GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DESA PEREMPUAN (Studi Kepala Desa Suka Jaya dan Kepala Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran)

(1)

(2)

ABSTRACT

LEADERSHIP STYLE OF HEAD VILLAGE WOMEN’S (Studies at Head Village of Suka Jaya and Head Village of Paya

on Padang Cermin District at Pesawaran Regency)

By

SITI FEI KENIA NOURNABILLA

Development of leadership in Indonesia after the post-New Order has paved the way for women to take part in public affairs and politics. Not only that, women's leadership has now developed, extended to the village level. Mainstreaming gender roles make women gain equality in society and the state, including obtaining the rights to be a leader. It thus became the beginning of the preparation of this script which aims to find out how the leadership of a female leader at the village level. The writer was identificated the female leadership style of Head Village of Suka Jaya and Head Village of Paya on Padang Cermin District at Pesawaran Regency with leadership function of Hersey and Blanchard as measurement indicators.

This research uses descriptive qualitative research methods. Informants were randomly assigned, by selecting 18 informants, namely village apparatus and society of each village. Data collection techniques in this study using in-depth interviews, obeservation, and documentation. The data obtained in the field will be processed and presented in the form of narrative text.

Results of this study illustrate that Head Village of Suka Jaya implement transformational leadership style and Head Village of Paya apply situational leadership style. It is based on performance of the functions of leadership. In practice, both the head village confirms what Anita Roddick said, namely that women in the lead does ignore the hierarchy, but considers the staff / co-workers as a


(3)

Siti Fei Kenia Nournabilla

"friend" whose appreciated. Establishment of friendship between leaders and subordinates can create a good working relationship and effective leadership.


(4)

ABSTRAK

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DESA PEREMPUAN

(Studi Kepala Desa Suka Jaya dan Kepala Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran)

Oleh

SITI FEI KENIA NOURNABILLA

Perkembangan kepemimpinan di Indonesia pasca Orde Baru telah membuka jalan bagi perempuan untuk berkiprah dalam urusan publik dan politik. Bukan hanya itu, kepemimpinan perempuan kini telah berkembang, meluas hingga tingkat desa. Pengarusutamaan gender membuat perempuan memperoleh kesetaraan perannya di masyarakat dan negara, termasuk memperoleh hak untuk menjadi seorang pemimpin. Hal demikian yang menjadi permulaan penyusunan skripsi ini yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan seorang pemimpin perempuan di tingkat desa. Penulis mengidentifikasi gaya kepemimpinan perempuan Kepala Desa Suka Jaya dan Kepala Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran dengan menetapkan fungsi kepemimpinan Hersey dan Blanchard sebagai indikator pengukurannya.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dekriptif kualitatif. Informan ditentukan secara acak, dengan memilih 18 informan yaitu Aparatur Desa dan masyarakat dari masing-masing desa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Data yang didapatkan di lapangan akan diolah dan disajikan dalam bentuk teks narasi.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa Kepala Desa Suka Jaya menerapkan gaya kepemimpinan transformasional dan Kepala Desa Paya menerapkan gaya kepemimpinan situasional. Hal ini berdasarkan pelaksanaan fungsi-fungsi kepemimpinan. Dalam pelaksanaannya, kedua Kepala Desa ini membenarkan pernyataan Anita Roddick, yaitu bahwa perempuan dalam memimpin


(5)

Siti Fei Kenia Nournabilla

tidak menghiraukan adanya jenjang hierarki, tetapi menganggap staf/rekan kerja sebagai “teman” yang dihargai. Terjalinnya pertemanan antara pemimpin dengan bawahan dapat menciptakan hubungan kerja sama yang baik dan kepemimpinan yang efektif.


(6)

(7)

(8)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kepemimpinan ... 10

B. Teori Fungsi dan Gaya Kepemimpinan ... 14

C. Perempuan, Gender, dan Kepemimpinan Perempuan ... 21

D. Tinjauan Tentang Kepala Desa ... 25

E. Kerangka Pikir ... 27

III.METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 29

B. Jenis Penelitian ... 30

C. Fokus Penelitian ... 31

D. Lokasi Penelitian ... 33

E. Informan ... 34

F. Jenis Data ... 35

G. Teknik Pengumpulan Data ... 35

H. Teknik Pengolahan Data ... 37

I. Teknik Analisis Data ... 38


(9)

ii

IV. GAMBARAN UMUM

A. Desa Suka Jaya

1. Sejarah Kepemimpinan Desa ... 41 2. Kondisi Geografis, Penduduk, dan Pemerintah Desa ... 42 3. Profil Kepala Desa Suka Jaya ... 47 B. Desa Paya

1. Sejarah Kepemimpinan Desa ... 48 2. Kondisi Geografis, Penduduk, dan Pemerintah Desa ... 49 3. Profil Kepala Desa Paya... 54

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Informan ... 55 B. Kepemimpinan Kepala Desa Suka Jaya

1. Pelaksanaan Fungsi Kepemimpinan ... 57 2. Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Suka Jaya ... 65 C. Kepemimpinan Kepala Desa Paya

1. Pelaksanaan Fungsi Kepemimpinan ... 70 2. Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Paya ... 79

VI.SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 84 B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Pikir ... 28 2. Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Suka Jaya ... 46 3. Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Paya ... 53


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar Nama Kepala Desa di Kecamatan Padang Cermin Kabupaten

Pesawaran ... 2

2. Urutan Masa Kepala Desa Suka Jaya ... 42

3. Jumlah Penduduk Desa Suka Jaya Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

4. Jumlah Penduduk Desa Suka Jaya Berdasarkan Etnis ... 43

5. Jumlah Penduduk Desa Suka Jaya Berdasarkan Agama/Kepercayaan ... 43

6. Jumlah Penduduk Desa Suka Jaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 44

7. Pembagian Wilayah Pemerintahan Desa Suka Jaya ... 44

8. Sarana dan Prasarana Desa Suka Jaya ... 44

9. Urutan Masa Kepala Desa Paya ... 49

10.Jumlah Penduduk Desa Paya Berdasarkan Tingkat Dusun ... 50

11.Jumlah Penduduk Desa Paya Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

12.Jumlah Penduduk Desa Paya Berdasarkan Etnis ... 50

13.Jumlah Penduduk Desa Paya Berdasarkan Agama/Kepercayaan ... 51

14.Jumlah Penduduk Desa Paya Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 51

15.Pembagian Wilayah Pemerintahan Desa Paya ... 51

16.Sarana dan Prasarana Desa Paya ... 52

17.Deskripsi Informan Berdasarkan Jabatan dan Jenis Kelamin ... 55

18.Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Suka Jaya ... 56


(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membicarakan kepemimpinan memang hal yang menarik dan dapat dilihat dari sudut pandang atau teropong manapun. Bahkan dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi perhatian manusia. Kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan tertentu pada diri manusia. Kepemimpinan itu sendiri merupakan suatu kualitas kepribadian seseorang dalam mempengaruhi orang lain sebagai bawahannya, mengambil keputusan, dan bertindak.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Widhy Purnama, (http://ratuatun.blogspot.com/2011/05/30/kepemimpinan-perempuan-dalam-perspektif-birokrasi), bahwa penilaian kapabilitas kepemimpinan seseorang sudah saatnya tidak dilandaskan pada penilaian fisik yang tidak relevan dalam konteks political election untuk pemilihan presiden, anggota legislatif, maupun pemilihan kepala daerah. Calon pemimpin perempuan yang berkembang juga harus memiliki sikap dan jiwa kepemimpinan yang kuat, cerdas, tangkas dalam mengelola organisasi. Dalam penelitian ini, kepemimpinan perempuan di tingkat desa juga tidak berlandaskan penampilan fisik, melainkan kepada kemampuan atau potensi yang dimiliki.


(13)

2

Fenomena kepemimpinan kental dengan bagaimana cara seorang pemimpin mengapresiasikan gaya kepemimpinannya. Seperti yang diketahui bahwa gaya kepemimpinan sesorang tidaklah statis, artinya memiliki keluwesan sesuai dengan keadaan lingkungan yang mempengaruhinya. Hasil penelitian

terdahulu Kris Ari Suryandari yang berjudul “Gaya Kepemimpinan Kepala

Desa Perempuan Dalam Penyelenggaraan Community Development Di Desa

Sungai Langka Kec. Gedong Tataan Kab. Pesawaran”, bahwa keberhasilan

seorang pemimpin kepala desa perempuan terletak pada gaya kepemimpinan yang mampu memberdayakan masyarakat. Dalam penelitian ini, gaya kepemimpinan situasional kepala desa perempuan lebih bisa membentuk masyarakat yang maju, mandiri, berpartisipasi, dan sejahtera melalui program community development.

Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran memiliki 22 (dua puluh dua) desa. Dua di antaranya dipimpin oleh seorang kepala desa perempuan, yaitu Desa Suka Jaya dan Desa Paya. Seperti yang terlihat pada tabel berikut (Tabel 1).

