Unsur kalium berfungsi bagi tanaman yaitu untuk : a.

  Mempercepat pembentukan zat karbohidrat dan protein dalam tanaman.

  b.

  Memperkokoh tubuh tanaman.

  c.

  Mempertinggi resistensi terhadap serangan hama/ penyakit dan kekeringan.

  d.

  Meningkatkan kualitas biji/ buah.

  • Kalium diserap dalam bentuk K (terutama pada tanaman muda). Menurut penelitian, kalium banyak terdapat pada sel-sel muda atau bagian tanaman yang banyak mengandung protein, inti- inti sel tidak mengandung kalium. Pada sel zat ini terdapat sebagai ion di dalam cairan sel dan keadaan demikian akan merupakan bagian yang penting dalam melaksanakan turgor yang disebabkan oleh tekanan osmotis. Selain ion kalium mempunyai fungsi fisiologis yang khusus pada asimilasi zat arang, yang berarti apabila tanaman sama sekali tidak diberi kalium, maka asimilasi akan terhenti. ( Sutedjo, 2002)

  Kalium di dalam tanaman bukan sebgai sebagai pembangun tetapi berperan sebagai pengatur berbagai proses fisiologi tanaman seperti merawat kondisi air di dalam sel dan jaringan, mengatur turgor atau tegangan sel, membuka dan menutup stomata, serta mengatur akumulasi dan translokasi karbohidrat yang baru terbentuk. Dengan baiknya pengaturan ini maka pertumbuhan tanaman menjadi merata dan pesat serta ketahanan penyakit meningkat. ( Yos Sutiyoso, 2003)

  Tumbuhan dapat tumbuh dari tanah dataran sampai ke pesisir pantai yang memiliki kesuburan tanah berbeda, dimana daerah pesisir pantai lebih subur dibandingkan dataran tinggi. Disamping itu, penyerapan air, penyerapan nutrisi, dan potensi air tumbuhan daerah dataran tinggi lebih baik dibandingkan pesisir pantai. Hal itu disebabkan karena adanya tekanan air yang akan mempengaruhi kecepatan fotosintesis. ( Gerristman, 1988). Fotosintesis adalah suatu proses pembentukan karbohidrat ( glukosa ) dari karbon dioksida dan air. Pada tumbuhan, karbohidrat terdapat sebagai selulosa yaitu senyawa yang membentuk dinding sel tumbuhan. Energi yang terdapat dalam karbohidrat itu pada dasarnya berasal dari energi matahari. Karbohirat, dalam hal ini glukosa, dibentuk dari karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Selanjutnya, glukosa yang terjadi disimpan dalam bentik yang lain, misalnya pada buah dan umbi. Secara garis besar reaksi fotosintesis sebagai berikut :

  Sinar matahari

  6 CO + 6 H O C H O + 6 H O

  2

  2

  6

  12

  6

  2 Klorofil

  ( Poedjiadi, 1994 ) Kemudian Squire ( 1990 ) menganalis daun tumbuhan dan menemukan kandungan kalium berbanding lurus dengan korelasi efisiensi cahaya yang disebabkan pengurangan ketahanan stomata terhadap karbon dioksida yang sehingga terjadi peningkatan kalium.

2.5.2. Defisiensi Kalium Pada Tanaman

  Defisiensi kalium menyebabkan tanaman tampak kerdil, jarak antar ruas memendek, ujung dan tepi daun menjadi hitam seperti hangus (Scorch), tepi daun melekuk ke bawah yang dimulai dari daun terbawah, tanaman mudah rebah dan rentan terhadap penyakit, serta produksi buah menurunyang diikuti dengan penurunan kualitas. Selain itu, tanaman menjadi rentan terhadap kelebihan amonium dengan gejala klorosis atau berbintik hitam yang tersebar di permukaan daun khususnya pada tanaman dikotil, sedangkan pda tanaman monokotil, ujung dan tepi daun mengering.

2.5.3 Toksis Kalium Pada Tanaman

  Bila unsur kalium berlebihan pada tanaman maka akan tampak gejala yang bertentangan (antagonis) dengan Magnesium atau terjadi defisiensi Magnesium. Sering juga terjadi antagonis dengan Kalsium sehingga menunjukkan gejala defisiensi Kalsium. Selain itu, ada kemungkinan terjadi antagonis dengan Mangan, Zink dan Besi. Sebenarnya tanaman tidak akan menyerap unsur kalium secara berlebihan. Namun, kelebihan terjadi akibat unsur kalium yang berlebih di larutan air dalam tanah. Oleh karena itu, dianjurkan digunakan kadar kalium yang cukup, tetapi sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga tidak menyebabkan antagonis. (Yos Sutiyoso, 2003)

2.6. Destruksi

  Destruksi merupakan suatu cara perlakuan perombakan senyawa menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis, dengan kata lain perombakan bentuk organik dari logam menjadi bentuk logam-logam anorganik. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia yaitu destruksi basah (oksidasi basah) dan destruksi kering (oksidasi kering).

  Kedua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian yang berbeda. Destruksi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : a)

  Destruksi basah Destruksi basah merupakan perombakan sampel dengan asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator.Pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah adalah asam nitrat, asam sulfat, asam perkhlorat, asam klorida dan dapat digunakan secara tunggal maupun campuran. (Vivianti, 2003)

  Destruksi basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud mengurangi kehilangan mineral akibat penguapan. Pada tahap selanjutnya, proses seringkali berlangsung sangat cepat akibat pengaruh asam perklorat atau hidrat peroksida.

