Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan

(1)

TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP

PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM

PENGELOLAAN PERSEROAN

T E S I S

Oleh

BONI F. SIANIPAR

017005008/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP

PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM

PENGELOLAAN PERSEROAN

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

BONI F. SIANIPAR

017005008/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN

Nama Mahasiswa : Boni F. Sianipar Nomor Pokok : 017005008 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) (Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH)

A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 27 Oktober 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

2. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MS 3. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS 4. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS 5. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum


(5)

Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN

Nama Mahasiswa : Boni F. Sianipar Nomor Pokok : 017005008 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) (Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH)

A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc)


(6)

Telah diuji pada

Tanggal 27 Oktober 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

2. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MS 3. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS 4. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS 5. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum


(7)

ABSTRAK

Keberadaan Direktur dalam perseroan terbatas memiliki peran yang sangat strategis dan sangat penting karena Direksi sebagai organ yang mengerakkan roda organisasi perseroan terbatas, sehingga dapat disebut juga Direksi merupakan organ kepercayaan dari perseroan terbatas. Selain organ kepercayaan, Direksi juga dituntut dapat mengembangkan kemampuannya untuk menghasilkan keuntungan atau laba (provit) bagi perseroan terbatas. Direksi sebagai pengemban fiduciary duty, Direksi wajib memiliki duty of good faith and loyalty serta duty of care and diligence.

Direksi pada prinsipnya, diberi beban menjalankan fiduciary duty terhadap perseroan terbatas, sehingga Direksi memiliki tanggung jawab terhadap pemegang saham, akan tetapi Direksi juga dalam menjalankan fungsinya secara umum harus memperhatikan kepentingan stakeholders. Dengan demikian Direksi memiliki tanggungjawab baik terhadap pemegang saham mayoritas maupun terhadap pemegang saham minoritas sehingga kepentingan pemegang saham minoritas mendapat perlindungan. Disamping itu juga Direksi mempunyai kewajiban untuk melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap public (masyarakat) ataupun pihak ketiga, atas setiap kegiatan perseroan.

Sistem Common Law yang dipergunakan, khususunya di Amerika Serikat memberikan batasan kriteria (standard criteria) bagi Direksi dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus melakukan duty of care dimana tugas-tugas direksi harus dilakukan dengan baik, dengan penuh kehati-hatian, dan dengan cara-cara yang dinyakininya untuk kepentingan yang terbaik bagi perseroan. Sedangkan dalam sistem Civil Law yang berlaku, khususnya di Indonesia, pada prinsipnya tidak terlalu menonjolkan batasan Kriteria (standard criteria) tertentu, akan tetapi Direksi dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, telah memuat batasan kriteria bagi Direksi dalam menjalankan tugasnya ádalah Business Judgement Rule, dimana Direksi harus memperhatikan duty of care,

good faith dan memiliki rational basic terhadap keputusan-keputusan bisnis

berkenaan dengan pengelolaan perseroan. Jikalau Direksi lalai melaksanakan tugasnya dengan melanggar fiduciary duty, maka Direksi tersebut harus memberikan pertanggungjawaban terhadap pemegang saham, baik terhadap pemegang saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas.

Penulis tesis ini menyarankan agar; kepentingan pemegang saham minoritas terlindungi maka dipandang perlu undang-undang atau peraturan yang lebih konkrit, yang mengatur tentang tanggung jawab direksi, khususnya terhadap kepentingan pemegang saham minoritas.

Kata kunci: Tanggung Jawab Direktur, Pemegang Saham Minoritas, Pengelolaan Perseroan.


(8)

ABSTRACT

The definition of a Director in a company is a person with a strategic and very important position as an organ who’s able to direct the organization. Director must have a capability to expand his skill and knowledge to bring provit to company. As a fiduciary duty, a director mush have a duty of good faith and loyalty and duty of care and diligence.

Basically, a director respons to the Commisioners, but the director still have to functionalize everything including his responsibility to the stakeholders. The bottom line is, the director is responsible to both the major and the minor stakeholders so the minor can have some sort of protection. He has an obligation of makin a disclosure to the public or to the third party, of each and every single step that is taken by the company he runs.

Common Law system is needen, spcially in the United State to make some standard criteria for the director in doing his duty of care. As for the civil law in Indonesia, the standard criteria is not very strict but the director must do his job based on the basic capital.

Based on Canon Number: 40-year of 2007 about a company, a director’s limitation is written in Business Judgement Rule, where he must pay attention to duty of care, good faith and has rational basic on making business’decision. If he failed by crossing the fiduciary duty, then he is responsible to the stakeholders, both major and minor.

The writer of this tesis sunggest; the minor stakeholders’ needs is coveredand so a more concrete rules and regulations are needed specially for the sake of the stakeholders themselves.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penelitian tesis dengan judul “Tanggung Jawab Direksi Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan”.

Penulisan tesis ini untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Humaniora dalam bidang Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A (K).

2. Direktur Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH selaku Pembimbing I yang juga sebagai Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Pembimbing II yang juga selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM selaku Pembimbing III yang telah banyak membantu Penulis dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran-saran dan dorongan semangat untuk kesempurnaan tulisan ini.

6. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan tulisan ini.

7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, M.Hum, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan tulisan ini.


(10)

8. Ibu Dr. Sunarmi, SH. Mhum, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan tulisan ini. 9. Para Dosen dan Staf serta Pegawai Sivitas Sekolah Pascasarjana Univesitas

Sumatera Utara.

10.Sahabat-sahabat di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara, rekan-rekan Advokat, khususnya Pengurus IKADIN Kota Medan, rekan-rekan kerja di PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk, khususnya Bapak Joefly J. Bahroeny, Bapak H. Mino Lesmana dan Bapak Drs. H. Fahrul Isnan Daulay serta Bapak Usman Pratama.

11.Secara khusus penulis haturkan terima kasih yang sangat besar Kepada yang tercinta orang tua penulis, Bapak R. Sianipar dan Ibu H. Br Simanjuntak yang telah mengasuh, mendidik dan membimbing dengan sabar disertai doanya. 12.Teristimewa kepada isteriku tercinta Duma Asnih Br. Sinaga, S. Pd dan

anak-anakku Buana Burju Christian Sianipar, Bryansel Putra Sianipar yang telah setia, sabar dan yang telah memberikan semangat serta doa kepada Penulis guna menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan kita semua.

Medan, September 2008

Penulis,

Boni F. Sianipar


(11)

RIWAYAT HIDUP

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Boni F. Sianipar, SH

Tempat/Tanggal lahir : B. Pardamean, 1 Februari 1975

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Kawin

Tempat Tinggal : Jl. H.M. Said GG. Pelajar No. 15 Medan Kode Pos 20236 HP: 0811640859 Menerangkan dengan sesungguhnya.

I. Pendidikan Formal

1. Sekolah Dasar (SD) Negeri AFD. A. Pagar Jawa : Tahun 1982-1988 2. Sekolah Menegah Pertama (SMP) Negeri 1 P. Siantar : Tahun 1988-1991 3. Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 2 P. Siantar : Tahun 1991-1994 4. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) : Tahun 1994-1999 II. Pengalaman Kerja

1. Pengacara di Sumatera Utara tahun 1999-2004. 2. Advokat tahun 2004 sampai sekarang.

3. Pengurus Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) Ikatan Advokat Indonesia Kota Medan tahun 2005-2006.

4. Team Penasehat Hukum Team Seleksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara tahun 2003.

5. Direktur LAW OFFICE Boni F. Sianipar, SH & Partners tahun 2003 sampai sekarang.

6. Penasehat Hukum PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk Wilayah Sumatera Utara tahun 2004 sampai sekarang.

7. Penasehat Hukum PT. Swasti Tunggal Mandiri tahun 2003-2004.

8. Penasehat Hukum PT. MOMENTS MO-15 RECORD tahun 2005 sampai

sekarang.

9. Penasehat Hukum PT. Sumber Energi Sumatera (SENTRA) tahun 2006 sampai sekarang.

10.Team Penasehat Hukum Pemerintah Kabupaten Samosir tahun 2006 sampai sekarang.


(12)

III. Keterangan Keluarga

Nama Isteri : Duma Asnih Sinaga, SPd.

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 11 September 1977.

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga.

Nama Anak : 1. Buana Burju Christian Sianipar.

2. Bryansel Putra Sianipar.

Tempat/Tanggal Lahir : 1. Medan, 20 September 2005. 2. Medan, 6 Juni 2007.

IV. Pengalaman Organisasi

1. Pejabat Komisaris GMNI Fakultas Hukum USU Tahun 1997-1998. 2. Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum USU Tahun 1996-1997. 3. Senat Mahasiswa Fakultas Hukum USU Tahun 1997-1999.

