1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Terhadap Batasan Tanggung Jawab Direktur Nominee Dalam Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

  1 Abad modern menempatkan korporasi sebagai mesin kemajuan dunia.

  Kelahiran korporasi, mulai dari ukuran besar, menengah sampai yang kecil, menjadikan perputaran konsumsi dan produksi barang dan jasa semakin cepat, dan

  2

  jaminan akan terpenuhinya kebutuhan manusia pun akan semakin besar. Secara keseluruhan, telah terjadi akumulasi kekayaan dan modal, mobilisasi baik sumber daya manusia maupun sumber daya usaha yang semuanya itu menghasilkan

  3 perputaran bisnis yang semakin besar dari waktu ke waktu.

  Perkembangan korporasi itu dapat pula diamati sejak pembangunan Indonesia digalakkan pada sekitar tahun 1967, dimana semenjak itulah pertumbuhan dan pertambahan badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas tampak mengalami

  4

  peningkatan dalam jumlahnya. Bentuk Perseroan Terbatas merupakan yang banyak digunakan dalam berbagai usaha dan sangat memberikan pengaruh terhadap 1 Lihat Neni Sri Imaniyati, Hukum Bisnis, Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,

  (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 190, sebagaimana dikutip dari Muladi dan Dwidja Priyatno,

Pertanggungjawaban Korporasi dalam Pidana , (Bandung: Sekolah Tinggi Bandung, 1991), hlm. 13,

dikatakan, ”Menurut Wiryono Prodjodikoro, korporasi adalah suatu perkumpulan orang, dalam korporasi biasanya yang mempunyai kepentingan adalah orang-orang manusia yang merupakan anggota dari korporasi itu, anggota-anggota juga mempunyai kekuasaan dalam peraturan korporasi berupa rapat anggota sebagai alat kekuasaan yang tertinggi dalam peraturan korporasi.” 2 Freddy Haris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan Oleh Direksi , (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 3. 3 Eddie Supriyadi, “Tanggung Jawab Direksi”, (Themis, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2006), hlm. 36. 4 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas (Edisi Kedua) , (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2009), hlm. xi.

  1

  5

  6

  perkembangan perekonomian nasional. Perseroan Terbatas adalah bentuk yang

  7

  paling populer dari semua bentuk usaha bisnis dikarenakan ciri karakteristik yang

  8 dimilikinya cukup berbeda dari badan usaha dalam bentuk lain, misalnya firma. 5 Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Bank & Persero), (I), (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 2. 6 Lihat I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan (Undang-Undang dan Peraturan Pelaksana

Undang-Undang di Bidang Usaha) , (Bekasi: Kesaint Blanc, 2005), hlm. 1, dikatakan, “Perseroan

Terbatas atau PT merupakan sebutan yang sudah di Indonesiakan yang sebenarnya berasal dari sebutan

NV atau Naamloze Vennootschap. Lihat juga C.S.T. Kansil, dkk, Kamus Istilah Aneka Hukum,

(Jakarta: Jala Permata, 2010), hlm. 97, dikatakan, “Perseroan adalah bentuk kerja sama untuk menjalankan suatu perusahaan, biasanya dengan mengeluarkan sero (saham).” Lihat juga Sulchan Yasin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (CV. Putra Karya, tth), hlm. 288, dikatakan, ”Perseroan adalah persekutuan dagang.” Bandingkan dengan Anonim, Oxford Learners Pocket Dictionary, Third

Edition , (Oxford: Oxford University Press, 2003), hlm. 250, “Limited company (in Britain) is a

company whose owners only have to pay a limited amounts of its debts . (Perusahaan terbatas (dalam

pengertian Britain) adalah sebuah perusahaan yang para pemiliknya hanya diwajibkan untuk

membayar sejumlah yang terbatas atas hutang perusahaannya.)” Bandingkan dengan P.P.S. Gogna, A

Textbook of Company Law , (Ram Nagar, New Delhi: S. Chand & Company Ltd., 2007), hlm. 9,

dikatakan, “The term ‘company’ may be defined as a group of persons associated together to achieve some common objective. This, however, is not the legal definition. In legal sense, a company means an

association of persons incorporated under the existing law of a country. (Terminologi ‘perusahaan’

dapat dimaksudkan sebagai sekelompok perseorangan yang menghimpun diri bersama untuk mencapai beberapa tujuan yang umum. Ini, bagaimanapun, adalah bukan merupakan definisi hukum. Dalam makna hukum, sebuah perusahaan diartikan dengan sebuah asosiasi orang yang didirikan berdasarkan ketentuan hukum yang ada pada sebuah negara.)” 7 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2005), (III), hlm. 35. 8 Bandingkan dengan P.P.S. Gogna, Op. cit., hlm. 8, dikatakan, “Nowadays, to start or carry on a business requires huge investments. It may not be possible for a single person to fulfill all his financial requirements. Thus, the persons are generally desirous of carrying on joint business enterprises. To such persons, the law offers a choice between a partnership or a company. … But sometimes, the persons like to start business on large scale requiring huge investments which cannot be financed by the resources of a few persons. In such cases, the formation of a company is the only choice. It may, however, be noted that even for a small-scale business, a company offers a certain

privileges as compared to partnership, such as the limited personal liability of the members. (Dewasa

ini, untuk memulai atau mendirikan sebuah usaha akan memerlukan investasi yang cukup besar.

