BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sejarah Kelapa Sawit Indonesia - Penentuan Bilangan Peroksida dan Titik Lebur dari Palm Stearic Oil Fatty Acid (PSOFA) PT. Socimas Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Sejarah Kelapa Sawit Indonesia

  Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibir kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha.

  Indonesia mulai mengekspor minyak sawitpada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara- negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

  Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.

  Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

  Memasuki pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat.

  Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat (PIR-bun). Dalam pelaksanaannya, perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma. Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. (Fauzi, 2004)

2.2. Minyak Dan Lemak

  Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik leburnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik lebur minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol. Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zigzag. Asam lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik intermolekul (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya juga akan naik.

  Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewani dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia.

  Keragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan dan jati diri asam lemak. Trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga molekul asam stearat akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril tristearat atau tristearin.

  Trigliserida sederhana jarang ditemukan. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda.

  Lemak hewan dan minyak nabati merupakan campuran beberapa trigliserida.

  Asam – asam lemak yang menyusun lemak juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon. Berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon, maka asam lemak dapat dibedakan atas:

1. Asam Lemak Jenuh

  Asam lemak jenuh merupakan asam lemak dimana dua atom hidrogen terikat pada satu asam karbon. Dikatakan jenuh karena atom karbon telah mengikat hidrogen secara maksimal 2. Asam Lemak Tak Jenuh Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap.

  Dalam hal ini, atom karbon belum mengikat atom hidrogen secara maksimal karena adanya ikatan rangkap. (Tambun, 2006).

2.3. Sifat Fisiko-Kimia Lemak Dan Minyak

2.3.1. Sifat Fisik Lemak dan Minyak Meliputi : Warna

  Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu zat warna alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah.

  Zat warna yang termasuk golongan zat warna alamiah adalah terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung minyak ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebutantara lain terdiri dari

  α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan anthosyanin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak. Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar. Hubungan yang erat antara proses absorpsi dan timbulnya warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan.

  Bau Amis

  Lemak atau bahan pangan berlemak, seperti lemak mentega, krim, susu bubuk, hati dan bubuk kuning telur dapat menghasilkan bau tidak enak yang mirip dengan bau ikan yang sudah basi (stalefish products). Bau amis juga dapat disebabkan oleh interaksi trimetilamin oksida dengan ikatan rangkap dari lemak tidak jenuh.

  Odor dan Flavor

  Odor dan flavor pada minyak atau lemak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sehingga hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Pada umumnya odor dan flavor disebabkan oleh komponen bukan minyak. Sebagai contoh, bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta ionone, sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl methylketon.

  Kelarutan Minyak atau lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil).

  Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen. Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat non polar sebagaimana halnya dalam minyak dan lemak netral. Kelarutan dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak.

  Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara yang lazim digunakan dalam penentuan atau pengenalan komponen-komponen organik yang murni, tidak mungkin diterapkan disini, karena minyak atau lemak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu.

  Asam lemak tidak memperlihatkan kemaikan titik didih yang linear dengan bertambahnya panjang rantai atom karbon. Asam lemak dengan ikatan trans mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak yang berikatan cis.

  Titik Didih

  Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

  Titik Lebur

  Titik lunak dari minyak lemak ditetapkan dengan maksud untuk mengidentifikasi minyak atau lemak tersebut. Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan tabung kapiler yang diisi dengan minyak. Kemudian dimasukkan ke dalam lemari es selama satu malam, sehingga minyak akan membeku atau menjadi padat. Setelah satu malam dalam lemari es, tabung kapiler tadi diikat bersama-sama dengan termometer yang dilakukan dalam lemari es, selanjutnya dicelupkan ke dalam gelas piala yang berisi air. Temperatur akan naik dengan lambat. Temperatur pada saat permukaan dari minyak atau lemak dalam tabung kapiler mulai naik, disebut titik lunak atau softening point.

