Daur Volume Maksimum Tegakan Eucalyptus hybrid (IND-32) di Hutan Tanaman Industri PT. Toba Pulp Lestari, Tbk., Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Tanaman Industri (HTI)

  Sejarah pembangunan hutan di Indonesia, khususnya hutan tanaman telah berlangsung sejak era sebelum memasuki era kemerdekaan. Berbagai kebijakan ditetapkan sebagai landasan hukum kegiatan pembangunan hutan tanaman. Pada dekade 1990, seiring dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1990, maka dimulai pembangunan hutan tanaman yang dilakukan secara terintegrasi dengan industri kehutanan. Program Hutan Tanaman Industri ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas lahan, menjamin ketersediaan bahan baku kayu bagi kepentingan industri serta penyerapan tenaga kerja dan lapangan berusaha (Iskandar dkk., 2003).

  Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 3 tahun 2008, HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh pelaku usaha kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Hak Pengusahaan HTI adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan yang kegiatannya mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengelolaan dan pemasaran.

  Adapun tujuan pembangunan HTI menurut Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman (2009) adalah sebagai berikut : 1.

  Meningkatkan produktivitas hutan produksi, dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan baku industri perkayuan dan penyediaan lapangan usaha (pertumbuhan ekonomi/pro-growth), penyediaan lapangan kerja (pro-job), pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan (pro-poor) dan perbaikan kualitas lingkungan hidup (pro-enviroment).

  pulp dan paper , meubel dan lain-lain) untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

  Selain itu, HTI juga dikelola dan diusahakan berdasarkan prinsip pemanfaatan yang optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan sumber daya alamiah serta dengan menerapkan prinsip ekonomi dalam pengusahaannya untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Pengelolaan satu kesatuan HTI yang disebut unit HTI merupakan unit pengusahaan yang terdiri dari satu atau lebih kelas perusahaan. Menurut Dephut (1996), kelas perusahaan pada pengusahaan HTI ada empat, yaitu:

  1. Kelas perusahaan kayu pertukangan

  2. Kelas perusahaan kayu serat

  3. Kelas perusahaan kayu energi

  4. Kelas perusahaan kayu perusahaan hasil hutan bukan kayu Menurut Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman (2009), setiap unit pengusahaan pada HTI telah diatur tata penggunaan lahannya/tata ruangnya sebagai berikut :

  a. Areal Tanaman Pokok ± 70 %

  b. Areal Tanaman Unggulan ± 10 %

  c. Areal Tanaman Kehidupan ± 5 %

  d. Kawasan Lindung ± 10 %

  e. Sarana Prasarana ± 5 %

  Adapun beberapa ciri pokok HTI, di antaranya adalah: 1. Sistem silvikultur yang diterapkan adalah tebang habis dengan penanaman kembali.

  2. Komposisi jenisnya murni atau campuran.

  3. Potensi produksi yang tinggi, baik kuantitas maupun kualitasnya, yang dicapai dengan penerapan silvikultur intensif.

  4. Pengusahaan HTI adalah pengusahaan hutan dalam suatu kawasan hutan yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan tegakan, pemungutan hasil, pengolahan sampai pemasarannya.

  Tanaman Eucalyptus sp.

  Eucalyptus sp. termasuk kedalam famili Myrtaceae, terdiri dari kurang

  lebih 700 jenis. Daerah penyebaran meliputi Australia, New Britian, Papua, Tasmania, Irian jaya, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur. Ekaliptus secara umum tumbuh pada ketinggian 600-1800 m dpl dengan curah hujan tahunan 2500-5000 mm, suhu minimum rata-rata 23°C dan maksimum 31°C di dataran rendah, serta pada suhu minimum rata-rata 13°C dan maksimum 29°C di pegunungan (Sutisna dkk., 1998).

  Ekaliptus pada umumnya bertajuk sedikit ramping, ringan dan banyak meloloskan sinar matahari. Percabangannya lebih banyak membuat sudut ke atas, jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Ciri khas lainnya adalah sebagian atau seluruh kulitnya mengelupas dengan bentuk kulit bermacam-macam mulai dari kasar dan berserabut, halus bersisik, tebal bergaris-garis atau berlekuk-lekuk. Warna kulit batang mulai dari putih kelabu, abu-abu muda, hijau kelabu sampai cokelat, merah, sawo matang sampai cokelat. Ekaliptus merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Jenis ekaliptus dapat berupa semak atau perdu sampai mencapai ketinggian 100 meter umumnya berbatang bulat, lurus, tidak berbanir dan sedikit bercabang. Sistem perakarannya yang masih muda cepat sekali memanjang hingga menembus ke dalam tanah (Dephut, 1994).