  Adalah merupakan hal yang tidak mungkin bagi seorang pribadi tunggal untuk memenuhi segala bentuk kewajiban finansial. Oleh karenanya, seringkali kemudian orang tersebut bermaksud untuk mendirikan sebuah bisnis yang diusahakan bersama. Untuk hal tersebut, ketentuan hukum yang ada memberikan pilihan diantara sebuah persekutuan atau sebuah perusahaan. … Akan tetapi kadangkala, orang akan lebih suka untuk memulai bisnis dengan skala besar yang memerlukan investasi besar yang tentu tidak akan dapat dibiayai oleh hanya beberapa orang sebagai pendiri. Dalam hal demikian, membentuk sebuah perusahaan menjadi satu-satunya pilihan. Perlu menjadi perhatian, bahkan untuk bisnis skala kecil sekalipun, sebuah perusahaan menawarkan beberapa keistimewaan dibandingkan dengan persekutuan, misalnya menyangkut tentang pertanggungjawaban terbatas atas diri perseorangan.)”

  Perseroan Terbatas sebagai badan usaha merupakan badan hukum (rechtspersoon, legal entity). Menurut Riduan Syahrani, suatu Perseroan Terbatas sebagai badan hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Adanya harta kekayaan yang terpisah; yaitu bahwa Perseroan mempunyai harta kekayaan yang terpisah dari harta para pemegang sahamnya. Dan didapat dari pemasukan para pemegang saham yang berupa modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor.

  2. Mempunyai tujuan tertentu; yaitu tujuan tertentu dari suatu Perseroan dapat diketahui dalam anggaran dasarnya yang memuat sekurang-kurangnya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  3. Mempunyai kepentingan sendiri; yaitu hak-hak subjektif sebagai akibat dari peristiwa hukum yang dialami yang merupakan kepentingan yang dilindungi hukum dan dapat menuntut serta mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga.

  4. Ada organisasi yang teratur; yaitu badan hukum mempunyai organisasi yang teratur, demikian pula dengan Perseroan mempunyai anggaran dasar yang terdapat dalam akta pendiriannya yang menandakan adanya organisasi yang

  9 teratur.

  Dalam hal demikian, Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum yang tidak

  10

  berbeda dengan orang yang mampu mendukung hak dan kewajibannya , dan mampu mengembangkan dirinya sebagai institusi yang mempunyai kekayaan tersendiri terlepas dari pengurus dan pemegang sahamnya. Di samping itu juga mampu 9 Freddy Haris dan Teddy Anggoro, Op. cit., hlm. 14-15, sebagaimana dikutip dari Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Penerbit Alumni, 2000), hlm. 61.

  Lihat juga Neni Sri Imaniyati, Op. cit., hlm. 127-128. 10 Lihat M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), (I),

hlm. 36, dikatakan, “Badan hukum berbeda dengan manusia perorangan (human being). Kelahiran

manusia sebagai badan hukum, melalui proses alamiah (natural birth process). Sebaliknya, Perseroan lahir sebagai badan hukum tercipta melalui proses hukum. Itu sebabnya Perseroan disebut makhluk badan hukum yang berwujud artificial (kumstmatig, artificial) yang dicipta Negara melalui proses hukum.” Bandingkan dengan P.P.S. Gogna, Op. cit. hlm. 9, dikatakan, “It may be noted legally, a company is regarded as a person, which has rights and duties at law. However, it is not a natural person as human beings are. It is only a legal or artificial person, recognized by law. Since, the company is created by law, .., it is known as a legal person, and as it has no body, no soul or conscience, no physical existence except in the eyes of law, it is known as artificial person. Though the company is a legal or artificial person, yet it really exists and is not a fictious person. ” mempertahankan hak dan kewajibannya di depan pengadilan sebagaimana subjek

  11 hukum orang alamiah (rechtspersoon).

  Perseroan Terbatas yang merupakan badan hukum yang terbentuk dari

  12

  persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi

  13 persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya.

  14 Perseroan Terbatas merupakan badan hukum , yaitu badan hukum “mandiri”

  (persona standi in judicio) yang memiliki sifat dan ciri yang berbeda dari bentuk

  15

  usaha yang lain. Dengan demikian, apabila dibandingkan dengan badan usaha lain, misalnya firma, maka kedudukan Perseroan Terbatas adalah lain sama sekali karena pendiri Perseroan Terbatas dapat mengalihkan tanggung jawab atas perbuatan hukum

11 Lihat Djoko Imbawani Admadjaja, Hukum Dagang Indonesia: Sejarah, Pengertian dan

  

Prinsip-Prinsip Hukum Dagang , (Malang: Setara Press, 2012), hlm. 220-221, dikatakan,

“Karakteristik utama dari Perseroan Terbatas adalah merupakan badan hukum (yuridical entity). …

Karakteristik selanjutnya adalah bahwa saham perseroan terbatas mudah dialihkan kepemilikannya (shareholders’ ownership of interest are freely transferable). … Karakteristik berikutnya adalah adanya tanggung-jawab terbatas (limited liability).” 12 PT merupakan suatu asosiasi yang bercorak khusus sebagai pengumpul modal, yang dalam rangka itulah bersifat mandiri. Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Cetakan

  

Kedua , (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 5. Bandingkan dengan Anonim,