  Tidak hanya adalah atom, molekul, atau ion padat dalam padat, mereka juga memiliki posisi tetap dan partikel sebelahnya yang tetap. Ini tidak berarti bahwa mereka melengkapi dalam bentuk diamnya,namun mereka goncang dan bergetar mengenai posisi tetapnya. Tetapi dalam bentuk padatan kekuatan tarik antara partikel terlalu kuat untuk memperoleh gerakan yang terjadi pada cairan atau gas. Keseimbangan padat-cair ada pada titik lebur karena suhu padat yang meningkat, getaran dari partikel individu menjadi lebih dan lebih intens. Akhirnya partikel bersebelahan menyerang satu sama lain cukup kuat untuk mengatasi kekuatan di tarik tersebut. Sekarang padatan melewati ke dalam keadaan cair, meleleh. Jika suhu sistem dengan cermat dikendalikan, tingkat di mana partikel meninggalkan bentuknya yang padat dan bergerak sebagai cair dapat dibuat sama dengan tingkat di mana mereka kembali dan mengambil posisi tetap dalam padat lagi. Dengan kata lain, pada suhu yang tepat, kesetimbangan berikut akan adalah:

  • Lemak Panas Cair suhu di mana kesetimbangan ada antara padat dan cair dari molekul yang bersatu disebut melting point (titik lebur). Perubahan ke depan dalam kesetimbangan ini adalah endotermik, jadi jika kita menempatkan penekanan pada keseimbangan dengan penambahan panas - dengan menaikkan suhu maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan. (Lawson, 1985) Contoh pelelehan dari Natrium Asetat ialah sebagai berikut
  • +

CH C0

  3 2 Na CH C0 3 2 Na + CH 3 C0 2 peleburan Na

  • + CH C0
  • 3 2 Na + CH C0 3 2 Na
    • + CH
    • 3 C0 2

        (Holum, 1990)

        Na

        Slipping Point

        Penetapan slipping point dipergunakan untuk pengenalan minyak dan lemak alam serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya. Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan suatu silinder kuningan yang kecil, yang diisi dengan lemak padat, kemudian disimpan dalam bak yang tertutup dan dihubungkan dengan termometer. Bila bak tadi digoyangkan, temperatur akan naik perlahan-lahan. Temperatur pada saat lemak dalam silinder mulai naik atau temperatur pada saat lemak mulai melincir disebut slipping point.

        Bobot Jenis o

        Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25

        C,

        o

        akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40 C

        o atau 60 C untuk lemak yang titik cairnya tinggi.

        Shot Melting Point

        Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak dan lemak. Pada umumnya minyak atau lemak mengandung komponen- komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya. Minyak dan lemak yang umumnya mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang relatif besar, biasanya berwujud cair pada temperatur kamar. Bila mengandung asam lemak jenuh yang relatif besar, maka minyak tersenut akan memiliki titik cair yang tinggi.

        Titik Kekeruhan

        Titik kekeruhan ini ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak dengan pelarut lemak. Seperti diketahui, minyak atau lemak kelarutannyaterbatas. Campuran tersebut kemudian dipanaskan sampai terbentuk larutan yang sempurna. Kemudian didinginkan dengan perlahan-lahan sampai minyak atau lemak dengan pelarutnya mulai terpisah dan mulai menjadi keruh. Temperatur pada waktu mulai terjadi kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan (turbidity point).

        Indeks Bias

        Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.

        Abbe Refractometer mempergunakan alat pengontrol temperatur yang

        o

        dipertahankan pada 25

        C. Untuk pengukuran indeks bias lemak yang bertitik cair

        

      o o

        tinggi, dilakukan pada temperatur 40 C atau 60

        C. Selama pengukuran temperatur harus dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak atau lemak dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan bertambah dengan meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya derajat ketidakjenuhan dari asam lemak tersebut.

        Titik Asap, Titik Nyala dan Titik Api

        Apabila minyak atau lemak dipanaskan dapat dilakukan dengan penetapan titik asap, titik nyala, dan titik api. Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asam tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan tersebut. Titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan udaar mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus-menerus, sampai habisnya contoh uji.

      2.3.2. Sifat Kimia Lemak dan Minyak Meliputi : Hidrolisa

        Dalam reaksi hidrolisa minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak.

        Oksidasi

        Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam- asam lemak bebas. Rancidity terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan Peroxide Value (PV) merupakan indikator dan peringatan bahwa minyak akan berbau tengik.