  Eucalyptus grandis

  Taksonomi dari E. grandis adalah : Divisio : Spermatophyta Sud Divisio : Angiospermae Class : Dicotyledone Ordo : Myrtiflorae Family : Myrtaceae Genus : Eucalyptus Species : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden

  E. grandis adalah pohon hutan yang sangat tinggi, umumnya dapat

  mencapai ketinggian 45-55 m dan diameter 1,2-2 m dbhob (diameter setinggi dada di atas kulit). Jenis tanaman ini dapat tumbuh cepat pada lokasi yang sesuai,

  3

  dengan pertumbuhan 20-30 m /Ha/tahun. Bunga berwarna putih dalam kelompok 7-11, umumnya mulai dari bulan April sampai Agustus. Buah berbentuk kapsul, sedikit membulat seperti buah pir dan mengkerucut. E. grandis ini biasanya paling sering diperbanyak dari biji, namun dapat juga direproduksi secara vegetatif (Brooker dkk., 2002 dalam McMahon, 2010).

  Jenis E. grandis menghendaki iklim C dan D pada ketinggian tempat sekitar 0-800 m dpl, curah hujan tahunan rata-rata 1000-3500 mm dengan o

  temperatur maksimum sekitar 24 sampai 30

  C. Jenis ini tumbuh baik pada lahan datar atau dengan kemiringan yang tidak curam, serta tumbuh pada tanah alluvial di tempat-tempat dekat air tetapi tidak tergenang air dan mengandung lempung (Boland dkk., 1984 dalam McMahon, 2010).

  Eucalyptus pellita

  E. pellita merupakan jenis tanaman cepat tumbuh yang berpotensi besar

  dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Tanaman ini merupakan jenis asli New South Wales, Queensland, dapat tumbuh pada tanah berpasir, menyenangi cahaya matahari serta perawatan tanaman yang mudah. E. pellita dapat tumbuh tinggi hingga 40-130 m dan diameter hingga 1 m. Batang lurus dengan mahkota yang besar dan sangat bercabang. Kulit kasar, berserat, pecah- pecah, dan berwarna coklat sampai coklat kemerahan.

  Taksonomi jenis ini adalah: Divisio : Spermatophyta Sud Divisio : Angiospermae Class : Dicotyledone Ordo : Myrtales Family : Myrtaceae Genus : Eucalyptus Species : Eucalyptus pellita F. Muell

  Tingkat pertumbuhan ekstrim dari E. pellita dan E. grandis dapat mencapai rata-rata lebih dari 2 m per tahun. Hasil tanaman yang ditanam oleh Amazonia Reboisasi telah mencapai pertumbuhan lebih dari 6 m di 12 bulan pertama setelah melakukan transplantasi dari pembibitan pohon tropis. Tingkat

  3

  produksi rata-rata E. pellita sebesar 40 m /Ha/tahun. Jika kegiatan kehutanan dikelola dengan baik, maka produksi dapat meningkat hingga mencapai lebih dari

  3

  50 m /Ha/tahun. Pertumbuhan yang cepat ini tidak saja dianggap penting oleh investor kayu, tetapi juga menunjukkan adanya penyerapan karbon yang tinggi sehingga tersirat bahwa jenis ini memiliki manfaat untuk menyerap karbon. Kegiatan pemanenannya tergantung pada penggunaan, untuk industri pulp dan kertas dipanen pada umur 8 tahun sedangkan untuk industri kayu dipanen pada umur 10 tahun (Dombro, 2010). Sedangkan hasil penelitian Bristow dkk. (2006) mendapatkan bahwa nilai maksimum diameter E. pellita adalah sebesar 30,3 cm dan nilai maksimum untuk tingginya adalah sebesar 28,8 m.

  Pertumbuhan Tegakan

  Pertumbuhan tegakan adalah pertambahan dimensi dari satu atau lebih individu dalam suatu tegakan hutan dalam suatu jangka waktu (Vanclay, 1994).