Directors’ Responsibilities ”, (I), hlm. 1, dapat diakses di http://www.charlesrussell.co.uk/UserFiles/file/pdf/Mergers%20&%20Acquisitions/Directors_Responsi

bilities.pdf , terakhir kali diakses pada tanggal 8 September 2012, dimana dikatakan, “Under the

Companies Act 2006 (the “2006 Act”) any company (public or private) is capable of being formed by a single person .” 13 Lihat ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). 14 Lihat ketentuan Pasal 7 ayat (6) UUPT, dikatakan, “Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum

  Perseroan.” 15 Eddie Supriyadi, loc. cit. Lebih lanjut dalam Rudhi Prasetya, Op. cit., hlm. 9, dikatakan, “Yang dimaksudkan dengan kedudukan mandiri PT, adalah bahwa PT dalam hukum dipandang berdiri sendiri (otonom) terlepas dari orang perorangan yang berada dalam PT tersebut.” yang dilakukannya kepada Perseroan dan karenanya sekutu (pemegang saham) tidak

  16 bertanggung jawab secara pribadi terhadap perikatan yang dibuat oleh Perseroan.

  Sebagaimana lazim diketahui, bahwa Perseroan Terbatas sebagai badan hukum tentunya tidak dapat berjalan dengan sendirinya tanpa digerakkan oleh organ

  17

  di dalam Perseroan Terbatas itu sendiri. Jika dikaji lebih dalam, Perseroan Terbatas sebagai legal personality atau sebagai separatis legal entity hanya merupakan

  18

  personifikasi. Layaknya tubuh manusia yang dilengkapi organ-organ dengan fungsi biologisnya masing-masing untuk membantu bertahan hidup, Perseroan juga memerlukan organ untuk menggerakkan ‘roda’ Perseroan sehari-hari. Organ-organ inilah yang kemudian akan saling berkoordinasi untuk membuat Perseroan tetap

  19 berjalan dan survive.

  Ketentuan yang mengatur tentang organ Perseroan sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat UUPT), khususnya Bab I mengenai Ketentuan Umum pada Pasal 1 angka 2 yang menyebutkan bahwa Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi. Dalam rangka mencapai 16 17 Agus Budiarto, Op. cit., hlm. 2.

  Lihat Stephen Griffin, Company Law: Fundamental Principles, (United Kingdom: Pearson Education Limited, 2000), hlm. 1, dikatakan, “A company may be perceived as an artificial entity in the sense that it is but a vehicle, occupied and controlled by its management and membership for the purpose of pursuing business goals. The human constituents of the company will ultimately determine

the route which is to be taken by the corporate enterprise . (Sebuah perusahaan dapat dimaksudkan

sebagai sebuah entitas semu sebagaimana adanya dengan makna sebuah sarana, yang difungsikan dan dikendalikan oleh manajemen dan anggotanya untuk maksud mencapai tujuan bisnis. Segenap konstituen manusia daripada perusahaan tersebut yang akan menentukan arah dan langkah apa yang akan diambil oleh perusahaan berbadan hukum tersebut.)” 18 19 Try Widiyono, (I), Op. cit., hlm. 7.

  Orinton Purba, Petunjuk Praktis bagi RUPS, Komisaris dan Direksi Perseroan Terbatas agar Terhindar dari Jerat Hukum , (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011), hlm. 26. kesuksesan dalam menjalankan sebuah Perseroan, ketiga organ tersebut selayaknya saling bahu-membahu dalam melaksanakan tanggung jawabnya masing-masing, baik

  20 di skala pembuatan kebijakan, pengawasan maupun pelaksanaan.

  Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ Perseroan yang

  21

  memiliki kedudukan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan. Organ lain yang kedudukannya tidak kalah penting dalam Perseroan, yakni Komisaris

  22

  (beberapa pihak biasa menyebutnya dengan istilah Dewan Komisaris) , yang umumnya memiliki fungsi dan bertugas untuk mengawasi kebijaksanaan Direksi

  23 dalam mengurus Perseroan serta memberikan nasihat-nasihat kepada Direksi.

  Pelaksanaan pengurusan sehari-hari dijalankan oleh suatu organ dan merupakan satu-satunya organ yang memiliki fungsi pengurusan dalam Perseroan sebagaimana kewenangannya diberikan oleh UUPT dan lebih lanjut dituangkan

  24 dalam Anggaran Dasar Perseroan, yang dikenal dengan sebutan Direksi.

  Keberadaan Direksi dalam Perseroan ibarat nyawa bagi Perseroan. Tidak mungkin 20 21 Ibid .

  Pasal 1 butir 4 UUPT menyatakan, “Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut dengan RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.” 22 Lihat Agus Budiarto, Op. cit., hlm. 74, dikatakan, “Sebagai organ PT, komisaris lazim disebut juga dewan komisaris, sedangkan sebagai orang perseorangan disebut anggota komisaris. …

  Komisaris jika lebih dari satu orang maka mereka merupakan majelis yang tidak dapat bertindak sendiri-sendiri … bersifat kolegial.” Bandingkan dengan Sutan Remy Sjahdeini, “Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi & Komisaris BUMN Persero”, dapat diakses di http:sremys.com/artikel/Tugas,Wewenang,%20Dan%20Tanggung%20Jawab%20Direksi%20&%20Ko

misaris%20BUMN%20Persero.pdf , terakhir kali diakses pada tanggal 25 Juli 2012, hlm. 7, dikatakan,

“UU BUMN menggunakan istilah Komisaris, bukan Dewan Komisaris. Padahal terhadap BUMN Persero berlaku UUPT, sehingga … digunakan istilah Dewan Komisaris.” 23 24 Lihat lebih lanjut ketentuan dalam Pasal 108 UUPT.