Tabel 1. Daftar Nama Kepala Desa di Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran

Desa Nama Kepala Desa Jenis Kelamin

1 2 3

Kepala Desa Banjaran M. Ali L

Kepala Desa Bunut Arifin L

Kepala Desa Bunut Seberang Amir L

Kepala Desa Durian Fauzi L

Kepala Desa Gayau Wal Musono L

Kepala Desa Gebang Dadang L

Kepala Desa Gunung Rejo Suranto L Kepala Desa Hanau Berak Alamsyah L

Kepala Desa Hanura Sukarsono L


(14)

1 2 3

Kepala Desa Hurun Harun L

Kepala Desa Wates Latief Fudin L

Kepala Desa Padang Cermin Ibrahim Harun L

Kepala Desa Paya Hj. Maryana P

Kepala Desa Way Urang Alimudin L

Kepala Desa Tanjung Agung Paridi L

Kepala Desa Tambangan Azhari L

Kepala Desa Sumber Jaya Ngadino L

Kepala Desa Suka Jaya Masnawati P

Kepala Desa Sidodadi Manam L

Kepala Desa Sanggih Muhaimin L

Kepala Desa Pesawaran Indah Muhartoyo L (Sumber: Kecamatan Padang Cermin Kab. Pesawaran 2012)

Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan perempuan dalam pemerintahan desa di Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran relatif rendah. Persentase perempuan yang menjadi kepala desa hanya sebesar 9% (2 orang dari 22 desa), dan sisanya masih dipimpin oleh kepala desa laki-laki.

Berkaitan dengan sistem nilai pada masyarakat pedesaan umumnya, ideologi gender masih kuat menentukan peran dan status perempuan dalam berbagai kegiatan, baik menyangkut dinamika intrarumah tangga maupun interrumah tangga. Peran perempuan yang hanya dalam domain domestik, salah satunya disebabkan oleh budaya patriarkhi dengan dominasi laki-laki terhadap perempuan.

Kesetaraan sebagai pilar demokrasi akan timpang apabila menegasikan kesetaraan gender dalam demokratisasi di tingkat desa, sehingga tidak salah dikatakan bahwa kesetaraan gender merupakan keniscayaan dalam mewujudkan demokrasi. Begitu juga dengan partisipasi dalam wujud kontrol


(15)

4

di lingkungan masyarakat sebagai check and balance dalam menjalankan pemerintahan desa.

Desa Suka Jaya merupakan salah satu desa di Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, yang lokasinya dekat dengan Kota Bandar Lampung. Letaknya berbatasan langsung dengan Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Teluk Betung Barat. Desa Suka Jaya dipimpin oleh seorang kepala desa perempuan, Masnawati, terhitung menjabat dari tahun 2010 hingga sekarang. Keluwesannya memimpin empat (4) dusun di Desa Suka Jaya, yaitu Dusun Suka Jaya Induk, Dusun Suka Jaya Darat, Dusun Sukabumi, Dusun Batu Menyan, membuat warga desa mengenal dekat sosok Masnawati sebagai kepala desa yang ramah.

Keberhasilannya memimpin Desa Suka Jaya tentu saja didukung oleh sarana dan prasarana desa yang kian membaik setiap tahunnya. Akses jalan sepanjang desa dapat dikatakan cukup baik, yaitu dalam keadaan beraspal. Hal ini didukung oleh Desa Suka Jaya yang berpotensi menjadi desa wisata karena memiliki keindahan alam berupa pantai. Letaknya yang berdekatan dengan pesisir pantai membuat mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan atau petambak udang. Sarana lainnya seperti tempat ibadah (masjid) dan gedung sekolah dasar/SD pun terawat dengan apik.

Serupa dengan Desa Suka Jaya, Desa Paya juga dipimpin oleh seorang kepala desa perempuan, Maryana. Beliau menjabat sebagai kepala desa lebih dulu dari Ibu Masnawati, yaitu sejak tahun 2007 berdasarkan hasil pemilihan kepala desa. Meskipun tahun 2013 merupakan tahun terakhir Beliau menjabat


(16)

sebagai kepala desa, kesan ramah dan hangat memimpin Beliau sangat melekat di masyarakat.

Sosoknya yang partisipatif dalam setiap kegiatan desa, tidak mengurangi kewibawaannya sebagai pemimpin Desa Paya. Maryana memimpin tiga (3) dusun di Desa Paya, yaitu Dusun Induk Paya, Dusun Sinar Jaya, dan Dusun Darma Rejo, dengan mayoritas penduduk etnis Lampung. Desa yang terletak ± 4 km ke arah Timur Kantor Kecamatan Padang Cermin ini memiliki sarana dan prasarana yang cukup baik. Mulai dari sarana sumber air bersih, tempat ibadah (masjid dan gereja), gedung sekolah, dan pos kesehatan desa. Infrastruktur fisik desa dapat dikatakan baik, dapat dilihat pada akses jalan menuju Desa Paya sudah beraspal dan tidak rusak. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari perhatian Maryana sebagai kepala desa.

Meskipun Desa Suka Jaya dan Desa Paya dipimpin oleh seorang kepala desa perempuan, tidak menutup kemungkinan akan adanya energi positif yang kelak membawa desa menuju keadaan yang lebih maju. Sesuai dengan gaya kepemimpinan yang dimiliki, masing-masing pihak diminta dan dituntut untuk aktif dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai kepala desa.

Dalam penelitian ini, penulis telah menggambarkan bagaimana gaya kepemimpinan seorang kepala desa perempuan dengan mengacu kepada fungsi-fungsi kepemimpinan Hersey dan Blanchard. Teori tersebut menguatkan bahwa kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Berdasarkan pelaksanaan fungsi-fungsi kepemimpinan tersebut, maka dapat ditentukan gaya kepemimpinan yang


(17)

6

diterapkan, apakah gaya kepemimpinan transaksional, transformasional, situasional, atau visioner.

Doktrin agama sering dijadikan untuk membenarkan tindakan ketidak adilan bagi kaum perempuan. Doktrin agama dianggap sebagai sesuatu yang baku dan tidak bisa ditafsirkan, sehingga posisi marginal perempuan dalam agama dianggap takdir yang tidak dapat diubah bentuknya. Selain agama, budaya juga terkadang mempengaruhi terbentuknya struktur sosial dan politik yang timpang di masyarakat, sehingga perempuan berada pada posisi lemah dan hanya bisa bertahan dalam budaya patriarkhi, akan tetapi budaya/sistem patriarkhi tersebut mampu mensubordinasikan peran dan posisi perempuan, juga mendorong timbulnya gerakan perempuan untuk menuntut kesetaraan haknya.

Tidak heran bahwa kepemimpinan perempuan tengah menjadi isu publik yang selalu diperbincangkan dan mampu memancing polemik yang menimbulkan debat antara pro dan kontra terhadap pemimpin perempuan dalam sebuah negara. Begitupun pengakuan atas hak dasar kemanusiaan tampak mengalami peningkatan yang signifikan di berbagai belahan dunia. Pengakuan ini juga berlaku atas hak perempuan sebagaimana yang keadaannya sejajar dengan laki-laki.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, kaum laki-laki dan perempuan di Indonesia memiliki kedudukan yang sama. Perempuan memiliki kesempatan atas hak dan kewajibannya untuk diri sendiri, masyarakat, dan negara dalam proses pembangunan. Disebutkan dalam UU Nomor 11 Pasal 3 Tahun 2005


(18)

dan UU Nomor 12 Pasal 3 Tahun 2005 Tentang Kesetaraan Hak, bahwa

“Negara menjamin hak-hak yang sederajat antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak ekonomi, sosial, dan budaya serta hak sipil dan

politik”. Pengakuan tersebut jelas menekankan bahwa perempuan mempunyai hak yang sejajar dengan laki-laki, termasuk perempuan dapat mencalonkan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin.

Sebenarnya Bangsa Indonesia pada umumnya tidak mempersalahkan apakah mereka dipimpin oleh seorang laki-laki atau perempuan. Di Indonesia sendiri sering ditemukan desa yang dipimpin oleh kepala desa perempuan. Mereka terpilih atas dasar syarat-syarat yang sama, yang harus dimiliki oleh semua calon kepala desa yang dikeluarkan oleh pemerintah. Ketentuan pemerintah tentang pemilihan dan pengangkatan kepala desa telah jelas dipaparkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 203 mengenai Pemerintah Desa.

Sebagai contoh keberhasilan perempuan dalam memimpin di tingkat desa adalah Asnaini (41 tahun), Kepala Desa Pegasingan Kec. Pegasing Kab. Aceh Tengah, yang merupakan perempuan pertama dan satu-satunya kepala desa perempuan di Aceh Tengah. Asnaini telah berhasil dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala desa. Hal ini terlihat jelas pada keberhasilannya menginisiasi masuknya jaringan listrik ke Dusun Luwang, sebuah dusun di kaki bukit yang dihuni 22 kepala keluarga di Desa Pegasing, yang sejak Indonesia merdeka warga belum pernah menikmati penerangan listrik. Selain itu, Ia juga memperkenalkan berbagai terobosan, mulai dari koperasi simpan


(19)

8

pinjam perempuan, perbaikan jalan secara berkala, penampungan air bersih, hingga tempat pemandian khusus wanita.