  Pertumbuhan tegakan merupakan perubahan ukuran sifat terpilih dari dimensi tegakan yang terjadi selama periode tertentu (Davis dan Johnson, 1987).

  Pertumbuhan merupakan hasil interaksi dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain sifat genetik pohon, persediaan bahan makanan dalam pohon dan persediaan air di dalam pohon. Faktor eksternal antara lain kerapatan tegakan, suhu, curah hujan, kelembapan udara, komposisi kimia tanah, kandungan hara mineral, dan kandungan organisme-organisme dalam tanah (Bruce dan Schumacher, 1950). Sedangkan menurut Husch dkk. (1982), pertumbuhan tanaman merupakan interaksi antara lingkungan dan kemampuan genetik dari tanaman tersebut. Pertumbuhan tanaman biasanya terbagi pada dua fase yakni fase vegetatif dan generatif. Fase vegetatif (fase awal) adalah fase dimana pertumbuhan terjadi pada daun, batang, dan akar. Sedangkan fase generatif adalah fase pertumbuhan untuk menghasilkan bunga, buah, dan biji.

  Riap

  Kata riap biasanya dipakai untuk menyatakan pertambahan volume pohon atau tegakan per satuan waktu tertentu. Definisi riap berbeda dengan pertumbuhan. Pertumbuhan ditetapkan sebagai terminologi yang bersifat umum, sedang riap lebih spesifik. Chapman (1950), menyatakan bahwa riap adalah rasio bersih tahunan dari suatu tegakan yang merupakan penjumlahan aljabar dari penambahan volume setiap tahun tersebut.

  Menurut Simon (2007), riap dapat dibagi atas dua macam yaitu : a.

Riap individu pohon

  Riap individu pohon terdiri dari riap diameter, riap luas bidang dasar, riap tinggi, dan riap volume. Riap diameter biasanya diwakili oleh riap diameter setinggi dada. Sesuai dengan peranannya dalam perhitungan volume, riap diameter merupakan salah satu komponen yang penting dalam menentukan riap volume. Alat yang paling banyak dipakai untuk mengukur riap diameter ini adalah “bor riap”. Namun alat ini hanya efektif untuk mengukur riap pohon yang mempunyai lingkaran tahun yang jelas.

  Riap tinggi juga mempunyai peranan dalam perhitungan riap volume, terutama untuk tegakan yang masih muda. Untuk tegakan tua peranan riap tinggi berkurang karena setelah umur tertentu, suatu jenis pohon pertambahan riap tingginya mendekati nol. Ada empat macam pendekatan yang dipakai untuk menentukan riap tinggi, yaitu :

  1. Menaksir atau mengukur panjang ruas tahunan.

  2. Analisis tinggi terhadap pohon yang ditebang.

  3. Mengukur pertambahan tinggi pohon selama periode waktu tertentu.

  4. Menentukan riap tinggi dengan kurva tinggi.

  Riap volume pohon adalah pertumbuhan volume selama jangka waktu tertentu. Dalam teori riap volume dapat ditentukan secara tepat dengan mengurangi volume pada akhir periode (B) dengan volume pohon tersebut pada awal periode (A).

  b.

Riap tegakan

  Riap volume suatu tegakan bergantung pada kepadatan (jumlah) pohon yang menyusun tegakan tersebut, jenis, dan kesuburan tanah. Riap volume suatu pohon dapat dilihat dari kecepatan tumbuh diameter, yang setiap jenis mempunyai laju yang berbeda-beda. Untuk hutan tanaman, pertumbuhan diameter biasanya mengikuti grafik berbentuk huruf S (sigmoid) karena pada mulanya tumbuh agak lambat, kemudian cepat lalu menurun. Lambatnya pertumbuhan diameter pada waktu muda disebabkan tanaman hutan ditanam rapat untuk menghindari percabangan yang berlebihan (Karyaatmadja, 2000).

  Riap volume tegakan selama satu daur menurut Loetsch (1973) dalam Yudistira (2004) dapat dibedakan menjadi : 1.

  Riap rata-rata berjalan (Current Annual Increment, CAI), yaitu riap yang diukur untuk setiap satuan waktu pengukuran terkecil, biasanya 1 tahun.

  Fungsi riap ini merupakan turunan pertama dari fungsi pertumbuhan.