  Rudhi Prasetya, Op. cit., hlm. 17. suatu Perseroan dapat berjalan tanpa adanya Direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada Direksi tanpa adanya Perseroan. Oleh karena itu, keberadaan Direksi bagi Perseroan

  25

  sangatlah penting. Keberadaan Direksi adalah untuk mengurus Perseroan sesuai maksud dan tujuannya suatu Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

  26 Dengan demikian, keberadaan Direksi sangat dibutuhkan oleh Perseroan.

  Para pemegang saham melimpahkan wewenangnya kepada Direksi untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan sesuai dengan tujuan dan bidang usaha

27 Perseroan. Kaitannya dengan tugas tersebut, Direksi berwenang untuk mewakili

  Perseroan, mengadakan perjanjian dan sebagainya. Dalam hal perusahaan tidak mampu mencapai tujuannya, maka dapat dikatakan bahwa kepengurusan Perseroan

  28 tidak dijalankan dengan baik.

  Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 UUPT, disebutkan bahwa Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan

  25 26 Try Widiyono, (I), loc. cit. 27 Ibid ., hlm. 8.

  Lihat Stephen Griffin, Op. cit., hlm. 225, dikatakan, “Shareholders, who are entitled to attend and vote at general meetings, are responsible for the appointment of company directors. Unless a company’s article provide otherwise, a director will be appointed by the passing of an ordinary

resolution . (Para Pemegang Saham, yang diberikan wewenang untuk menghadiri dan mengeluarkan

suara pada setiap rapat umum, adalah bertanggung jawab terhadap setiap penunjukan/pengangkatan direksi dari perusahaan. Kecuali dalam hal anggaran dasar mengatur ketentuan yang berbeda, seorang direktur dapat ditunjuk/diangkat berdasarkan suatu keputusan yang seumumnya.)” 28 Agus Budiarto, Op. cit., hlm. 72-73.

  

29

  sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Kedudukan Direksi dalam Perseroan adalah sebagai eksekutif, dimana tindakan-tindakannya dibatasi oleh Anggaran Dasar

30 Perseroan.

  UUPT telah memberikan rambu pedoman mengenai tanggung jawab Direksi dalam pengurusan Perseroan, yakni sebagai berikut:

  (1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan

setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. (5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

  b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. (6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.

  29 Nindyo Pramono, Tanggung Jawab dan Kewajiban Pengurus PT (Bank) Menurut UU No.

  , (Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 5

  40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas No. 3, Desember 2007), hlm. 15. Lihat Pasal 1 angka 5 UUPT. 30 Orinton Purba, Op. cit., hlm. 31.

  (7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan 31 gugatan atas nama Perseroan.

  Direksi merupakan organ Perseroan yang bertugas dan bertanggung jawab penuh untuk menjalankan pengurusan Perseroan, sebagaimana kewenangan tersebut diberikan kepadanya dan secara tegas telah dicantumkan di dalam UUPT, sebagai berikut:

  

(1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

(2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. (3) Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.

  (4) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh

  bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran

  32 dasar Perseroan.

  Dalam hal demikian, UUPT dengan jelas telah memberikan suatu ketentuan

  33

  atau pedoman bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan sehari-hari dalam Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan

  31 32 Pasal 97 UUPT. 33 Pasal 98 UUPT.

  Lihat M. Yahya Harahap, (I), Op. cit., hlm. 378, dikatakan, “Menurut Penjelasan Pasal 97 ayat (2) UUPT, yang dimaksud dengan “penuh tanggung jawab” adalah memperhatikan Perseroan dengan “saksama” dan “tekun”.” Lihat juga Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas: Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab , (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2008), (II), hlm. 51, dikatakan, “Jika suatu perbuatan hukum tertentu yang dilakukan direksi harus mendapat persetujuan atau bantuan dari komisaris dan/atau RUPS, maka tidak berarti komisaris dan/atau RUPS tersebut menjadi ikut bertanggung jawab dalam perbuatan hukum tersebut, tanggung jawab itu tetap ada pada direksi perseroan, sebagai pengurus perseroan. Demikian sebaliknya, jika suatu tindakan hukum direksi yang harus mendapatkan persetujuan atau bantuan dari komisaris dan/ataupun RUPS dan jika persetujuan tersebut belum diperoleh dan selanjutnya direksi tetap melakukan tindakan hukum tertentu tersebut, maka atas tindakan hukum direksi tersebut sah dan mengikat perseroan serta pihak ketiga lainnya.”

  34

  baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dengan kata lain, Direksi merupakan

  35

  personifikasi dari Perseroan itu sendiri. Menurut P.P.S Gogna, yang mengemukakan sebagai berikut: “The directors manage and control the overall affairs of the company. They

  generally confine themselves to the general business policies and overall supervision of the management of the company. The day to day working of the

  36 company is left to the other managerial personnel

  .” (Direksi mengelola dan mengendalikan segala perihal yang menyangkut tentang Perseroan. Mereka cenderung membatasi diri hanya terhadap hal-hal yang menyangkut kebijakan umum perusahaan dan fungsi pengawasan secara umum diantara manajemen Perseroan. Pengurusan keseharian dari Perseroan akan diserahkan kewenangannya kepada personil tertentu di dalam jajaran manajemen.)