        PV aldehida PV (turun) karena terurai waktu mekanisme oksidasi yang umum dari minyak atau lemak adalah sebagai berikut: RH + O radikal bebas

      2 ROOH (antara lain

        ROOH)

        2 R, RO, RO 2 dan HO)

        Perambatan (propagation) R + O

        2 RO

        2 RO + RH R + ROOH

        2 Penghentian (termination)

        R + R R + RO

      2 Hasil akhir yang stabil (nonradical)

        RO

        2 + RO

      2 Hidrogenasi

        Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak.

        Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk Nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhannya.

        Esterifikasi

        Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interesterifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan pada prinsip transesterifikasi friedel-craft. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam butirat dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap. (Ketaren, 2008)

      2.4. Klasifikasi Lemak dan Minyak

        Lemak dan minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

      2.4.1. Berdasarkan Sumbernya

        Tabel Klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan sumbernya Sumber Keterangan

        dari tanaman (minyak nabati)

        Berasal

      • Biji-biji palawija,Contoh : minyak jagung, biji kapas
      • Kulit buah tanaman tahunan,

        Contoh : minyak zaitun, minyak kelapa sawit

      • Biji-biji tanaman tahunan, Contoh : kelapa, coklat, inti sawit
      Berasal dari hewan (minyak hewani)

      • Susu hewan peliharaan, Contoh :lemak susu
      • Daging hewan peliharaan, Contoh :lemak sapi oleostearin
      • Hasil laut, Contoh : minyak ikan

      2.4.2. Berdasarkan Kejenuhannya (Ikatan Rangkap)

        a. Asam Lemak Tak Jenuh Tabel contoh-contoh dari asam lemak tidak jenuh, antara lain :

        Nama Asam Struktur Sumber Palmitoleat CH

        3 (CH 2 )

        5 CH=CH(CH 2 )

        7 CO

        2 H Lemak hewan dan

        nabati Oleat CH

        3 (CH 2 )

        7 CH=CH(CH 2 )

        7 CO

        2 H Lemak hewan dan

        nabati Linoleat CH (CH ) CH=CHCH CH=CH(CH ) CO H Minyak nabati

        3

        2

        4

        2

        2

        7

        2 Linolenat CH

        3 CH

        2 CH=CHCH

        2 CH=CHCH 2 = Minyak biji rami

        CH(CH

        2 )

        7 CO

        2 H b. Asam Lemak Jenuh Tabel contoh-contoh dari asam lemak jenuh, antara lain :

        Nama Asam Struktur Sumber Butirat CH

        3 (CH 2 )

        2 CO

        2 H Lemak susu

        Palmitat CH

        3 (CH 2 )

        14 CO

        2 H Lemak hewani dan nabati

        Stearat CH

        3 (CH 2 )

        16 CO

        2 H Lemak hewani dan nabati

        2.4.3. Berdasarkan Kegunaannya

        Tabel Klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan kegunaannya Nama Kegunaan

        Minyak mineral (minyak bumi) Sebagai bahan bakar Minyak nabati/hewan (minyak/lemak) Bahan makan bagi manusia Minyak atsiri Untuk obat-obatan

        2.4.4. Berdasarkan Sifat Mengering

        Tabel klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan sifat mengering Sifat Keterangan

        Minyak tidak mengering (non-drying-oil)

      • Tipe minyak zaitun, contoh : minyak zaitun, minyak buah persik, minyak kacang
      • Tipe minyak rape, contoh :
      minyak biji rape, minyak mustard

      • Tipe minyak hewani, contoh : minyak sapi

        Minyak setengah mengering (semi- Minyak yang mempunyai daya drying-oil) mengering lebih lambat. Contoh : minyak biji kapas, minyak bunga matahari

        Minyak nabati mengering (drying oil) Minyak yang mempunyai sifat mengering jika teroksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan dalam udara terbuka. Contoh : minyak kacang kedelai, minyak biji karet.

        (Poedjiadi, 1994)

      2.5.Oleokimia

        Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak/lemak alami, baik tumbuhan maupun hewani. Bidang keahlian teknologi oleokimia merupakan salah satu bidang keahlian yang mempunyai prospek yang baik dan penting dalam ilmu kimia. Pada saat ini dan pada waktu yang akan datang, produk oleokimia diperkirakan akan semakin banyak berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi (petrokimia).

