Identifikasi Sifat Dispersif Pada Model

IDENTIFIKASI SIFAT DISPERSIF PADA MODEL BENDA UJI
TANAH ASLI DENGAN UJI PINHOLE
Lalu Bayu Adityawarman1, Andre Primantyo Hendrawan 2, Runi Asmaranto 2,
Anggara WWS 2, Suwanto Marsudi 2, Heri Suprijanto 2
1
Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya
2
Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
e-mail:bayu.adityawarman@hotmail.com

ABSTRAK
Tanah dispersif adalah tanah jenis tertentu dimana fraksi lempung akan tererosi akibat
adanya air dengan proses deflokulasi. Hal ini dapat terjadi bila gaya tolak antar partikelnya
melebihi gaya tariknya sehingga partikel lempung akan terburai dan tersebar menjadi suspensi.
Tanah dispersif tidak dapat teridentifikasi melalui uji konvensional seperti distribusi ukuran
butiran, batas-batas atterberg dan karakteristik kepadatan. Jadi, sangat penting untuk
mengidentifikasi tingkat dispersi tanah terutama bila kita membutuhkannya sebagai bahan
timbunan.
Empat uji laboratorium yang umum untuk identifikasi tanah dispersif meliputi uji crumb,
uji kimiawi, uji double hydrometer, dan uji pinhole. Pada penelitian ini, uji crumb dan uji pinhole
diterapkan pada benda uji tanah yang terbuat dari bubuk komersial (kaolinite dan bentonite) dan

dari lapangan (tanah asli). Benda uji akan dibuat dengan plastisitas, kepadatan, dan kadar air yang
bervariasi. Pada kondisi tertentu ini, maka setiap benda uji akan diuji dengan uji crumb dan pinhole
untuk menentukan derajat dispersivitasnya.
Dari hasil penelitian dapat ditunjukkan bahwa variasi kadar air tidak terlalu berpengaruh
terhadap dispersivitasnya, sedangkan plastisitas, kepadatan dan angka pori berpengaruh besar
terhadap dispersivitasnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tanah asli yang tidak
dipadatkan, sifat fisik dan mekanik sangat berpengaruh terhadap karakteristik dispersivitasnya.
Kata kunci : Tanah Dispersif, Model Benda Uji Tanah Asli, Uji Pinhole, Uji Crumb.
.
ABSTRACT
Dispersive soil are a particular type of soil in which the clay fraction erodes in presence of
water by the deflocculating process. This occurs when the inter -particle forces of repulsion exceed
those attractions so the clay particles are detached and spread into suspension. Dispersive soils
cannot be identified by conventional index tests such as particle size distribution, the Atterberg
limits and compaction characteristics. So, it is important to identify these soils especially when we
need for embankment soils.
Four common laboratory test which can identify dispersive soils are the crumb test,
chemistry test, double hydrometer and the pinhole test. In this study, crumb test and pinhole test
were carried out on samples made from commercial powder (kaolinite and bentonite) and collected
from the field (natural clays). The samples will be made under some variations of plasticity, density

and water content. Under these specific conditions, the crumb test and pinhole test will be applied
to identify the dispersivity characteristic of these samples.
From the result it is shown that dispersivity was not affected by water content, however,
plasticity, density and void ratio influenced their dispersivity. So, it is concluded that physical and
mechanical properties of non compacted clays has a great influence to their dispersivity
characteristic.
Keywords: Dispersive Soil, Model of The Nature Soil Specimen, Pinhole Test, Crumb Test.

1

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Wilayah Indonesia berada di tepi
lempeng benua Eurasia yang bertubrukan
dengan lempeng benua Australia dan
lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan
Indonesia memiliki banyak gunung
berapi aktif, kondisi geologi tergolong
relatif muda dan rawan bencana gempa
tektonik maupun vulkanik. Sebagian

besar sungai dan sumber-sumber air di
wilayah Indonesia mengalir di atas
lapisan alluvial. Tingkat erosi lahan dan
laju angkutan sedimen tinggi. Hal ini
menghasilkan banyak wilayah Indonesia
yang mempunyai kondisi geoteknik
berupa lapisan pasir yang tebal, daerah
endapan sedimen dengan daya dukung
yang sangat rendah (lapisan tanah lunak),
lapisan tanah ekspansif dan juga lapisan
tanah dispersif.
Tanah lempung dispersif mudah
tererosi baik di permukaan maupun di
dalam timbunan tanah walaupun indeks
plastisitas tinggi dan dapat dilewati oleh
aliran air dengan kecepatan rendah.
Identifikasi lapangan biasanya dapat
terlihat berupa banyaknya rongga-rongga
dan alur-alur yang dalam akibat erosi.
Mengingat tingkat dispersivitas tanah