  Kedudukan Direksi dalam sebuah Perseroan/PT bisa dikatakan cukup

  37

  38

  strategis. Direksi adalah organ PT yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan PT untuk kepentingan PT, sesuai dengan maksud dan tujuan PT serta mewakili PT, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan di dalam Anggaran Dasar daripada PT dimana Direksi tersebut

  34 Lihat Agus Budiarto, Op. cit., hlm. 63, dikatakan, “Mengenai apa yang dimaksud dengan pengurusan sehari-hari lebih lanjut tidak ada penjelasan yang diberikan secara resmi. Oleh karena itu, harus dilihat dalam anggaran dasar tentang apa yang termasuk dalam pengurusan sehari-hari itu, walaupun tidak mungkin disebut secara detail dalam anggaran dasar tersebut. Mengurus Perseroan adalah semata-mata adalah tugas direksi yang tidak dapat dicampuri langsung oleh organ lain. Selain itu, di dalam mengurus Perseroan direksi harus selalu berorientasi pada kepentingan dan tujuan Perseroan.” 35 36 Orinton Purba, Op. cit., hlm. 31. 37 P.P.S Gogna, Op. cit., hlm. 243. 38 Orinton Purba, Op. cit., hlm. 66.

  Lihat M. Yahya Harahap, (I), Op. cit., hlm. 384, dikatakan, “Jika anggota Direksi lalai melaksanakan kewajibannya atau melanggar apa yang dilarang atas pengurusan Perseroan, dan kelalaian atau pelanggaran itu menimbulkan kerugian terhadap Perseroan, maka anggota Direksi itu

bertanggung jawab secara pribadi (persoonlijk aansprakelijk, personally liable) atas kerugian

Perseroan tersebut.”

  39

  menjabat. Direksi PT mewakili PT dalam hal pengurusan (beheer) dan pemeliharaan (beschikking) PT. Direksi PT itu adalah manager. Dia yang diberi wewenang oleh PT melalui organ PT yang disebut RUPS untuk mengurus dan memelihara PT untuk kepentingan PT sesuai dengan maksud dan tujuan PT dengan

  40 mengacu pada anggaran dasar PT.

  Adapun dalam praktik belakangan ini, dimana boleh dikatakan telah semakin

  41

  meningkat intensitasnya, adalah penggunaan nominee . Nominee tidak lagi hanya 39 Lihat Stephen Griffin, Op. cit., hlm. 234, dikatakan, “A company’s board of directors is

  comprised of the individually appointed ‘de jure’ directors of the company. The board is the ultimate decision-making body and determines the delegation of powers throughout the company; it is

considered to be the primary organ of the company . (Dewan Direksi dari sebuah perusahaan

merupakan kumpulan dari individu Direktur-direktur perusahaan tersebut yang secara ‘de jure

ditunjuk. Dewan Direksi adalah lembaga pengambil keputusan dan yang menentukan pendelegasian seluruh kekuasaan yang ada di dalam perusahaan; dianggap juga sebagai organ utama di dalam perusahaan.)” Sejalan dengan pendapat sebelumnya, yang menyatakan bahwa direksi terdiri dari

individu-individu yang ditunjuk secara hukum, dalam P.P.S Gogna, Op. cit., hlm. 243, dikatakan, ”It

may, however, be noted that only an individual can be appointed as a director. A firm, association, or

a company cannot be a director of the company . (Adalah, bagaimanapun, perlu diperhatikan bahwa

hanya seorang individu yang dapat ditunjuk sebagai seorang direktur. Sebuah firma, asosiasi, atau sebuah perusahaan tidak dapat menjadi seorang direktur perusahaan.)” 40 Nindyo Pramono, Op. cit., hlm. 17, sebagaimana menjadi kutipan dalam Freddy Haris dan

Teddy Anggoro, Op. cit., hlm. 38. Lebih lanjut dalam Eddie Supriyadi, loc. cit., dikatakan, ”A limited

liability company needs board of directors as its proxy. A limited liability company cannot function, that it overtake rights and obligations, without assisted of board of directors. Board of directors hold full responsibility of management of company, and deputize company in and out of the court. Board of directors have to hold responsible personally, that is until to his personal estate, to close insufficiency in paying company debt, if its bankrupt of company is happened because mistake or negligence of

board of directors . (Sebuah Perseroan Terbatas memerlukan para direktur sebagai perwakilannya. PT

tidak mungkin dapat berfungsi, untuk melaksanakan hak dan kewajibannya, tanpa dibantu oleh Dewan Direksi. Dewan Direksi memegang tanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan, dan bertindak mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. Dewan Direksi bertanggung jawab secara pribadi, sampai ke harta pribadinya, untuk menutupi kekurangan pelunasan atas hutang perusahaan, apabila kebangkrutan perusahaan terjadi dikarenakan kesalahan atau kelalaian daripada Dewan Direksi tersebut.)” 41Nominee, means a) One who has been nominated to an office or for a candidacy; or b) A person organization in whose name a security is registered though true ownership is held by another

party . (Nominee, diartikan sebagai a) Seseorang yang telah ditunjuk untuk sebuah jabatan atau untuk

sebuah penobatan; atau b) Seorang di dalam organisasi yang namanya dijamin dan didaftarkan secara resmi sekalipun kepemilikan sebenarnya adalah berada pada pihak tertentu lainnya.)”, dapat diakses di http://www.investopedia.com/terms/n/nominee.asp , terakhir kali diakses pada tanggal 20 Juni 2012.

