Aku tidak tahu harus bicara apa tentang

Aku tidak tahu harus bicara apa tentang Pak Presiden. Tidak tahu harus menilainya
bagaimana. Yang ku lihat saat ini semuanya abu-abu. Hitam putih bercampur jadi satu,
seperti benar salah yang masih ambigu. Benar bisa dipersalahkan. Salah bisa seolah-olah
benar.
Banyak mahasiswa yang bersorak menuntut keadilan, meminta pertanggungjawaban atas
nama rakyat yang didegung-degungkan. Aku pernah menjadi bagian dari mahasiswa itu.
Berkumpul sesama mahasiswa dari universitas lain seluruh Indonesia. Lalu kami
menyuarakan aspirasi kami, berjalan jarak jauh tanpa rusuh, hingga kami sampai di istana
orang nomer satu di negeri ini. Disana kami berdiri di bawah terik matahari, dijaga ratusan
polisi yang mungkin jumlahnya lebih banyak dari kami. Sungguh kami tidak ingin anarki,
kami hanya ingin Pak Presiden bisa menemui kami dan 'mendengarkan' kami. Tapi sia-sia,
kami hanya bicara pada gedung putih gagah perkasa dan disoraki pengguna jalan yang
sebenarnya kami bela.
Lain lagi cerita kakekku. Beliau telah hidup sejak zaman penjajahan dulu. Beliau pernah
ikut angkat senjata demi membela tanah air tercinta. Perjuangan itu terbayar ketika
Soekarno Hatta memproklamirkan kata Merdeka. Beliau bercerita betapa menjadi seorang
Presiden itu tidak mudah. Sebelum memutuskan suatu kebijakan, banyak jiwa yang jadi
pertimbangan. Jiwa-jiwa rakyatnya yang mendamba hidup aman dan sejahtera. Sekali lagi,
menjadi Presiden itu tidak mudah. Tidak seperti bayangan manusia awam yang melihat
pemimpin sebagai pemegang kuasa dan penikmat gaji luar biasa. Lebih dari itu, yang
sering kita lupa bahwa presiden juga manusia.

Kalau aku jadi presiden? Aku tidak pernah membayangkan jadi presiden dan tidak pernah
bercita-cita menjadi presiden. Bentuk cinta kepada negara tak melulu berada dalam satu
barisan pemerintahan. Tak melulu menjadi dewan. Tak melulu berseragam badan legislatif,
yudikatif, atau eksekutif. Aku bisa menjadi diriku paling baik, menjalani profesiku dengan
bahagia, membantu sesama karena memang tugas seorang manusia.
Tapi jika seandainya aku jadi presiden? Baiklah jika seandainya aku jadi presiden, aku akan
memperbaiki sistem pendidikan, terutama pendidikan agama. Sebuah pendidikan dasar
yang wajib ditanamkan dalam diri setiap manusia hingga batas usia. Meletakkan nama
Tuhan di atas segala, meletakkan nama Tuhan di tempat paling atas dari setiap
prioritasnya. Meletakkan nama Tuhan dalam hati dan jiwanya. Bukankah kemerdekaan
negara ini atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa? Dan itu tercantum dalam pembukaan
UUD 1945.

Negara Indonesia adalah negara yang bersifat republik. Pemilihan kepala negarapun sekarang 
dengan menggunakan suara seluruh rakyat. Sekarang selain seorang bekas jendral, seorang 
menteri ataupun seorang pejabat, rakyat biasa yang berkompeten juga bisa menjadi pemimpin 
negara ini. Hal ini dapat dilakukan karena adanya calon presiden secara independen. Karena 
adanya hal inilah maka ada kemungkinan jika saya menjadi seorang presiden. Mengajukan diri ke 
DPR dan dipilih oleh rakyat.


Banyak orang Indonesia yang sekarang mulai mendaftarkan dirinya untuk menjadi presiden. 
Kemudahan seperti ini tentunya akan dimanfaatkan banyak orang untuk merauk keuntungan dan 
meningkatkan ketenaran, termaksud kaskuser seperti saya... hehehehe
Berdasarkan hal di atas yang baru saja diungkapkan, aku ingin menjadi seorang “Presiden”. sy 
merasa miris jika membayangkan hal­hal tersebut akan terjadi di Indonesia. sy di sini masih memiliki
hati nurani dan benar­benar ingin mengubah bangsa ini. “Saya ingin menjadi presiden yang baik 
dan terbaik.”, angan­angan seorang masyarakat biasa yang ingin menjadi seorang presiden. 
Pendaftaran sebagai calon presiden yang independen mungkin akan dipilih daripada membentuk 
suatu partai baru yang seyogyanya hanya akan menambah beban negara ini.
Dan jika saya bisa menjadi seorang presiden di masa depan, maka akan banyak hal yang saya 
ubah untuk membangun bangsa ini. Bangsa ini butuh sesuatu yang baru. Sesuatu yang berbeda 
dan segar. Karena jika kita memilih sesuatu yang berbeda pasti akan menjadikannya solusi yang 
interaktif dan dapat terintegrasi pada rakyat. Mengubah bangsa inipun tidaklah mudah karena 
banyaknya keragaman yang ada.
"Berikan aku sepuluh pemuda, maka akankuguncangkan dunia." Itu adalah satu kalimat
yang terus terngiang di telingaku. Bahkan tak jarang pada pelajaran kewarganegaraan
membahas tentang kalimat yang diucapan oleh Bung Karno tersebut.
Memang tidak dapat dipungkiri, satu penggerak roda kemajuan sebuah bangsa itu ada
pada tangan para pemudanya. Para pendahulu, pahlawan-pahlawan kita telah
memperjuangkan segalanya demi mempertahankan generasi penerus yang telah