lempung, khususnya yang terdapat pada
lereng-lereng alami sungai yang rentan
terhadap erosi, yang dalam skala besar
dapat berbahaya dan menyebabkan
kerusakan struktur alami tanah. Oleh
karena itu, untuk mengidentifikasi
masalah tersebut
dilakukan studi
identifikasi sifat dispersif pada model
benda uji tanah asli dengan uji pinhole.
1.2. Identifikasi masalah
Tanah yang memiliki sifat dispersif
sangat rentan menyebabkan beberapa
masalah pada lereng-lereng alami,
khususnya lereng-lereng alami di sekitar
sungai yang intensitas terjadinya kontak
antara tanah dengan air sangat tinggi.
Sungai sebagai wadah dan penyalur air,
terutama ruas yang berada di daerah yang
bertanah lunak, selalu memberikan


respon terhadap kegiatan manusia
maupun proses alami dalam bentuk
perubahan morfologi sungai. Perubahan
morfologi sungai ini terjadi dalam suatu
rangkaian proses untuk menuju ke
keseimbangan yang baru. Rangkaian
proses alami ini sering mengakibatkan
keadaan yang merugikan, sehingga
memerlukan penanggulangan yang serius.
Oleh karena itulah, perlu dilakukan
penelitian
lebih
lanjut
dalam
penanggulangan masalah tanah lempung
dispersif pada lereng-lereng alami,
khususnya yang berkaitan dengan
pengaruh kepadatan dan kadar air.
Dengan demikian, karakteristik material

tanah tanah teridentifikasi dengan lebih
baik dan kemungkinan masalah yang
akan timbul di kemudian hari dapat
diatasi.
1.3. Tujuan dan manfaat
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh kepadatan dan
kadar air terhadap dispersivitas tanah.
Manfaat dari studi ini adalah
memberikan wawasan baru dalam bidang
geoteknik, khususnya tanah lempung
dispersif, serta memperkenalkan alat
pinhole kepada seluruh mahasiswa
Fakultas Teknik khususnya Jurusan
Teknik Pengairan.
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Definisi Tanah Dispersif
Tanah yang bersifat dispersif adalah
tanah yang sangat mudah tererosi bahkan
pada kondisi air yang diam, dan tidak

seperti tanah pada umumnya yang akan
tererosi oleh air yang mengalir dengan
kecepatan tertentu. Hal ini terjadi karena
air pori tanah dispersif mengandung
larutan sodium dalam kadar yang tinggi.
Dengan tingginya larutan sodium di
dalam air porinya, maka mineral lempung
di dalamnya akan diselimuti oleh lapisan
air dua kali lebih tebal dibandingkan
dengan lempung pada umumnya. Kondisi
ini menyebabkan terjadinya tegangan
tolak antar partikel lempung sehingga

2

apabila terendam air maka pertikel
lempung tersebut akan lepas dan larut di
dalam air (Djarwadi, 2007 : 11). Tanah
lempung dispersif mudah tererosi baik di
permukaan maupun di dalam timbunan

tanah walaupun indeks plastisitas tinggi
dan dapat dilewati oleh aliran air dengan
kecepatan rendah. Identifikasi lapangan
biasanya dapat terlihat berupa banyaknya
rongga-rongga dan alur-alur yang dalam
akibat erosi.
2.2. Identifikasi Tanah Dispersif di
Laboratorium
Knodel (1991) menyatakan bahwa sifat
dispersive suatu tanah dapat diketahui
dengan 5 jenis uji yaitu:
1. Uji pinhole (pinhole test) dengan cara
pelaksanaan seperti dalam standard
ASTM D 4647-93 atau USBR 541089
2. Uji crumb (crumb test) dengan cara
pelaksanaan seperti dalam standard
ASTM D 6572-00 atau USBR 540089
3. Uji
dobel
hidrometer

(double
hydrometer
test)
dengan
cara
pelaksanaan seperti dalam standard
ASTM D 4221-99 atau USBR 540589.
4. Uji kimiawi (chemical test) dengan
cara pelaksanaan seperti dalam
Handbook 60 dari USDA (Richard,
1954).
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Studi
Lokasi penelitian dilakukan di dua
laboratorium yaitu Laboratorium Tanah
Dan Air Tanah Jurusan Teknik Pengairan
(untuk pengujian dispersivitas tanah ) dan
Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya (untuk pengujian batas-batas

atterberg, specific gravity, analisis
saringan, dan hydrometer ).

3.2. Pemodelan Benda Uji Tanah.
Pada pemodelan benda uji tanah ini,
dibuat 4 ( empat ) buah sampel dengan
variasi atau komposisi antara tanah
lempung kaolinite dan bentonite serta
tanah asli sebagai berikut :
1. Tanah A ( 70 % K + 30 % B ),
artinya komposisi sampel dengan
jumlah tanah kaolinite sebanyak 70
% dan bentonite sebanyak 30 %.
2. Tanah B ( 50 % K + 50 % B ),
artinya komposisi sampel dengan
jumlah tanah kaolinite sebanyak 50
% dan bentonite sebanyak 50 %.
3. Tanah C ( 30 % K + 70 % B ),
artinya komposisi sampel dengan
jumlah tanah kaolinite sebanyak 30