  42

  digunakan dalam penunjukan untuk menjadi pemegang saham suatu PT , namun juga dalam rangka pengangkatan sebagai anggota Direksi PT. Dalam hal ini yang dimaksudkan sebagai pengurus PT adalah meliputi keseluruhan unsur kepengurusan di dalam PT (yakni termasuk pula anggota Dewan Komisaris), dimana pengangkatan terhadap Direksi dan Dewan Komisaris PT lazimnya dilakukan secara sekaligus, yakni dilakukan sebagai satu paket sehingga diantara mereka tersebut akan memiliki

  43

  durasi/jangka waktu kepengurusan yang sama. Dalam penelitian ini, pembahasan akan lebih difokuskan terhadap Direktur dalam kapasitasnya adalah sebagai satu- satunya organ pengurus di dalam PT.

  Penggunaan nominee masih dimungkinkan dan bahkan marak terjadi sekalipun ketentuan di dalam UUPT telah mensyaratkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi bagi seseorang untuk dapat diangkat menjadi pengurus PT atau untuk menjadi pemegang saham PT. Akan tetapi dikarenakan memang belum adanya aturan jelas mengenai nominee ini, maka dalam praktiknya hal ini kemudian dimanfaatkan 42 Mengutip pengakuan Hartono Tanoesodibjo yang disampaikan saat memberikan kesaksian

  pada sidang dugaan kasus korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) dengan terdakwa mantan Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum, Romli Atmasasmita di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (29/6/09), ”Saya bukanlah pejabat SRD, melainkan hanya

bertindak sebagai nominee atau perwakilan pemegang saham. Saya sebagai nominee. Itu bisa saja,

karena yang saya lakukan juga banyak di perusahaan lain.” Lihat artikel Anonim, “Hartono Tanoe: Saya Bukan Pejabat SRD”, dapat diakses di

http://vibizdaily.com/detail/Polhukam/2009/06/30/hartono_tanoe_saya_bukan_pejabat_srd , terakhir

kali diakses pada tanggal 11 Juni 2012. 43 Bandingkan dengan Budiman Ginting, Hukum Investasi, Perlindungan Hukum Pemegang

  

Saham Minoritas dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing , (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2007),

hlm. 138, dimana dikemukakan, “Para pengelola atau pengurus, yakni Direksi dan Komisaris.

  Pengurus ini merupakan perwakilan dari pemegang saham perusahaan.” Sedangkan kemudian

kepengurusan dalam PT dibatasi hanya kepada Direksi, sebagaimana dalam Ibid., hlm. 148, dikatakan, “ Kepengurusan Perseroan dilakukan oleh Direksi Perseroan itu sendiri. Ketentuan ini menugaskan kepada Direksi untuk mengurus Perseroan yang meliputi pengurusan sehari-hari dari Perseroan, dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan.” oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu, khususnya dalam hal dipertimbangkan perlu untuk melakukan pengendalian (kontrol) secara penuh terhadap pengurus PT maupun pemegang saham PT. Tujuannya tidak lain adalah agar pengurus dan/atau pemegang saham PT akan dapat diarahkan sehingga memiliki persepsi yang sejalan dengan kebijakan yang dikehendaki oleh pihak yang menunjuk

  44 nominee

  tersebut. Praktik semacam itu yang diistilahkan dengan nominee, dimana hal ini berarti ada seseorang yang memakai nama atau identitas orang lain untuk dicantumkan dalam akta perusahaan. Dengan demikian, sangat dimungkinkan bahwa seseorang yang namanya tidak tercantum di dalam akta pendirian tetap bisa menerima

  45

  manfaat dari aktivitas bisnis perusahaan yang bersangkutan. Secara awam, masyarakat tentu hanya mengenal pengurus PT, utamanya adalah Direksi, tanpa penambahan suatu ‘atribut’ bahwa apakah Direksi PT yang bersangkutan adalah ‘Direksi’ dalam artian sebenarnya yang menjalankan fungsinya secara nyata, ataukah ‘Direksi nominee’ yang bersifat ‘boneka’ semata.

44 Lihat Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, (Jakarta:

  PT. RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 173-174, dikatakan, ”Sudah bukan rahasia lagi, bahwa dalam dunia usaha kita, masih banyak keputusan-keputusan penting perseroan diambil oleh mereka yang

bukan anggota Direksi perseroan yang sesungguhnya, atau yang sering disebut dengan istilah “direktur

bayangan .”” Bandingkan dengan istilah “pengusaha bayangan” dalam Anonim, “Banyak Anggota

DPRD T. Tinggi Merangkap Pengusaha Bayangan”, 15 Februari 2012, dapat diakses di http://khaliknews.net/politik/1946-banyak-anggota-dprd-ttinggi-merangkaop-pengusaha-bayangan , terakhir kali diakses pada tanggal 25 Juni 2012. Sedangkan Stephen Griffin lebih cenderung menggunakan istilah “a puppet board of directors” yang dalam kesehariannya akan menjalankan jabatannya berdasarkan arahan dan instruksi dari “a shadow director” yang tentunya tidak akan dimunculkan sebagai seorang de facto director ataupun de iure director daripada PT bersangkutan.” 45 Lihat artikel Erwin Siregar, Membongkar Gurita Perusahaan Milik Ibas Yudhoyono, dapat

diakses di http://sumbawanews.com/berita/membon...ibas-yudhoyono, terakhir kali diakses pada

tanggal 11 Juni 2012.