  Destruksi basah pada umumnya digunakan untuk menganalisa arsen, tembaga, timah hitam, timah putih, dan seng. Ada tiga macam cara kerja destruksi basah dapat dilakukan yaitu :

  1. Destruksi basah menggunakan HNO

  

3 dan H

  2 SO

  4

  2. Destruksi basah menggunakan HNO

  

3 , H

  2 SO 4 dan HClO

  4

  3. Destruksi basah menggunakan HNO

  3 , H

  2 SO 4 dan H

  2 O 2 ( Apriyanto, 1989)

  b) Destruksi kering

  Destruksi kering merupakan perombakan logam organik dalam sampel menjadi logam anorganik dengan pengabuan sampel dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini dibutuhkan suhu

  o

  pemanasan antara 400-500

  C, tetapi suhu ini sangat tergantung terhadap jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan dengan sistem ini terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Bila oksida-oksida logam yang terbentuk mudah menguap, maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang baik, disebabkan pada suhu tertentu oksida logam tersebut sudah habis menguap. (Vivianti, 2003)

  Pengabuan kering dapat diterapkan pada hamper semua analisa mineral, kecuali merkuri dan arsen. Cara ini tidak membutuhkan ketelitian sehingga mampu menganalisa bahan lebih banyak daripada pengabuan basah. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, Mg, P dan K. Akan tetapi, kehilangan K terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Oleh karena itu, untuk menganalisa K harus dihindari suhu lebih tinggi dari 480 ºC. (Apriyanto, 1989)

2.7. Flame Photometer

  Flame photometer adalah suatu alat spektroskopi emisi nyala dengan teknik analisis unsur berdasarkan emisi atom yang dieksitasi di dalam sebuah nyala dengan tekanan termal. Itu umumnya digunakan terutama baik sekali untuk penentuan logam alkali dan logam alkali tanah. ( Galeh W. Ewing, 1960)

  Emisi energi radiasi oleh atom unsur memungkinkan untuk melakukan analisa kualitatif dan kuantitatif unsur terebut. Pada spektroskopi emisi nyala atom unsur yang potensial eksitasinya rendah dimana diekstesi dalam nyala api dan pada waktu kembali ke tingkat dasarnya, mengemisikan radiasi panjang gelombang unsur yang khas. Kekuatan emisi radiasi atom yang tereksitasi merupakan ukuran dari banyaknya atom unsur dalam nyala api. Pada flame photometer, monokromator dibaca sepanjang rentang ultraviolet-sinar tampak dan spektrumnya direkam, puncak yang teramati pada panjang gelombang tertentu menunjukkan identitas unsur.( Satiadarma, 2004)

2.7.1. Prinsip Dasar Flame Photometer

  Secara umum, nyala mengubah padatan atau cairan ke bentuk uap dan memecahkannya ke bentuk molekul atau atom-atom yang sederhana kemudian mengeksitasi partikel-partikel tersebut sehingga menghasilkan emisi cahaya. Pada nyala ini, air atau pelarut diuapkan dan garam-garam kering tinggal dalam nyala. Jika pemanasan diteruskan pada suhu yang lebih tinggi, garam-garam tersebut diuapkan dan molekul terdisosiasi menjadi atom-atom netral dimana akan menunjukkan emisi. Uap atom logam atau molekul yang mengandung atom-atom yang diinginkan dieksitasi oleh energi termal dari nyala. Dari tingkat tereksitasi, elektron cenderung untuk kembali ke keadaan dasar dengan radiasi emisi. Suatu unsur akan memperlihatkan sifat-sifat spektrum yang khas. Biasanya spektrum garis diperoleh dari atom sedangkan molekul menghasilkan spektrum pita atau pita kontinu. Eksitasi menyebabkan elektron naik ke tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron kembali ke tingkat dasar disertai dengan energi radiasi. (Khopkar, 2010)

2.7.2. Cara Kerja Flame Photometer

  B

   A C D ` E F

  (1) (2)

  G

Gambar 2.3. Skema Peralatan Ringkas Flame Photometer

  Keterangan Gambar: A = Bahan Bakar Gas B = Nyala

  (1) = Pengatur Tekanan

  (2) = Pengatur aliran

  C = Atomizer D =Monokromator E = Fotodetektor F = Amplifier G = Recorder

  Standar dan sampel analit harus merupakan larutan encer dan jernih. Cara kerja flame photometer adalah sampel yang diinjeksikan mengalir melalui pipa kapiler dinebulasi ke dalam ruang pembakar, mengalami desolvatasi, vaporasi, dan atomisasi dalam nyala api. Dalam nyala api, atom dan molekul naik sampai ke tingkat tereksitasi melalui pertumbukan termal dengan konstituen gas yang menyala. Pada waktu kembali ke tingakat dasar, radiasi yang diemisikan dilewatkan monokromator untuk mengisolasi panjang gelombang khas untuk analisa unsur tertentu. Sebuah fotodetektor mengukur kekuatan radiasi emisi, diperkuat dan diteruskan ke dalam sistem pemprosesan, dan alat pembaca meter, perekam atau mikrokomputer.

  Kekuatan radiasi spektrum emisi yang diukur pada frekuensi tertentu tergantung pada banyaknya atom unsur yang secar stimultan mengalami transisi spektrum yang berhubungan dengan garis emisi. Semakin tinggi temperatur nyala api, semakin besar jumlah atom yang terekstaasi. (Satiadarma, 2004). Flame photometer dimaksudkan terutama untuk analisa natrium dan kalium,yakni unsur- unsur yang memiliki spektrum nyala yang mudah tereksitasi, dengan intensitas yang cukup untuk dideteksi dengan sebuah fotodetektor. ( Vogel, 1994).