% dan bentonite sebanyak 70 %.
4. Tanah Asli (disturbed), Desa
Pagedangan, Kecamatan Turen,
Kabupaten Malang.
Adapun tujuan dari variasi tersebut
adalah untuk memodelkan plastisitas
tanah asli yang mewakili kondisi tanah
pada lereng-lereng alami sungai maupun
tebing-tebing alam yang akan diuji
dispersivitasnya.
3.3. Pengujian Karakteristik Tanah
3.3.1. Uji Batas-Batas Atterberg
Pengujian batas-batas atterberg
dilakukan sesuai dengan prosedur
ASTM D4318-10.
3.3.1.1. Pengujian Plastic Limit (PL)
Tujuan dari pengujian ini untuk
menentukan kadar air suatu tanah pada
keadaan batas plastis. Batas plastis
didefinisikan sebagai kadar air yang
dinyatakan dalam persen di mana tanah
apabila digulung sampai diameter 3 mm
menjadi retak-retak. Batas plastis
merupakan batas terendah dari tingkat
keplastisan
suatu
tanah.
Cara
pengujiannya sangat sederhana yaitu
dengan cara menggulung tanah berukuran
elipsoida dengan telapak tangan di atas
kaca datar.

3

3.3.1.2. Pengujian Liquid Limit
Tujuan dari pengujian ini untuk
menentukan kadar air suatu tanah pada
keadaan batas cair. Batas cair adalah
batas kadar air dimana suatu tanah
berubah dari keadaan cair menjadi
keadaan plastis. Kadar air dinyatakan
dalam persen. Kadar air di mana transisi
dari keadaan plastis ke keadaan cair
dinamakan batas cair.
3.3.2. Uji Specific Gravity
Pemeriksaan ini dimaksudkan
untuk menentukan berat jenis tanah yang
mempunyai butiran lewat saringan no. 4
dengan picnometer. Pengujian ini
didasarkan pada perhitungan berat
jenis tanah, dimana berat jenis tanah
adalah perbandingan antara berat butir
tanah dan berat air suling dengan isi
yang sama pada suhu tertentu.
Pengujian dilakukan sesuai ASTM
D854-10.
3.3.3. Uji Hidrometer
Pengujian ini dimaksudkan untuk
mengetahui pembagian butir (gradasi)
agregat halus dan agregat kasar dengan
menggunakan
metode
hidrometer.
Analisa Hidrometer didasarkan pada
prinsip sedimentasi (pengendapan) butirbutir tanah dalam air. Bila suatu contoh
tanah dilarutkan dalam air, partikelpartikel tanah akan mengendap dengan
kecepatan yang berbeda-beda tergantung
pada bentuk, ukuran, dan beratnya.
Pengujian dilakukan sesuai ASTM
D422-63.
3.4. Pengujian Dispersivitas
3.4.1. Pemodelan Variasi Kepadatan
dan Kadar Air
Pada pemodelan kepadatan dan
kadar air ini, dilakukan 2 variasi
kepadatan dengan 2 variasi kadar air pada
masing-masing sampel seperti pada
gambar 3.1. berikut :

Pemodelan
Variasi Kepadatan dan Kadar air

Kepadatan
γt = 2,0 gr/cm3

Kepadatan
γt = 1,5 gr/cm3

Kadar air
30%

Kadar air
50%

Kadar air
30%

Kadar air
50%

Gambar 3.1. Diagram pemodelan variasi
kepadatan dan kadar air
Tujuan dari variasi ini adalah
untuk melihat pengaruh kepadatan serta
kadar air tanah terhadap tingkat
dispersivitas sampel benda uji. Sehingga
nantinya untuk tiap-tiap jenis tanah akan
ada 16 sampel benda uji yang memiliki
kepadatan dan kadar air yang berbeda
pula. Hal ini diharapkan mampu
mewakili kondisi tanah asli di lapangan
yang juga memiliki kepadatan dan kadar
air yang beragam.
3.4.2. Uji Pinhole
Tujuan dari pengujian ini
adalah untuk menegetahui tingkat
dispersivitas suatu tanah.
Prinsip Percobaan

Pelaksanaan pengujian dengan
alat pinhole berdasarkan beda tinggi air
berturut-turut sebesar 50 mm, 180 mm,
380 mm, dan 1020 mm. Percobaan
dilakukan dari ketinggian yang paling
kecil hingga paling tinggi dan akan
diklasifikasikan
seperti
tabel
3.1
berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) 3405, 2011.
Prosedur Percobaan

a. Pengujian pada beda tinggi air 50 mm
Hal-hal yang harus diperhatikan dan
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Ukur jumlah air yang mengalir ke
dalam geas ukur dalam waktu tertentu.
2. Amati warna air dari dua arah, yaitu
dari samping dan dari atas gelas ukur
3. Jika tidak ada air yang keluar, buka
tutupnya dan tusuk sekai lagi atau
tutup lubang pertama dan buat lubang
kedua (walaupun hal ini jarang terjadi)
4. Perbedaan antara tanah dispersif dan
non dispersif diperoleh dari hasil