  Adapun salah satu kasus hukum di Indonesia yang mungkin dapat dijadikan sebagai referensi terkait dengan tren penggunaan nominee dalam kepengurusan suatu PT, yang cukup mencuat beberapa waktu lalu, terkait dengan ditemukannya penyimpangan dalam pelaksanaan Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), yang selain melibatkan petinggi di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, juga turut menyeret nama petinggi salah satu perusahaan swasta, yakni PT. Sarana Rekatama Dinamika (SRD) dalam kapasitas sebagai rekanan. Yohannes Waworuntu, yang tercatat sebagai Direktur Utama SRD, yang dalam kasus Sisminbakum telah diadili dan divonis bersalah (walaupun kemudian akhirnya dibebaskan pada tahun 2011 berdasarkan Putusan Mahkamah

  46 Agung Republik Indonesia terhadap Peninjauan Kembali yang diajukannya) .

  Namun berdasarkan dokumen testimoninya yang setebal 35 (tiga puluh lima) halaman yang pernah disampaikan di hadapan Komisi III DPR RI pada tanggal 30 Juni 2000 lalu, dia mengungkapkan mengenai praktik nominee yang dipraktikkan

  47

  dalam struktur kepengurusan SRD. Di samping dari testimoni Yohannes tersebut,

46 Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Peninjauan Kembali dengan Register Nomor: 102 PK/Pid.Sus/2011 tanggal 28 November 2011.

  47 Lihat lebih lanjut artikel Priyono B. Sumbogo, “Cerita Direktur Utama Yang Divonis”,

Nomor 45, Edisi 07-13 Maret 2011, dapat diakses di http://www.forumkeadilan.com/forum- utama.php?tid=191 , terakhir kali diakses pada tanggal 1 Mei 2012. Testimoni Yohannes tersebut

menjadi satu pembelajaran bagi kita bahwa kenyataan dalam praktiknya, nominee adalah merupakan hal yang cukup lazim di dalam dunia usaha. Seseorang yang namanya tercatat sebagai anggota Direksi atau Dewan Komisaris atau bahkan pemegang saham dalam PT belumlah tentu mereka yang benar- benar berperan, melainkan ternyata ada ‘aktor’ yang memegang kendali dari ‘balik layar’. Dengan demikian, secara legalitas de jure pihak yang namanya tercantum dalam dokumen tertulis (tentunya dengan pembebanan atas tanggung jawab dan kewajiban sebagaimana mestinya) belumlah tentu adalah pihak yang secara de facto juga menikmati apa yang menjadi haknya secara hukum. penggunaan nominee dalam praktik bisnis dewasa ini adalah merupakan suatu hal

  48 yang cukup lazim dan dikenal meluas di dunia.

  Negara-negara seperti British Virgin Island, Republic of Seychelles, Cayman

  49 Islands

  , Mauritius, Caribbean Islands, Channel Islands, atau Panama (dan negara-

  50

  negara tax-haven lainnya yang menjadi primadona bagi kalangan pengusaha) menganggap praktik nominee ini adalah suatu hal yang sifatnya wajar dan tidak bertentangan dengan aturan hukum, bahkan ada diantara negara-negara tersebut telah

  51

  mengatur mengenai penggunaan nominee dalam Companies Acts-nya. Dengan kata lain, nominee dilegalkan keberadaannya, walaupun untuk masing-masing negara tentunya akan dibatasi dengan kewajiban pemenuhan terhadap syarat-syarat tertentu. Dalam pengertian bahwa dewasa ini pengaturan tentang nominee tidak hanya sebatas

  48 Lihat Kala Anandarajah and Foo E Lin, “Developments in the Law Relating to Nominee

Directors (Part II) ”, dapat diakses di http://www.lawgazette.com.sg/2004-3/March04-featured4.htm,

terakhir kali diakses pada tanggal 25 Juni 2012, dikatakan, ..”. in Singapore, as in many other

jurisdictions, sees many individuals acting as nominee directors on boards of companies at the request of the employers . (… di Singapura, sebagaimana di banyak wilayah yurisdiksi lainnya, diketahui

bahwa banyak individu yang bertindak sebagai direktur nominee yang duduk di dalam direksi

perusahaan sebagaimana permintaan dari pemberi kerja.)” 49 Lihat Maeve McClenaghan, “Unmasking the nominee directors who help keep thousands

transactions secret ”, (Bureau Reviews, The Bureau of Investigative Journalism, 26 November 2012),

dapat diakses di http://www.thebureauinvestigates.com/2012/11/26/unmasking-the-nominee-directors- who-help-keep-thousands-of-transactions-secret/ , terakhir kali diakses pada tanggal 10 Oktober 2012. 50 Lihat Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Bandung:

  Penerbit Binacipta, 1987), hlm. 165-166, dikatakan, ”Untuk mengelakkan pajak-pajak, seringkali juga didirikan badan hukum di tempat-tempat tertentu di negara tertentu, sedangkan pusat-pusat perdagangan adalah di negara lainnya. Kapal-kapal (khususnya tanker) juga sering didaftarkan di Panama atau Liberia karena adanya fasilitas-fasilitas tertentu.” 51 Sebagai bahan perbandingan dapat ditinjau lebih lanjut beberapa ketentuan yang mengatur

tentang PT dari beberapa Negara, yakni International Business Companies Act (Cap. 291) (untuk

  ); Companies (Special Licences) Act, 2003 (untuk Republic of Seychelles); dan British Virgin Island Companies Act 2001 (untuk Mauritius). terhadap Pemegang Saham saja, tetapi juga telah mencakup pengaturan terhadap

  52 keberadaan Direksi.