Berkat keaktifan dan komitmennya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan masyarakat, Asnaini telah meraih Perempuan Aceh Award (PAA) Tahun 2012, setelah menyisihkan 4 nominator lainnya, yaitu Dwi Handayani (Ketua Komunitas Perempuan Cinta Damai), Fadlina (Komunitas Bantu Syedara, Trienggadeng, Pidie Jaya), Irawati (Relawan Pendidikan non-formal Aceh Besar), dan Nurjubah (Ketua Forum Janda DOM Aceh Utara). Penghargaan diserahkan oleh Ketua DPRA Hasbi Abdullah. Ketua dewan juri, Syahrizal Abbas, mengatakan bahwa Anaini terpilih karena telah memenuhi kriteria penjurian, yakni berkomitmen dan konsisten dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di tempatnya dan keberadaannya telah memberikan dampak perbaikan di masyarakat. (Sumber: liputan6/23 Maret 2013/Kades wanita pembawa perubahan di Aceh – Kompas/Perempuan Aceh Award 2012)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian yang diteliti adalah bagaimana gaya kepemimpinan perempuan Kepala Desa Suka Jaya dan Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.


(20)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya kepemimpinan perempuan Kepala Desa Suka Jaya dan Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat melahirkan bentuk kesadaran baru, yang menempatkan perempuan juga memiliki hak dan kemampuan memimpin seperti halnya dengan laki-laki.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide, masukan, atau referensi untuk masyarakat (publik) dalam memberi penilaian yang sama terhadap peran perempuan dalam kepemimpinan.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kepemimpinan

1. Pemimpin

Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mengarahkan ataupun mengkoordinasi untuk mencapai tujuan dalam suatu organisasi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kartono (2003:27) bahwa :

“Pemimpin adalah seorang anggota kelompok yang paling berpengaruh terhadap aktivitas kelompoknya dan yang memainkan peranan penting dalam merumuskan ataupun mencapai tujuan-tujuan kelompok. Seorang pemimpin merupakan penyalur bagi pikiran, tindakan, dan kegiatan yang bersifat mempengaruhi dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan. Hal ini berarti bahwa pemimpin

selalu meliputi sejumlah besar masalah kekuasaan”.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami bahwa pemimpin adalah yang memiliki kemampuan (pengetahuan) dan peranan penting dalam setiap kegiatan. Peranan yang dimaksud adalah sebagai pemberi ide dan masukan kepada anggota kelompok.

Henry Pratt Faichild dalam Kartono (2004:38-39), menyatakan bahwa pemimpin dalam pengertian luas adalah seseorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan cara mengatur,


(22)

mengarahkan, mengorganisir, atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Pemimpin dalam pengertian sempit adalah seseorang yang memimpin dan membimbing dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan acceptancy/ penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.

John Gage Allee dalam Kartono (2004:39) mengatakan, “Leader ... a guide; a condructor; a commander”, yaitu pemimpin adalah pemandu, penunjuk, penuntun, komandan. Sedangkan Fiedler, seperti yang dikutip oleh Sedarmayanti (2009:119) mengemukakan bahwa:

“Pemimpin adalah sebagai seorang yang bertugas mengarahkan dan mengkoordinasi aktivitas-aktivitas yang ada dalam tugas-tugas kelompok. Seorang pemimpin adalah seseorang yang karena kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengarahkan

usaha kerjasama ke arah pencapaian sasaran tertentu”.

Kekuasaan seorang pemimpin bersumber dari kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain karena sifat-sifat dan sikapnya, luas pengetahuan dan pengalamannya, pandai berkomunikasi dalam hubungan-hubungan interpersonal. Pemimpin adalah seorang yang memiliki kecakapan khusus sehingga mempunyai kekuasaan, kewibawaan dalam mengarahkan dan membimbing bawahannya untuk mendapat pengakuan serta dukungan dari bawahan untuk mencapai tujuan tertentu.

Upaya untuk menilai sukses atau tidaknya seorang pemimpin dapat dilakukan dengan mengamati sifat-sifat dan kualitas/mutu perilakunya, yang digunakan sebagai kriteria menilai kepemimpinannya. Usaha-usaha


(23)

12

yang sistematis tersebut membuahkan teori yang disebut sebagai the traitist theory of leadership (teori sifat kepemimpinan).

Ordway Tead dalam Kartono (2004:44-47) mengemukakan 10 (sepuluh) sifat pemimpin, yaitu sebagai berikut:

a. Energi jasmaniah dan mental (physical and nervous energy)

Setiap pribadi seorang pemimpin memiliki tenaga jasmani dan rohani yang luar biasa, yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan atau tenaga yang istimewa. Hal ini ditambah dengan kekuatan mental berupa semangat juang, motivasi kerja, disiplin, kesabaran, ausdauer (keuletan), ketahanan batin, dan kemauan yang luar biasa untuk mengatasi semua permasalahan yang dihadapi.

b. Kesadaran akan tujuan dan arah (a sense of purpose and direction) Pemimpin pasti memiliki keyakinan yang teguh akan kebenaran dan kegunaan dari semua perilaku yang dikerjakan. Ia tahu benar kemana arah yang akan ditujunya, serta memberikan manfaat bagi diri sendiri dan juga yang dipimpinnya.

c. Antusiasme (enthusiasm; semangat, kegairahan)

Pekerjaan yang dilakukan dan tujuan yang akan dicapai harus berarti, bernilai, dan memberikan harapan yang menyenangkan sehingga menimbulkan semangat. Semua hal tersebut membangkitkan antusiasme dan optimisme pada pribadi pemimpin dan yang dipimpinnya.

d. Keramahan dan kecintaan (friendlyness and affection)

Keramah-tamahan dari seorang pemimpin mampu memberikan pengaruh mengajak dan kesediaan untuk menerima pengaruh pemimpin yang melakukan sesuatu secara bersama-sama untuk mencapai suatu sasaran tertentu.

e. Integritas (integrity, keutuhan, kejujuran, ketulusan hati)

Sudah seharusnya pemimpin bersifat terbuka. Kejujuran pemimpin memberikan ketauladanan agar ia dipatuhi dan diikuti oleh anggota kelompoknya.

f. Penguasaan teknis (technical mastery)

Setiap pemimpin harus memiliki satu atau beberapa kemahiran teknis tertentu dalam memimpin kelompoknya.

g. Ketegasan dalam mengambil keputusan (decisiveness)

Pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil keputusan secara tepat, tegas, dan cepat, sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya.


(24)

Selanjutnya Ia harus mampu meyakinkan para anggotanya akan kebenaran keputusan yang telah diambil.

h. Kecerdasan (intelligency)

Kecerdasan yang dibutuhkan merupakan kemampuan untuk melihat dan memahami dengan baik, mengerti sebab-akibat kejadian, serta menemukan hal-hal yang krusial.

i. Keterampilan mengajar (teaching skill)

Pemimpin yang baik adalah seorang guru yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, dan mendorong/memotivasi bawahannya untuk melakukan sesuatu.

j. Kepercayaan (faith)

Keberhasilan pemimpin pada umumnya selalu didukung oleh kepercayaan bawahannya. Yaitu kepercayaan bahwa anggota pasti dipimpin dengan baik, dipengaruhi secara positif, dan diarahkan pada sasaran-sasaran yang benar.

2. Kepemimpinan

Ordway Tead, kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Howard H. Hoyt, kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang. (Kartono, 2004:57)

Kartono (2004:6), kepemimpinan merupakan masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dengan yang dipimpin, yang muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis antara pemimpin dengan orang-orang yang dipimpinnya (terdapat relasi interpersonal). Sanusi (2009:19), kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi atau menggerakkan orang lain secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. George R. Terry dalam Thoha (2012:5), merumuskan bahwa


(25)

14

kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya dapat diarahkan mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut (bawahan), yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi dan mengarahkan orang secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan suatu organisasi. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Sedarmayanti (2009:119) bahwa kepemimpinan (leadership), adalah: a. Proses dalam mempengaruhi orang lain agar melakukan atau tidak

melakukan sesuatu yang diinginkan seorang pemimpin.

b. Hubungan interaksi antar pengikut dengan pimpinan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

c. Proses mempengaruhi aktivitas/perilaku kelompok yang diorganisasikan ke arah pencapaian tujuan.

d. Proses memberi pengarahan berarti terhadap usaha kolektif dan menyebabkan adanya kesediaan untuk melakukan aktivitas/perilaku yang diinginkan untuk pencapaian sasaran.

e. Proses mempengaruhi kegiatan individu/kelompok dalam usaha mencapai tujuan situasi tertentu.

B. Teori Fungsi dan Gaya Kepemimpinan

1. Fungsi Kepemimpinan

Fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi motivasi-motivasi kerja, mengemudikan


(26)

organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik. Selain itu, fungsi kepemimpinan juga memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan (Kartono, 2004:93).

Fungsi kepemimpinan menurut Sudriamunawar (2006:8) merupakan salah satu di antara peran administrator untuk mempengaruhi orang lain atau bawahan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hersey dan Blanchard, dalam Rivai dan Mulyadi (2010:74), kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Adapun fungsi-fungsi kepemimpinan tersebut adalah:

a. Fungsi Instruksi

Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dilaksanakan secara efektif. Fungsi instruksi adalah kemampuan pimpinan menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari keputusan yang ditetapkan.

b. Fungsi Konsultasi

Fungsi ini berlangsung dan bersifat kominukasi dua arah, meskipun pelaksanaannya sangat bergantung pada pihak pemimpin dengan menjalankan fungsi konsultasi, dapat diharapkan keputusan dari pemimpin akan mendapat dukungan dan akan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berjalan efektif.

c. Fungsi Partisipasi

Fungsi ini berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dengan yang dipimpin. Pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam pelaksanaannya. d. Fungsi Pengendalian

Fungsi ini cenderung bersifat komunikasi satu arah. Pengendalian yang dimaksud adalah kepemimpinan yang efektif mampu mengatur aktivitas anggota bawahannya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.