4

pengujian dengan beda tinggi air 50
mm.
5. Jika pengaliran air untuk beda tinggi
ini terlihat keruh dan tidak menjadi
lebih jernih setelah selang beberapa
waktu, benda uji tergolong lempung
dispersif. Petunjuk yang jelas terlihat
pada waktu benda uji tergerus adalah
keluarnya koloid (terbawanya butibutir tanah)
6. Pada umumnya lempung dispersif
tergerus dengan cepat bila beda tinggi
air kurang dari 50 mm dan disertai
keluarnya air dalam kondisi keruh.
7. Untuk tanah lempung dispersif,
banyaknya air dapat mencapai
maksimum dalam waktu 2 menit s.d 5
menit yaitu sekitar 1,0 ml/s s.d
1,4ml/s.
8. Untuk jenis tanah lempung dispersif,
lubang akan membesar > 2 kali
diameter jarum setelah pengaliran
selama 5 menit jenis ini tergolong
“sangat dispersif” (D1)
9. Pada umunya pengujian dilanjutkan
sampai 10 menit. Jika warna air yang
keluar menjadi jernih, pengujian
dianggap selesai. Jika pengaliran pada
beda tinggi air 50 mm, air yang keluar
sedikit keruh dan debit aliran tidak
melebihi 1,00 ml/s setelah 5 menit,
lanjutkan pengujian sampai 10 menit.
Setelah 10 menit, jika air masih keruh
hentikan pengujian dan ukur lubang
pinhole. Klasifikasi tanah adalah D2
jka debit aliran antara 1,0 ml/s s.d 1,4
ml/s dan ukuran lubang 1,5 kali
diameter semula.
10.Jika aliran air tetap dan air terus dalam
kondisi, hentikan pengujian.
11.Bila setelah 10 menit jumlah air antara
0,8 ml/s s.d 1,0 ml/s dan diameter
lubang kurang dari 1,5 kali diameter
semula,
jenis
ini
termasuk
“kemungkinan dispersif” (ND4)
12.Bila setelah 10 menit aliran air
melampaui 1ml/s dan diameter lubang
melewati 1,5 kali diameter semula,
jenis ini tergolong “dispersif” (D2)

13.Bila pengujian diberhentikan setelah
10 menit dan hasilnya adalah ND4 dan
D2, pengujian perlu diulangi dengan
benda uji baru untuk mengetahui sifatsifatnya pada beda tinggi air 180mm.
14.Jika aliran pada beda tinggi air 50 mm
dalam kondisi jernih atau hanya
sedikit sekali keruh dilihat dari
samping gelas ukur setelah 10 menit
dan debit aliran sebesar 0,4 ml/s s.d
0,8 ml/s, naikkan tinggi air menjadi
180 mm.
b. Pengujian pada beda tinggi air 180
mm
Hal-hal yang harus diperhatikan dan
dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Jika pada beda tinggi ini air keruh dan
pengujian dihentikan, tanah tersebut
tergolong “kemungkinan dispersif”
(ND3), debit aliran yang keluar,
biasanya sebesar 1,4 ml/s s.d 2,7 ml/s
dan diameter lubang menjadi sama
atau lebih besar dari 1,5 sampai 2 kali
diameter semula.
2. Jika aliran yang keluar jernih atau
hanya sedikit keruh dilihat dari
samping gelas ukur setelah 5 menit
dan debit aliran antara 0,4ml/s s.d 1,4
ml/s, naikkan beda tinggi air menjadi
380 mm dan lanjutkan pengujian
c. Pengujian pada beda tinggi air 380
mm
Hal-hal yang harus diperhatikan dan
dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Jika aliran air bertambah keruh atau
debit aliran bertambah menjadi 1,8
ml/s s.d 3,2 ml/s, hentikan pengujian,
dan tanah tergolong “kemungkinan
dispersif” (ND3)
2. Jika air yang keluar tetap jernih dilihat
dari atas gelas ukur setelah 5 menit
dan debit aliran menjadi 1,0 ml/s s.d
1,8 ml/s, naikkan beda tinggi air
menjadi 1020 mm.
d. Pengujian pada beda tinggi air 1020
mm
Hal-hal yang harus diperhatikan dan
dilakukan adalah sebagai berikut.
a) Bila setelah 5 menit aliran di bawah
beda tinggi 1020 mm sedikit keruh

5

dilihat dari atas gelas ukur atau debit
aliran melebihi 3,0 ml/s, tanah
termasuk klasifikasi non dispersif
(ND2).
b) Bila debit aliran sebesar 3,0 ml/s dan
ukuran lubang pada saat selesai
pengujian kurang dari lubang semula,
tanah tergolong non dispersif (ND1).
Diagram Alir Alir Cara Uji Sifat Dispersif Tanah Dengan Alat Pinhole
Mulai
uji pinhole

1. Uji pada H = 50 mm

Apakah air kelihatan
jernih sampai hampir
tidak keruh

2. Uji pada
H = 180 mm

uji selama 2-5 menit
Ya
Tidak

Tidak

Apakah
air menjadi jenih ?

Tidak

Apakah
q =( 1,4 - 2,7 ) ml/s ?

Lanjutkan uji sampai 2-5
menit
Ya
Tidak
Apakah air
menjadi jenih ?

Ya

Tidak
Apakah
q = ( 1,0 - 1,4 ) ml/s ?

