Materi 1 Sejarah Indonesia Proses awal p

Materi 1 Sejarah Indonesia
Proses awal perkembangan islam di Indonesia

Kelompok 1 Sejarah Indonesia
1. Alisia Qotrunnada (01)
2. Avicena Humam Naufal (02)
3. Salsabila Malinda (03)

Sejarah Islam di Indonesia.
Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dll. Tokoh
penyebar islam adalah walisongo antara lain; Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria,
Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gresik
(Maulana Malik Ibrahim)
Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya
Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk
memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan
waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan
pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia
dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad.
Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.

Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran.
Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima
agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai.
Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H /
1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu
Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H /
1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi’i.
Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di
Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah
makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka
tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini
bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara
secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara
massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara
besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan
politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti
Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate.

Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah

sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara
dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam
masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan
lil’alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahanpemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin
dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga
semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam
Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah
Hadramaut.
Islam datang ke Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha masih kuat. Kala itu, Majapahit
masih menguasai sebagian besar wilayah yang kini termasuk wilayah Indonesia. Masyarakat
Indonesia berkenalan dengan agama dan kebudayaan Islam melalui jalur perdagangan, sama
seperti ketika berkenalan dengan agama Hindu dan Buddha. Melalui aktifitas niaga,
masyarakat Indonesia yang sudah mengenal Hindu-Buddha lambat laun mengenal ajaran
Islam. Persebaran Islam ini pertama kali terjadi pada masyarakat pesisir laut yang lebih terbuka
terhadap budaya asing. Setelah itu, barulah Islam menyebar ke daerah pedalaman dan
pegunungan melalui aktifitas ekonomi, pendidikan, dan politik.
Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan
tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Menurut para sejarawan,
teori-teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:

a. Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari
Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh
yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah
seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada
tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri
(PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan
bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan
bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya,
motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai nilai ekonomi, melainkan
didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur
perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.

Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak
kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang
cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya
yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang
hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di
Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di
Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya

sekadar perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang
diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara)
yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu
tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.
b. Teori Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat
pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran
dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari
Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas
Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim di
Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke
7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang
Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke
dunia timur, termasuk Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini
dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya,
Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Orang-orang
Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan
pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa
berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi
Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di di depan namanya.

Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan
argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah
831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik
Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan
nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan
tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia
yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei yang
di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.
c. Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah
Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan
asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya

pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia.
Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci
kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang
dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari
bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi. Tradisi lain adalah ajaran mistik yang
banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran
sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat

karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan
membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang
sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan
yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam
Indonesia menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.
d. Teori Cina
Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa)
berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia
jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok
telah berbaur dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran
Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru
berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan,
menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam
pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.
Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan
hikayat), dapat diterima. Bahkan menurut sejumlah sumber lokat tersebut ditulis bahwa raja
Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina.
Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam).
Berdasarkan Sajarah Banten dan Hikayat Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak beserta
leluhurnya ditulis dengan menggunakan istilah Cina, seperti “Cek Ko Po”, “Jin Bun”, “Cek

Ban Cun”, “Cun Ceh”, serta “Cu-cu”. Nama-nama seperti “Munggul” dan “Moechoel”
ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di utara Cina yang berbatasan
dengan Rusia.
Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan
oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang
pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertamatama oleh para pelaut dan pedagang Cina. Semua teori di atas masing-masing memiliki
kelemahan dan kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam
masing-masing teori tersebut.

Sumber Luar Negeri :

1. Berita Cina Dari Dinasti Tang
Hikayat ini mencatat, terdapat orang-orang Ta Shih yang mengurungkan niatnya untuk
menyerang kerajaan Ho Ling yang diperintah oleh Ratu Sima (675 M) Ta Shih ditafsirkan
oleh para ahli yaitu bangsa Arab. Berdasarkan hikayat ini dapat disimpulkan bahwa Islam
datang ke Indonesia bukan pada abad ke-12 M, melainkan pada abad ke-7 M dan berasal
dari Arab langsung, bukan dari Gujarat India.
2. Berita Jepang(749 M)
Dijelaskan bahwa di Kanton terdapat kapal-kapal Po-sse Ta Shih Kuo. Istilah posse ditafsirkan sebagi orang melayu, sedangkan ta shih ditafsirkan sebagai orang-orang
arab dan persia. Bahkan banyak ahli menduga bahwa pada abad ke-7 dan 8 di Kanfu