(27)

16

e. Fungsi Delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus bersedia dan dapat mempercayai orang lain, sesuai dengan posisi atau jabatannya apabila diberi pelimpahan wewenang. Kepercayaan tersebut harus dilaksanakan secara bertanggung jawab.

2. Gaya Kepemimpinan

Thoha (2012:49) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Dalam kepemimpinan, dikenal beberapa gaya kepemimpinan. Efektif atau tidaknya suatu gaya kepemimpinan berdasarkan dua hal yang mendasar, yaitu hubungan pemimpin dengan tugasnya dan hubungan pemimpin dengan bawahannya.

James Mc. Gregor, seperti yang dikutip oleh Sedarmayanti (2009:184-185) menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) gaya kepemimpinan, yaitu: a. Kepemimpinan Transaksional, merupakan gaya kepemimpinan

dimana seseorang memimpin cenderung memberikan arahan kepada bawahan, serta memberikan imbalan dan hukuman kepada bawahan. Kepemimpinan transaksional lebih menekankan kepada transaksi antara pemimpin dan bawahan. Pada kepemimpinan transaksional memungkinkan pemimpin memotivasi dan mempengaruhi bawahan dengan cara reward dengan kinerja tertentu, dengan kata lain sebuah transaksi bawahan dijanjikan mendapatkan reward atau penghargaan bila bawahan mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama.

b. Kepemimpinan Transformasional, merupakan gaya kepemimpinan bagi seorang pemimpin yang cenderung memberi motivasi kepada bawahan untuk melakukan tindakan yang lebih baik dan menitik beratkan pada perilaku membantu/transformasi antar individu dengan organisasi. Kepemimpinan transformasional pada hakikatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu memotivasi bawahannya


(28)

untuk melakukan tanggung jawab lebih dari apa yang diharapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasi visi organisasi dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.

Sanusi (2009:22), selain gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional, terdapat 2 (dua) gaya kepemimpinan lainnya yang termasuk dalam gaya kepemimpinan abad ke-21, yaitu:

a. Kepemimpinan Situasional, yaitu gaya kepemimpinan yang mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi dan keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melakukan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Kepemimpinan situasional menekankan bahwa keefektifan kepemimpinan seseorang bergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat dalam menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan.

Harsey dan Blanchard dalam Thoha (2012:71-73) mengembangkan gaya kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat kematangan jiwa bawahan dengan pola perilaku yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Ada 4 (empat) perilaku dasar kepemimpinan situasional, yaitu:

1. Perilaku Direktif

Perilaku direktif adalah perilaku yang diterapkan apabila pemimpin dihadapkan pada tugas yang rumit dan bawahan belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut, atau pemimpin berada di bawah tekanan waktu penyelesaian, maka pemimpin akan menjelaskan apa yang perlu dikerjakan. Perilaku ini ditandai dengan komunikasi satu arah dan pembatasan peran bawahan. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata menjadi wewenang pemimpin, serta adanya pengawasan yang ketat oleh pemimpin.

2. Perilaku Konsultatif

Perilaku konsultatif adalah perilaku yang diterapkan ketika bawahan telah termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Dalam hal ini pemimpin hanya perlu memberi penjelasan yang lebih terperinci dan membantu bawahan untuk mengerti dengan meluangkan waktu membangun hubungan yang


(29)

18

baik dengan mereka. Pada perilaku ini pemimpin masih memberikan instruksi yang cukup besar serta penetapan keputusan-keputusan dilakukan oleh pemimpin, namun dengan adanya komunikasi dua arah dan memberikan dukungan terhadap bawahan serta mau mendengar keluhan dan perasaan mereka, keputusan yang diambil tetap ada pada pemimpin.

3. Perilaku Partisipatif

Perilaku partisipatif diterapkan apabila bawahan telah mengenal teknik-teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang dekat dengan pemimpin. Pemimpin meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan bawahan untuk lebih melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan. Pemimpin mendengarkan saran dan masukan dari bawahan mengenai peningkatan kerja. Keikutsertaan bawahan dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan berdasarkan pemimpin yang berpendapat bahwa bawahan juga memiliki kecakapan dan pengetahuan yang cukup luas untuk menyelesaikan tugas.

4. Perilaku Delegatif

Perilaku delegatif diterapkan apabila bawahan sepenuhnya paham dan efisien dalam kinerja tugas, sehingga pemimpin dapat melepaskan mereka untuk menjalankan tugasnya sendiri.

b. Kepemimpinan Visioner, yaitu pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota organisasi dengan cara memberikan arahan dan makna pada kerja, dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas. Kepemimpinan visioner memerlukan kompetensi tertentu.

Pemimpin visioner setidaknya harus memiliki 4 (empat) kompetensi sebagaimana yang dikemukakan oleh Burt Nanus dalam Sanusi (2009:21), yaitu:

1. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi.

2. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang.


(30)

3. Seorang pemimpin visioner harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan.

4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan ceruk untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan sebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, tekhnologi dan lain sebagainya. Hal ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna mempersiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan.

Barbara Brown dalam Sanusi (2009:23) mengajukan 10 (sepuluh) kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin visioner, yaitu:

1. Visualizing, pemimpin visioner mempunyai gambaran jelas tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.

2. Futuristic Thinking, pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang.

3. Showing Foresight, pemimpin visioner adalah perencana yang tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi mempertimbangkan tekhnologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana.

4. Proactive Planning, pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi rintangan tersebut.

5. Creative Thinking, dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang, dan masalah.

6. Taking Risks, pemimpin visioner berani mengambil resiko dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.


(31)

20

7. Process Aligment, pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat segera menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.

8. Coalition Building, pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasaran, dirinya harus menciptakan hubungan yang harmoni, baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Ia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam individu, departemen, dan golongan tertentu.

9. Continuous Learning, pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan berbagai jenis pengemban lainnya, baik di dalam maupun di luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi. 10.Embracing Change, pemimpin visioner mengetahui bahwa

perubahan adalah suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.

Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu memahami situasi sehingga dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan situasi yang ada. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat mempengaruhi keberhasilannya dalam memimpin kelompoknya, karena dengan cara tersebut Ia akan menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang pemimpin.


(32)

Menurut pandangan filsafat para pemimpin, ada 3 (tiga) gaya memimpin lainnya (Sudriamunawar, 2006:24), yaitu:

a. Gaya Otokratis, yaitu gaya kepemimpinan otoriter/otoritarian, mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpin otokratis merasa bahwa mereka mengetahui apa yang mereka butuh dan inginkan, cenderung mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam bentuk perintah langsung kepada bawahan.

b. Gaya Demokratis/partisipatif, yaitu gaya kepemimpinan dengan melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Bukan berarti pemimpin tidak membuat keputusan, tetapi pemimpin dituntut untuk memahami terlebih dahulu apakah yang menjadi sasaran organisasi sehingga kelak akan dapat mempergunakan pengetahuan para anggotanya.

c. Gaya Bebas/kendali bebas, disebut juga dengan laissez fiare. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan. Pemimpin hanya merupakan simbol dari sebuah kepemimpinan organisasi.

C. Perempuan, Gender, dan Kepemimpinan Perempuan

1. Perempuan dan Gender

Perempuan, erat kaitannya dengan jenis kelamin/seks. Secara biologis, jelas ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, yaitu berupa ciri biologis primer dan sekunder. Ciri biologis primer bersifat mutlak, tidak dapat dipertukarkan atau diubah, dan merupakan pemberian Tuhan. Sedangkan ciri biologis sekunder bersifat tidak mutlak, dapat menjadi milik laki-laki maupun perempuan.

Hubeis (2010:71) mengemukakan 3 ciri biologis, yaitu ciri biologis primer, sekunder, dan tersier. Ciri biologis primer dari perempuan seperti


(33)

22

yang diketahui dengan adanya vagina, ovarium, ovum, uterus, hamil, menstruasi, dan melahirkan. Sedangkan ciri biologis sekunder perempuan adalah kulit halus, dada yang membesar, suara yang lebih bernada tinggi. Ciri tersier berupa relasi gender perempuan yang dapat diubah dan dipertukarkan sesuai dengan norma, nilai, dan budaya setempat.

Berbicara tentang perempuan sekarang ini, tentu berbicara mengenai feminisme, emansipasi perempuan, keadilan dan kesetaraan gender. Pergerakan feminisme dimulai sejak abad ke-18. Pergerakan perempuan ditujukan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan peduli terhadap kebebasan berkembang.

Gender sebagai alat analisis umumnya digunakan oleh penganut aliran ilmu sosial konflik yang justru memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan sistem yang disebabkan oleh gender. Gender, sebagaimana yang dituturkan oleh Oakley (Fakih, 2003:71) dalam Sex, Gender, and Society berarti perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis yakni perbedaan jenis kelamin/sex yang merupakan kodrat Tuhan dan oleh karenanya secara permanen berbeda. Sedangkan gender adalah perbedaan perilaku (behavior differences) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang diciptakan melalui proses sosial dan kultural yang panjang.