Tidak

Ya

Apakah
q < 1,4 ml/s ?

Hentikan pengujian, bongkar peralatan
dan ukur diameter lubang

3. Uji pada
H = 380 mm

Klasifikasi tingkat dispersif :
jika d >1,5 mm termasuk kelas ND3

Gambar 3.2. Skema Alat Pinhole.
Sumber : SNI 3405, 2011
Tabel 3.1. Kriteria Untuk Evaluasi Hasil
Pengujian Pinhole

Lanjutkan uji
sampai 10 menit
uji selama 2-5 menit
Tidak

Hentikan pengujian, bongkar
peralatan dan ukur diameter
lubang

Apakah air jenih
selama 5 menit ?

Tidak

Apakah air
agak keruh atau
q = (1,8- 3,6 ) ml/s ?

`

Ya
Klasifikasi tingkat dispersif :
a) jika d > 2,0 mm termasuk kelas D1
b) jika d > 1,5 mm termasuk kelas D2
c) jika d < 1,5 mm termasuk kelas ND4

Ya

Tidak

Hentikan pengujian, bongkar
peralatan dan ukur diameter
lubang

Apakah
q < 1,8 ml/s ?

Klasifikasi tingkat dispersivitas :
Termasuk ND2

4. Uji pada
H = 1020 mm

Klasifikasi tingkat dispersif :
jika d >1,5 mm termasuk kelas
ND3

uji selama 2-5 menit
Hentikan pengujian,
bongkar dan ukur d
Ya

Tidak
Apakah air
agak keruh atau q >3,0
ml/s

Tidak

Ya
Apakah air
jenih ?

Apakah
q > 3,0 ml/s ?
Ya

Klasifikasi tingkat dispersivitas :
Jika d =1,maka ND1

Hentikan pengujian, bongkar dan
ukur diameter lubang

Gambar 3.1. Bagan alir cara uji sifat
dispersif tanah dengan alat pinhole
Sumber : SNI 3405, 2011

3.4.3. Uji Crumb
Prinsip Percobaan
Uji ini bersifat kwalitatif dengan
membandingkan pola keruntuhan benda
uji pada interval waktu tertentu dengan
pola standar keruntuhan.
Prosedur Percobaan
Pada pengujian dispersivitas tanah
dengan Crumb test langkah-langkah yang
dilakukan adalah cukup sederhana yakni
benda uji dimasukkan kedalam bejana
berisi air destilasi sebanyak 250 ml, dan
ditunggu perubahan yang terjadi karena
reaksi dengan air.

6

Tingkat dispersivitas tanah dalam
uji crumb digolongkan dalam 4 tingkat
yaitu:
a. Grade 1, Benda uji luruh atau hancur,
tetapi tidak menyebabkan air keruh.
b. Grade 2, Benda uji luruh atau hancur,
dan menimbulkan air sedikit keruh
disekitar benda uji.
c. Grade 3, Benda uji luruh atau hancur,
dan menimbulkan air keruh sampai
dengan radius 10 mm disekitar benda
uji.
d. Grade 4, Benda uji luruh atau hancur,
dan menimbulkan air keruh pada
seluruh dasar bejana.

Tabel 4.1. Hasil Uji Batas-Batas
Atterberg Tanah

Dari tabel diatas, dapat kita lihat
bahwa semakin meningkatnya kadar
bentonite pada sampel benda uji
berpengaruh terhadap meningkatnya pula
nilai batas-batas atterberg pada tanah,
yang berarti bahwa tanah bentonite itu
sendiri adalah jenis tanah lempung yang
memiliki indeks plastisitas lebih tinggi
jika dibandingkan dengan tanah kaolinite.
4.1.2. Uji Specific Gravity
Pengujian Specific Gravity (Gs)
dilakukan di Laboratorium Tanah Dan
Air Tanah Jurusan Teknik Pengairan
Universitas Brawijaya dengan hasil yang
dirangkum pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.2. Hasil Uji Specific Gravity

Gambar 3.3. Tingkat dispersivitas pada
uji crumb.
Sumber : Acciardi, 1985
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Uji Karakteristik Tanah
4.1.1. Uji Batas-batas Atterberg
Pengujian batas-batas atterberg
dilakukan di Laboratorium Mekanika
Tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya dengan
hasil yang dirangkum pada tabel di
bawah ini :

Dari tabel diatas, dapat kita lihat
bahwa semakin meningkatnya kadar
bentonite pada sampel benda uji
berpengaruh terhadap meningkatnya pula
nilai specific gravity (Gs) pada tanah,
yang berarti bahwa tanah bentonite itu
sendiri adalah jenis tanah lempung yang
memiliki specific gravity (Gs) lebih
tinggi jika dibandingkan dengan tanah
kaolinite.