4. Presidium Komite Mahasiswa Independen (KOMI) Tahun 1998. 5. Ketua Pemerintahan Mahasiswa USU Tahun 1999-2000.

6. Ketua Koordinator Daerah (KORDA) GMNI SUMUT Tahun 2001-2005. 7. Staf Ahli CEGAD Tahun 2004.

8. Pengurus INKAI Cabang Medan tahun 2006-2010.

9. Sekretaris Persatuan Alumni GMNI Cabang Medan tahun 2007 sampai Sekarang.

10.Ketua Departemen Hukum, Advokasi dan Litigasi Lembaga Mitra Pembangunan Bona Pasogit Republik Indonesia periode 2007-2012. 11.Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Advokat Indonesia

Kota Medan Periode 2007-2011.

Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya perbuat dengan sebenarnya.

Medan, September 2008, Hormat Saya,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR BAHASA ASING ... x

BAB I : PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Perumusan Masalah ..……… 6

C. Tujuan Penelitian ……….. 6

D. Manfat Penelitian ………. 7

E. Keaslian Penelitian ………... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsional ………... 8

G. Metode Penelitian ………. 35

H. Sistematika Penulisan ... 38

BAB II : PERTANGGUNGJAWABAN DIREKTUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ………. 40

A. Pengaturan Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan Terbatas ……….... 40

B. Perbandingan Pengaturan Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan Terbatas ... 52


(14)

C. Kasus Mengenai Tanggung Jawab Direksi ... 56

BAB III : KRITERIA UNTUK MENENTUKAN DIREKTUR TELAH MELAKUKAN KESALAHAN DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN YANG MERUGIKAN PEMEGANG SAHAM MINORITAS ... 63

1. Duty of Loyality ... 64

2. Duty of Care ... 69

3. Ultra Vires ……… 78

4. Busines Judgement Rules ……….. 80

BAB IV : BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN YANG DAPAT DIMINTAKAN OLEH PEMEGANG SAHAM MINORITAS TERHADAP DIREKTUR YANG TELAH MELAKUKAN KESALAHAN DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN ... 87

A. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas Oleh Undang-undang 87

B. Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Pemegang Saham Minoritas ... 97

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman


(17)

DAFTAR ISTILAH ASING

Accountability Akuntabilitas

Beneficiary pihak yang dipegang untuk suatu kepentingan

Benefit Kepentingan/keuntungan

Candor Keterusterangan

conflict of interest Benturan kepentingan

Disclosure keterbukaan

Disclosure and Transparncy keterbukaan dan transparansi

duty of care Tugas mempedulikan

duty of loyalty

duty of skill and care Tanggung jawab yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi

Express authority Kewenangan yang tersurat

Fidere Mempercayai

Fiducia Kepercayaan

fiduciary duty Tanggung jawab karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepada direksi oleh perseroan

go public perusahaan terbuka

Good corporate governance Pengelolaan perusahaan yang baik

good faith itikad baik

Good governance Pengelolaan yang baik

high degree derajat yang tinggi

Implied power Kewenangan yang tersirat

Inherent authority Kewenangan yang melekat

Insolvent tidak mampu membayar hutang

intra vires Direksi bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Anggaran Dasar

mandatory element unsur wajib

Naamloze Vennootschap

Negligence Kelalaian

onrechtmatige daad perbuatan melawan hukum

Outside of power Melebihi kekuasaan

Persona standi in judico mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

proper purpose tujuan yang layak

Responsibility Pertanggungjawaban


(18)

perseroan

Scrupulous Ketelitian

Stakeholders Pemegang kepentingan

The Equitable of Treatment of Share Holders

konsepsi perlakuan sama

The Rights of Share Holders hak-hak pemegang saham

To trust Mempercayai

Trust Kepercayaan

trust and confidence kepercayaan dan kerahasiaan

Trustee Orang yang memegang sesuatu secara kepercayaan untuk kepentingan orang lain

ultra vires Direksi bertindak di luar batas kewenangan yang diberikan kepadanya oleh Anggaran Dasar


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesuatu perusahaan dapat disebut sebagai Badan Hukum, apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak memberi ketegasan kapan satu perusahaan dinyatakan sebagai badan hukum, akan tetapi di negeri Belanda yang merupakan tempat asal mula KUHD telah lama dinyatakan bahwa Naamloze Vennootschap (NV) telah menjadi badan hukum manakala telah diperoleh pengesahan Menteri Kehakiman.1

Tentu dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hal tersebut tidak perlu diragukan lagi, karena dalam Pasal 7 ayat (4) dengan tegas dinyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.

Dalam perusahaan perseroan direksi merupakan pihak yang paling memiliki peranan penting, baik dalam mengatur perusahaan, mengelola maupun untuk

1

Rudhi Prasetya, Kedudukan mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung : Citra Aditya Bakti 1995), h. 166. Dalam hal ini dijelaskan juga bahwa Soekardono cenderung berpendapat bahwa PT. Susah menjadi badan hukum manakala telah diperoleh pengesahan Menteri Kehakiman. Demikian halnya dengan putusan Mahkamah Agung tanggal 21 Desember 1976 No. 297 K/Sip/1964, dipermasalahkan bagaimana status PT yang sudah memperoleh pengesahan Menteri Kehakiman tetapi belum didaftarkan di Pengadilan Negeri dan belum diumumkan dalam Berita Negara, apakah dapat bertindak sebagai penggugat Dalam hal ini Mahkamah Agung berpendirian bahwa PT. tersebut belum merupakan badan hukum melainkan hanya pertanggung jawabannya terhadap pihak ketiga adalah seperti diatur dalam Pasal 39 W. V. K., hal ini tidak mempunyai akibat hukum bahwa PT. tersebut tidak mempunyai persona standi in judicio.


(20)

memajukannnya.2 Setiap jabatan memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

(persona standi in judicio) setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh

tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.

Anggota direksi juga bertanggung jawab secara penuh apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.3 Dengan ketentuan mengenai tugas direksi seperti ini maka direksi mempunyai dua tugas terhadap perseroan (dan pemegang sahamnya) yaitu duty of loyalty dan duty of care.

Berdasarkan fungsinya, pada dasarnya direksi menjalankan kepentingan-kepentingan para pemegang saham termasuk untuk secara terus menerus dan sekuat tenaga mengelola perseroan dengan baik untuk mencapai tujuan perseroan, termasuk dalam pengurus ini adalah memberitahu para pemegang saham mengenai perkembangan perseroan, meskipun kemudian informasi yang diberikan oleh perseroan tersebut digunakan untuk melakukan pengambilan keputusan keluar dari perseroan. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang dijalankan oleh direksi. Pemegang saham mayoritas adalah pemilik perusahaan yang mendominasi saham pada perusahaan sedangkan pemegang saham minoritas adalah pemilik perusahaan yang memiliki saham relatif sedikit pada perusahaan.

2

Business Law, “Direksi Perseroan”, No. 05/Th. 1 Desember 2002, h. 46.

3

I. G. Rai Widjaya, I, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2000), h. 67.


(21)

Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) prinsip yang penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care). Kedua prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. 4

Masalah pertanggungjawaban direksi diatur dalam ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas di bawah ini: 5

1) Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.

2) Setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah dan lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 1.

3) Atas nama persero, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota direksi yang karena atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (Pasal 97 ayat (6) UUPT).

Dalam ketentuan Pasal 104 Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa :

1. Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

2. Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung

4

Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perseroan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 6.

5


(22)

renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.

3. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

4. Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan :

a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.

Kasus PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA), bahwa direktur ditempatkan dalam dilema yang besar, karena di satu pihak menurut Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas, setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Sedangkan di pihak lain, Direktur MNA justru memahami isi dan jiwa Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, sebab ia menolak perintah Menteri Perhubungan untuk pesawat terbang CN-235 dengan alasan jika perintah tersebut

dijalankan pasti akan mengakibatkan kerugian pada perusahaan. 6 Kasus ini jelas memperlihatkan bahwa ukuran seorang direksi beritikad baik

tidak diatur secara rinci oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas. Dengan kata lain,

6

Kwik Kian Gie, Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama), h. 354.


(23)

bahwa Undang-Undang Perseroan Terbatas belum jelas memberi pengaturan terhadap tanggung jawab direksi, ataupun perundang-undangan tersebut masih bersifat sumir atau tidak cukup terperinci jika suaru perusahaan terlihat menawarkan efek melalui pasar modal, maka secara keseluruhan hal ini merupakan pertanda bahwa status perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka (go public).7

Dalam hal ini perseroan terbuka merupakan perseroan terbatas yang modal dan sahamnya telah memenuhi syarat-syarat tertentu, dimana saham-sahamnya dijual kepada publik atau masyarakat sehingga jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar modal. ”Salah satu ciri perusahaan terbuka adalah perlunya keterbukaan (disclosure) atas informasi perusahaan kepada publik, sehingga hukum pun mengatur masalah perusahaan terbuka, termasuk tentang keterbukaan informasi ini secara sangat detail”.8 Keterbukaan atau disclosure merupakan komponen terpenting dalam industri sekuritas (pasar modal). Keterbukaan bukan saja merupakan kewajiban bagi perusahaan publik yang akan dan telah melakukan penawaran umum tetapi juga merupakan hak investor dapat dilakukan dan oleh karenanya merupakan kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan oleh perusahaan publik. Melalui keterbukaan yanag diwujudkan dengan dipaparkannya keadaan, peristiwa dan fakta yang ada dalam perusahaan maka investor dapat mengambil keputusan untuk melakukan investasi atau efek perusahaan baik untuk membeli, menjual atau menahan efek terebut.