Gender telah mengalami pergeseran-pergeseran nilai, yang awalnya antara laki-laki dan perempuan hanya mendeskripsikan perbedaan yang cenderung ke arah marjinalisasi, subordinasi, diskriminasi, kekerasan, dan


(34)

stereotype, tetapi sekarang lebih pada ke arah persamaan dan kesejajaran masing-masing peranannya. Studi gender dilakukan untuk mengurangi bias gender atau perlakuan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting (Fakih, 2003:15). Benar, secara emosioanal perempuan terkadang cenderung posesif dalam menyikapi suatu permasalahan sehingga peranan kaum laki-laki diperlukan sebagai penyeimbang. Tetapi kehadiran kaum perempuan merupakan suatu kekuatan baru. Perempuan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dengan baik, secara aktif maupun selektif. Partisipasi perempuan secara utuh dalam proses pembangunan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat.

2. Kepemimpinan Perempuan

Istilah gender dalam kepemimpinan perempuan sangat penting, sama halnya dengan kelas perempuan dalam menentukan posisi mereka di masyarakat. Pendekatan gender membawa posisi perempuan ke dalam pemerintahan suatu negara, baik di tingkat nasional, daerah, maupun desa.

Hubeis (2010:119-120), keberhasilan seorang perempuan dalam peningkatan perannya sebagai pemimpin akan tergantung pada interaksi empat (4) unsur, yaitu:


(35)

24

a. Motivasi perempuan untuk memberdayakan diri

Pemimpin perempuan perlu motivasi untuk kepentingan pribadi, keluarga, maupun kepentingan bersama dalam masyarakat. Hal ini membutuhkan bantuan baik berupa sarana maupun prasarana (manusia, kelembagaan, dan tatanan kerja efektif) yang mampu memotivasi diri perempuan.

b. Adanya program-program yang tepat dan berdayaguna

Program yang dimaksud akan membantu kepemimpinan perempuan dalam mekanisme kerja secara terstruktur.

c. Dukungan dari aparat

Keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan tentu saja memerlukan dukungan dari aparat (bawahannya) dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pemimpin. Sehingga tercipta ruang kerja yang kondusif dan pencapaian tujuan yang tepat.

d. Peran aktif masyarakat

Aktifnya masyarakat merupakan kunci tercapainya hasil kerja yang maksimal. Masyarakat merupakan dukungan sepenuhnya bagi kepemimpinan perempuan sehingga kepemimpinannya berjalan dengan baik.

Perempuan dalam memimpin dapat menjalin hubungan yang akrab dengan bawahannya. Tidak heran jika perempuan dalam memimpin mampu menyisihkan perhatian untuk melakukan kegiatan kerja yang lebih santai dengan bawahan guna mempererat hubungan diantaranya. Menurut Anita Roddick dalam Helgesen (1990:66), Female advantage women’s ways of leadership, mengatakan bahwa perempuan dalam memimpin tidak menghiraukan adanya jenjang hierarki, tetapi

menganggap staf sebagai “teman” yang dihargai. Terjalinnya pertemanan

antara pemimpin perempuan dengan bawahan dapat menciptakan kerja sama yang baik.


(36)

D. Tinjauan Tentang Kepala Desa

1. Kepala Desa

Kepala desa adalah orang yang telah diberikan amanah oleh masyarakat untuk memimpin organisasi desa dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan masyarakat desa. Kepala desa sebagai pembina dan pengendali kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan PNPM mandiri di desa. Bersama BPD, kepala desa yang relevan dan mendukung terjadinya proses pelembagaan prinsip dan prosedur PNPM. Selain itu, kepala desa juga berperan mewakili desa dalam pembentukan badan kerjasama antar desa.

2. Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Desa

Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Desa tercantum jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Tugas Kepala Desa adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugas yang dimaksud, adapun wewenang Kepala Desa sebagai berikut:

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD.

b. Mengajukan rancangan peraturan desa.

c. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapatkan persetujuan bersama BPD.

d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD.

e. Membina kehidupan masyarakat desa. f. Membina perekonomian desa.

g. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.

h. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


(37)

26

i. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban Kepala Desa, yaitu:

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. d. Melaksanakan kehidupan demokrasi.

e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

f. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa.

g. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan. h. Menyelenggaraakan administrasi pemerintahan desa yang baik.

i. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa.

j. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa. k. Mendamaiakan perselisihan masyarakat dan desa. l. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa.

m. Membina, mengayomi, dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat.

n. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa.

o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.

Adapun hal yang tidak diperbolehkan bagi Kepala Desa, yaitu: a. Menjadi pengurus partai politik.

b. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/ atau Anggota BPD dan lembaga kemasyarakatan di desa bersangkutan.

c. Merangkap jabatan sebagai Anggota DPRD.

d. Terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah.

e. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat dan mendeskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain.

f. Melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya.

g. Menyalahgunakan wewenang. h. Melanggar sumpah/janji jabatan.


(38)

E. Kerangka Pikir

Kepemimpinan perempuan secara normatif memiliki legitimasi yang sangat kuat, baik secara teologis, filosofis, maupun hukum. Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (HAM) yang telah disetujui oleh negara-negara anggota PBB, termasuk Indonesia, menyebutkan sejumlah pasal yang memberikan kebebasan kepada perempuan untuk memilih pemimpin maupun menjadi pemimpin. Begitu juga dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia (HAM) Pasal 46, yang telah menjamin keterwakilan perempuan baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Selain itu, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, yang mengharuskan seluruh kebijakan dan program pembangunan nasional dirancang dengan perspektif gender.

Keberhasilan kepemimpinan seorang pemimpin, baik laki-laki maupun perempuan, tergantung pada sejauh mana Ia menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut akan dapat dilihat secara jelas gaya kepemimpinan seperti apakah yang digunakan dari seorang pemimpin.

Mengacu pada fungsi-fungsi kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard dalam Rivai dan Mulyadi (2010:74), yaitu fungsi instruksi, konsultasi, partisipasi, pengendalian, dan delegasi, peneliti mencoba menggambarkan gaya kepemimpinan Kepala Desa Suka Jaya dan Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Apakah gaya kepemimpinan transaksional, transformasional, situasional, atau visioner


(39)

28

seperti yang telah dikemukakan oleh James Mc. Gregor dan Achmad Sanusi sebagai gaya kepemimpinan abad ke-21.

Gambar 1. Kerangka Pikir

Kepemimpinan Kepala Desa Perempuan

Fungsi Kepemimpinan Fungsi Instruksi Fungsi Konsultasi Fungsi Partisipasi Fungsi Pengendalian Fungsi Delegasi Oleh: Hersey & Blanchard

Gaya Kepemimpinan Gaya Transaksional Gaya Transformasional Gaya Situasional Gaya Visioner

Oleh: James Mc. Gregor & Achmad Sanusi

Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Perempuan


(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian jenis ini dimaksudkan sebagai suatu cara yang tidak menggunakan prosedur statistik atau dengan menggunakan alat kuantifikasi yang lain, melainkan melakukan pengamatan fenomena sosial yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis serta interpretasi berbagai data dan informasi.

Metode penelitian kualitatif sering disebut dengan metode naturalistik, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Disebut juga sebagai metode etnografi karena pada awalnya, metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya,dan data yang terkumpul serta analisisnya lebih bersifat kualitatif (Afifuddin-Saebani, 2012:157)

Bogdan dan Taylor dalam Meolong (2002:3), mengatakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati dan pendekatannya diarahkan pada latar dan individu secara holistik.


(41)

30

Penelitian kualitatif menunjuk pada suatu penelitian tentang kehidupan seseorang, sejarah, perilaku aktor, proses dan juga tentang fungsi organisasi, gerakan sosial atau hubungan interaksi untuk mencari makna. Oleh sebab itu, penelitian ini dimaksudkan untuk memahami, menjelaskan, dan memperoleh gambaran (deskripsi) tentang bagaimana kepemimpinan kepala desa perempuan, yaitu Kepala Desa Suka Jaya dan Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya sehingga dapat diketahui dan ditentukan gaya kepemimpinan yang digunakan.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskriptifkan secara terperinci bagaimana fenomena sosial tertentu. Nazir (2005:54) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deskriptif atau gambaran secara sistematis, faktual, tajam, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang yang sedang diteliti.

Sukmadinata (2006:72) mengatakan bahwa, penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena tersebut bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan,


(42)

hubungan, persamaan dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.

Deskripsi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha melukiskan atau menggambarkan dengan kata-kata, wujud atau sifat lahiriah dari suatu objek. Deskripsi merupakan salah satu teknik menulis menggunakan detail dengan tujuan membuat pembaca kelak seakan-akan merada di tempat kejadian, ikut merasakan, mengalami, melihat dan mendengarkan suatu peristiwa tersebut (Furchan, 2004:433).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian untuk menggambarkan tentang suatu keadaan secara obyektif terhadap situasi, yaitu karakterisktik dalam suatu deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang akan diteliti. Penelitian deskriptif akan membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu dengan mengambil studi komperatif atau dengan mengukur suatu dimensi penelitian seperti dalam berbagai penelitian kualitatif, atau mengadakan penelitian ataupun standar (normatif), menentukan hubungan kedudukan (status) satu unsur dengan unsur lainnya.