  2. Riap rata-rata tahunan (Mean Annual Increment, MAI), yaitu besarnya riap rata-rata pada umur tertentu. Fungsi ini merupakan hasil bagi antara pertumbuhan sampai umur tertentu dengan umurnya.

  3. Riap rata-rata periodik (Periodical Annual Increment, PAI), yaitu besarnya riap rata-rata yang terjadi selama periode waktu tertentu di antara dua kali pengukuran. Fungsi riap ini merupakan hasil bagi antara selisih total pertumbuhan dengan lamanya periode waktu di antara dua kali pengukuran tersebut.

  Produktivitas E. hybrid (E. grandis vs E. urophylla) sangat tinggi,

  3

  memiliki riap tahunan rata-rata dapat mencapai sebesar 70 m /Ha/tahun (Campinhos, 1993). E. hybrid ini menghasilkan riap rata-rata tahunan (MAI)

  3

  dengan kisaran 12-48 m /Ha/tahun. Produktivitas hibrid E. hybrid sangat ditentukan oleh jenis tanah serta besarnya curah hujan tahunan di kawasan tersebut (Gonçalves dkk., 1997). Hal ini terlihat dari hasil penelitian tegakan hibrid E. urograndis di Bahia, Brazil yang ditanam pada ketinggian 0-300 meter

  3

  dari permukaan laut, mempunyai riap rata-rata sekitar 30 m /Ha yang ditanam pada lahan dengan curah hujan <1000 mm/tahun pada 3 jenis tanah (oxisol berpasir, ultisol berpasir dan ultisol berlempung). Pada areal dengan curah hujan antara 1000-1200 mm/tahun, riap rata-rata tahunan tegakan dapat mencapai

  3

  sekitar 37 m /Ha pada jenis tanah ultisol berlempung, riap rata-rata tahunan

  3

  3

  mencapai 34 m /Ha pada tanah ultisol berpasir dan sekitar 30 m /Ha pada tanah oxisol berpasir. Pada areal yang mempunyai curah hujan > 1200 mm/tahun riap

  3

  rata-rata tahunan menjadi sekitar 58 m /Ha pada tanah ultisol berlempung, sekitar

  3

  3

  47 m /Ha pada tanah ultisol berpasir dan sekitar 38 m /Ha pada tanah oxisol berpasir (Stape dkk., 1997).

  Daur

  Daur adalah jangka waktu antara waktu penanaman sampai tanaman hutan dimaksud masak untuk dipanen (Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan, 1999). Terdapat 6 jenis daur menurut Dephut (1992) yakni :

  1. Daur fisik Yaitu jangka waktu yang berhimpitan dengan periode hidup suatu jenis untuk kondisi tempat tumbuh tertentu, sampai jenis tersebut mati secara alami.

  Daur fisik juga dapat disamakan dengan berapa umur suatu pohon sampai pohon tersebut masih mampu menghasilkan biji yang baik untuk melakukan permudaan.

  Jadi, daur ini tidak mempunyai hubungan yang erat dengan nilai ekonomi suatu hutan.

  2. Daur silvikultur Yaitu jangka waktu selama hutan masih menunjukkan pertumbuhan yang baik dan dapat menjamin permudaan dengan kondisi yang sesuai dengan tempat tumbuhnya. Daur silvikultur sangat dekat atau hampir mirip dengan daur fisik. Daur silvikultur pada umumnya sangat panjang dan mempunyai batas yang sangat lebar.

  3. Daur teknik Yaitu jangka waktu perkembangan sampai suatu jenis dapat menghasilkan kayu atau hasil hutan lainnya, untuk keperluan tertentu. Untuk suatu jenis, daur pendek atau panjang tergantung pada tujuan pengelolaannya. Misalnya, daur untuk kayu bakar dan pulp pada umumnya pendek, sedangkan jika tujuan pengelolaan untuk kayu pertukangan, maka daurnya panjang.

  4. Daur volume maksimum Yaitu jangka waktu perkembangan suatu tegakan yang memberikan hasil kayu tahunan terbesar, baik dari hasil penjarangan maupun tebangan akhir. Daur ini merupakan perkembangan yang terpenting dan paling banyak dipakai di lapangan, baik secara langsung atau tidak langsung. Panjang daur volume maksimum ini berhimpitan dengan umur tegakan pada waktu riap rata-rata tahunan (MAI) mencapai maksimum.