(Kanton) sudah ada perkampungan-perkampungan muslim.
3. Cerita Marco Polo
Pada tahun 1092, Marco Polo, seorang musafir dari Venesia (Italia) singgah di Perlak dan
beberapa tempat di Aceh bagian Utara. Marco Polo sedang melakukan perjalanan dari
Venesia ke Negeri Cina. Ia menceritakan bahwa pada abad ke-11, Islam telah berkembang
di Sumatra bagian Utara. Ia juga menceritakan bahwa Islam telah berkembang sangat pesat
di Jawa.
4. Cerita Ibnu Battutah
Pada tahun 1345, Ibnu Battutah mengunjungi Samudra Pasai. Ia menceritakan bahwa
Sultan Samudra Pasai sangat baik terhadap ulama dan rakyatnya. Di samping itu, ia
menceritakan bahwa Samudra Pasai merupakan kesultanan dagang yang sangat maju. Di
sana Ibnu Battutah bertemu dengan para pedagang dari India, Cina, dan Jawa.

Sumber dari dalam negeri :
1. Surat Raja Sriwijaya
Salah satu bukti tentang masuknya Islam ke Indonesia dikemukakan oleh
Prof.Dr.Azyumardi Asra dalam bukunya Jaringan Ulama Nusantara. Dalam buku itu,
Azyumardi menyebutkan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada masa Kerajaan
Sriwijaya. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat yang dikirim oleh Raja Sriwijaya kepada
Umar bin Abdul Azis yang berisi ucapan selamat atas terpilihnya Umar bin Abdul Azis

sebagai pemimpin dinasti Muawiyah.

2. Makam Fatimah binti Maimun
Berdasarkan penelitian sejarah telah ditemukan sebuah makan Islam di Leran, Gresik. Pada
batu nisan dari makam tersebut tertulis nama seorang wanita, yaitu Fatimah binti Maimun

dan angka tahun 1082. Artinya, dapat dipastikan bahwa pada akhir abad ke-11 Islam telah
masuk ke Indonesia. Dengan demikian, dapat diduga bahwa Islam telah masuk dan
berkembang di Indonesia sebelum tahun 1082.
5.
Makam Sultan Malik As Saleh
Makam Sultam Malik As Saleh yang berangka tahun 1297 merupakan bukti bahwa Islam
telah masuk dan berkembang di daerah Aceh pada abad ke-12. Mengingat Malik As Saleh
adalah seorang sultan, maka dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh
jauh sebelum Malik As Saleh mendirikan Kesultanan Samudra Pasai.

Bukti Perkembangan Islam
Bukti awal kedatangan islam di Indonesia
Letak geografis wilayah Indonesia yang sangat strategis merupakan salah satu faktor penting
masuknya pengaruh Islam di Indonesia. Ada dua hal pokok yang menjadi pertanyaan

tentang proses Islamisasi yaitu, pertama dari mana asalnya Islam dan kedua kapan Islam itu
masuk ke Indonesia. Untuk menjawab kedua pertanyaan pokok tersebut banyak sekali
pendapat tentang proses Islamisasi di Indonesia.
Bukti fisik peninggalan islam di Indonesia
 Bangunan : Peninggalannya antaranya berbentuk masjid, makam, nisan, keraton.
 Masjid: Masjid demak, Masjid Demak, Masjid Kudus, Masjid Agung Aceh.
 Makam : Makam wali songo, makam raja-raja atau para sultan.
 Nisan : Batu nisan Sultan Malik al-saleh
 Karya seni
a. Seni rupa ajaran islam tidak diperbolehkan penggambaran manusia/hewan. Seni relief
tersebut misalnya berupa suluran tumbuhan.
b. Seni tari, bercorak islam seperti Tari Saman.
c. Aksara dan seni sastra, bentuk seni sastra seperti :
Hikayat : cerita/donegng yang penuh keajaiban dan keanehan
Babad : dongeng yang sengaja dibuat sebagai cerita sejarah
Suluk : kitab-kitab yang membentangkan soal tawasuf
Primbon : hasil sastra berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban,
penentuan hari baik/buruk.
d. System kalender, tahun hijriah dengan menggunakan nama-nama islam.
e. System pendidikan : pondok pesantren dididik oleh para kyai mengenai berbagai macam

ilmu agama seperti Al-Quran, hadist, fiqih, tauhid, bahasa arab.

f. Upacara selametan, haul, upacara sekaten.