C. Fokus Penelitian

Sugiyono dalam Afifuddin (2012:106), menjelaskan bahwa untuk mempertajam penelitian kualitatif, peneliti harus menetapkan fokus penelitian, yang merupakan domain tunggal atau beberapa domain terkait


(43)

32

dengan situasi sosial. Fokus penelitian sangat penting untuk dilakukan dalam sebuah penelitian kualitatif. Fokus penelitian memberi batasan dalam studi dan batasan dalam mengumpulkan data sehingga dengan pembatasan ini peneliti akan fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian.

Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti akan terjebak oleh melimpahnya volume data yang diperoleh di lapangan. Penerapan fokus penelitian berfungsi dalam memenuhi kriteria-kriteria, inklusi, atau masukan ketika menjelaskan data yang diperoleh di lapangan. Fokus penelitian ini mengarah pada gaya kepemimpinan dua kepala desa perempuan, yaitu Kepala Desa Suka Jaya dan Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, dengan menetapkan fungsi-fungsi kepemimpinan Hersey dan Blanchard (Rivai-Mulyadi, 2010:74) sebagai indikator pengukurannya, yaitu fungsi instruksi, fungsi konsultasi, fungsi partisipasi, fungsi pengendalian, dan fungsi delegasi.

1. Fungsi Instruksi Gaya Kepemimpinan

a. Komunikasi satu arah Transaksional b. Pemimpin sebagai komunikator Transformasional c. Pengawasan oleh pemimpin Situasional d. Penjelasan mengenai instruksi/ Visioner

tugas

Pada fungsi instruksi, komunikasi satu arah termasuk wujud dari gaya kepemimpinan transaksional, sedangkan pemimpin sebagai komunikator berlaku pada gaya kepemimpinan situasional dan visioner. Pengawasan yang diberikan oleh pemimpin terdapat pada gaya kepemimpinan situasional dan visioner, serta penjelasan mengenai instruksi/tugas dapat diklasifikasikan dalam gaya kepemimpinan situasional.


(44)

2. Fungsi Konsultasi Gaya Kepemimpinan a. Komunikasi dua arah Transaksional b. Dukungan terhadap pemimpin

c. Pemberian penjelasan mengenai tugas Transformasional d. Hubungan yang baik antara

pemimpin & bawahan Situasional e. Pemberian dukungan/motivasi

kepada bawahan Visioner

Pada fungsi konsultasi, komunikasi dua arah, dukungan terhadap pemimpin, pemberian dukungan/motivasi kepada bawahan, termasuk pada gaya kepemimpinan transformasional dan situasional. Sedangkan Pemberian penjelasan mengenai tugas dan terbinanya hubungan yang baik antara pegawai dan bawahan merupakan wujud dari gaya kepemimpinan transformasional, situasional, dan visioner.

3. Fungsi Partisipasi Gaya Kepemimpinan

a. Melibatkan bawahan dalam Transaksional Mengambil keputusan

b. Pemimpin & masyarakat ikut serta Transformasional dalam memecahkan masalah

c. Pemimpin ikut serta dalam Situasional Penyelesaian tugas bawahan Visioner

Pada fungsi partisipasi, melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan, pemimpin dan masyarakat ikut serta dalam memecahkan masalah, dan pemimpin yang ikut serta dalam penyelesaian tugas bawahan, merupakan wujud dari gaya kepemimpinan transformasional dan situasional.

4. Fungsi Pengendalian Gaya Kepemimpinan a. Komunikasi satu arah Transaksional

b. Mengatur aktifitas bawahan Transformasional

c. Koordinasi Situasional

d. Pemberian dukungan/motivasi Visioner

Pada fungsi pengendalian, komunikasi yang satu arah dan mengatur aktifitas bawahan adalah wujud dari gaya kepemimpinan transaksional. Sedangkan koordinasi dan pemberian dukungan/motivasi termasuk pada gaya kepemimpinan transformasional dan situasional.

5. Fungsi Delegasi Gaya Kepemimpinan

a. Pelimpahan wewenang Transaksional b. Kepercayaan pemimpin kepada Transformasional

bawahan Situasional


(45)

34

Pada fungsi delegasi, pelimpahan wewenang dan kepercayaan yang diberikan oleh pemimpin kepada bawahan merupakan wujud dari gaya kepemimpinan situasional.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian kualitatif, peneliti perlu menentukan lokasi penelitian. Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian, terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dengan tujuan untuk memperoleh data yang akurat. Lokasi penelitian telah dilaksanakan di Desa Suka Jaya dan Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, karena hanya di 2 desa tersebut di Kecamatan Padang Cermin yang Kepala Desa-nya adalah perempuan.

E. Informan

Informan dalam penelitian ini ditentukan secara acak, dengan memilih dan menentukan informan yang dianggap tahu dan kenal dengan objek penelitian. Informan tersebut adalah 2 (dua) orang masyarakat dari masing-masing desa berdasarkan jenis kelamin sebagai sampelnya, yang merupakan pihak informan netral dengan badan pemerintah desa, dan Aparatur Desa Suka Jaya dan Desa Paya, seperti Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua/Anggota BPD, Kepala Urusan, dan Kepala Dusun, yang merupakan pihak pendukung badan pemerintah desa.


(46)

F. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, yaitu: 1. Data primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh di lapangan. Data primer didapat melalui wawancara mendalam dengan panduan wawancara yang dilakukan kepada sumber data. Informan berasal dari masyarakat di kedua desa berdasarkan jenis kelamin dan aparatur desa yang bekerja di Pemerintahan Desa Suka Jaya dan Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua/Anggota BPD, Kepala Urusan, dan Kepala Dusun.

2. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang dipergunakan studi kepustakaan dan studi dokumentasi, yaitu mempelajari, pengutipan terhadap sumber-sumber data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Data diambil dari arsip-arsip di kantor kepala desa, seperti struktur kepemerintahan desa, data monografi desa, dan lain-lain. Data sekunder diperlukan untuk melengkapi informasi dari data primer.

G. Teknik Pengumpulan Data

Upaya dalam mendapatkan data yang relevan, maka data yang didapat di lapangan harus dikumpulkan dengan teknik tertentu yang disebut dengan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data ini disusun melalui alat bantu yang disebut dengan instrumen penelitian. Afifuddin (2012:125)


(47)

36

menjelaskan bahwa instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Maksudnya, data sangat bergantung pada validitas dalam melakukan pengamatan dan eksplorasi langsung di lokasi penelitian. Instrumen penelitian merupakan pusat dan kunci yang paling penting menentukan dalam penelitian kualitatif.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu melakukan tanya jawab

antara peneliti dengan informan yang dianggap layak dan relevan. Patton dalam Afifuddin (2012:131), wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman/panduan wawancara mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sehingga pertanyaan-pertanyaan akan dijabarkan secara konkret dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung. Metode wawancara yang akan digunakan peneliti adalah metode wawancara bebas, yaitu hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari responden. Informan berasal dari masyarakat di kedua desa berdasarkan jenis kelamin dan aparatur desa yang bekerja di Pemerintahan Desa Suka Jaya dan Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua/Anggota BPD, Kepala Urusan, dan Kepala Dusun.

2. Observasi, yaitu mengamati dan mencatat segala tindakan dan gejala yang dilakukan oleh informan di lokasi penelitian. Observasi dibutuhkan untuk memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Patton dalam Afifuddin (2012:134), tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari,


(48)

aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas-aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut.

3. Dokumentasi, yaitu studi literatur atau studi kepustakaan. Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti. Pengumpulan data berasal dari sumber nonmanusia, yaitu dokumen-dokumen berkaitan dan foto. Dokumen bergunan karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian. Sedangkan foto bermanfaat sebagai sumber informasi yang mampu membekukan dan menggambarkan peristiwa yang terjadi.

H. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah mengolah data tersebut. Adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data pada penelitian ini adalah:

1. Editing, yaitu teknik mengolah data dengan cara meneliti kembali data yang telah diperoleh dari lapangan, baik yang diperoleh melalui wawancara mendalam maupun melalui dokumentasi, guna menghindari kekeliruan dan kesalahan. Editing dalam penelitian ini digunakan pada penyajian hasil wawancara berupa kalimat-kalimat yang kurang baku disajikan dengan menggunakan kalimat baku dan bahasa yang mudah dimengerti.


(49)

38

2. Interpretasi, yaitu memberikan penafsiran atau penjabaran atas hasil penelitian untuk dicari makna yang lebih luas dengan menghubungkan jawaban yang diperoleh dengan data lainnya.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan aktivitas pengorganisasian data. Data yang terkumpul dapat berupa catatan di lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, laporan, biografi, artikel, dan sebagainya. Kegiatan analisis data adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengategorikannya.

Analisis data merupakan aktivitas pengorganisasian data. Data yang terkumpul dapat berupa catatan di lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, laporan, biografi, artikel, dan lain sebagainya (Afifuddin, 2012:145). Dengan demikian, analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya mulai dilakukan sejak pengumpulan data dan dikerjakan secara intensif, yaitu setelah meninggalkan lapangan.

Adapun analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Reduksi data, yaitu proses memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting. Reduksi data dalam penelitian ini adalah dengan mencari informasi tentang gaya kepemimpinan kepala desa perempuan di Desa Suka Jaya dan Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, dengan menetapkan fungsi kepemimpinan sebagai indikator pengukurannya.