7

4.1.3. Uji Analisa Saringan dan
Hidrometer
Pengujian Analisa Saringan dan
Hidrometer dilakukan di Laboratorium
Tanah Dan Air Tanah Jurusan Teknik
Pengairan Universitas Brawijaya dengan
hasil yang dirangkum pada tabel berikut
ini :
Tabel 4.3. Hasil Uji Analisa Saringan dan
Hidrometer

4.2. Klasifikasi Tanah
4.2.1. Klasifikasi Tanah USCS
Pada Klasifikasi Tanah USCS
(Unified Soil Classification System)
kaidah pembedaannya adalah besaran
butiran tanah, kemudian yang perlu
diperhatikan adalah Batas Cair (LL) dan
Indeks Plastisitas (PI), kemudian
disesuaikan pada grafik plastisitas agar
didapatkan jenih tanahnya.
Berdasarkan Grafik Plastisitas
benda uji dapat diklasifikasikan menurut
USCS sebagai berikut:
Tabel 4.4. Klasifikasi Tanah berdasar
USCS

4.2.2. Klasifikasi Tanah AASHTO
Pengklasifikasian
sistem
ini
berdasarkan pada kriteria ukuran butir
dan plastisitas, sehingga didapatkan jenih
tanahnya.Benda uji dapat diklasifikasikan
menurut AASHTO sebagai berikut:
Tabel 4.5. Klasifikasi Tanah berdasar
AASHTO

4.3. Hasil Uji Dispersivitas
4.3.1. Pemodelan Variasi Kepadatan
dan Kadar Air
Pada pemodelan variasi kepadatan
dan kadar air ini, dilakukan 2 variasi
kepadatan yaitu 1,5 gr/cm3 dan 2,0 gr/cm3
serta 2 variasi kadar air yaitu 30 % dan
50 % pada masing-masing sampel benda
uji. Untuk detail variasinya seperti
berikut ini :
Tabel 4.6. Pemodelan Variasi Kepadatan
dan Kadar Air untuk Uji Pinhole

8

Tabel 4.7. Pemodelan Variasi Kepadatan
dan Kadar Air untuk Uji Crumb

4.3.3. Hasil Uji Crumb
Uji Crumb dilaksanakan di
Laboratorium Tanah Dan Air Tanah
Jurusan Teknik Pengairan Universitas
Brawijaya dengan hasil yang dirangkum
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.9. Hasil Uji Crumb
Sampel

4.3.2. Hasil Uji Pinhole
Uji Pinhole dilaksanakan sesuai
SNI 3405 : 2011 (Cara uji sifat dispersif
tanah
dengan
alat
pinhole)
di
Laboratorium Tanah Dan Air Tanah
Jurusan Teknik Pengairan Universitas
Brawijaya dengan hasil yang dirangkum
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.8. Hasil Uji Pinhole
Uji Dispersitas
Pinhole Test
Sampel
ND1
A-1.5-30
A-1.5-50
A-2.0-30
A-2.0-50
B-1.5-30
B-1.5-50
B
(50 K; 50 B) B-2.0-30
B-2.0-50
C-1.5-30
C
C-1.5-50
(30 K; 70 B) C-2.0-30
C-2.0-50
TA-1.5-30
TA-1.5-50
TA
TA-2.0-30
TA-2.0-50
A
(70 K; 30 B)

ND2

ND3

ND4

D2

D1












A-1.5-30
A
A-1.5-50
(70 K; 30 B) A-2.0-30
A-2.0-50
B-1.5-30
B-1.5-50
B
(50 K; 50 B) B-2.0-30
B-2.0-50
C-1.5-30
C
C-1.5-50
(30 K; 70 B) C-2.0-30
C-2.0-50
TA-1.5-30
TA-1.5-50
TA
TA-2.0-30
TA-2.0-50

1

















Uji Dispersitas
Crumb Test
2
3

4

Berdasarkan tabel diatas dapat kita
lihat, seluruh sampel benda uji termasuk
kategori Grade 1 (non dispersif).
4.4. Analisis Hasil Uji Dispersivitas
4.4.1. Analisis Hasil Uji Pinhole
4.4.1.1. Pengaruh Kadar Air Terhadap
Dispersivitas
Berdasarkan Tabel 4.8. diatas
dapat kita tarik hubungan pengaruh kadar
air terhadap tingkat dispersivitas tanah,
yang ditampilkan dalam grafik berikut:








Berdasarkan tabel diatas dapat
kita lihat, sebanyak 10 sampel benda uji
termasuk kategori ND1(non dispersif), 4
sampel benda uji termasuk kategori
ND2(non dispersif), dan 2 sampel benda
uji termasuk kategori ND3(kemungkinan
dispersif).

Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Kadar Air
Terhadap Dispersivitas

9

Dari grafik diatas dapat kita lihat
bahwa untuk uji dispersivitas (uji
pinhole), dari total jumlah 16 sampel
benda uji, divariasikan menjadi 2 jenis
kadar air, yaitu 30% dan 50%. Dapat pula
kita lihat pada grafik di atas bahwa pada
keseluruhan sampel benda uji, Tanah A
(70% K + 30% B), Tanah B (50% K +
50% B), Tanah C (30% K + 70% B), dan
Tanah Asli dengan kepadatan 1,5 gr/cm3
maupun 2,0 gr/cm3 pada kondisi kadar air
yang
berbeda,
memiliki
tingkat
dispersivitas yang sama. Dengan ini,
dapat kita tarik kesimpulan bahwa
perbedaan kadar air tidak terlalu
signifikan berpengaruh terhadap tingkat
dispersivitas tanah.
4.4.1.2.Pengaruh Kepadatan Terhadap
Dispersivitas
Berdasarkan Tabel 4.8. juga dapat
kita tarik hubungan pengaruh kepadatan
terhadap tingkat dispersivitas tanah, yang
ditampilkan dalam grafik berikut:

Gambar 4.2. Grafik Pengaruh Kepadatan
Terhadap Dispersivitas
Dari grafik diatas dapat kita lihat
bahwa untuk uji dispersivitas (uji
pinhole), dari total jumlah 8 sampel
benda uji dengan kadar air masingmasing adalah 50%, divariasikan menjadi
2 jenis kepadatan, yaitu 1,5 gr/cm3 dan
2,0 gr/cm3. Dapat pula kita lihat pada
grafik di atas bahwa pada Tanah A (70%
K + 30% B) dan Tanah Asli, perbedaan
kepadatan tidak menyebabkan perubahan
pada tingkat dispersivitas tanah karena
kedua
jenis
tanah
tersebut
diklasifikasikan sebagai ND1 (non
dispersif). Namun pada Tanah B (50% K

+ 50% B) dan Tanah C (30% K + 70%
B), perbedaan kepadatan, meyebabkan
perubahan pada tingkat dispersivitasnya.
Tanah B (50% K + 50% B) dengan
kepadatan 1,5 gr/cm3 memiliki tingkat
dispersivitas
yang
diklasifikasikan
sebagai ND2 (non dispersif), sedangkan
pada kepadatan 2,0 gr/cm3 memiliki
tingkat dispersivitas yang diklasifikasikan
sebagai ND1 (non dispersif) yang lebih
rendah tingkat dispersivitasnya. Tanah C
(30% K + 70% B) dengan kepadatan 1,5
gr/cm3 memiliki tingkat dispersivitas
yang diklasifikasikan sebagai ND3
(kemungkinan dispersif), sedangkan pada
kepadatan 2,0 gr/cm3 memiliki tingkat
dispersivitas
yang
diklasifikasikan
sebagai ND2 (non dispersif) yang juga
lebih rendah tingkat dispersivitasnya.
Dengan ini, dapat kita simpulkan bahwa
perbedaan
kepadatan
berpengaruh
terhadap dispersivitas tanah. Semakin
padat kondisi tanah tersebut, maka
semakin rendah tingkat dispersivitasnya.
4.4.2. Analisis Hasil Uji Crumb
Berdasarkan Tabel 4.9. dapat kita
ketahui bahwa hasil uji crumb pada
keseluruhan
sampel
benda
uji
menunjukkan hasil yang sama, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4.19.
Tanah A (70% K + 30% B), Tanah B
(50% K + 50% B), Tanah C (30% K +
70% B), dan Tanah Asli dengan
kepadatan 1,5 gr/cm3 maupun 2,0 gr/cm3
pada kondisi kadar air 30% dan 50%,
memiliki tingkat dispersivitas yang sama,
yaitu Grade 1, dimana benda uji luruh
atau hancur, tetapi tidak menyebabkan air
keruh.
Untuk
benda
uji
yang
menunjukkan perilaku ini termasuk
dalam tanah yang bersifat non dispersif.
Hal ini menunjukkan bahwa memang
terdapat kurangya ketelitian pada hasil uji
crumb.

10

Gambar 4.3. Hasil Uji Dispersivitas
(Uji Crumb)
Sesuai hasil evaluasi Sherard dkk
(1976b) berdasarkan hasil penelitiannya
menyampaikan bahwa apabila hasil uji
crumb menunjukkan tanah dispersif, hasil
yang sama diperoleh dari cara uji lain,
tetapi 40% dari seluruh hasil uji crumb
yang menunjukkan tanah non-dispersive
ternyata menunjukkan reaksi dispersif
pada saat diuji dengan metode lain. Hal
ini menunjukkan bahwa uji crumb
merupakan indikator yang sangat baik
untuk menunjukkan tanah yang bersifat
dispersif. Tetapi dikarenakan prosesnya
yang sederhana, uji crumb tidak cukup
baik untuk menunjukkan tanah yang
bersifat non dispersif.
4.4.3. Analisis Perbandingan Hasil Uji
Pinhole dengan Uji Crumb
Hasil pengujian dispersivitas, yaitu
uji pinhole dan uji crumb ditampilkan
dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.10. Hasil Uji Dispersivitas Tanah