7

I. P. G. Ary Suta, ”Informasi dalam Penawaran Umum”, diselenggarakan oleh Lembaga Manjemen Keuangan dan Akuntansi bekerja sama dengan Himpunan Konsultasi Hukum Pasar Modal, Jakarta, 10 Juli s/d 22 Juli 1995, h. 1, juga pernah disajikan dalam acara work shop Proses Emisi di Indonesia, pada tanggal 10 Juli 1995 di Jakarta dengan penyesuaian seperlunya.

8

Munir Fuady, I, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 51.


(24)

Karena pentingnya masalah keterbukaan ini maka sekali emiten masuk ke pasar modal maka kewajiban untuk melakukan keterbukaan tersebut wajib dilakukan sepanjang usia perusahaan tersebut.9 Dengan kata lain direksi diwajibkan mempunyai informasi dan fakta materil tanpa memperhatikan apakah informasi tersebut bermanfaat atau tidak untuk kepentingan harga saham emiten.10 Oleh karena itu, kewajiban perseroan melakukan keterbukaan terus menerus dalam rangka memenuhi kewajiban yang dibebankan kepada direksi perseroan.11

B. Perumusan Masalah

Dengan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pertanggungjawaban direktur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?

2. Bagaimana kriteria untuk menentukan direktur telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan perseroan yang merugikan pemegang saham minoritas ?

3. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan oleh pemegang saham minoritas terhadap direktur yang telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan persero ?

C. Tujuan Penelitian

9

Hamud M. Balfast, Sedikit Tentang “Disclosure” Dan “Corporate Governance”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Januari-Februari 2003, h. 96.

10

Ibid, h. 97.

11


(25)

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban direktur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui kriteria untuk menentukan direktur telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan perseroan yang merugikan pemegang saham minoritas.

3. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan oleh pemegang saham minoritas terhadap direktur yang telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan persero.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan akan bermanfat dalam rangka mengembangkan ilmu hukum, khususnya hukum bisnis termasuk hukum perusahaan Indonesia.

2. Secara praktik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi lembaga Legislatif, lembaga Yudikatif, dan lembaga Eksekutif dalam rangka penyempurnaan Undang-Undang Perseroan Terbatas dengan mengadakan perbandingan hukum dengan negara lain yang lebih maju, serta diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi kalangan praktisi hukum dan dunia usaha serta sebagai


(26)

bahan kajian bagi akademisi untuk memahami wawasan ilmu pengetahuan khususnya hukum perusahaan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil penelitian yang ada, mengenai “Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam

Pengelolaan Perseroan” belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Dengan demikian

penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori

a. Organ Perseroan

Undang-Undang Perseroan Terbatas mendefinisikan Perseroan Terbatas (perseroan) sebagai: “Badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksananya”.12

12

Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 7.


(27)

Dari batasan yang diberikan tersebut di atas ada lima hal pokok yang dapat dikemukakan di sini: 13

1. Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum. 2. Didirikan berdasarkan perjanjian.

3. Menjalankan usaha tertentu.

4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham. 5. Memenuhi persyaratan Undang-Undang.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak ada satu pasal pun yang menyatakan perseroan sebagai badan hukum, tetapi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 bahwa perseroan adalah badan hukum. Ini berarti perseroan tersebut memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya.

Sebagai badan hukum, menurut Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, yaitu:14

a. Organisasi yang teratur.

Organisasi yang teratur ini dapat dilihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Direksi, dan Dewan Komisaris.15 Keteraturan organisasi dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Anggaran Dasar, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan Komisaris, Keputusan Direksi dan Peraturan Perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.

13

Ibid, h. 7.

14

Ibid, h. 8.

15


(28)

b. Harta kekayaan sendiri.

Harta kekayaan sendiri ini merupakan modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham16 yang terdiri atas uang tunai dan harta kekayaan dalam bentuk lain.17

c. Melakukan hubungan hukum sendiri.

Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh pengurus yang disebut Direksi dan Komisaris. Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam melaksanakan kegiatannya tersebut, direksi berada dalam pengawasan Dewan Komisaris, yang dalam hal-hal tertentu “membantu” direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut.

d. Mempunyai tujuan sendiri.

Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan. Karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan atau laba.

Menurut Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Ini berarti secara prinsipnya pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh karenanya tidak bertanggungjawab atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan. Para pemegang saham tersebut hanya bertanggungjawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.

Perseroan terbatas mempunyai organ yang disebut organ perseroan, gunanya untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan

16

Pasal 31 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

17


(29)

tujuannya. Organ perseroan tersendiri terdiri dari tiga macam yang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris.18

RUPS merupakan organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan, memegang segala wewenang kekuasaan tertinggi dalam perseroan, serta memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada organ perseroan yang lainnya, misalnya dalam Pasal 75 ayat (2) ditetapkan dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.. 19

Beberapa wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan Undang-Undang Perseroan Terbatas antara lain: 20

a) Penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 19). b) Penetapan pengurangan modal (Pasal 44).

c) Pemeriksa persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan (Pasal 69). d) Penetapan penggunaan laba (Pasal 71 dan 73).

e) Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris (Pasal 94, Pasal 105 dan Pasal 106).

f) Penetapan pembubaran perseroan (Pasal 142).

Kepengurusan perseroan meliputi pengurusan sehari-hari yang dilakukan oleh direksi. Menurut I.G. Rai Widjaya bahwa ”Keberadaan direksi dalam suatu perseroan merupakan suatu keharusan atau dengan kata lain perseroan wajib memiliki direksi

18

http://www.nccg-indonesia.org/lokakarya/medandjaidir.html., “Tanggung Jawab Direksi Dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas,” diakses tanggal 22 Juni 2006, h. 1.

19

http://www.nccg-indonesia.org/lokakarya/medandjaidir.html., “Tanggung Jawab Direksi Dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas,” diakses tanggal 22 Juni 2006, h. 1.

20


(30)

karena perseroan sebagai artificial person yang tidak dapat berbuat apa-apa tanpa adanya bantuan dari anggota direksi sebagai natural person”.21

Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 5 UU Perseroan Terbatas direksi adalah ”Organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”.

Keberadaan dan fungsi direksi perseroan terbatas berdasarkan UUPT dapat dilihat dari beberapa ketentuan sebagai berikut:

1) Pasal 1 ayat (2) UUPT yang menyatakan organ perseroan adalah rapat umum pemegang saham, direksi dan dewan komisaris.

2) Pasal 1 ayat (5) UUPT yang menyatakan. direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

3) Pasal 92 ayat (1) UUPT yang menyatakan direksi menjalankan

pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

4) Pasal 98 UUPT yang menyatakan, direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

21

I.G. Rai Widjaya,II, Hukum Perusahaan:, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-undang di Bidang Usaha, (Jakarta: Megapoin, 2002), h. 208


(31)

5) Pasal 97 ayat (1) UUPT yang menyatakan, direksi bertanggungjawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 ayat (1), dan ayat (2) yang menyatakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab.

Dalam menjalankan tugasnya, Direksi diberikan hak dan kekuasaan penuh, dengan konsekuensi setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh Direksi akan dianggap dan diperlakukan sebagai tindakan dan perbuatan Perseroan, sepanjang mereka bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Anggaran Dasar (intra

vires) dan tidak melampui batas kewenangannya.

Sedangkan bagi tindakan-tindakan Direksi yang merugikan Perseroan, yang dilakukan di luar batas kewenangan yang diberikan kepadanya oleh Anggaran Dasar (ultra vires), dapat tidak diakui oleh atau sebagai tindakan perseroan. Dengan ini, berarti direksi bertanggung jawab secara pribadi atas setiap tindakannya yang di luar batas kewenangan yang diberikan dalam anggaran dasar perseroan.

Dalam suatu perseroan “organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan adalah dewan komisaris”.22 Keberadaan dewan komisaris dalam UU Perseroan Terbatas dinyatakan dengan tegas sebagai salah satu organ perseroan yang bertugas untuk melakukan pengawasan secara umum dan/atau

22


(32)

khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.23 Dengan demikian ”dewan komisaris berfungsi sebagai pengawas dan penasehat direksi, sehingga keberadannya merupakan suatu keharusan”.24

b. Peran Direksi dalam Perseroan

Direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi serta berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk atas nama perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan dan jalannya perseroan untuk serta tujuan perseroan.25 Dalam hal ini anggota direksi sendiri tidak berwenang mewakili peseroan apabila:26

a. Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dan anggota direksi yang bersangkutan, atau

b. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.

Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. “Hal ini membawa kon-sekuensi hukum bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha perseroan”. 27

23

Pasal 1 angka 6 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

24

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni, 2004), h. 193

25

Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op Cit., h. 97.