Penyebaran islam di Indonesia
Proses masuknya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai dan dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut :
1.

Melalui Cara Perdagangan
Indonesia dilalui oleh jalur perdagangan laut yang menghubungkan antara China dan
daerah lain di Asia. Letak Indonesia yang strategis ini membuat lalu lintas perdagangan di
Indonesia sangat padat dilalui oleh para pedagang dari seluruh dunia termasuk para pedagang
muslim. Saluran islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja
dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal
dan saham. Para pedagang muslim ini banyak bermukim di daerah pesisir pulau Jawa dan
Sumatera yang penduduknya masih menganut agama Hindu. Para pedagang ini mendirikan
masjid dan mendatangkan para ulama dan mubalig dari luar untuk mengenalkan nilai dan
ajaran Islam kepada penduduk lokal, dan karenanya anak-anak muslim itu menjadi orang jawa
dan kaya-kaya. Dibeberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupatibupati Majapahit yang ditempatkan dipesisir utara Jawa banyak yang masuk islam, bukan
hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor
hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Dalam perkembangan selanjutnya,
mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.

2.

Melalui Perkawinan
Bagi masyarakat pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kalangan yang
terpandang. Hal ini menyebabkan banyak penguasa pribumi tertarik untuk menikahkan anak
gadis mereka dengan para pedagang ini. Sebelum menikah, sang gadis akan menjadi muslim
terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka semakin luas.
Akhirnya timbul kampong-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim. Dalam
perkembangan berikutnya, ada pula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan,
tentu saja setelah yang terakhir ini masuk islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih
menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja
dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses
islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan ampel dengan Nyai
Manila, sunan Gunung Jati dengan putrid Kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang
menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak), dll.

3.

Melalui Pendidikan
Pengajaran dan pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk.
Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama,
ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang kekampung halamannya dan akan
mendakwahkan Islam di kampung masing-masing.Misalnya, pesantren yang didirikan oleh
Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini
banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama islam.

4.

Melalui Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan
ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal
magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang
mengawini putrid-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” islam yang diajarkan
kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang
sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima.
Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam
pikiran Indonesia pra-islam adalah Hamzah Fansuri di Aceh, syaikh Lemah Abang, dan Sunan
Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di
abad ke-20 M ini.

5.

Melalui dakwah di kalangan masyarakat

Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri terdapat juru-juru dakwah yang menyebarkan Islam
di lingkungannya, antara lain :
- Dato'ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa (Sulawesi Selatan).
- Tua Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai (Kalimantan Timur).
- Seorang penghulu dari Demak menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar
(Kalimantan Selatan).
- Para Wali menyebarkan agama Islam di Jawa. Wali yang terkenal ada 9 wali, yaitu :
1.

Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

2.

Sunan Ampel (Raden Rahmat)

3.

Sunan Bonang (Makdum Ibrahim)

4.

Sunan Giri (Raden Paku)

5.

Sunan Derajat (Syarifuddin)

6.

Sunan Kalijaga (Jaka Sahid)

7.

Sunan Kudus (Jafar Sodiq)

8.

Sunan Muria (Raden Umar Said)

9.

Sunan Gunung Jati (Faletehan)

Para wali tersebut adalah orang Indonesia asli, kecuali Sunan Gresik. Mereka memegang
beberapa peran di kalangan masyarakat sebagai :
1.
penyebar agama Islam
2.

pendukung kerajaan-kerajaan Islam

3.

penasihat raja-raja Islam

4.

pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan budaya Islam.

Karena peran mereka itulah, maka para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.

6.