        Pada saat ini, permintaan akan produk oleokimia semakin meningkat. Hal ini dapat dimaklumi karena produk oleokimia mempunyai beberapa keunggulan

        dibandingkan dengan produk petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan produk yang ramah lingkungan.

        Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida sebagai bahan bakunya. Hal ini terjadi karena secara umum, para pengusaha masih ragu untuk terjun secara langsung ke industri oleokimia. Masih sangat jarang dijumpai sebuah industri yang mengolah bahan baku langsung menjadi bahan kimia tanpa melalui trigliserida. Padahal secara ekonomi dan teknik, banyak produk dari bahan alami yang bisa diolah langsung dari bahan nabati tanpa melalui trigliserida.

        Contohnya adalah pengolahan secara langsung buah kelapa sawit menjadi asam lemak. Selama ini asam lemak dari kelapa sawit selalu diolah dari minyak/trigliserida.

        Padahal dari segi teknik dan ekonomi akan lebih efisien untuk mengolah secara langsung buah sawit menjadi asam lemak melalui pengaktifan enzim lipase yang terkandung pada buah sawit. Hal ini juga bisa ditemukan oada bahan baku nabati lainnya. (Tambun, 2006) Di skema berikut akan diberikan beberapa penggunaan oleokimia dalam berbagai industri.

      • Tekstil - Kertas - Kulit - Kosmetik - Pelengkap bangunan

        Penghasil oleokemikal dasar Asam lemak

        Lemak alkohol Asam lemak Metil ester gliserin

        Penghasil derivatif Industri :

      • Pestisida - Insektisida - Detergen, sabun
      • Bahan pembersih
      • Minyak mineral
      • Polimerisasi - Cat - Lilin - Bahan pemadam api
      Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak, lemak alkohol, asam amino, metil ester, dan gliserin. Bahan-bahan tersebut mempunyai spesifikasi penggunaan sebagai bahan baku industri yang lainnya.

        Asam Lemak

        Asam lemak minyak sawit dihasilkan dari proses hidrolisis, baik secara kimiawi maupun enzimatik. Proses hidrolisis menggunakan enzim lipase dari jamur dinilai lebih menghemat energi karena dapat berlangsung pada suhu

        Aspergillus niger o

        10-25

        C. Selain itu, proses ini juga dapat dilakukan pada fase padat. Namun, hidrolisis enzimatik mempunyai kekurangan pada kelambatan prosesnya yang berlangsung 2-3 hari. Asam lemak yang dihasilkan dihidrogenasi, lalu didestilasi, dan selanjutnya difraksinasi sehingga menghasilkan asam-asam lemak murni. Asam-asam lemak tersebut digunakan sebagai bahan untuk detergen, bahan softener (pelunak) untuk produk makanan, tinta, tekstil, aspal, dan perekat.

        Lemak Alkohol

        Lemak alkohol merupakan hasil lanjut dari pengolahan asam lemak. Lemak alkohol merupakan dasar pembuatan detergen, yang umumnya berasal dari metil ester asam laurat. Minyak inti sawit yang kaya akan laurat merupakan bahan dasar pembuatan lemak alkohol.

        Lemak Amina

        Lemak amina digunakan sebagai bahan dalam industri plastik, sebagai pelumas dan pemantap. Selain itu, digunakan sebagai salah satu bahan baku dalam industri tekstil, surfaktan, dan lain-lain.

        Metil Ester

        Metil ester dihasilkan melalui proses waterifikasi pada lemak yang diberi metanol atau etanol, dengan katalisator Nametoksi. Unsur ini merupakan hasil antara asam lemak pada pembuatan alkohol. Metil ester dapat digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.

        Gliserin

        Glisein merupakan hasil pemisahan asam lemak. Gliserin terutama digunakan dalam industri kosmetika, antara lain sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan shampoo, pomade, obat kumur dan pasta gigi. Selain itu, gliserin berfungsi sebagai hemaktan pada industri rokok, permen karet, minyak pelincir, cat, adesif, plester, dan sabun. (Fauzi, 2004)

      2.6.Kandungan Minyak Kelapa Sawit

      2.6.1. Kandungan Asam Lemak Minyak Sawit

        Seperti jenis minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H, dan O. Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Komposisi tersebut ternyata agak berbeda jika dibandingkan dengan minyak inti sawit dan minyak kelapa. Secara lebih terperinci, komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam ketiga jenis minyak nabati tersebut, akan disajikan dalam tabel berikut.