  5. Daur pendapatan maksimum Daur ini juga dikenal sabagai daur “bunga hutan” maksimum (the highest

  

forest rental ), yaitu daur yang menghasilkan rata-rata pendapatan bersih

  maksimum. Pendapatan bersih dihitung dari hasil penjarangan dan hasil akhir, setelah dikurangi dengan seluruh biaya. Daur ini pada umumnya hampir sama dengan daur volume maksimum. Rata-rata pendapatan tahunan bersih diperoleh dari total pendapatan bersih dibagi dengan panjang daur.

  6. Daur finansial Yaitu daur yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan maksimum dalam nilai uang. Di kehutanan, keuntungan dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu dari nilai harapan lahan (land expectation value) dan dari hasil finansial.

  Menurut Hendromono dkk. (2003), daur volume maksimum adalah jangka waktu perkembangan suatu tegakan yang memberikan hasil kayu tahunan terbesar. Daur volume maksimum tersebut dapat ditentukan dengan cara membuat kurva yang menunjukkan perpotongan antara grafik riap rata-rata tahunan (MAI) dengan grafik riap berjalan (CAI). Perpotongan grafik tersebut adalah merupakan daur volume maksimum suatu tegakan (Gambar 1). volume (m3/Ha)

  MAI CAI umur (tahun)

  Gambar 1. Grafik CAI dan MAI Menurut Simon (2007), dalam pengelolaan hutan kedua grafik ini mempunyai arti yang penting. Manipulasi perlakuan tegakan melalui penelitian untuk memperoleh riap tegakan maksimal, baik CAI maupun MAI masih memberi peluang yang besar untuk meningkatkan nilai manfaat dari hutan. Grafik hubungan antara riap berjalan tahunan (CAI) dengan riap rata-rata tahunan (MAI) mempunyai karakteristik yaitu :

  1. Kurva riap berjalan (CAI) mencapai puncak secara cepat dan menurun secara cepat, jika dibandingkan dengan kurva riap rata-rata tahunan (MAI) yang mencapai puncak secara perlahan-lahan dan menurun secara perlahan-lahan.

  2. Titik potong antara CAI dan MAI merupakan saat pemanenan yang paling efisien untuk mendapatkan produksi maksimum. Hal ini disebabkan setelah titik potong tersebut kedua kurva akan menurun yang berarti riap akan terus menurun.

  Penentuan panjang daur tebang tergantung pada interaksi beberapa faktor (Osmaton, 1968 dalam Nuhamara, 2008), yaitu: 1.

  Tingkat kecepatan pertumbuhan tegakan yang bergantung pada jenis pohon, kondisi tempat tumbuh dan intensitas pemeliharaan.

  2. Karakteristik jenis tanaman dengan memperhatikan umur maksimum secara alami, umur untuk dapat menghasilkan benih, fase umur kecepatan tumbuh terbaik dan fase umur kualitas terbaik.

  4. Respon tanah yang sama terhadap penggunaan yang kontiniu atau berulang- ulang, erat hubungannya dengan bahan induk tanah, pelapukan tanah dan ada tidaknya faktor alelopati tanaman.

  Penentuan daur volume maksimum yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu dengan cara membuat model pertumbuhan diameter, tinggi, dan volume pohon. Dari model tersebut, didapat hasil pendugaan pertumbuhan tegakan pada suatu hutan tanaman yang kemudian dapat ditentukan daur volume maksimumnya. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan dalam menentukan daur volume maksimum untuk jenis ekaliptus dan lainnya adalah sebagai berikut :

  1. Harbagung (1991) menyimpulkan bahwa daur volume maksimum untuk tegakan hutan tanaman E. urophylla berdasarkan perpotongan antara kurva riap tahunan berjalan dengan kurva riap rata-rata tahunan adalah 5-6 tahun. Penelitian ini dilakukan di daerah Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

  3. Arifiandy (2006) menyatakan bahwa daur volume maksimum tegakan Acacia

  

Mangium di PT. Sumalindo Hutani Jaya II, Kalimantan Timur, adalah pada

umur 5,25 tahun.