Dari Tabel 4.10. dapat dilihat
bahwa dari hasil pengujian dispersivitas,
hampir semua sampel benda uji dapat
dikategorikan sebagai tanah lempung non
dispersif, baik dari hasil uji pinhole
maupun hasil uji crumb. Hal ini
menunjukkan kesesuaian antara kedua
jenis pengujian dispersivitas. Hasil yang
sedikit berbeda hanya terjadi pada sampel
benda uji Tanah C ( 30% K + 70% B)
dengan kepadatan 1,5 gr/cm3, pada kadar
air 30% dan 50% hasil yang didapatkan
pada pegujian dispersivitas dengan uji
pinhole adalah ND3 yang dikategorikan
sebagai
“kemungkinan
dispersif”,
sedangkan hasil yang didapatkan dengan
uji crumb adalah Grade 1 yang
dikategorikan sebagai “non dispersif”.
Berdasarkan
perbandingan
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
hasil pengujian dispersivitas pada uji
pinhole dan uji crumb pada sebagian
besar sampel benda uji menunjukkan
tingkat dispersivitas yang sama. Dalam
pengujian dispersivitas kedua jenis
pengujian ini juga memiliki parameter
bersifat kualitatif yang sama, dimana
pada uji pinhole dan uji crumb parameter
utama tingkat dispersivitas tanah
dikategorikan menurut kekeruhan air.
Namun dalam hal penentuan tingkat
dispersivitas tanah, uji pinhole dapat
dikatakan lebih baik, karena selain
menggunakan kekeruhan air sebagai
parameter tingkat dispersivitasnya, uji
pinhole
juga
mempertimbangkan
besarnya debit aliran (q) dan diameter
lubang yang terjadi pada sampel benda
uji setelah dialiri oleh air, oleh karena itu
penilaian tingkat dispersivitas yang
dihasilkan juga lebih spesifik daripada uji
crumb.

Keterangan :
A = Tanah Kaolinite : Tanah Bentonite (70 % : 30 %)
B = Tanah Kaolinite : Tanah Bentonite (50 % : 50 %)
C = Tanah Kaolinite : Tanah Bentonite (30 % : 70 %)
TA = Tanah Asli

11

5. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan hasil uji
karakterisitik tanah serta uji dispersivitas
tanah yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan :
1. Hasil uji dispersivitas pada model
benda uji tanah asli dengan uji pinhole
dan crumb menunjukkan bahwa
sebagian besar benda uji adalah tanah
non dispersif.
2. Berdasarkan hasil uji dispersivitas
dapat diketahui pengaruh kepadatan
dan kadar air tanah, dimana semakin
padat kondisi suatu tanah maka
semakin rendah tingkat dispersivitas
tanah tersebut, sedangkan perbedaan
kondisi kadar air tidak terlalu spesifik
berpengaruh
terhadap
tingkat
dispersivitas tanah.
3. Hasil uji dispersivitas dengan uji
pinhole jika dibandingkan dengan uji
dispersivitas lainnya (uji crumb) pada
sebagian besar sampel benda uji tanah
menunjukkan
hasil
tingkat
dispersivitas yang sama. Namun dalam
penentuan tingkat dispersivitas, uji
pinhole dapat disebut lebih baik
daripada uji crumb, karena tingkat
dispersivitas yang lebih spesifik dan
parameter yang lebih kompleks dalam
penentuan tingkat dispersivitasnya.
6. UCAPAN TERIMA KASIH
Atas terselenggaranya penelitian
ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya atas bantuan
dan dukungan pihak-pihak berikut :
Dana DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran) Tahun 2013 FTUB;
Ir.Moch. Sholichin, MT.,Ph.D., selaku
Kepala Laboratorium Tanah dan Air
Tanah Jurusan Teknik Pengairan
FTUB; Dr.Eng. Yulvi Zaika, MT.,
selaku Kepala Laboratorium Mekanika
Tanah Jurusan Teknik Sipil FTUB;
Gita Sulistijo,BE., selaku General
Manager dan Zaenal Abidin, selaku
Kepala Bidang Laboratorium Divisi
Survey dan Investigasi PT. Indra
Karya (Persero).

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2011.
Cara Uji Sifat Tanah Dispersif
Dengan Alat Pinhole. Jakarta :
Badan Standardisasi Nasional.
ASTM. 2010. D4318 – 10. Standard Test
Methods for Liquid Limit, Plastic
Limit, and Plasticity Index of
Soils.
ASTM. 2010. D854 – 10. Standard Test
Methods for Specific Gravity of
Soil Solids by Water Pycnometer.
ASTM. 2007. D422 – 63. Standard Test
Method for Particle-Size Analysis
of Soils.
Das,B. 1985. Mekanika Tanah ( PrinsipPrinsip Rekayasa Geoteknik) Jilid
1. Surabaya : Erlangga.
Djarwadi, D. 2007. Uji Dispersivitas
Bahan Timbunan Bendungan
Duriangkang. Jurnal Dinamika
Teknik Sipil. VII (1) : 11 – 19.
Hardie, M. 2009. Dispersive Soils And
Their Management. Tasmania :
Department Of Primary Industries
and Water.
Knodel, P.C., 1991. Characteristics and
Problems of Dispersive Clay
Soils. Research Report no. R -9109. US Dept of Interior, Bureau of
Reclamation. Denver, 17pp.
Sherard, J.L., Dunnigan, L.P, and Decker,
R.S, 1976(b). Identification and
Natures of Dispersive Soils.
Journal of the Geotechnical
Engineering Division, ASCE,
Vol.102, No.4, pp 287-301.

12

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65