Menggunakan kesenian yang disesuaikan dengan keadaan

Ketika agama Islam masuk ke Indonesia, kebudayaan Hindu masih berakar kuat. Para
penyebar agama Islam tidak mengubah kesenian tersebut. Bahkan menggunakan seni budaya
Hindu sebagai sarana menyebarkan agama Islam.
Seni dan budaya yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam adalah sebagai berikut:
1. Seni wayang kulit
Cerita wayang kulit diambil dari kitab Mahabharata dan Ramayana. Perubahan diadakan,
tetapi sedikit sekali. Misalnya, perubahan nama-nama tokoh-tokoh pahlawan Islam. Sunan
Kalijaga adalah seorang wali yang sangat mahir mempertunjukkan kesenian wayang kulit.
2. Seni tari dan musik gamelan
Pada upacara-upacara keagamaan dipertunjukkan tari-tarian tradisional. Tarian itu diiringi
musik atau gamelan Jawa. Misalnya gamelan Sekaten pada waktu upacara peringatan Maulid
Nabi Muhammad SAW.

3. Seni bangunan
Coba anda amati wujud desain masjid-masjid kuno yang ada di tanah air ini. Misalnya, menara
masjid kuno di Kudus, masjid kuno di dekat tuban, gapuranya mirip Candi Bentar, Masjid
Sunan Kalijaga di Demak yang atapnya bertingkat-tingkat mirip pura Hindu.

Masjid-masjid tersebut adalah bangunan Islam, tetapi dibangun mirip bangunan Hindu.
Memang para penyebar agama Islam berudaha menyesuaikan bangunan-bangunan Islam
dengan bangunan Hindu. Apakah tujuannya? Agar rakyat tidak mengalami perubahan secara
mendadak. Bila seorang beragama Hindu masuk Islam dan bersembahyang di masjid, merasa
seolah-olah masuk ke sebuah pura.
4. Seni hias dan seni ukir
Kecuali bentuknya mirip candi, masjid-masjid kuno pun dihias dengan ukir-ukiran yang mirip
ukir-ukiran khas Hindu.
5. Seni sastra
Kitab-kitab ajaran Islam diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu. Dengan
demikian, isinya mudah dipahami oleh rakyat.
7. Seni Bangunan
Dilihat dari segi arsitektuknya, masjid-masjid kuno di Indonesia menampakan gaya arsitektur
asli Indonesia dengan ciri-ciri sebagai
berikut.
a) Atapnya bertingkat/tumpang dan ada puncaknya (mustaka).
b) Pondasinya kuat dan agak tinggi.
c) Ada serambi di depan atau di samping.
d) Ada kolam/parit di bagian depan atau samping.
Gaya arsitektur bangunan yang mendapat pengaruh Islam ialah sebagai berikut:
a) hiasan kaligrafi;
b) kubah;
c) bentuk masjid.
Adapun bangunan masjid kuno yang beratap tumpang, antara lain sebagai berikut
1) Masjid beratap tumpang, antara lain sebagai berikut.
a) Masjid Agung Cirebon dibangun pada abad ke-16.

b) Masjid Angke, Tambora dan Marunda di Jakarta dibangun pada abad ke-18.
c) Masjid Katangka di Sulawesi Selatan dibangun pada abad ke-17.
2) Masjid beratap tumpang tiga, antara lain sebagai berikut.
a) Masjid Agung Demak dibangun pada abad ke-16.
b) Masjid Baiturahman di Aceh, dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda,
yakni pada abad ke-17.
c) Masjid Jepara
d) Masjid Ternate
3) Masjid beratap tumpang lima ialah Masjid Banten yang dibangun pada abad ke-17.
6.

Melalui Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk islam setelah rajanya
memeluk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya islam di
daerah ini. Disamping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun Indonesia bagian timur, demi
kepentingan politik, kerajaan-kerajaan islam memerangi kerajaan-kerajaan non-islam.
Kemenangan kerajaan islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam itu
masuk islam.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Penetapan awal bulan qamariyah perspektif masyarakat Desa Wakal: studi kasus Desa Wakal, Kec. Lei Hitu, Kab. Maluku Tengeha, Ambon

10 140 105

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111