GAYA MENGAJAR ALA SOKRATES docx
GAYA MENGAJAR ALA SOKRATES
Sokrates membicarakan pelbagai masalah dalam bentuk dialog. Dia
menanyakan, memeriksa jawaban, menjernihkan jawaban dengan jalan
mengajukan pertanyaan baru dan seterusnya, sampai peserta lainnya
menemukan arti dari sesuatu yang dipelajari.
Sokrates: “Apakah yang dimaksud dengan serangga itu?
Murid: “Serangga ialah binatang kecil bersayap.”
Sokrates: “Kalau begitu, tentu ayam pun boleh dinamai serangga.
Murid: “Ayam bukan demikian kecilnya hingga dapat dinamai serangga.
Sokrates: “Jadinya, serangga ialah binatang yang amat kecil, mempunyai
sayap. Kalau demikian, burung pipit dapat dinamai serangga, sebab dia
demikian kecilnya.”
Murid: “Tidak! Burung sekali-kali tidak dapat dinamai serangga.”
Sokrates: “Jadinya, serangga ialah binatang yang amat kecil, dia bersayap,
tetapi bukan dari jenis burung. Bagaimana dengan produk Tepung Keating
yang manjur untuk memberantas serangga yang bergambar binatang
kecil, tidak sejenis burung tetapi tidak mempunyai sayap?”
Murid: “Binatang-binatang itu memang serangga, semua orang tahu itu”
Sokrates: “Aneh. Apakah serangga ialah binatang yang amat kecil,
mempunyai sayap, bukan dari jenis burung, dan kadang tidak bersayap.
Sesungguhnya perkataan ini amat berlawanan. Marilah kita ambil 3 atau 4
ekor serangga dari jenis yang bermacam-macam. Kita ambil kupu-kupu,
semut dan kumbang.
Maka diselidikadan diperhatikan oleh mereka bersama hingga menemukan
arti dari serangga, yaitu: serangga ialah binatang beruas, kulitnya kesat,
lagi keras, kakinya enam, mempunyai sayap, atau bekas sayap.
Dengan memperhatikan contoh yang disebutkan itu kelihatan bahwa
dengan memakai system Sokrates itu murid melalui tiga tingkat pikiran,
yaitu:
1. Yakin yang tiada berdasar.
2. Bimbang dan ragu-ragu tentang pendapat semula, dan ingin hendak
mengetahui yang sebenarnya.
3. Yakin yang berdasarkan kepada penyelidikan dan cara berpikir yang
betul.
Sokrates membicarakan pelbagai masalah dalam bentuk dialog. Dia
menanyakan, memeriksa jawaban, menjernihkan jawaban dengan jalan
mengajukan pertanyaan baru dan seterusnya, sampai peserta lainnya
menemukan arti dari sesuatu yang dipelajari.
Sokrates: “Apakah yang dimaksud dengan serangga itu?
Murid: “Serangga ialah binatang kecil bersayap.”
Sokrates: “Kalau begitu, tentu ayam pun boleh dinamai serangga.
Murid: “Ayam bukan demikian kecilnya hingga dapat dinamai serangga.
Sokrates: “Jadinya, serangga ialah binatang yang amat kecil, mempunyai
sayap. Kalau demikian, burung pipit dapat dinamai serangga, sebab dia
demikian kecilnya.”
Murid: “Tidak! Burung sekali-kali tidak dapat dinamai serangga.”
Sokrates: “Jadinya, serangga ialah binatang yang amat kecil, dia bersayap,
tetapi bukan dari jenis burung. Bagaimana dengan produk Tepung Keating
yang manjur untuk memberantas serangga yang bergambar binatang
kecil, tidak sejenis burung tetapi tidak mempunyai sayap?”
Murid: “Binatang-binatang itu memang serangga, semua orang tahu itu”
Sokrates: “Aneh. Apakah serangga ialah binatang yang amat kecil,
mempunyai sayap, bukan dari jenis burung, dan kadang tidak bersayap.
Sesungguhnya perkataan ini amat berlawanan. Marilah kita ambil 3 atau 4
ekor serangga dari jenis yang bermacam-macam. Kita ambil kupu-kupu,
semut dan kumbang.
Maka diselidikadan diperhatikan oleh mereka bersama hingga menemukan
arti dari serangga, yaitu: serangga ialah binatang beruas, kulitnya kesat,
lagi keras, kakinya enam, mempunyai sayap, atau bekas sayap.
Dengan memperhatikan contoh yang disebutkan itu kelihatan bahwa
dengan memakai system Sokrates itu murid melalui tiga tingkat pikiran,
yaitu:
1. Yakin yang tiada berdasar.
2. Bimbang dan ragu-ragu tentang pendapat semula, dan ingin hendak
mengetahui yang sebenarnya.
3. Yakin yang berdasarkan kepada penyelidikan dan cara berpikir yang
betul.