26

Bussiness Law, Op Cit., h. 64.

27


(33)

Menurut I.G. Rai Widjaya “Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi anggota direksi yang juga merupakan orang perseroan, yakni”:28

a. mampu melaksanakan perbuatan hukum, dan

b. tidak pernah dinyatakan pailit, atau yang menjadi anggota direksi, atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau yang pernah dihukum karena melaksanakan tindak pidana yang merugikan waktu 5 (lima) tahun, sebelum pengangkatan jangka waktu lima tahun tersebut dinyatakan bersalah menyebabkan perseroan pailit, atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalani hukum.

Pembatasan waktu lima tahun ini juga dianut oleh Negara maju seperti Inggris. Orang-orang yang bertindak selaku direktur dari perusahaan yang dinyatakan tidak mampu membayar utang-utangnya (insolvent) tidak diperkenankan bertindak sebagai direktur perusahaan tersebut dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan perusahaan-perusahaan dengan tanggung jawab terbatas, dengan memakai sederetan perusahaan-perusahaan yang satu dilikuidasi meninggalkan utang-utang dan mulai dengan perusahaan baru.29

Dalam melaksanakan kepengurusan atas perseroan, direksi tidak hanya bertanggung jawab terhadap perseroan dan para pemegang perseroan, melainkan juga terhadap pihak ketiga yang berhubungan hukum, baik langsung maupun tidak langsung dalam perseroan.

28

I. G. Rai Widjaya, I, Op Cit., h. 64.

29


(34)

Dengan demikian, boleh dikatakan tugas dan tanggung jawab direksi dapat dibebankan dalam:30

1. tanggung jawab internal direksi yang meliputi tugas dan tangung jawab direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan; dan

2. tanggung jawab eksternal direksi, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan.

I.G. Rai Widjaya mengatakan :

Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan. Artinya adalah secara “fiduciary” harus melaksanakan “standard of care”. Yang dimaksud dengan fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan oleh direktur yang penuh tanggung jawab untuk kepentingan (benefit) orang atau pihak lain (perseroan) direksi melakukan tugas dan kewajiban atas tindakan hukum berdasarkan kemampuan serta kehati-hatian (duty of skill and care) yang diperlukan untuk mewujudkan kepentingan perseroan.31

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa tanggung jawab ini timbul apabila direksi yang memiliki wewenang atau direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan mengurus perseroan mulai menggunakan wewenangnya.

Agar direksi sebagai orang sehari-hari mengurus perseroan dapat mencapai prestasai yang besar, maka ia harus diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas tertentu yang diberikan kepadanya. 32 Dalam melaksanakan tanggung jawab atas perseroan, dalam melakukan tindakan pengurusan perseroan tersebut direksi harus memperhatikan beberapa ketentuan berikut:

a. Ultra Vires

30

Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op Cit, h. 112.

31

I. G. Widjaya, I, Op Cit., h. 75.

32

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 67.


(35)

Istilah ultra vires berasal dari bahasa Latin, yang berarti “di luar” atau “melebihi” kekuasaan (outside of power), yaitu di luar kekuasaan yang diizinkan oleh hukum terhadap suatu badan hukum”.33 Menurut Munir Fuady bahwa: “Istilah ultra vires diterapkan dalam arti yang luas, yakni termasuk tidak hanya kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasarnya, tetapi termasuk juga tindakan yang tidak dilarang tetapi melampaui kewenangan yang diberikan”.34

Jika dilihat dari kewenangan umum perseroan sebagai kriterianya, maka kewenangan umum tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:35

a) Kewenangan yang melekat (Inherent Authority) pada Perseroan

Kewenangan yang melekat (inherent authority) pada perseroan adalah kewenangan yang pada setiap perseroan terlepas apa pun jenis atau bisnis dari perseroan tersebut. Misalnya :

(1) menggugat atau digugat di pengadilan atau di badan-badan pemutus lainnya;

(2) melakukan bisnisnya di dalam atau di luar negeri;

(3) memiliki legalitas produk perseroan, seperti corporate seal, stempel, name, merek, logo, dan sebagainya;

(4) membuat kontrak, pinjam-meminjam uang, atau pemberian garansi terhadap pihak lain;

(5) melakukan atau menerima peralihan hak, atau menjaminkan aset-aset perseroan;

(6) menjadi partner/manager atau memegang saham dalam partnership atau perusahaan yang lain.

(7) Mengatur dan mengubah anggaran dasar atau peraturan perusahaan dalam hal menata masalah internal perseroan;

(8) Memberikan derma dengan alasan kemanusiaan;

(9) Mengangkat pegawai dan agen, menentukan ruang lingkup tugas, memberikan gaji dan kompensasi kepadanya, menyediakan dana pensiun, dan lain-lain.

b) Kewenangan yang tersurat (Express Authority)

33

Munir Fuady, II, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 110

34

Ibid

35


(36)

Kewenangan yang tersurat adalah kewenangan dari perseroan dimana kewenangan tersebut disebut bahkan sering diperinci dengan tegas dalam anggaran dasar dari perseroan tersebut. Terhadap model yang terperinci dalam anggaran dasarnya, maka kewenangan yang tersurat tersebut akan berbeda-beda menurut model bisnis yang dilakukan oleh perseroan tersebut.

c) Kewenangan yang tersirat (Implied Power)

Adapun yang merupakan kewenangan yang tersirat (implied power) atau yang disebut juga dengan incidental power adalah kewenangan dari perseroan dimana kewenangan tersebut harus dianggap penting atau layak ada dalam menjalankan bisnis atau merealisasi tujuan atau kewenangan yang tersurat dalam anggaran dasar atau perundang-undangan yang berlaku.

Mengenai ultra vires ini, Fred B.G Tumbuan sebagaimana dikutip oleh Gunawan Widjaya mengatakan bahwa:36

Maksud dan tujuan perseroan memiliki peran ganda, yaitu di satu pihak merupakan keberadan perseroan dan pihak lain menjadi pembatasan bagi kecakapan bertindak perseroan. Perbuatan hukum yang perseroan tidak cakap untuk melakukannya karena berada di luar cakupan maksud dan tujuan dikenal dengan ultra vires.

Suatu tindakan yang tergolong ultra vires oleh hukum pada prinsipnya dianggap tidak sah.37 Perbuatan ultra vires pada prinsipnya adalah perbuatan yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat perseroan. Dalam hal ini ada 2 (dua) hal yang berhubungan dengan tindakan ultra vires yaitu:38

a) Tindakan yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta anggaran dasar perseroan adalah tindakan yang berada di luar maksud dan tujuan perseroan.

36

Gunawan Widjaya, Op cit, h. 22

37

Ibid, h. 111

38

Supra Notes 5, Haj Ford, “Principle of Company Law”, London, Butterworth, 5th ed, 1990, h. 83, dalam Gunawan Widjaya, Ibid


(37)

b) Tindakan dari direksi perseroan diluar kewenangan yang diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan.

Ketentuan ultra vires tidak diatur secara tegas di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, tetapi lebih mempercayakan anggaran dasar. disamping itu, dalam praktek peradilan tidak banyak terdengar ada persoalan yang berkenaan dengan doktrin ultra vires ini, sehingga tidak diketahui juga dengan pasti bagaimana posisi yurisprudensi terhadap hal ini. Namun demikian Munir Fuady berpendapat bahwa “Secara prinsip doktrin ultra vires berlaku di Indonesia dengan pertimbangan sebagai berikut:39

a) Prinsip ultra vires sudah merupakan doktrin yang berlaku universal.

b) UU Perseroan Terbatas mengisyaratkan berlakunya doktrin ultra

vires, yang antara lain menempatkan maksud dan tujuan perseroan

pada posisi yang penting. Konsekuensi logisnya adalah bahwa pelanggaran terhadap maksud dan tujuan tersebut dapat menjadi masalah serius.

b. Fiduciary Duty

39


(38)

Istilah fiduciary duty berasal dari 2 (dua) kata, yaitu fiduciary, dan duty.40 Istilah “duty” banyak dipakai dimana-mana yang berarti “tugas” sedangkan istilah

fiduciary (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin “fiduciaries” dengan akar

kata “fiducia” yang berarti “kepercayaan” (trust) atau dengan kata kerja “fidere” yang berarti mempercayai (to trust). Sehingga dengan istilah “fiduciary” diartikan sebagai “memegang sesuatu dalam kepercayaan” atau “seseorang yang memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain”. Dengan demikian, dalam bahasa Inggris, orang yang memegang sesuatu secara kepercayaan untuk kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah

“trustee” sementara pihak yang dipegang untuk kepentingan tersebut disebut

dengan istilah “beneficiary”.41 Perlu diketahui bahwa asal mulanya trust (sehingga menerbitkan hubungan fiduciary dan fiduciary duty sebagai suatu pranata hukum adalah dari Inggris yang berlaku sistem hukum Common Law.

Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyi tugas (fiduciary duty) ketika dia dipercayakan untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan seseorang lain atau untuk kepentingan dirinya sendiri, atau yang seperti yang disebut Benyamin N. Cardozo dalam kasus People V. Mancuse (1931 di Amerika Serikat) “Suatu derajat kepedulian dan kehati-hatian yang sama jika seseorang karena kepentingan sendiri umumnya melakukan tindakan terhadap masalahnya sendiri

40

Ibid, h. 32.

41


(39)

(the degree of care and prudence that men prompted by self interest generally exercise in their own affairs)”. 42

Dalam hal ini kriteria tugas direksi perseroan dapat dibeda-bedakan sebagai berikut :43

a) Fiduciary duty

Dalam hal ini yang dimaksud adalah tugas yang tertib dari suatu hubungan fiduciary antara direksi dengan perusahaan yang dipimpinnya ang menyebabkan direksi berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum

trust. Maka seorang direksi haruslah memunyai kepedulian dan kemampuan (duty care and skill) itikad baik loyalitas dan kejujurang terhadap

perusahaannya dengan “derajat yang tinggi” (high degree). b) Tugas mempedulikan (duty of care)

Tugas mempedulikan (duty of care) yang diharapkan dari direksi adalah duty of care sebagai mana dimaksud dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dalam arti direksi diharapkan untuk berbuat secara hati-hati sehingga terhindar dari perbuatan kelalaian

(negligence) yang merugikan pihak lain.

Beberapa “pedoman dasar” sebagai direksi dalam menjalankan

fiduciary duty terhadap perseroan yang dipimpinnya. Adapun pedoman dasar

tersebut adalah sebagai berikut : 44

42

Ibid, h. 39.

43


(40)

(a) Fiduciary duty merupakan unsur wajib (mandatory element) dalam

hukum perseroan.

(b) Dalam menjalani tugas, seorang direksi tidak hanya harus memenuhi unsur “ tujuan yang layak” (proper purpose).

(c) Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, terhadap perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugasya fiduciary duty tersebut.

(d) Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh yang dihadirinya.

(e) Sungguh pun penyandang tugas sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh perusahaan.

(f) Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan “sense of business” yang dimilikinya. Bahkan pihak pengadilan boleh ikut campur mempertimbangkan “sense of businees” dari pihak direksi.

(g) Dalam hal-hal dimana tedapat conflict of interest, seorang direksi dilarang atau setidak-tidaknya dibatasi atau diawasi dalam menjalankan tugasnya pengawasan tersebut misalnya dengan memberlakaukan prinsip keterbukaan informasi (disclosure) terhadap setiap transaksi yang ada conflict of interest.

Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan fiduciary duty tersebut diatas kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), keterusterangan

(candor). 45

c. Good Corporate Governance

44

Ibid, h. 61.

45

Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana, 2001), h. 72 (dikutip dari Hendry Cambell Black, Black,s Law Dictionary, Six Edition st. Paul. Minn : West Publishing Co, 1990).


(41)

Sejak terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia pada akhir tahun 1997-an masaah corporate governance mendapat perhatian yang cukup besar dari masyarakat dan pemerintah Republik Indonesia. Hal ini karena adanya anggapan bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan Indonesia yang secara langsung juga menyebabkan terjadinya krisis moneter tersebut adalah akibat kurang diterapkannya prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate

governance) di dalam banyak perusahaan Indonesia. Selain itu tuntutan atas adanya

penerapan good corporate governance juga telah menggemakan isu untuk menarik minat masuknya pemodal asing ke dalam pasar modal atau bursa suatu negara. Dengan demikian, penerapan prinsip-prinsip good governance yang semakin baik merupakan indikasi adanya perlakuan yang baik terhadap pemodal.46

Isu corporate governance itu sendiri muncul sejak diperkenalkannya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah:47

46

Hamud M. Balfast, Op Cit, h. 99 (dikutip dari Merrit B. Fox & Michael A. Heller, “Corporate Governance Lessons From Russian Enterprise Fiascoes”, New York University Law Review, Volume 75 : 1720, Desember 2000. mengenai masalah penerapan corporate governance di perusahaan-perusahaan di Asia, ada tulisan pendek yang membahas mengenai lemah penerapan atas masalah ini : Ronnie C. chan, Raise the Bar for Asia,s Companies”, the asian Wall Street Journal, 20-22 Juli 2001, h. P9. Dalam tulisannya ini Ronnie C. Chan, yang merupakan chairman dari Hang Lung Group di Hong Kong menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya krisis moneter di Asis yang dimulai pada tahun 1997 karena lemahnya penerapan atas corporate governance.

47

www.madani-ri.com/dl_jump.php%3Fid%3D2+perlindungan+pemegang+ saham+ minoritas&hl=id&ct=clnk&cd=15&gl=id, ”Pengertian Dasar dan Prinsip Dasar Good Corporate Governance”, diakses tanggal 10 September 2007


(42)

Prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.

Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar

pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki

stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya

adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.48

Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.

48


(43)

Di tanah air, secara harafiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

Hamud M. Balfast mengartikan Corporate governance sebagai : 49

Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah karyawan serta para pemegang kepentingan (stakeholders) intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:

a. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan para Stakeholder lainnya.

b. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.

c. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

Tata kelola organisasi secara baik dapat dilihat dalam kontes mekanisme internal organisasi ataupun mekanisme organisasi. Mekanisme internal lebih fokus kepada bentuk pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan ketiga prinsip di atas, sedangkan mekanisme eksternal berjalan secara harmonis tanpa

49


(44)

mengabaikan pencapaian tujuan organisasi. GCG dapat diterapkan dalam suatu aktifis maupun keputusan top manajemen selalu berorientasi kepada pencapaian tujuan organisasi. 50

Jika dilihat Global Corporate Governance Forum, maka forum ini secara

tegas menyatakan : 51

Good governance sudah menjadi sebuah isu penting dunia organisasi

mempunyai peran kunci untuk bermain peningkatan pengembangan ekonomi dan sosial. Good Governance adalah mesinnya pertumbuhan global pertanggung jawabannya menyediakan lapangan kerja, pelayanan public dan

private, pengadaan barang dan jasa serta infrastruktur. Sekarang ini efisiensi

dan pertanggungjawaban organisasi tidak perduli apakah organisasi publik atau private. Good Governance telah menjadi agenda pokok internasioanal. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa sebenarnya Indonesia menyimpan potensi yang baik sebagai tempat investor menanamkan dananya. Hal tersebut dapat kita lihat dari pernyataan para pemodal asing yang menyatakan bahwa mereka berani memberikan premi sebesar 27% (dua puluh tujuh persen) hingga 30% (tiga puluh persen) pada setiap investasi, dengan catatan bahwa good corporate governance telah dijalankan secara baik.52 Hasil dari riset itu juga mengungkapkan bahwa Indonesia berada pada urutan terbawah dalam hal sasaran favorite investor asing di Asia.

Dari defenisi di atas dapat dilihat corporate governance sebenarnya adalah sekumpulan dari aturan yang mendorong atau mengharuskan ada pengelola atas terbesar di berbagai macam peraturan perundangan baik itu Undang-Undang tentang

50

Akhmad Syakhroza, Reformasi Profesi Akuntansi Sektor Publik Dan Good Corporate Governance, Manajemen Usahawan Indonesia, No. 02/TH.XXXII Februari 2003, h. 15.

51

Ibid, h. 16.

52

Bacelius Ruru, Tantangan dan Peluang BEJ Dalam Era Perdagangan Bebas, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Januari-Februari 2003, h. 21.


(45)

perseroan terbatas, peraturan yang menyangkut perusahaan public yang dikeluarkan Bapepam dan Bursa, serta peraturan lain dari berbagai departemen atau Bank Indonesia. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu di Indonesia sebenarnya telah mempunyai perangkat hukum yang mengatur masalah karena memang sejak dulu sudah ada dan tersebar di berbagai peraturan perundangan.

Dalam bentuk penerapan, prinsip-prinsip Good Corporate Governance memberikan hal kepada pemegang saham untuk mengetahui dan ikut menentukan keberlangsungan usaha perseroan dalam bentuk pengambilan keputusan yang berlangsung di dalam sebuah rapat umum pemegang saham.

Panduan yang keluar oleh OECD (Organization for Economic Cooperation

and Development), bahwa prinsip-prinsip yang menetapkan beberapa hal-hal yang

penting diantaranya adalah pertama, yang berkaitan dengan hak-hak pemegang saham

(The Rights of Share Holders); kedua, yang berhubungan dengan konsepsi perlakuan

sama (The Equitable of Treatment of Share Holders); ketiga, yang berkaitan dengan peraturan tentang penerapan Corporate Governance (The Role of Stakeholders in

Corporate Governance); keempat, berhubungan dengan penerapan prinsip

keterbukaan dan transparansi (Disclosure and Transparncy); kelima, berhubungan dengan tanggung jawab dari pengurus perseroan (Responsibility of The Board). 53

Keseluruhan cakupan dari pedoman itu mencakup 4 (empat) bidang utama, yaitu :

53

http://www.safiri@dnet.net.id. ”Konsepsi Corporate Governance di Pasar Modal”, diakses tanggal 3 Juli 2007


(46)

a. Fairness (keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham,

termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

b. Transparency (transparansi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka

tepat waktu serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan.

c. Accountability (akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung jawab serta

mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.

d. Responsibility (pertanggungjawaban). Memastikan dipatuhinya peraturan serta

ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.