        

      TABEL KOMPOSISI BEBERAPA ASAM LEMAK DALAM TIGA JENIS

      MINYAK NABATI

      Asam Lemak Jumlah Atom C Minyak Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%) Minyak Kelapa (%) Asam lemak jenuh

        Oktanoat

      8 - 2 – 4

        8 Dekanoat

      10 - 3 – 7

        7 Laurat

        12 1 41 – 55

        48 Miristat

      14 1 – 2 14 – 19

        17 Palmitat

      16 32 – 47 6 – 10

        9 stearat

      18 4 – 10 1 – 4

        2 Asam lemak tak jenuh

        Oleat

      18 38 – 50 10 – 20

        6 Linoleat

      18 5 – 14 1 – 5

        3 linolenat 18 1 1 - 5 -

        Perbedaan jenis asam lemak penyusunannya dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam minyak sawit dan minyak inti sawit menyebabkan kedua jenis minyak tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit dalam suhu kamar bersifat setengah padat, sedangkan pada suhu yang sama minyak inti sawit berbentuk cair.

        Jika terjadi penguraian minyak sawit, misalnya dalam proses pengolahan, maka akan didapatkan berbagai jenis asam lemak seperti yang tertera di atas dan bahan kimia gliserol yang jumlahnya sekitar 10% dari bahan baku minyak sawit yang dipergunakan. Masing-masing bahan kimia tersebut mempunyai ruang lingkup penggunaan yang tidak sama, sehingga dari bahan tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi produk yang siap pakai atau bahan setengah jadi.

        Dari beberapa studi menunjukkan minyak dengan kadar asam lemak tidak jenuh yang tinggi mampu menekan kolesterol dalam serum darah. Sebaliknya, kadar asam lemak jenuh yang tinggi pada suatu minyak akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, meskipun minyak dalam tersebut kandungan kolesterolnya sangat rendah. Hal itulah rupanya yang menimbulkan isu negatif tentang penggunaan minyak kelapa sawit sebagai produk pangan. Memang, jenis minyak yang mengandung asam lemak jenuh dalam konsentrasi tinggi dapat menimbulkan gangguan kesehatan, terutama gejala penebalan pembuluh darah arteri dan pengentalan darah dalam pembuluh darah.

        Walaupun kadar asam lemak jenuh dalam minyak sawit mencapai 50%, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa minyak sawit merupakan minyak yang istimewa sebab penggunaannya tidak menimbulkan gangguan arteri. Dari hasil serangkaian percobaan membuktikan bahwa asam-asam lemak jenuh yang berantai panjang (mengandung atom C lebih dari 20), lebih besar kemungkinannya menyebabkan penggumpalan darah, dibandingkan yang berantai pendek.

      2.6.2. Kandungan Minor Minyak Sawit

        Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1%, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, fosfolipida. Dua unsur yang disebut pertama, yaitu karoten dan tokoferol mempunyai nilai lebih dibandingkan unsur yang lain karena kedua unsur itu diketahui meningkatkan kemantapan minyak terhadap oksidasi. Dengan kata lain, keberadaan kedua unsur itu dalam suatu minyak menyebabkan minyak relatif tidak mudah tengik. Selain itu, karoten mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat anti kanker. Sedangkan tokoferol dimanfaatkan sebagai sumber vitamin E. Berikut ini adalah tabel kandungan minor (komponen non-trigliserida) minyak sawit.

        

      TABEL KANDUNGAN MINOR (KOMPONEN NON-TRIGLISERIDA)

      MINYAK SAWIT

        Komponen Ppm Karoten 500 – 700 Tokoferol 400 – 600 Sterol Mendekati 300 Phospatida 500 Besi (Fe)

        10 Tembaga (Cu) 0,5 Air 0,07 – 0,18 Kotoran – kotoran 0,01

      2.7.Standar Mutu

        Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur, angka penyabunan dan bilangan iodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran.

        Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan.

        Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama proses dan pengangkutan. Selain itu, ada beberapa faktor yang secara langsung berkaitan dengan standar mutu minyak seperti tabel berikut.

        

      TABEL STANDAR MUTU MINYAK SAWIT, MINYAK INTI SAWIT DAN

        

      INTI SAWIT

      Karakteristik Minyak Inti Sawit Minyak Inti Keterangan

      sawit Sawit

        Asam Lemak Bebas 5% 3,5% 3.5% Maksimal Kadar Kotoran 0,5% 0,02% 0,02% Maksimal Kadar Zat Menguap 0,5% 7,5% 0,2% Maksimal

      • Bilangan Peroksida 6 meq 2,2 meq Maksimal - - Bilangan Iodin 44-58 mg/gr 10,5 – 18,5 mg/gr
      • Kadar Logam 10 ppm

        (Fe,Cu)

      • Lovibond 3 – 4 R - - Kadar Minyak 47% Minimal - - Kontaminasi 6% Maksimal - - Kadar Pecah 15% Maksimal (Tim Penulis, 1997)

      2.8.Kerusakan Lemak

        Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan rasa dan flavour dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Kerusakan atau ketengikan dalam lemak, dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu : 1) absorpsi bau oleh lemak, 2) aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandunglemak, 3) aksi mikroba dan 4) oksidasi oleh oksigen udara, atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan tersebut di atas.

      2.8.1. Absorpsi Bau (Odor) Oleh Lemak

        Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan pangan adalah usaha untuk mencegah pencemaran oleh bau yang berasal dari bahan pembungkus, cat, bahan bakar, atau pencemaran bau yang berasal dari bahan pangan lain yang disimpan dalam wadah yang sama, terutama terjadi pada bahan pangan berkadar lemak tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena lemak dapat mengabsorpsi zat menguap yang dihasilkan dari bahan lain. Sebagai contoh, pencemaran bau dalam lemak mentega, kuning telur dan lemak daging oleh bau buah-buahan yang disimpan dalam ruangan yang sama.

        Absorpsi bau oleh mentega selama penyimpanan, terutama berasal dari bau bahan pengepak (packaging) yang terbuat dari kayu atau timber, yang mengandung zat terpene menguap (volatile terpene), terutama jika peti-peti tersebut terbuat dari kayu yang kurang baik.

        Untuk mengurangi pencemaran bau ini, biasanya peti kayu tersebut sebelum digunakan terlebih dahulu disemprot dengan casein-borax atau formaldehida.

        Berfungsi untuk melapisi permukaan peti sehingga tidak bersifat permiabel. Cara lain dapat dilakukan dengan melapisi peti menggunakan kertas permanen (parchment) yang dikombinasikan dengan kertas timah.

      2.8.2. Kerusakan Oleh Enzim

        Lemak hewani dan nabati yang masih berada dalam jaringan, biasanya mengandung enzim yang dapat menghidrolisa lemak. Semua enzim, yang termasuk lipase, mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida). Sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas.

        Dalam organisme hidup, enzim pada umumnya berada dalam bentuk zimogen inaktif, sehingga lemak yang terdapat dalam jaringan lemak tetap bersifat netral dan masih utuh. Dalam organ tertentu, misalnya hati dan pankreas, kegiatan proses metabolisme cukup tinggi, sehingga menghasilkan sejumlah asam lemak bebas.

        Jika organisme telah mati, koordinasi mekanisme sel-sel akan rusak. Enzim lipase mulai bekerja dan merusak molekul lemak. Kecepatan hidrolisa oleh enzim lipase yang terdapat dalam jaringan relatif lambat pada suhu rendah, sedangkan pada kondisi yang cocok, proses hidrolisa oleh enzim lipase akan lebih intensif daripada enzim lipolitik yang dihasilkan oleh bakteri.

        Indikasi dari aktivitas enzim lipase dalam organ yang mati dapat diketahui dengan mengukur kenaikan bilangan asam. Sebagai contoh, lemak daging ayam yang mengandung lipase menunjukkan kenaikan bilangan asam yang cepat, setelah hewan tersebut dipotong.

        Minyak nabati hasil ekstraksi dari biji-bijian atau buah yang disimpan dalam jangka panjang dan terhindar dari proses oksidasi, ternyata mengandung bilangan asam yang tinggi. Hal ini terutama disebabkan akibat kontaminasi kerja enzim lipase dalam jaringan dan enzim yang dihasilkan oleh kontaminasi mikroba.

      2.8.3. Oksidasi Lemak

        Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling penting disebabkan oleh aksi oksigen udara terhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh mikroba hanya dapat terjadi jika terdapat air, senyawa nitrogen, dan garam mineral, oksidasi oleh oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan yang mengandung lemak dibiarkan kontak dengan udara. Kecepatan proses oksidasinya tergantung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan.

        Oksidasi spontan ini tidak hanya terjadi pada bahan pangan berlemak, akan tetapi dapat terjadi pada persenyawaan lain yang memegang peranan penting dalam kegiatan biologis dan industri. Contoh-contoh persenyawaan selain lemak yang dapat dioksidasi, antara lain hidrokarbon, aldehida, eter, senyawa sulfidril, fenol, amine, dan senyawa sulfit.

      2.9. Bilangan Peroksida

        Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri.

        Peroksida akan berkembang sampai batas tertentu selama penggunaan penyimpanan, dengan kuantitas tergantung pada waktu, suhu eksposur, dan terhadap cahaya dan udara. Selama oksidasi, nilai peroksida meningkat perlahan dalam suatu periode induksi, kemudian dengan cepat, mencapai puncaknya. Nilai peroksida yang tinggi menunjukkan oksidasi yang tinggi, tetapi nilai peroksida yang rendah bukan berarti bebas dari proses oksidasi. Pada suhu penggorengan, peroksida akan berkembang, namun mereka juga menguap dan meninggalkan sistem penggorengan pada suhu tinggi.

        Seperti halnya reaksi hidrogenasi, reaksi oksidasi ini juga terjadi pada ikatan rangkap atau titik jenuh.

        HHH sinar, panas HHH R −− C == C −− C −− H + O

      2 R −−C−−C−−C−−H

        H waktu O −−OH Asam Lemak + Oksigen Peroksida Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium thiosulfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa, meskipun peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara.

      2.9.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidasi

        Beberapa faktor yang mempercepat proses oksidasi (akselerator) adalah sebagai berikut:

        1. Pengaruh Suhu

        Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan (expose) di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Kecepatan

        o

        akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak pada suhu 100-115 C adalah dua

        

      o

        kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10 C.

        Untuk mengurangi kerusakan bahan pangan berlemak dan agar tahan dalam waktu lebih lama, dapat dilakukan dengan cara menyimpan lemak dalam ruang dingin.

        2. Pengaruh Cahaya

        Cahaya merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh, lemak yang disimpan tanpa udara (O ), tetapi dikenai cahaya sehingga menjadi tengik. Hal ini

        2 karena dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak.

        Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak.Radiasi ionisasi juga merupakan salah satu akselerator, sedangkan sinar ultra violet dan sinar-sinar gelombang pendek berfungsi sebagai fotolisis persenyawaan aldehida, sehingga menghasilkan radikal bebas.

      3. Bahan Pengoksidasi

        Bahan-bahan kimia yang dapat mempercepat oksidasi atau sebagai bahan pengoksidasi adalah peroksida, ozon, kalium permanganat, asam perasetat dan perbenzoat, logam dan enzim oksidasi. Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif dari lemak segar, serta dapat merusak zat inhibitor.

        Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak, berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan dalam proses oksidasi lemak, misalnya hidrogen peroksida dan asam perasid dapat mempercepat terjadinya proses reaksi oksidasi tersebut.

      2.9.2 Faktor - Faktor Yang Berpengaruh Pada Pemanasan

        Perubahan kimia yang terjadi di dalam molekul minyak akibat pemanasan, tergantung dari beberapa faktor :

      • Lamanya pemanasan

        Pemanasan selama 10 – 12 jam pertama, bilangan iod akan berkurang dengan kecepatan konstan, sedangkan jumlah oksigen dalam lemak bertambah dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam kedua. Kandungan persenyawaan karbonil bertambah dalam minyak selama proses pemanasan kemudian berkurang sesuai dengan berkurangnya jumlah oksigen.