(50)

2. Penyajian data, yaitu dengan bentuk teks naratif (peristiwa-peristiwa yang ditampilkan secara berurutan) dan mengkaitkannya dengan kerangka pemikiran. Data yang telah dianalisis/diolah akan disajikan dalam bentuk informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang lebih baik adalah merupakan suatu cara yang utama bagi penelitian kualitatif yang valid.

3. Menarik kesimpulan, yaitu sebagian dari suatu kegiatan yang utuh, di mana kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenaran, kekokohan, dan kecocokan yang merupakan validitasnya, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas kebenaran dan kegunaannya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya belum jelas, sehingga setelah diteliti akan menjadi jelas, juga dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

J. Teknik Validitas Data

Validitas data berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang berukur benar-benar merupakan variable yang ingin diukur. Validitas data dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi data, yaitu pemeriksaan keabsahan atau kevaliditasan data yang memaanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.


(51)

40

Menurut Patton (Afifuddin, 2012:143) ada empat (4) macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan atau kevaliditasan, yaitu:

1. Triangulasi Data

Menggunakan berbagai sumber data, seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi, atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.

2. Triangulasi Pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitianini, misalnya pembimbing bertindak sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.

3. Triangulasi Teori

Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab sebelumnya untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.

4. Triangulasi Metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancara dilakukan.


(52)

IV. GAMBARAN UMUM

A. Desa Suka Jaya

1. Sejarah Kepemimpinan Desa Suka Jaya

Desa Suka Jaya berdiri sejak Tahun 1930-an, dengan kepemimpinan pertama di pegang oleh Djemahat Batin Tihang. Kepemimpinan tersebut berlangsung cukup lama, sekitar 20-an tahun yang kemudian berakhir pada

Tahun 1978. Kepemerintahan selanjutnya dipimpin oleh Pa’alun Rifai

pada Tahun 1980 sampai Tahun 1993. Sejak saat itu hingga Tahun 1998, terjadi masa transisi kepemimpinan, yaitu dimana pemerintahan dikendalikan oleh pejabat sementara.

Pada Tahun 1999 dilakukan kembali pemilihan Kepala Desa untuk Desa Suka Jaya, dan menetapkan Mulyani sebagai Kepala Desa yang terpilih. Mulyani menjabat sebagai Kepala Desa dari Tahun 1999 sampai Tahun 2005. Di tahun berikutnya, pada Tahun 2007 hingga Tahun 2009 kepemerintahan dipimpin oleh Zunaidi, dan pada Tahun 2010 Desa Suka Jaya dipimpin kembali oleh Kepala Desa perempuan, yaitu Masnawati hingga Tahun 2015 mendatang. Sejak berdirinya Desa Suka Jaya Tahun 1930-an hingga saat ini, Pemerintahan Desa Suka Jaya telah dipimpin oleh


(53)

42

5 (lima) orang Kepala Desa dengan mengalami pergantian kepala desa sebagai berikut:

Tabel 2. Urutan Masa Kepala Desa Suka Jaya

No. Nama Kepala Desa Tahun Memerintah 1. Djemahat Batin Tihang 1940 – 1978

2. Pa’alun Rifai 1980 – 1993

3. Masa Transisi / PJS 1994 – 1998

4. Mulyani 1999 – 2005

5. Zunaidi 2007 – 2009

6. Dra. Masnawati 2010 – 2016

(Sumber: Monografi Pemerintahan Desa Suka Jaya Tahun 2013)

2. Kondisi Geografis, Penduduk, dan Pemerintahan Desa Suka Jaya a. Kondisi Geografis

Desa Suka Jaya merupakan salah satu dari 22 (dua puluh dua) desa di wilayah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, yang letaknya dekat dengan Kota Bandar Lampung, yaitu berbatasan langsung dengan Kelurahan Sukamaju Kecamatan Teluk Betung Barat. Sebelah Timur berbatasan dengan Pantai Teluk Betung, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Hurun, sebelah barat berbatasan dengan Desa Munca (pecahan wilayah dari Desa Suka Jaya), dan sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Teluk Betung Barat.

Desa Suka Jaya merupakan salah satu desa wisata untuk daerah Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa tempat wisata yang masuk di wilayah Desa Suka Jaya, seperti pantai dan laut. Iklim Desa Suka Jaya, sebagaimana dengan desa-desa lainnya di


(54)

wilayah Indonesia, dengan iklim kemarau dan penghujan. Curah hujan rata-rata 2000 – 3000 mdl, jumlah bulan hujan rata-rata 6 bulan/tahun, dan suhu rata-rata 30 – 32° C.

b. Penduduk Desa Suka Jaya

Berdasarkan mata pilih untuk Pemilihan Anggota Legislatif 2014 mendatang, tercatat jumlah penduduk produktif Desa Suka Jaya sebanyak 4141 jiwa, dengan 1981 kepala keluarga. Adapun klasifikasi penduduk Desa Suka Jaya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:

1. Penduduk Desa Suka Jaya Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 3. Jumlah penduduk Desa Suka Jaya berdasarkan jenis kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) 1. Laki-laki 2220 Jiwa/Orang 53,6 2. Perempuan 1921 Jiwa/Orang 46,4 Jumlah Total 4141 Jiwa/Orang 100 (Sumber: Monografi Desa Suka Jaya Tahun 2013)

2. Penduduk Desa Suka Jaya Berdasarkan Etnis

Tabel 4. Jumlah penduduk Desa Suka Jaya berdasarkan etnis

No. Etnis Jumlah Persentase (%)

1. Lampung 2308 Jiwa/Orang 55,73 2. Sunda 481 Jiwa/Orang 11,61 3. Banten 870 Jiwa/Orang 21,00

4. Jawa 482 Jiwa/Orang 11,66

Jumlah Total 4141 Jiwa/Orang 100 (Sumber: Monografi Desa Suka Jaya Tahun 2013)

3. Penduduk Desa Paya Berdasarkan Agama/Kepercayaan

Tabel 5. Jumlah penduduk Desa Suka Jaya berdasarkan agama/kepercayan

No. Agama/Kepercayaan Jumlah Persentase (%) 1. Islam 4073 Jiwa/Orang 98,35 2. Kristen 68 Jiwa/Orang 1,65

Jumlah Total 4141 Jiwa/Orang 100 (Sumber: Monografi Desa Suka Jaya Tahun 2013)


(55)

44

4. Penduduk Desa Suka Jaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 6. Jumlah penduduk Desa Suka Jaya berdasarkan tingkat pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1. Tidak tamat sekolah 1721 Jiwa/Orang 41,56 2. Tamat SD 1051 Jiwa/Orang 25,38 3. Tamat SMP/SLTP 583 Jiwa/Orang 14,07 4. Tamat SMA/SLTA 670 Jiwa/Orang 16,17 5. Tamat Sarjana 116 Jiwa/Orang 2,82

Jumlah Total 4141 Jiwa/Orang 100 (Sumber: Monografi Desa Suka Jaya Tahun 2013)

c. Pemerintahan Desa Suka Jaya 1. Pembagian Wilayah Desa

Wilayah Pemerintahan Desa Suka Jaya terbagi menjadi 4 (empat) RW (Rukun Warga) dengan jumlah 34 (tiga puluh empat) RT (Rukun Tetangga). Pembagian wilayah Pemerintahan Desa Suka Jaya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Pembagian wilayah Pemerintahan Desa Suka Jaya

No. Nama Dusun Jumlah RT

1. Dusun I Suka Jaya Induk 9

2. Dusun II Sukabumi, Suka Mulya, Aryo Jipang 7 3. Dusun III Batu Menyan, Suka Jaya Laut,

Karang Kumbang, Mutun

8 4. Dusun IV Suka Jaya Darat, Wawai 10

Jumlah Total 34

(Sumber: Monografi Desa Suka Jaya Tahun 2013) 2. Sarana dan Prasarana Desa Suka Jaya

Tabel 8. Sarana dan prasarana yang dimiliki Desa Suka Jaya No. Sarana/Prasarana Desa Suka Jaya Jumlah

1 2 3

1. Balai Desa 1 Unit

2. Balai Karya 1 Unit

3. Masjid 7 Unit

4. Mushola 8 Unit


(56)

1 2 3

6. Puskesmas 4 Unit

7. Gedung Posyandu 1 Unit

8. Gedung SD Negeri 2 Unit

9. Gedung Madrasah Ibtidaiyah/MI 2 Unit 10. Gedung Madrasah Tsanawiyah/MTS 2 Unit

11. Gedung Paud/TK 2 Unit

12. Jalan Desa 7 Km

(Sumber: Monografi Desa Suka Jaya Tahun 2013) 3. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Suka Jaya

Desa Suka Jaya menganut sistem kelembagaan Pemerintahan Desa dengan pola minimal berdasarkan Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2005. Struktur organisasi Pemerintahan Desa Suka Jaya tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:


(57)

STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA SUKA JAYA KEC. PADANG CERMIN KAB. PESAWARAN

PROV. LAMPUNG 2010-2015

Gambar 2. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Suka Jaya KEPALA DESA

Dra. MASNAWATI

K.

PEMBANGUNAN K. KESRA

HELDI K. KEUANGAN

K. UMUM LINDA WATI

K.