diidam-idamkan untuk menjadi satu tiang pengokoh bangsa. Namu kenyataan yang
terlihat sekarang justru berbanding terbalik.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pemuda Indonesia nampaknya mulai jenuh dengan
keadaan yang ada di sekelilingnya. Kejenuhan tersebutlah yang menjadi pemicu
timbuhlnya tindakan-tindakan tak bermoral yang awalnya hanya mereka anggap
sebagai kegiatan untuk mengurangi rasa bosa yang melanda.
Kasus seperti narkoba, mabuk-mabukan bahkan hingga kriminalitas, bukan karena
mereka tak mengerti dampat negatif dari apa yang mereka lakukan, tetapi karena
mereka merasa bahwa mungkin mencoba hal tersebut akan memberi kepuasan batin
tersendiri. Nyatanya itu adalah sebuah kesalahan besar.
Kadang kita perlu belajar dari masa lalu, walau pada prinsipnya jangan terlalu terpaut
pada masa lalu dan enggan melangkah ke depan. Pribadi yang bijak akan bisa menilai
tentang mana-mana yang harus dan perlu dilakukan, serta tahu mana hal yang perlu

dihindari. Tapi nampaknya apa yang seharusnya dihindari justru memberi ketertarikan
sendiri pada mereka. Karena memang sikap seorang pemuda (remaja) cukup labil
dalam menyikapi suatu keadaan. Dan di sinilah, saatnya seorang pemuda mempelopori
kebangkitan kaumnya.
Andai aku menjadi presiden. Begitu judulnya, tapi sebelum memimpin negeri luas ini,
aku akan mencoba untuk memimpin diri sendiri. Andaikan setiap orang di negeri ini

memiliki keinginan yang sama, yaitu untuk memimpin diri mereka menjadi pribadi
dengan nasionalisme tinggi, pastilah identitas diri bangsa ini tidak akan tergilas oleh
maraknya kebudayaan asing yang beberapa waktu ini mulai masuk ke sela-sela
pendirian bangsa yang merapuh.
Memipin diri sendiri, mempersiapkan segalanya untuk mengambil satu langkah ke
depan yang akan membawa perubahan besar. Perubahan besar tak selalu dimulai
dengan langkah yang besar, karena langkah sekecil apa pun saat kita bersungguhsungguh maka perubahan besar yang positif itu pun akan terjadi.
Setelah belajar memimpin diri sendiri, saat tiba masa ada panggilan untuk memimpin
Negeri ini, maka hal pertama yang akan dilakukan adalah dengan membuka mata dan
telinga para masyarakat, khususnya kalangan muda agar mereka melihat, mendengar
dan menjadi tahu bahwa Bangsa ini patut untuk kita banggakan.
Ketika rasa bangga pada Negeri ini timbul, maka bersamaan dengan itu akan timbul
rasa nasionalisme serta keinginan besar untuk terus menjaga apa yang telah melekat
pada diri kita, Bangsa Indonesia. Keragaman bahasa, adat dan kesenian tentu akan
membawa keunikan tersendiri. Sebenarnya dapat dilihat bahwa bangsa lain begitu
tertarik dengan keaneka ragaman kebudayaan Indonesia. Sebagai contoh saja gamelan.
Bahkan di daratan Eropa dan Amerika telah berdiri sanggar-sanggar karawitan yang
tentu hadir karena begitu banyak peminat terhadap kesenian tersebut. Lantas kenapa
bangsa ini seolah menelantarkannya?
Dapat terlihat dari banyaknya kasus pengatasnamaan kebudayaan Indonesia oleh

bangsa asing. Setelah itu terjadi, barulah masyarakat ini berbondong-bondong untuk
menarik kembali kebudayaan yang hampir ‘dicuri’ tersebut. Namun setelahnya mereka
lalai kembali dan kejadian serupa pun terulang kembali.
Hal seperti itu bila dibiarkan akan semakin meradang dan menjadi kebiasaan yang
kurang

baik.

Kenapa

tak

mulai

menjaga

sebelum

punah?


Kenapa

tak

mulai

membudidayakan sebelum hilang? Itu adalah satu pandangan yang memberi pemikiran
tersendiri bagiku.
ANDAI AKU JADI PRESIDEN, AKAN AKU CIPTAKAN MASYARAKAT YANG MENCINTAI
BANGSANYA. Bagaimana caranya? Seperti yang telah dijelaskan di atas. Tentu dengan
membantu mereka membuka mata, membantu mereka membuka telinga agar mereka
tahu bahwa BANGSA INI PATUT UNTUK DIBANGGAKAN.
Satu agenda yang benar-benar diharapkan untuk terlaksana saat AKU MENJADI
PRESIDEN adalah dengan mengadakan HARI KESENIAN SE-INDONESIA. Satu program
kerja dimana semua masyarakat dari semua kalangan berhenti sejenak dari aktivitas
kesehariannya untuk melihat pagelaran kesenian di daerah masing-masing. Dengan
diadakan secara rutin, memungkinkan hal tersebut bisa menumbuhkan rasa ‘ingin’
untuk bisa melihat kembali kesenian daerah tersebut.
Menumbuhkan seniman-seniman berbakat di masa depan. Kalau boleh saya berbicara
tentang ‘seandainya’, maka seandainya saya bisa, SAYA INGIN MENJADI PRESIDEN YANG

MEMILIKI JIWA SENI UNTUK IKUT MEMBUDIDAYAKAN KESENIAN BANGSA INI. Bukan
sekedar pemimpin yang berkata ‘mari cintai kesenian Indonesia’, karena sebenarnya
aksi itu lebih baik daripada opini.