  4. Mindawati (2010) mendapatkan hasil bahwa daur volume maksimum hutan

  

tanaman E. urograndis pada rotasi 1 adalah 5,5 tahun dengan nilai riap sekitar

  3

35,83 m /Ha. Sedangkan daur volume maksimum pada rotasi kedua adalah 5

tahun. Penelitian ini dilakukan di PT. TPL Tbk., Sektor Aek Nauli, Sumatera

Utara.

  5. Darwo dkk. (2012) menyatakan bahwa riap volume maksimum tegakan

  

ekaliptus di PT. TPL Tbk., Sektor Aek Nauli, Sumatera Utara adalah sebesar

  3

31,13 m /Ha/tahun pada umur 8,1 tahun sehingga daur volume maksimum dan

umur indeks tempat tumbuh ditetapkan 8 tahun dengan rata-rata volume

  3

  3 tegakan 249,34 m /Ha dan riap tahunan rata-rata 31,17 m /Ha/tahun.

  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas HTI

  Soepardi (1992) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah faktor genetik dan faktor kualitas tapak, khususnya kualitas tanah yang keduanya dapat dimanipulasi atau diubah secara buatan. Faktor genetik dapat dimanipulasi melalui kegiatan pemuliaan tanaman, sedangkan faktor tanah dapat dimanipulasi melalui kegiatan silvikultur.

  Faktor genetik

  Peningkatan produktivitas tegakan perlu diikuti dengan peningkatan mutu genetik. Mutu genetik dapat dicapai melalui pemuliaan dengan modal utama keragaman genetik untuk tujuan pengembangan jenis dengan sifat unggul. Seleksi dilakukan dalam rangka memilih sifat-sifat yang diinginkan dari suatu pohon, seperti kecepatan pertumbuhan, kecepatan adaptasi lingkungan, dan adaptasi atau resisten hama dan penyakit dan lain-lain. Hibrida adalah metode untuk menghasilkan tanaman baru dan merupakan suatu hasil persilangan dari dua jenis atau lebih tanaman yang memiliki susunan genetik berbeda. Biasanya persilangan dalam genus yang sama, antar ras atau bahkan antar dua genotip berlainan dalam populasi yang sama atau sejenis tetapi berbeda sedikit “gen” nya. Hibrida-hibrida hasil persilangan mendapat warisan sifat-sifat pohon parental atau tetuanya. Oleh karena itu, jika persilangan ditujukan untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik atau untuk hibrida yang tahan serangan penyakit, maka pohon induk harus mempunyai sifat yang diinginkan tersebut (Zobel dan Talbert, 1984).

  Menurut Hardiyanto (2004), tidak semua hibrid menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding dengan kedua induknya, hibrid dapat pula tumbuh lebih buruk daripada induknya. Oleh karena itu perlu strategi pemuliaan yang disusun dengan baik. Strategi pengembangan hibrid dapat sangat sederhana atau dapat sangat kompleks. Strategi sederhana berupa seleksi hibrid alami pada pertanaman komersial, sedangkan strategi yang lebih kompleks meliputi hibridisasi alami dan hibridisasi terkendali yang dilakukan pada individu terpilih dari masing-masing jenis (Mulawarman, 2003).

  Program hibridisasi ekaliptus merupakan salah satu strategi yang sangat sukses dalam pembangunan hutan tanaman. Hibridisasi buatan genus ekaliptus melalui penyerbukan terkendali banyak dikembangkan dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan tetuanya yang ditanam secara murni. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa persilangan antar jenis dari ekaliptus memiliki tingkat keseragaman yang lebih tinggi dan memungkinkan produksi tanaman dengan kombinasi karakter yang dilakukan akan menguntungkan secara ekonomi (Souvannavong, 1992 dalam Koranto, 2003).

  Faktor kualitas tapak

  Faktor tempat tumbuh tegakan adalah totalitas dari peubah keadaan tempat tegakan mencakup bentuk lapangan, sifat-sifat tanah, dan iklim memiliki tingkat keeratan hubungan yang cukup tinggi dengan dimensi suatu tegakan hutan tanaman (Suhendang, 1990). Kualitas tempat tumbuh merupakan jumlah total faktor-faktor lingkungan (tanah, iklim mikro, kelerengan dan lain-lain) yang merupakan fungsi geologis, fisiografi, iklim mikro dan perkembangan suksesi (Daniel dkk., 1997).