      • Suhu Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselidiki dimana minyak yang dipanaskan pada suhu 160

        

      o

        C dan 200

        o

        C, menghasilkan bilangan peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan 120

        o

        C. Hal inimerupakan suatu indikasi bahwa persenyawaan peroksida bersifat tidak stabil terhadap panas.

      • Akselerator oksidasi

        Kecepatan aerasi juga memegang peranan penting dalam menentukan perubahan - perubahan selama oksidasi thermal, dimana bilangan iod semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan aerasi. Senyawa karbonil dalam lemak – lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai pro oksidan atau akselerator pada proses oksidasi.

      • Komposisi Campuran Asam Lemak dan Posisi Dari Asam Lemak Dalam Molekul Trigliserida Asam lemak jenuh yang murni dan berbagai macam trigliserida sintesis, jika diserang oleh oksigen pada suhu tinggi mengakibatkan dehidrogenasi dan terbentuknya persenyawaan tidak jenuh. Serangan oksigen dalam suhu tinggi menghasilkan hidroperoksida dan hasil antara yang mengandung gugusan hidroksil, karbonil dan karboksil. Dalam molekul trigliserida yang mengandung asam oleat, serangan oksigen terjadi terhadap ikatan rangkap.

      2.9.3. Dampak Oksidasi Terhadap Kualitas Minyak

        Adapun dampak dari tingginya bilangan oksidasi (peroksida) yang dihasilkan adalah kerusakan pada kualitas minyak, yang mana pada bahan pangan berlemak ini akan menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak (ketengikan), sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi minyak. Tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu :

        1. Ketengikan Oleh Oksidasi ( rancidity) Ketengikan ini terjadi pada proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tak jenuh dalam lemak. Proses ini dapat terjadi pada suhu kamar, dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi ini tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau yang tidak enak tetapi juga menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin (karoten dan tokoferol) dan asam lemak essensial dalam lemak.

        Oksidasi terjadi pada ikatan tak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar

        o

        sampai suhu 100

        C, setiap 1 ikatan tak jenuh dapat mengabsorpi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil.

        −− CH = CH + O

        2 −−− CH − CH −−− CH − CH −

        O O −−O O −− Peroksida labil

        Peroksida ini dapat menguraikan radikal tidak jenuh yang masih utuh, sehingga terbentuk 2 molekul persenyawaan oksida dengan reaksi sebagai berikut : −− CH − CH −− + −− CH −− CH −−−− CH − CH −− O −− O

        O Peroksida labil persenyawaan oksida Proses pembentukan peroksida dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembapan udara dan katalis.

        2. Ketengikan Oleh Enzim Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembapan udara tertentu, merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim, misalnya enzim lipo elastic, dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tak jenuh sehingga terbentuk peroksida. Disamping itu, enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom beta, sehingga membentuk asam keton dan akhirnya metil keton, dengan reaksi sebagai berikut : βα Enzim peroksida −− CH2.CH2.COOH −− CO.CH2.COOH

        (asam keton) −− CO.CH3 (Metil keton)

        3. Ketengikan Oleh Hidrolisa (Hidrolitic Rancidity) Komponen zat berbau tengik dalam minyak selain dihasilkan dari proses oksidasi oleh enzimatis, juga disebabkan oleh hasil hidrolisa lemak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut mudah menguap dan berbau misalnya asam butirat, asam kaproat.

      2.10. Dampak Peroksida Dalam Tubuh

        Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas, sehingga lemak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil peroksida.

        Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil vitamin B).

        Peroksida juga dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan (lebih dari 100) akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan, di samping bahan pangan tersebut mempunyai bau yang tidak enak.

        Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E yang lebih besar. Berdasarkan percobaan terhadap ayam, kekurangannya vitamin E dalam lemak mengakibatkan timbulnya gejala

        

      encephalomalacia dan jika hidroperoksida diinjeksikan ke dalam aliran darah

      menimbulkan gejala celebellar.

        Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara nonenzimatis dalam otot usus dan mitochondria. Lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah. Lipoprotein dalam keadaan normal mempunyai fungsi aktif sebagai alat transportasi trigliserida; dan jika lipoprotein mengalami denaturasi, akan mengakibatkan dekomposisi lemak dalam pembuluh darah (aorta) menimbulkan gejala atherosclerosis.(Ketaren, 2008)