PEMERINTAHAN SEKRETARIS

DESA

KADUS V Drs. SAFRONI KADUS III

WAHID DAENG KADUS II

SYAMSURI KADUS I

M. ZAINI

BPD


(58)

3. Profil Kepala Desa Suka Jaya

Masnawati merupakan Kepala Desa Suka Jaya, yang juga seorang Ibu rumah tangga. Masnawati lahir di Suka Jaya Lempasing, pada tanggal 20 Mei 1954. Beliau merupakan warga asli Desa Suka Jaya dan bersama anggota keluarganya menetap di Perumahan Suka Jaya Darat. Masnawati mencalonkan diri, dan kemudian menjadi Kepala Desa Suka Jaya pada Tahun 2010.

Masa kepemimpinan Masnawati kini sedang berlangsung dan akan berakhir pada Tahun 2015 mendatang. Masnawati terpilih menjadi Kepala Desa Suka Jaya karena kemenangan suara yang diperolehnya pada pemilihan Kepala Desa Tahun 2010 silam. Warga mempercayai Beliau untuk memimpin karena pengalamannya menjadi pejabat publik di tahun sebelumnya, yaitu sebagai Anggota Legislatif untuk Daerah Pesawaran Periode 2003-2008.

Masnawati merupakan Kepala Desa Perempuan kedua di Desa Suka Jaya. Pada Tahun 1999-2005, Desa Suka Jaya juga pernah dipimpin oleh Kepala Desa Perempuan, yaitu Mulyani. Kepemimpinan Masnawati diharapkan dapat membawa perubahan bagi pemerintahan Desa Suka Jaya yang pada tahun-tahun sebelumnya mengalami kegagalan, sehingga banyak mengalami masa transisi dan pergantian Kepala Desa yang tidak sesuai dengan masa jabatan seharusnya.


(59)

48

B. Desa Paya

1. Sejarah Kepemimpinan Desa Paya

Desa Paya merupakan tanah marga yang dimiliki Tuha Adat Desa Tambangan yang bernama H. Mat Nor dan H. Masarip. Pesatnya pertumbuhan penduduk di Desa Paya pada saat itu, ditandai dengan banyaknya warga yang membangun rumah tinggal pada Tahun 1928, Tuha Adat Desa Tambangan melakukan pertemuan dengan Tuha Adat Desa Paya, Hasan dengan gelar Tuha Marga, untuk memberikan tanah tersebut ke masyarakat Paya agar dijadikan sebuah desa, dan diberi nama Desa Paya dengan status hukum desa definitif.

Tahun 1948, sebagian masyarakat Desa Paya membuka lahan pertanian dan perkebunan di tanah bekas perkebunan Belanda di Damar Perli. Lahan tersebut disahkan pemerintah menjadi hak milik Desa Paya dan menjadikan Darma Perli menjadi salah satu dusun di wilayah Pemerintahan Desa Paya yang diberi nama Dusun Sinar Jaya. Hal ini yang melatar belakangi Pemerintahan Desa Paya memiliki wilayah yang terpisah, yaitu berbatas dengan wilayah Pemerintahan Desa Way Urang.

Pada Tahun 1952, Abdul Rohman, Abdul Salam, Ismail, dan beberapa masyarakat dari Desa Way Urang membuka hutan belantara untuk dijadikan lahan pertanian di sekitar wilayah Dusun Sinar Jaya yang diberi nama Way Beranteh. Way Beranteh berkembang pesat sehingga dijadikan sebuah dusun dan diberi nama Dusun Damar


(1)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1. Kepala Desa Suka Jaya menerapkan gaya kepemimpinan transformasional

dan situasional. Gaya kepemimpinan transformasional terlihat pada pelaksanaan fungsi instruksi, konsultasi, partisipasi, dan fungsi pengendalian. Sedangkan gaya situasional hanya pada pelaksanaan fungsi delegasi. Meskipun terdapat pernyataan yang menyatakan bahwa Kepala Desa Suka Jaya juga memiliki karakter yang visioner, berorientasi pada pekerjaan, serta teguh terhadap visi dan misi untuk memaksimalkan pelayanan masyarakat. Dari kedua gaya kepemimpinan yang digunakan tersebut Kepala Desa Suka Jaya lebih dominan menerapkan gaya kepemimpinan transformasional, yaitu dengan mengedepankan pemberian motivasi kepada bawahan. Disayangkan, motivasi tersebut hanya berupa dukungan semangat kerja terhadap pegawai.

2. Kepala Desa Paya menerapkan gaya kepemimpinan transformasional dan situasional. Gaya transformasional terlihat pada pelaksanaan fungsi konsultasi dan fungsi pengendalian. Sedangkan gaya situasional Kepala Desa


(2)

85

Paya terletak pada pelaksanaan fungsi instruksi, partisipasi, dan fungsi delegasi. Meskipun adanya ketegasan dalam memberikan tugas kepada pegawai, Kepala Desa Paya memiliki karakter yang emosional atau lebih mengedepankan perasaan. Dari kedua gaya kepemimpinan yang digunakan tersebut Kepala Desa Paya lebih dominan menerapkan gaya kepemimpinan situasional.

3. Pelaksanaan fungsi kepemimpinan oleh kedua Kepala Desa tersebut, telah membenarkan pernyataan Anita Roddick, yaitu bahwa perempuan dalam memimpin tidak menghiraukan adanya jenjang hierarki, tetapi menganggap staf/rekan kerja sebagai “teman” yang dihargai.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang

baik, dan cocok diterapkan untuk sistem pemerintahan manapun, termasuk dalam pemerintahan desa. Tetapi gaya kepemimpinan yang visioner, berorientasi pada pekerjaan, mengedepankan visi misi dan memiliki target ke depan juga sangat baik untuk diterapkan. Begitu pula dengan gaya kepemimpinan transaksional, memberikan reward kepada pegawai dapat memberikan semangat kerja tersendiri, dan pada gaya kepemimpinan situasional, dengan cara mengidentifikasi situasi tertentu, mampu menuntut


(3)

86

pemimpin untuk sigap dalam menentukan langkah/sikap yang akan diambil dalam situasi apapun. Akan lebih baik lagi apabila seorang pemimpin dapat mengkombinasi beberapa gaya kepemimpinan tersebut dengan menyesuaikan keadaan masyarakat dan desa.

2. Meskipun asumsi bahwa perempuan dalam memimpin tidak menghiraukan adanya jenjang hierarki, tetapi menganggap staf/rekan kerja sebagai “teman” yang dihargai terkesan sangat baik, tidak ada salahnya apabila seorang pemimpin perempuan berlaku tegas kepada staf/rekan kerja/bawahan. Terlepas dari Ia seorang pemimpin laki-laki/perempuan, sikap tegas akan membuat bawahan disiplin akan tugas dan sistem kepemimpinan berjalan dengan baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan (Ed.). 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Fakih, Mansour. 2003. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Helgesen, Sally. 1990. The Female Advantege: Woman’s ways of Leadership. Googbooks. Diakses pada tanggal 28 Maret 2013.

Hubeis, AidaVitayala. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor. PT Penerbit IPB Press.

Kartono, Kartini. 2004. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Meolong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia.

Afiffuddin dan Saebani, Beni Ahmad. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. CV. Pustaka Setia.

Putnam Tong, Rosemarie. 2004. Feminist Though. Yogyakarta. Jalasutra.

Rivai dan Mulyadi. 2010. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Edisi Ketiga. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Sanusi, Achmad. 2009. Kepemimpinan Seakarang dan Masa Depan. Bandung. Prospect.

Sedarmayanti. 2010. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan. Bandung. PT Refika Aditama.


(5)

Subono, Nur Iman. 2009. Tokoh Politik Perempuan di Asia: Dinasti Politik atau Representasi Politik Perempuan – Dalam Jurnal Perempuan Ed. 63. Jakarta. Yayasan Jurnal Perempuan.

Sudriamunawar, Haryono. 2006. Kepemimpinan, Peran Serta, dan Produktivitas. Bandung. CV. Mandar Maju.

Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Rosdakarya.

Syafi’ie, Inu Kencana. 2003. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung. PT Refika Aditama.

Thoha, Miftah. 2012. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Referensi Sumber Lain:

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000, Tentang PUG (Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan).

Kompas – Perempuan Aceh Award 2012. Diakses pada tanggal 29 April 2013. Liputan 6 – Kades wanita pembawa perubahan di Aceh. Diunduh Pada Tanggal

29 April 2013.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Tentang Pemerintahan Desa. Purnama, Widhy. Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi.

Diunduh Pada Tanggal 22 Mei 2013.

http://ratuatun.blogspot.com/2011/05/30/kepemimpinan-perempuan-dalam-perspektif-birokrasi

Suryandari, Kris Ari. Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Perempuan Dalam Penyelenggaraan Community Development Di Desa Sungai Langka Kec. Gedong Tataan Kab. Pesawaran.

Tokohindonesia.com – Profil Nurul Arifin. Diunduh Pada Tanggal 29 April 2013. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28, Tentang Hak Perempuan dalam Bidang

Politik.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984, Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan di Lembaga Tinggi Negara. Di hukumonline.com Diunduh Pada Tanggal 29 November 2012.


(6)

Undang-Undang Nomor 11 Pasal 3 dan Nomor 12 Pasal 3 Tahun 2005, Tentang Kesetaraan Hak.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, Tentang Hak Azasi Manusia (HAM).