  Sifat kimia tanah

  Beberapa sifat kimia tanah yang penting dan berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu tanaman adalah reaksi pH tanah, bahan organik tanah, unsur hara dan kapasitas tukar kation (KTK). Nilai pH tanah yang merupakan indikator kualitas tanah terbaik adalah antara pH6 - pH7, karena sebagian unsur hara menjadi tersedia (USDA, 1998).

  Faktor perlakuan silvikultur

  Produktivitas maksimum akan tercapai jika dalam pengelolaan hutan dilakukan tindakan silvikultur intensif bersamaan dengan pemuliaan tanaman.

  Berbagai teknik silvikultur dapat diterapkan terhadap tanah dan pengelolaan tegakan untuk meningkatkan ketersediaan air dan unsur hara selama pertumbuhan.

  Pada hutan tanaman cepat tumbuh, penerapan pengelolaan dengan teknik silvikultur intensif dapat menaikkan dan mempertahankan produktivitas. Pada umumnya pengelolaan intensif dilakukan pada fase persiapan bibit, persiapan lahan dan fase pemeliharaan tegakan berupa pemberian input hara atau pemupukan (Nambiar, 1996).

  Hutagalung (2008) menyatakan bahwa ekaliptus dapat membentuk simbiosis yang saling menguntungkan dengan mikroorganisme sehingga akan memperbesar kemampuan tanaman dalam menyerap hara, mampu melarutkan P tidak tersedia menjadi tersedia dan mampu mengurai sisa tanaman.

  Kondisi Umum Lokasi Penelitian

  PT. Toba Pulp Lestari Tbk. yang dulunya bernama PT. Inti Indorayon Utama Tbk. (IIU) adalah suatu perusahaan yang mendapatkan hak pengusahaan hutan yang bertujuan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan akan kertas dalam negeri yang diimpor oleh beberapa negara. Perusahaan ini memiliki areal konsesi Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang terletak di beberapa kabupaten yaitu Simalungun, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Dairi, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan dengan total luas ijin HPHTI berdasarkan SK. Menhut No. 493/KPTS-II/1992 seluas 269.060 ha dengan jangka pengelolaan 43 tahun dan pemanfaatan Pinus berdasarkan SK. Menhut No. 236/KPTS-IV/1984 seluas 15.763 ha yang berada di luar areal HPHTI sehingga total areal berjumlah berjumlah 284.816 ha (TPL, 2008).

  Areal konsesi PT. Toba Pulp Lestari Tbk. terdiri dari 6 sektor yang masing-masing sektor berada pada wilayah geografis yang terpisah, yaitu:

  1. Sektor Tele berada pada Kabupaten Samosir yang meliputi Kecamatan H.

  Boho, Sumbul, Parbuluan, Kerajaan, Sidikalang dan Salak pada 2° 15’ 00” - 2° 50’ 00” LU dan 98° 20’ 00” BT - 98° 50’ 00” BT.

  2. Sektor Padang Sidempuan berada pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang meliputi Kecamatan Padang Bolak, Sosopan, Padang Sidempuan, dan Sipirok pada 1° 15’ 00” LU - 1° 50’ 00” LU dan 99° 13’ 00” BT - 99° 33’00” BT.

  3. Sektor Aek Nauli berada pada Kabupaten Simalungun yang meliputi Kecamatan Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik, dan Jorlang pada 2° 40’ 00” LU - 2° 50’ 00” LU dan 98° 50’ 00” BT - 99° 10’ 00” BT.

  4. Sektor Habinsaran berada di Kabupaten Toba Samosir yang meliputi kecamatan Siborong-borong, Sipahutar, Habinsaran, Silaen, dan Laguboti pada 2° 7’ 00” LU - 2° 2’ 00” dan 99° 05’ 00” BT - 99° 18’ 00” BT.

  5. Sektor Tarutung berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi Kecamatan Dolok Sanggul, Sipaholon, Onan Gajang, Parmonangan, Adian Koting, Gaya Baru, Tarutung, Lintong Nihuta, dan Sorkam pada 1° 54’ 00” LU - 2° 15’ 00” LU dan 98° 42’ 00” - 98° 58’ 00” BT.

  6. Sektor Sarulia berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi Kecamatan Pahae Julu, Pahae Jae, Lumut, dan Batang Toru pada 1° 30’ 00” LU - 1° 55’ 00” LU dan 98° 20’ 00” BT - 99° 10’ 00” BT.