Dengan prinsip-prinsip corporate governance yang demikian, penerapannya

merupakan landasan atas pengelola perusahaan yang baik.

d. Saham dalam Perseroan

Saham adalah bagian pemegang saham di dalam perusahaan, yang dinyatakan dengan angka dan bilangan yang tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh perusahaan.54 Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Bukti pemilikan saham atas tunjuk berupa surat saham, sedangkan bukti pemilkan saham atas nama, diserahkan kepada para pihak pemegang saham dan ditetapkan dalam Anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.

54


(47)

Dalam bahasa Inggris, saham disebut dengan istilah share atau stock, sementara dalam bahasa Belanda disebut aandeel.55 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) tidak memberikan defenisi tentang apa yang dimaksud dengan saham ini, kecuali penyebutan bahwa saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya, vide Pasal 60 ayat (1) UUPT.

Kamus Black Law memberikan pengertian saham sebagai “suatu bagian atau porsi tertentu dari sesuatu yang dimiliki bersama oleh beberapa orang yang mempunyai referensi terhadap bagian dari kepentingan seseorang anggota yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan”.56

Sementara yang dimaksud dengan saham suatu perseroan adalah “suatu bagian proporsional dari hak-hak tertentu dalam manajemen dan profit dari suatu perseroan selama perseroan tersebut masih eksis, dan juga dari asetnya ketika perseroan dibubarkan”.57

Saham atau stock, dalam Ensiklopedi (Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan) diartikan sebagai :

Suatu bagian dalam pemilikan suatu perseroan, modal yang ditanam dalam suatu perseroan, seperti yang diwakili oleh bagian-bagian modal itu yang dimiliki oleh individu masing-masing dalam bentuk sertifikat-sertifikat saham. Suatu perseroan dapat mengeluarkan atau mengedarkan beberapa jenis

55 Munir Fuady, III, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 21

56

Henry Campbell Black, 1968, Black’s Law Dictionary, St. Paul, Minnesota, USA : West Publishing Co. h. 1542 dalam Munir Fuady,III, Op cit, h. 22

57


(48)

klasifikasi stock, dengan bermacam-macam privilesa, hak-hak, dan tanggung jawab.58

Di dalam UUPT terkandung beberapa asas terhadap saham dari suatu perseroan, yaitu :59

a. Asas hak kebendaan

Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya sebagaimana diatur dalam Pasal 60 UUPT. Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. “Oleh karena saham merupakan hak kebendaan, maka saham dapat dialihkan dan juga dapat digadaikan”.60

b. Asas keharusan nilai nominal

Asas ini mengharuskan setiap saham harus mempunyai nilai nominal. Permodalan perusahaan juga dihitung berdasarkan nilai nominal tersebut. Ditentukan juga bahwa nilai nominal haruslah ditentukan dalam mata uang rupiah.

c. Asas tidak dapat dibagi

Pasal 52 ayat (4) UUPT menentukan bahwa setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Akan tetapi dalam Pasal 54 ayat (1) UUPT menentukan pengecualian bahwa nilai nominal saham dapat dipecahkan dan harus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

d. Asas pembatasan peralihan saham

58

Munir Fuady, III, Op Cit, h. 23

59

Ibid, h. 23-25

60


(49)

UUPT memperkenankan Anggaran dasar untuk membatasi peralihan hak atas saham sebagaimana ditentukan dalam Pasal 57. Pembatasan tersebut hanya dapat dilakukan dalam hal :

a) keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya.

b) keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau.

c) keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undnagan.

Pembatasan dalam point 1 dan 2 tersebut di atas dilakukan sehubungan dengan adanya apa yang dikenal dengan “hak tolak pertama (right of first refusal)”, yakni hak dari pemegang saham lama untuk mendapatkan tawaran terlebih dahulu untuk membeli saham sebelum ditawarkan ke pihak luar. Hak tolak pertama ini tidak terjadi “demi hukum”, tetapi baru terjadi jika dengan tegas ditentukan dalam Anggaran Dasar.

e. Asas perlindungan pemegang saham minoritas

UUPT banyak mengatur ketentuan yang memberikan perlindungan kepada pemegang saham minoritas ini, yaitu yang terdapat dalam Pasal 60, 61, 62, 79, 80, 81, 97 ayat 6), 114 ayat (6), 138 ayat (3), 144 ayat (1) dan sebagainya.

f. Asas pembelian saham kembali oleh perseroan

Bagian kedua dari bab III dari UUPT mengatur tentang perlindungan modal dan kekayaan perseroan. Dalam hal ini yang diatur tidak lain dari ketentuan mengenai


(50)

pembelian kembali saham oleh perseroan, dengan dana yang diambil dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan tidak menjadi lebih kecil dari modal ditempatkan ditambah dengan reserve yang diwajibkan. Dengan demikian UUPT membuka kemungkinan pembelian saham-saham PT yang telah diisukan oleh PT yang bersangkutan, dan telah disetor dengan syarat harus dengan Rapat Umum Pemegang Saham dengan quorum dua pertiga (mutlak) dari seluruh saham dan voting juga dua pertiga (mutlak) dari yang hadir. g. Asas perletakan kepemilikan saham dengan hak suara, dan hak-hak lainnya

UUPT menganut suatu asas bahwa hakum suara melekat pada pemilik sahamnya. Karena itu saham tidak dapat dialihkan tanpa mengalihkan hak suara, dan juga tidak dapat dialihkan hak suara saja tanpa mengalihkan sahamnya. Prinsipnya perlekatan ini berlaku dalam arti yang seluas-luasnya dan berlaku sebagai

mandatory rule. Anggaran Dasar tidak boleh mengesampingkannya.

h. Asas Rapat Umum Pemegang Saham sebagai kekuasaan yang tertinggi dan sebagai residu dan variatif.

Rapat Umum Pemegang Saham merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu PT, tetapi bukan kekuasaan mutlak. Sebab UUPT menganut prinsip distribution of

power. Artinya, kewenangan dalam PT dialokasi kepada dewan komisaris,

direktur dan RUPS. Dengan demikian apabila suatu kewenangan telah dialokasikan kepada direktur atau komisaris, RUPS menjadi tidak lagi berwenang terhadap hal yang bersangkutan. Jadi memang kekuasaan RUPS tidak mutlak.


(51)

Sebagai kekuasaan tertinggi, kekuasaan RUPS juga merupakan kekuasaan yang bersifat “residu”. Maksudnya apabila ada kekuasaan yang tidak termasuk ke dalam kewenangan direksi ataupun komisaris, dan tidak tegas pula disebut merupakan kewenangan direksi ataupun komisaris, dan tidak tegas pula disebut meruapakan kewenangan RUPS, maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan RUPS sebagai kekuasaan tertinggi. Di samping itu, quorum, voting dan prosedur RUPS juga bersifat variatif. Untuk quorum, ada yang sampai tiga perempat, dua pertiga, setengah tambah satu atau sepertiga dari saham yang terwakili, atau bahkan lebih kecil lagi yang akan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Sementara yang merupakan voting, terdapat angka-angka dimulai dari 100% (musyawarah), tiga perempat, dua pertiga, sampai dengan setengah tambah satu dari jumlah saham yang hadir.

Keberadaan modal dalam PT terbagi atas saham-saham atau disebut juga sero-sero, yang dapat berupa saham atas nama maupun saham atas tunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (2) UUPT. Jenis-jenis dalam suatu PT tidak diperinci dengan tegas dalam UUPT, namun terdapat pengaturan tentang saham atas nama, saham atas tunjuk serta adanya kemungkinan klasifikasi saham.

Yang dimaksud dengan saham atas nama adalah “saham yang mencantumkan nama pemegang saham atau pemiliknya, sedangkan yang dimaksud dengan saham


(52)

atas tunjuk adalah saham yang tidak mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya”.61

Saham atas tunjuk adalah saham dengan mana setiap pemegang saham tersebut secara fisik dianggap sebagai pemiliknya, sehingga peralihan saham atas tunjuk kepada pihak lain cukup hanya dilakukan dengan menyerahkan fisik surat saham tersebut. Saham atas nama merupakan jenis saham dimana di atas lembar saam tertulis nama pemegang saham. Cara pengalihan saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan, akta pemindahan hak mana salinannya harus disampaikan secara tertulis kepada perseroan.

Pembedaan atas saham atas tunjuk dengan saham atas nama membawa konsekuensi yuridis sebagai berikut :

1. saham atas tunjuk hanya dapat dikeluarkan apabila nilai nominal saham atas nilai yang diperjanjian disetor penuh (Pasal 42 ayat 3 UUPT).

2. pemindahan saham atas tunjuk dilakukan dengan cara penyerahan surat saham tersebut, sementara penyerahan saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak. Di samping itu, pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal tunduk kepada hukum tentang pasar modal (Pasal 56 ayat (5) UUPT).62

Setiap saham memberikan hak yang tidak dapat dibagi kepada pemiliknya. Para pemegang saham tidak diperkenankan membagi hak atas saham menurut kehendaknya sendiri. Dalam hal satu saham dimiliki oleh lebih dari satu orang, maka hak yang timbul dari saham tersebut hanya dapat digunakan dengan cara menunjuk

61

Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, (Jakarta : Djambatan, 1996), h. 106

62


(53)

satu orang sebagai wakil bersama. Pembagian hak atas saham hanya dapat dilakukan dengan bantuan perseroan yang dapat menentukan pecahan nilai nominal saham dalam Anggaran Dasar.

Saham, berdasarkan undang-undang dipandang sebagai benda bergerak. Sebagaimana halnya dengan benda bergerak lainnya, saham memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Pemegang saham dapat melakukan apa saja yang dikehendakinya, bisa dijual, menggadaikan sebagai jaminan pinjaman ataupun mengalihkan.

Sebagai subjek hukum, pemegang saham mempunyai hak dan kewajiban baik terhadap perseroan, begitu pula terhadap pemegang saham lainnya. Sebagai subjek hukum pemegang saham mempunyai hak perseorangan atau personal right, yang dapat dipertahankan serta dapat menuntut pelaksanaan haknya. Ia berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.

2. Kerangka Konsepsional

Penelitian ini berjudul “Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan”. Pengertian dari judul penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:


(1)

Ini berarti, Penggugat, yang dalam hal ini bertindak atas nama kreditur, berhak meminta pembayaran atas hutang daripada Tergugat. Putusan ini telah dipertimbangkan dan disidangkan. Tergugat diwajibkan untuk membayar ganti kerugian kepada Penggugat R. 4:9-2.

Walaupun saya lebih memilih hukum New Jersey daripada hukum New York dalam kasus ini, saya melihat bahwa New York memiliki kemiripan dengan hukum yang berlaku di wilayah ini (New Jersey). New Jersey mengadopsi ketentuan Uniform Fraudulent Conveyance Act, pada bagian yang telah disebutkan di atas, pada tahun 1919. New York mengadopsi Uniform Act tersebut pada tahun 1925. Lihat New York Debtor and Creditor Law, hal. 270-281.

Ny. Lilian G. Pritchard merupakan salah satu anggota dewan direksi dari Pritchard & Baird dari tanggal 1 April 1959 hingga ia mengundurkan diri pada tanggal 3 Desember 1975, sehari sebelum perusahaan itu mengajukan permohonan pailit. Di samping uang sejumlah $33.000 yang diterimanya dari perusahaan, ia juga menjabat sebagai direktur Pritchard & baird ketika $10.355.736,91 dibayarkan secara melawan hukum oleh perusahaan itu kepada anggota keluarga Pritchard lainnya. Saya akan meminta pertanggungjawaban Ny. Pritchard atas pembayaran tersebut.

Pritchard & Baird didirikan di bawah hukum New York. Seharusnya, kedudukan Ny. Pritchard sebagai direktur ini dihindarkan dari pembayaran semacam ini, karena melanggar ketentuan Section 309 dari restatement, Conflict of Law, 2d, yang menyatakan bahwa pilihan hukum mengatur sebagai berikut :

Hukum lokal yang berlaku dalam wilayah berdirinya sebuah perusahaan, akan berlaku dalam menentukan wewenang dan tanggung jawab seorang direktur atau pejabat, kereditur dan shareholders dari perusahaan tersebut, kecuali apabila ada hukum lain yang memiliki keterkaitan yang lebih signifikan dibandingkan dengan hukum lokal tersebut, seperti dinyatakan dalam ayat 6, dimana apabila demikian, maka hukum dari negara bagian lain tersebut yang akan diberlakukan.

Saya berpendapat, dalam kasus ini, kita harus melihat kepada pengecualian yang disebutkan dalam Section 309 tersebut. Hal ini dikarenakan perusahaan lebih banyak terkait dengan Negara bagian New Jersey dibandingkan dengan Negara bagian New York. Semua shareholder dari perusahaan merupakan penduduk New Jersey. Seluruh transaksi pembayaran dilakukan di New Jersey. Semua pihak yang menerima pembayaran merupakan penduduk New Jersey, kecuali Ny. Overcash. Tanah hak milik Tn dan Ny. Pritchard didaftarkan di New Jersey, dan proses kepailitan perusahaan dan juga kepailitan Charles Jr. dan William berlangsung di Pengadilan Wilayah New Jersey, namun mereka menandatangani kontrak dengan Pritchard & baird di bawah hukum New Jersey. Singkat kata, New Jersey lebih memiliki


(2)

keterkaitan yang signifikan dalam kasus ini dibandingkan dengan New York. Lihat komentar (c) sampai dengan penjelasan Section 309.

Direktur bertanggung jawab atas manajemen umum dan kegiatan perusahaan. Lihat N.J.S.A. 14A:6-1. Mereka memiliki tanggung jawab tertentu dalam hal pembagian aset pada shareholder dan pemberian pinjaman kepada pejabat dan direktur perusahaan. Lihat N.J.S.A 14A:6-12. Memang benar bahwa dalam kasus ini direktur tidak pernah diminta melakukan tindakan tegas atas pinjaman secra melawan hukum yang diberikan kepada keluarga Pritchard. Saya juga tahu bahwa Nyonya Pritchard sama sekali tidak mengetahui apa yang sebenarnya telah dilakukan putra-putranya terhadap perusahaan, dan ia tidak mengetahui bahwa hal itu melawan hukum. Dia tidak pernah bermaksud untuk menipu para kreditur perusahaan. Akan tetapi, jika Ny. Pritchard sedikit saja memberikan perhatian kepada perusahaan sesuai dengan tugasnya sebagai direktur, ia sepatutnya mengetahui apa yang terjadi.

Laporan keuangan Pritchard & Baird dipersiapkan tiap tahunnya. Laporan itu hanya memuat pernyataan-pernyatan sederhana, tidak lebih dari tiga atau empat halaman. Laporan keuangan tahunan secara jelas memperlihatkan pinajaman yang diberikan kepada anggota keluarga Pritchard dan juga dengan jelas menunjukkan bahwa keadaan keuangan perusahaan yang buruk. Sebagai contoh, jika laporan keuangan periode 31 Januari diperhatikan sedikit saja, akan terlihat bahwa Charles Jr. telah menarik uang perusahaan sejumlah $230.932 di luar kewenangannya, dan William di luar kewenangannya juga telah menarik dana sebesar $207.329 (Bukti P-21). Sedikit perhatian pada laporan keuangan periode 31 Januari 1973 akan dapat memperlihatkan Charles Jr. berhutang kepada perusahaan $1.899.288 dan William berhutang kepada perusahaan $3.506.460 (Bukti P-23). Laporan keuangan periode 31 Januari 1975, dokumen sederhana yang terdiri dari empat halaman, memperlihatkan Charles Jr. berhutang kepada perusahaan $4.373.928, William berhutang $5.417.388 (Bukti P-22). Semua lapotan keuangan menunjukkan bahwa perusahaan tidak memiliki aset. Singkatnya, siapa pun yang memiliki sedikit pengetahuan mengenai kegiatan bisnis dan memberikan sedikit perhatian pada laporan keuangan sejak tanggal 31 Januari 1970 akan mengetahui bahwa Charles Jr. dan William, secara gamblang, mencuri uang perusahaan yang seharusnya dibayarkan pada pelanggan perusahaan tersebut.

(6&7) Saya tidak dapat menemukan kasus seperti ini di New Jersey, yang dapat dijadikan

Pijakan untuk menangani kasus ini. Walaupun demikian menurut saya, tanggung jawab dasar dari seorang direktur mewajibkannya untuk mengetahui kegiatan dasar perusahaan yang dipimpinya. Ia harus mengetahui bidang usaha yang digeluti perusahaannya, dan ia juga harus memiliki pengetahuan luas mengenai kegiatan perusahaan tersebut. Dalam kasus ini Ny. Pritchard seharusnya mengetahui bahwa Pritchard & Baird bergerak di bidang


(3)

penjaminan perantara efek, dan biasanya menguasai, atau berhutang, jutaan dolar kepada perusahaan penampung dan perusahaan penajmin lainnya. Dengan pengetahuan itu, saya menganggap bahwa dalam kedudukannya sebagai direktur, Ny. Pritchard seharusnya, paling tidak, meminta dan membaca laporan keuangan tahunan perusahaan. Ia kemudian akan dapat mengambil tindakan sesuai dengan pernyataan yang tertera dalam laporan keuanagn tersebut.

(8) Dalam kasus ini, muncul argumen bahwa seharusnya Ny. Pritchard tidak dimintai pertanggung jawaban dalam kedudukannya sebagai direktur Pritchard & Baird karena ia hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang menjalani tugas sebagai direktur atas nama suami dan puta-putranya. Saya ingin menyatakan bahwa saya menolak alasan dengan dasar status kelamin tersebut. Tidak ada alasan mengapa seorang ibu rumah tangga tidak dapat menjadi seorang direktur perusahaan seperti Pritchard & Baird, di luar dari kurangnya pengalaman di bidang bisnis, jika wanita tersebut sedikit saja memberikan perhatian terhadap apa yang menjadi tugasnya. Ny. Pritchard hanyalah ibu rumah tangga biasa. Masalahnya adalah, Ny. Pritchard menduduki jabatan yang menimbulkan tanggung jawab tertentu dan ia tidak bisa menunjukkan sedikit pun usaha untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya itu. Teori bahwa seorang wanita harus dilepaskan dari tanggung jawab semacam itu, akan berakibat pada disamakannya wanita dengan anak di bawah umur yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas segala tindakan dan kelalaiannya.

Muncul pula argumen bahwa pertanggungjawaban atas Ny. Pritchard dikesampingkan karena ia sudah usia lanjut dan menjadi sangat lemah karena kehilangan suaminya, terkadang mengkomsumsi banyak alkohol, dan secara psikologis sangat kecewa dengan tindakan putra-putranya. Saya sama sekali tidak terkesan dengan kesaksian yang mendukung argumen tersebut. Tidak ada satu bukti yang menunjukkan bahwa Ny. Pritchard pernah menjadi tidak kompeten dalam jabatannya. Tidak ada satu bukti bahwa ia sebagai direktur pernah mempertanyakan atau menghentikan tindakan Charles Jr. dan William. Kenyataannya, Ny. Pritchard tidak pernah mengetahui perbuatan putra-putranya, karena ia sama sekali tidak pernah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai direktur Pritchard & Baird.Tergugat memberikan argumen bahwa Ny. Pritchard seharusnya tidak dimintai pertanggungjawaban karena ia hanyalah seorang direktur “boneka”, dan mereka mendasarkan argumennya itu pada putusan dalam kasus General Films Inc. v. Sanco Gen’l Mfg. Corp., 153 N.J. Super. 369.379 A.2d 1042 (App.Div.1977). Dalam kasus itu, perusahaan Tergugat adalah perantara efek dimana Penggugat telah menyerahkan sejumlah uang untuk membeli sejumlah bahan bangunan.Tergugat meletakkan dana tersebut pada pembukuan umum dari perusahaannya. Perusahaan itu tidak dapat menyelesaikan pesanan bahan


(4)

bangunan itu dan tidak mampu mengembalikan sisa pembayaran kepada Penggugat. Penggugat kemudian mengajukan gugatan terhadap perusahaan tersebut, diwakili oleh seorang bernama Jerry Galuten, yang sehari-harinya mengendalikan perusahaan, dan Sandra Galuten, istrinya. Ny. Galuten adalah pemegang saham tunggal dari perusahaan tersebut, akan tetapi sebenarnya Ny. Galuten tidak pernah memiliki peran aktif dalam kegiatan yang dilakukan perusahaan. Pengadilan pada tingkat banding menyatakan bahwa Jerry Galuten adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab kepada Penggugat, karena Tn. Galuten memegang peranan penting dalam kesalahan yang dilakukan perusahaan. Dengan demikian, Pengadilan Banding memutuskan (371, 379 A.2d, 1043) ; “Majelis Hakim memutuskan bahwa Sandra Galuten tidak dapat dipersalahkan dan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban, karena ia hanya mejadi direktur boneka dalam perusahaan, bukan direktur yang aktif. Kami setuju dengan putusan pada tingkat pertama.”

(9) Walaupun putusan dalam kasus General Films kelihatan mendukung argumentasi yang diajukan Tergugat, namun sebenarnya tidak demikian. Kesalahan yang dilakukan General Films adalah satu transaksi tersendiri dalam waktu tertentu sebagai satu transaksi bisnis yang sah. Tidak ada hal dalam transaksi tersebut yang bisa menyebabkan direktur (boneka) harus melibatkan dirinya. Argumen direktur “boneka” tidak bisa dipakai dalam kasus ini. Jika ia tidak secara aktif terlibat, ia bisa dipersalahkan dan bisa juga tidak. Ia tidak dapat dipersalahkan apabila ia semata-mata sebagai seorang direktur.ia bersalah apabila, dalam rangka menjalankan due care dalam kapasitasnya sebagai direktur, ia sepatutnya mengetahui pelanggaran tersebut dan mengambil tindakan untuk menghentikannya. Singkatnya hal ini dinamakan kelalaian.

(10) Dalam hukum, tidak ada dikenal direktur “boneka”. Istilah ini hanya dipakai sejak bertahun-tahun yang lalu, bila dunia perbankan terlibat. 3A Fletcher, Cyclopedia of the Law of Private Corporationa, (rev. perm. Ed. 1975), hal. 1090, menyatakan :

Sering terjadi bahwa seseorang menjadi direktur suatu bank untuk tujuan mengikutsertakan masyarakat setempat dalam kegiatan bank tersebut, tanpa bermaksud benar-benar melibatkan orang tersebut ke dalam kegiatan bank. Hal ini berbahaya bagi dirinya, oleh karena walaupun ia merupakan direktur boneka, namun ia tetap dapat dipertanggungjawabkan atas kelalaiannya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang telah dibebankan kepadanya.


(5)

Lihat Campbell v. Watson, 62 N.J.Eq.396. 50 A. 120 (Ch.1901). Lihat juga, Martin v. Webb, 110 U.S. 7,3 S.Ct. 428,28 L.Ed. 49 (1883), dan Michelsen v. Penne, 135 f.2d 409 (2 Cir. 1943). Tidak ada alasan putusan atas kasus Fletcher harus diterapkan hanya pada perbankan saja. Tentu saja, tidak ada alasan putusan tersebut tidak bisa diterapkan pada perusahaan Pritchard & Baird yang secara rutin menangani jutaan dolar milik atau hutang pada orang lain. Untuk kasus ang diperluas tidak hanya terbatas pada perbankan, namun juga pada perusahaan yang menangani dana milik pihak lain, lihat O’Connor v. First Nat’l Investors’ Corp., 163 Va. 908,177 S.E. 852 (Ct.App.1953).

(11) Saya memutuskan bahwa Ny. Pritchard telah lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai direktur Pritchard & Baird. Jika ia menjalankan tugasnya dengan due care, ia sepatutnya dapat mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh Charles Jr. dan William segera setelah akhir tahun fiskal periode 31 Januari 1970, dan ia sepatutnya bisa mengambil langkah-langkah yang efektif untuk menghentikan pelanggaran itu. Kelalaiannya mengakibatkan kerugian pada kreditor dan pelanggan Pritchard & Baird yang seluruhnya berjumlah $10.355.736,91. Akan dimintai ganti kerugian kepada tanah hak miliknya. Walaupun saya telah menerapkan hukum New Jersey daripada hukum New York atas pertanggungjawaban Ny. Pritchard sebagai direktur, saya yakin bahwa hal akan dihasilkan hal yang sama seandainya kasus ini didasarkan pada hukum New York. Lihat New York Business Corporation Law Article 717 yang menyebutkan bahwa seorang direktur harus “menjalankan tugasnya sebagai seorang direktur … dengan itikad baik dan tingkat kepedulian dimana seseorang dalam posisi semacam itu akan mempergunakannya dalam kondisi yang sama.” Lihat juga, Kavanaugh v. Gould, 223 N.Y. 103,119 N.E. 237 (Ct.App.19180, dan Platt Corp. v. Platt, 42 Misc.2d 640,249 N.Y.S.2d 408,217 N.E.2d 134 (Ct.App.1966).

(12) Saya menemukan suatu dasar baru bagi pertanggungjawaban yang dapat dikenai pada seluruh Tergugat dalam kasus ini. Hal ini ditimbulkan dari kesaksian dari J. Raymond Berry, yang saya jadikan pegangan, bahwa kebiasaan umum yang berlaku pada perusahaan penjaminan adalah bahwa perantara efek dalam perusahaan itu mengumpulkan dana yang berasal dari dan merupakan hutang kepada perusahaan penampung dan perusahaan penjamin lainnya, dan tetap memisahkannya dari kekayaan pribadi perantara efek tersebut. Ketentuan ini juga akan dipakai dalam putusan-putusan kasus semacam ini. Lihat general Films Inc. v. Sanco Gen’l Mfg Corp., Supra, 153 N.J.Super. (372-373, 379) A.2d 1042. dimana dalam kasus ini, ketidakmampuan untuk mengumpulkan dana sama artinya dengan kerugian pihak yang secara aktif gagal untuk


(6)

mengumpulkan dana dan pihak yang lalai dalam mengumpulkan dana bertanggungjawab atas kerugian yang timbul.

Biaya persidangan akan ditentukan berdasarkan pendapat saya sebelumnya. Pengacara Tergugat harus mengkalkulasikannya dan menyerahkan berkasnya pada Pengadilan. Biaya persidangan ini dibebankan kepada Penggugat. 187

187