  Dalam kaitannya dengan praktik nominee ini, memang tentunya mesti diikuti

  53

  dengan kajian terhadap nominee arrangement yang akhir-akhir ini secara kasat mata telah semakin berkembang di Indonesia, bahkan kini telah menjadi semacam praktik yang lazim di rezim UUPT yang seyogianya melarang praktik semacam itu (walaupun tidak secara tegas kemudian larangan itu dilengkapi dengan sanksi hukumnya, sehingga terkesan menjadi ketentuan hukum yang ‘ompong’). Meskipun secara legal hal tersebut tidaklah dapat dibenarkan juga, akan tetapi masih saja bisa

  54

  ditemukan praktik-praktik semacam itu dalam dunia bisnis. Hal ini boleh tentu dapat terjadi disebabkan oleh instrumen hukum yang ada cenderung masih ‘lemah’ dan menjadi dapat dimultitafsirkan dalam realita aktualnya oleh berbagai pihak

  52 Ambil contoh pula dari negara tetangga, Singapura, dimana dalam aturannya membenarkan

penggunaan nominee, baik sebagai pemegang saham maupun untuk ditempatkan dalam jajaran Board

(baca: direksi), dimana dalam praktiknya ini adalah merupakan hal yang lazim. Pertimbangannya tidak lain adalah untuk mendukung pertumbuhan perusahaan yang dampaknya adalah semakin mendorong tingkat perekonomian. Dengan kata lain, pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh Pemerintah Singapura dalam kenyataannya dapat menjadi ‘fleksibel’ yang tentunya senantiasa menjadikan aturan

yang ada sebagai rambu acuan. Lihat lebih lanjut ketentuan dalam Singapore Companies Act (Chp.

  50). 53 Lihat Yulianto Dwi Prasetyo, “Konsekwensi Penggunaan Nama Orang Lain (Nominee Arrangement ) Untuk PT ataupun Property di Indonesia”, dapat diakses di

http://bpngresik.blogspot.com/2011/08/konsekwensi-penggunaan-nama-orang-lain.html , terakhir kali

diakses pada tanggal 1 Mei 2012, dikatakan, “Nominee Arrangement (pinjam nama) dalam praktik sehari-hari semakin marak dan menjadi lazim diterapkan dalam rangka pemilikan saham dengan status pemegang saham dalam suatu PT atau sebagai salah seorang persero dalam suatu CV, ... Hal tersebut umumnya sering ditempuh sebagai upaya menyiasati ketentuan hukum yang membatasi … subjek hukum tertentu. Misalkan adanya … ketentuan dalam penanaman modal yang mensyaratkan bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan segala prosedurnya bagi PT yang memiliki pemegang saham asing. Dengan demikian, kemudian akan dipilih cara penggunaan nama seorang WNI atau badan hukum Indonesia sebagai ‘pemilik pengganti’ daripada tanah atau saham tersebut.” 54 Lihat artikel Erwin Siregar, loc. cit. dengan kepentingan yang berbeda, sehingga mengakibatkan dimungkinkan terjadi

  55 penyelundupan hukum.

  Direksi PT jelas bertanggung jawab penuh terhadap jalannya PT yang dikelolanya tersebut. Dalam membuat keputusan atau pengambilan setiap kebijakan oleh Direksi PT dalam rangka pengelolaan PT tentunya akan membawa dampak munculnya implikasi hukum terhadap pertanggungjawaban Direksi PT yang

  56

  bersangkutan. Namun tanggung jawab yang dimaksudkan tentunya perlu mendapat suatu pembatasan sejauh mana dapat menjangkau Direksi PT, terlepas daripada statusnya yang sebagai nominee atau tidak, dan juga mempertimbangkan itikad baik dan tanggung jawab dari setiap anggota Direksi yang memimpin jalannya operasional

  57 PT tersebut.

  55 Lihat Sudargo Gautama, Op. cit., hlm. 166, dikatakan, “Tujuan penyelundupan hukum tidak lain adalah untuk menghindarkan suatu akibat hukum yang tidak dikehendaki, atau untuk mewujudkan suatu akibat hukum yang dikehendaki. Penyelundupan hukum terjadi jika seorang dengan berdasarkan dan mempergunakan kata-kata dari Undang-undang, tetapi melawan jiwa dan tujuannya, secara ‘tipu muslihat’ melakukan perbuatan-perbuatan yang ternyata diadakan dengan maksud agar supaya dapat mengelakkan kaidah-kaidah hukum yang tertulis atau yang tidak tertulis.” 56 Lihat Mulhadi, Hukum Perusahaan: Bentuk-bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hlm.103, dikatakan, “Ada 3 (tiga) macam tanggung jawab anggota

  Direksi yang diatur dalam Pasal 97 UUPT, yaitu sebagai berikut: