BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Kehilangan Tulang Alveolar Dikaitkan Dengan Penyakit Periodontal Ditinjau Secara Radiografi Panoramik Pada Masyarakat Kecamatan Binjai Selatan Di Kelurahan Tanah Seribu, Rambung Barat dan Rambung Dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Periodontal

  Penyakit periodontal merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang melibatkan gingival, ligament periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses inflamasi. Inflamasi berasal dari gingival (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut maka akan menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut. Karakteristik periodontitis dapat dilihar dengan adanya inflamasi gingival, pembentukan poket periodontal, kerusakan ligament periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian

  16 atau seluruh gigi.

  Gejala penyakit ini biasanya tidak dirasakan sampai penyakit sudah lanjut, gejala tersebut berupa bau mulut yang tidak hilang, gusi merah dan membengkak, gusi yang sakit dan berdarah, rasa sakit pada saat mengunyah, gigi goyang dan

  16 gigi sensitif.

  Terdapat beberapa sub-tingkatan dari penyakit periodontal, tetapi tingkat utamanya hanya ada tiga. Tingkat pertama adalah periodontitis I, juga dikenal sebagai gingivitis. Gingivitis dikenal melalui gingiva yang gembung dan berdarah saat dilakukan pengukuran dalam dari poket gingiva (dalam dari daerah antara

  9,1 gingiva dan gigi).

  Pasien yang menderita gingivitis akan memiliki kedalaman poket sedalam 3 mm; pasien normal memiliki kedalaman poket kurang dari 3 mm (Hafernick). Tingkat kedua dari penyakit periodontal adalah periodontitis II; ini dikenal melalui penggelembungan, gingiva yang berdarah dengan kedalaman poket hingga 5 mm dan kehilangan tulang tahap awal (Hafernick). Tingkat tertinggi dari gusi yang berdarah dan kehilangan tulang yang lebih banyak, resesi gingiva dan

  9 kedalaman poket hingga 6 mm (Hafernick).

  (a) (b)

  (c) (d) Gambar 1. Tahapan penyakit periodontal : (a) batas gingiva normal

  (b) periodontal I / gingivitis (c) periodontitis II (d) periodontitis III Periodontitis menunjukkan peradangan yang sudah mengenai jaringan pendukung gigi yang lebih dalam. Penyakit ini berifat progresif, biasanya dijumpai antara usia 30-40 tahun dan bersifat irreversible / tidak dapat kembali normal. Apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi dan bila gigi tersebut sampai hilang/tanggal berarti terjadi kegagalan dalam mempertahankan keberadaan gigi di dalam rongga mulut seumur hidup Karakteristik periodontal berupa pembentukan poket dan kerusakan tulang alveolar. Dari gambaran

  

enamel junction (CEJ). Ketinggian tulang alveolar terhadap CEJ 2-3 mm belum

  menunjukan kehilangan tulang yang nyata. Sedangkan ketinggian tulang alveolar terhadap CEJ lebih dari 3 mm biasanya menunjukan kehilangan tulang yang

  18,19,20 nyata.

  Penyebab dari penyakit periodontal ini adalah kebersihan rongga mulut

  21

  yang buruk. Gingiva terkena penyakit ketika ada bakteri via tartar yang terdeposit antara gigi dan gingiva. Ini merusak jaringan gingiva melalui aksi provokatif.

  Periodontitis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi di dalam kalkulus (karang gigi) yang biasanya terdapat pada leher gigi. Penyakit periodontal yang ringan akan terlihat peradangan hanya pada gusi, sedangkan pada keadaan yang lebih berat akan terjadi kerusakan pada tulang

  17 pendukung gigi.

  Gigi melekat pada rahang oleh ligamen – ligamen yang kuat. Gingiva juga terhubung dengan gigi oleh serat – serat mikroskopis dan gusi terletak antara perlekatan gigi dan tulang sebagai pelindung. Periodontitis dimulai pada bagian dangkal dimana gigi dan gingiva bertemu, biasanya terbentuk sebagai infeksi

  22,23

  gingiva ringan, gingivitis. Perkembangan bakteri pada kantung ini disebabkan oleh kebersihan rongga mulut yang inadekuat. Gingiva mulai terlepas dari gigi dan kantung semakin dalam, sehingga semakin susah untuk dibersihkan dan

  23 mendorong pembentukan deposit yang melekat kuat dibawah batas gingiva.

  Gambar 5. Penurunan tulang alveolar dan kehilangan perlekatan

  Seiring dengan waktu, infeksi ini dapat menyebabkan inflamasi pada tulang dimana akan menyebabkan tulang perlahan habis dan merusak perlekatan antara tulang dengan gigi. Kehilangan tulang ini akan membedakan periodontitis dengan gingivitis.

  24

2.2 Etiologi

  Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Faktor lokal merupakan penyebab yang berada pada lingkungan di sekitar gigi, sedangkan faktor sistemik dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum.

  19 Kerusakan tulang dalam penyakit periodontal terutama disebabkan oleh

  faktor lokal yaitu inflamasi gingiva dan trauma dari oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakan yang disebabkan oleh inflamasi gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang alveolar, sedangkan trauma dari oklusi menyebabkan hilangnya tulang alveolar pada sisi permukaan akar.

  19 Faktor lokal : a.

  19 b.

  Plak bakteri c. Kalkulus d. Impaksi makanan e. Pernafasan mulut f. Sifat fisik makanan g. Iatrogenik dentistry Trauma dari oklusi

  Faktor Sistemik Respon jaringan terhadap bakteri, ransangan kimia serta fisik dapat diperberat oleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan material – material seperti hormon, vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila dibutuhkan oleh sel – sel penyembuhan, sehingga iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau hanya menyebabkan inflamasi ringan saja, dengan adanya gangguan keseimbangan tersebut maka dapat memperberat atau menyebabkan

  19 kerusakan jaringan periodontal.

  19 Faktor – faktor sistemik ini meliputi :

  a. Demam yang tinggi

  b. Defisiensi vitamin

  c. Pemakaian obat – obatan

  d. Hormonal

2.3 Proses Resorpsi Tulang Alveolar pada Penyakit Periodontal

  Resorpsi tulang adalah proses morfologi kompleks yang berhubungan dengan adanya erosi pada permukaan tulang dan sel raksasa multinucleated (osteoklas). Osteoklas berasal dari jaringan hematopoietic dan terbentuk dari

  25 penyatuan sel mononuclear.

  Ketika osteoklas aktif, terjadi pertambahan yang banyak dari enzim hidrolitik yang akan disekresikan pada daerah border. Enzim ini merusak bagian organik tulang. Aktivitas osteoklas dan morfologi border dapat dimodifikasi dan diregulasi oleh hormon seperti parathormone dan calcitonim yang mempunyai

  25 reseptor pada membran osteoklas.

  Kerusakan periodontal terjadi secara episodik dan intermitten selama periode tidak aktif. Periode kerusakan menghasilkan kehilangan kolagen dan tulang alveolar dengan pendalaman poket periodontal. Onset destruksi tidak semuanya dapat dijelaskan walaupun telah dikemukakan beberapa teori sebagai

  25

  berikut : .

  a. Aktivitas destruksi berhubungan dengan ulserasi subgingiva dan reaksi inflamasi akut yang menghasilkan kehilangan tulang alveolar yang cepat.

  b. Aktivitas destruksi mirip dengan konversi lesi predominan limfosit T c.

  Periode eksaserbasi berhubungan dengan peningkatan flora gram (-) anaerob yang terdapat di dalam poket, dan periode remisi sama dengan pembentukan flora gram (+) dengan kecenderungan mengalami mineralisasi.

  d.

  Invasi jaringan oleh satu atau beberapa spesies bakteri diikuti dengan pertahanan lokal dari host.

  Menurut Garant dan Cho (1979), faktor lokal yang menyebabkan resorpsi tulang terdapat pada bagian proksimal permukaan tulang. Menurut Page dan Schroeder (1982), bakteri plak dapat menyebabkan kehilangan tulang sekitar 1,5– 2,5 mm, dan apabila diatas 2,5 mm tidak memberikan efek. Defek angular interproksimal dapat timbul hanya pada ruangan yang lebarnya lebih dari 2,5 mm karena ruangan yang sempit akan rusak total. Defek besar yang mm dari jauh melebihi 2,5 permukaan gigi (pada tipe periodontitis agresif) dapat disebabkan

  25 oleh adanya bakteri di dalam jaringan.

  Gambar 6. Perbedaan antara gingival sehat, gingivitis dan periodontitis Gingiva yang sehat akan mendukung gigi. Apabila terjadi gingivitis dan tidak dirawat, maka gingival menjadi lemah dan terbentuk poket di sekeliling gigi. Terdapat banyak plak dan kalkulus di dalam poket, gingiva mengalami

2.4 Mekanisme Kerusakan Tulang

  Faktor yang terlibat dalam kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah bakteri dan host. Produk bakteri plak menyebabkan differensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan menstimulasi sel gingiva untuk mengeluarkan mediator yang mempunyai efek yang sama. Pada penyakit dengan perkembangan yang cepat seperti localized juvenile periodontitics, terdapat mikrokoloni bakteri atau satu sel bakteri yang berada di antara serat kolagen dan

  25 diatas permukaan tulang yang dapat memberikan efek langsung.

  Beberapa faktor host yang dikeluarkan oleh sel inflamasi dapat menyebabkan resorpsi tulang secara in vitro dan berperan dalam penyakit periodontal, termasuk prostaglandin dan prekursornya, interleukin 1-

  α dan –β ,

  25

  dan Tumor Necrosis Factor (TNF) – α yang dihasilkan oleh host.

  Ketika diinjeksikan secara intradermal, prostaglandin E

  2 menyebabkan

  perubahan vaskular yang terlihat pada inflamasi, apabila diinjeksikan diatas permukaan tulang akan menyebabkan resorpsi tulang tanpa adanya sel inflamasi dan dengan sedikit multinucleated osteoklas. Obat anti-inflamasi non steroid (AINS) seperti flurbiprofen atau ibuprofen dapat menghambat produk prostaglandin E

  2 , memperlambat kehilangan tulang pada penyakit periodontal.

  Efek ini terjadi tanpa perubahan pada inflamasi gingiva dan kambuh kembali 6

  25 bulan setelah penghentian obat.

  Resorpsi tulang alveolar dapat menyebabkan perlekatan periodontal, walaupun mekanisme biologis yang menyebabkan kerusakan tulang alveolar

  23

  masih belum diketahui secara pasti. Ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa prostaglandin E

  2 dihasilkan oleh sel host yang bereaksi terhadap bakteri dan

  26 produknya yang menyebabkan kerusakan jaringan pada penyakit periodontal.

  Dilaporkan bahwa 10 – 15 kali lipat peningkatan prostaglandin E

  2 pada biopsi gingiva kasus periodontitis dibandingkan dengan pasien yang sehat.

  Pemberian obat anti-inflamasi non steroid juga efektif dalam mengontrol

  26 perkembangan penyakit periodontal.

  Produk plak dan mediator inflamasi juga dapat bertindak secara langsung dan osteoblas yang terdapat di dalam jaringan gingiva yang akan mengeluarkan

  II- dan Tumor Necrosis Factor (TNF)-

  2

  1α, IL-1β, IL-6, prostaglandin E α.

  26 Faktor – faktor ini yang mengatur pembentukan dan aktivitas osteoklas.

  Lipopolisakarida bekerja di dalam makrofag untuk menghasilkan prostaglandin E

  2 dalam jumlah yang banyak. Cytokinin dihasilkan oleh sel

  inflarnasi yang bereaksi terhadap endotoksin yang berperan dalam sel mesenkim

  26

  dan mengeluarkan prostaglandin E 2 .

  Limfosit dan makrofag pada periodontitis mengeluarkan IL-1 dengan kadar yang tinggi. Limfosit dan makrofag juga mengeluarkan sebagian besar IL-

  26

  6, IL- β menyebabkan produksi IL-6 dari fibroblas gingival.

2.5 Penyakit Periodontal dan Faktor Resiko

  Faktor resiko dapat didefinisikan sebagai penyebab atau karakteristik yang

  10

  terkait dengan tingkat peningkatan penyakit. Penting untuk mengetahui perbedaan bahwa faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit tetapi tidak selalu menyebabkan penyakit. Umur, jenis kelamin, genetik, ras merupakan faktor resiko yang tidak dapat diubah. Sedangkan oral hygiene, merokok, penyakit sistemik, obesitas, sosial ekonomi, dll merupakan faktor resiko yang

  27 dapat diubah.

2.5.1 Penyakit Periodontal dan Umur

  Prevalensi dan keparahan penyakit periodontal meningkat secara langsung dengan bertambahnya usia akibat dari episode inflamasi yang berulang. Namun, hal ini kemungkinan besar terjadi karena lamanya faktor etiologi yang berhubungan dengan penyakit daripada dengan perubahan degeneratif yang berhubungan dengan penuaan. penyakit periodontal pada orang dewasa yang lebih tua umumnya muncul sebagai lama periodontitis kronis. kondisi medis dan mental, obat-obatan, status fungsional, perilaku gaya hidup, ketangkasan manual,

  Perubahan dalam periodonsium yang berhubungan dengan penuaan termasuk penipisan dan penurunan keratinisasi dari epitel, jaringan padat dari gingival, menurunnya fibroblast, pelebaran sementum dan produksi matriks

  .11,22

  organik pada ligament periodontal Level destruksi periodontal akibat penuaan merupakan hasil destruksi yang kumulatif. Pandangan saat ini mengemukakan destruksi periodontal yang parah pada orang tua merupakan cerminan dari penyakit yang sudah ada selama hidup ini, bukan karena umur spesifik sehingga

  27 timbulnya penyakit.

  2.5.2 Penyakit Periodontal dan Jenis Kelamin

  Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kehilangan perlekatan pada orang dewasa, dimana laki - laki memiliki prevalensi dan keparahan yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Data penemuan ini mungkin berhubungan dengan faktor predisposisi genetik atau kebiasaan

  28 sosial.

  Seperti pada umumnya laki – laki memiliki faktor lokal dan kehilangan perlekatan yang lebih daripada wanita. Dari hasil tersebut kemungkinan besar

  28 disebabkan oleh kebiasaan pencegahan daripada perbedaan gender.

  2.5.3 Penyakit Periodontal dan Merokok

  Pinborg (1947) merupakan orang pertama yang mengemukakan adanya

  29

  hubungan antara penyakit periodontal dengan kebiasaan merokok. Ada bukti yang kuat bahwa merokok dapat mempengaruhi respon host bawaan dan kekebalan. Ditemukan bahwa penurunan inflamasi dan cairan sulkus gingival pada perokok dan bukan perokok bahwa merokok dapat merusak aliran darah

  26,28 pada gingiva.

  Merokok tidak hanya menimbulkan efek secara sistemik, tetapi dapat memberikan pengaruh langsung terhadap jaringan periodontal. Perokok kehilangan tulang alveolar, peningkatan kedalaman saku gigi serta kehilangan

  14 gigi, dibandingkan dengan yang bukan perokok.

  Munculnya berbagai kondisi patologis sistemik maupun lokal dalam rongga mulut, disebabkan karena terjadinya penurunan fungsi molekul, termasuk saliva. Kerusakan komponen antioksidan saliva, diikuti dengan penurunan

  14 fungsinya, ditemukan pada beberapa kelainan di rongga mulut.

  Tar, nikotin, dan gas karbonmonoksida merupakan tiga macam bahan kimia yang paling berbahaya dalam asap rokok. Nikotin merupakan bahan yang bersifat toksik dan dapat menimbulkan ketergantungan psikis. Nikotin merupakan alkaloid alam yang bersifat toksis, berbentuk cairan, tidak berwarna, dan mudah menguap. Zat ini dapat berubah warna menjadi coklat dan berbau seperti tembakau jika bersentuhan dengan udara. Zat ini berasal dari daun Nicotiana

  

tabacum dan Nicotiana rustica yang telah kering. Nikotin berperan dalam

  menghambat perlekatan dan pertumbuhan sel fibroblast ligamen periodontal,

  14 menurunkan isi protein fibroblast, serta dapat merusak sel membran.

  Tar adalah kumpulan dari beribu – ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran nafas, dan paru – paru. Komponen tar mengandung radikal bebas, yang berhubungan dengan risiko

  14 timbulnya kanker.

  Gas karbonmonoksida dalam rokok dapat meningkatkan tekanan darah yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran haemoglobin. Karbonmonoksida memiliki afinitas dengan haemoglobin sekitar dua ratus kali lebih kuat

  14 dibandingkan afinitas oksigen terhadap haemoglobin.

  Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap, bahkan berhubungan

  14 dengan dalamnya hisapan rokok yang dilakukan.

2.6 Indeks Periodontal, Debris dan Kalkulus

  Pengukuran indeks status periodontal yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kriteria Russell. Indeks ini digunakan untuk memperkirakan kedalaman penyakit peridontal dengan cara mengukur ada atau tidaknya inflamasi gingiva dan keparahannya, pembentukan saku dan fungsi pengunyahan. Pengukuran dilakukan pada minimal 6 gigi, dimana gigi tersebut mewakili 1 gigi anterior rahang atas dan bawah, 1 gigi posterior kanan rahang atas dan bawah, 1 gigi posterior kiri rahang atas dan bawah. Semua jaringan gingiva yang mengelilingi tiap gigi yang diperiksa untuk melihat inflamasi gingiva dan keterlibatan periodontal. Russell memilih skor nilai (0,1,2,6,8) untuk menghubungkan level penyakit dalam suatu penelitian epidemiologi untuk mengamati kondisi klinis.

27 PI SCORE = Jumlah Skor Individu

  Jumlah Gigi yang Diperiksa Tabel 1. Indeks periodontal russell

  SKOR KRITERIA DAN PENILAIAN DALAM STUDI LAPANGAN PENAMBAHAN KRITERIA X-RAY DIIKUTI DALAM UJI KLINIS Negatif : tidak ada inflamasi pada jaringan yg dilihat ataupun kehilangan fungsi akibat kerusakan jaringan pendukung

  Penampilan radiografis normal

  1 Mild gingivitis : ada area inflamasi pada gingival bebas, tetapi area tersebut tidak membatasi gigi

  2 Gingivitis : inflamasi telah membatasi gigi sepenuhnya, tetapi

  Digunakan bila terdapat alat Ada seperti cekukan awal

  4

radiografi resorpsi tulang alveolar

Gingivitis with pocket formation : Kehilangan tulang horizontal ada kerusakan pada perlekatan meliputi seluruh tulang alveolar epitel dan terdapat saku. Tidak ada sampai setengah dari panjang gangguan fungsi pengunyahan. akar gigi

  6 Gigi masih melekat erat dan tidak melayang. Adanya kehilangan tulang horizontal meliputi seluruh tulang alveolar sampai setengah dari panjang akar gigi. Kerusakan lanjutan dengan Ada kehilangan tulang lanjutan, hilangnya fungsi penguyahan. meliputi lebih dari satu setengah

  8 Gigi mungkin tanggal / melayang. panjang akar gigi. Terjadi Gigi tampak pudar saat diperkusi, perluasan ligamen periodontal dan mungkin tertekan dalam soket. bukan resorpsi

  Tabel 2. Kondisi klinis dan skor periodontal

  

Kondisi Klinis Grup-Skor Periodontal Level penyakit

Indeks

  Jaringan pendukung 0-0,2 normal secara klinis Simple gingivitis 0,3-0,9

  Permulaan penyakit 0,7-1,9 Reversible periodontal destruktif Penyakit periodontal 1,6–5,0

  Irreversible

  destruktif Penyakit Tahap Akhir 3,8-8,0 Irreversible Pengukuran OHI-S digunakan untuk mengukur status kebersihan mulut berdasarkan indeks debris dan kalkulus yang terdapat pada gigi yang representatif pada rongga mulut. Perbedaan OHI-S dan OHI terletak pada permukaan gigi yang dinilai dan cara dalam menentukan gigi yang representatif. Pada OHI-S permukaan gigi yang dinilai adalah permukaan bukal pada kedua molar 2 rahang atas dan permukaan lingual kedua molar 2 rahang bawah serta permukaan labial gigi insisivus 1 kanan rahang atas dan insisivus 1 kiri rahang bawah.. Skor OHI-S didapatkan dengan menjumlahkan Skor Debris dan Skor Kalkulus. Skor Debris didapat dengan menjumlahkan skor bukal dengan lingual lalu dibagi enam. Skor

  27 kalkulus didapat dengan menjumlahkan skor bukal dan lingual lalu dibagi enam.

  Tabel 3. Skor klasifikasi debris

  Skor Kriteria

  Tidak terdapat debris

  1 Terdapat debris kurang dari sepertiga permukaan gigi atau tidak ada debris yang dijumpai namun terdapat bercak stain pada gigi

  2 Terdapat debris lebih dari sepertiga namun kurang dari dua pertiga permukaan gigi

  3 Terdapat debris lebih dari dua pertiga permukaan gigi. Tabel 4. Skor klasifikasi kalkulus

  Skor Kriteria

  Tidak terdapat kalkulus

  1 Terdapat kalkulus supragingival kurang dari sepertiga permukaan gigi.

  2 Terdapat kalkulus supragingival lebih dari sepertiga namun kurang dari dua pertiga permukaan gigi atau terdapat garis putus putus kalkulus subgingival yang melingkari servikal gigi

  3 Terdapat kalkulus supragingival lebih dari dua pertiga permukaan gigi atau terdapat garis utuh kalkulus subgingival yang melingkari servikal gigi

  Tabel 5. Indeks Debris dan indeks kalkulus

  Skor Penilaian

  Sangat baik 0,1-0,6 baik 0,7-1,8 Sedang 1,9-3,0 buruk

  Tabel 6. OHI-S

  Skor Penilaian

  Sangat baik 0,1-1,2 baik 1,3-3,0 Sedang 3,1-6,0 buruk

2.7 Peran Radiografi dalam Pemeriksaan Penyakit Periodontal

  Baik data klinis maupun radiografi sangatlah penting dalam mendiagnosis

  29 penyakit periodontal.

  Data klinis sebagai berikut :

  a. Indeks pendarahan

  b. Kedalaman probing

  c. Edema

  d. Erithema

  e. Struktur gingival Radiografi akan sangat membantu dalam evaluasi :

  a. Jumlah tulang yang ada

  b. Kondisi alveolar crest

  c. Kehilangan tulang pada daerah furkasi

  d. Lebar dari ruang ligament periodontal

  e. Faktor lokal yang dapat menyebabkan atau memperparah penyakit periodontal : kalkulus, restorasi yang tidak baik atau overhanging, karies.

  Peran radiografi dalam mengenali penyakit periodontal :

  a. Panjang dan morfologi akar gigi

  b. Rasio makanan ke akar gigi

  c. Secara anatomis : sinus maksilari, gigi impaksi, supernumerary teeth dan missing d. Faktor yang berkontribusi : karies, lesi imflamatori apikal, resorpsi akar a. Keterbatasan radiografi : b.

  Radiografi konvensional memberikan gambar dua dimensi. Sedangkan gigi merupakan objek tiga dimensi yang kompleks. Akibat dari gambar yang tumpang tindih, detail bentuk tulang menjadi tidak terlihat jelas.

  c.

  Radiografi tidak memperlihatkan permulaan dari penyakit periodontal. Setidaknya 55 – 60% demineralisasi terjadi dan ini tidak terlihat pada gambaran radiografi.

  d.

  Radiografi tidak memperlihatkan kontur jaringan lunak dan tidak merekam perubahan jaringan – jaringan lunak pada periodontium. Oleh karena itu, pemeriksaan klinis yang teliti dikombinasi dengan pemeriksaan radiografi yang tepat dapat memberikan data adekuat untuk diagnosa keberadaan dan penyebaran dari penyakit periodontal.

2.8 Teknik Radiografi Panoramik

  Teknik dan posisi yang tepat bervariasi pada satu alat dengan alat lainnya tetapi, ada beberapa pedoman umum yang sama yang dimiliki semua alat dan dapat dirangkum meliputi:

  29 a.

  Persiapan alat : b.

  Siapkan kaset yang telah diisi film atau sensor digital telah dimasukkan ke dalam tempatnya c.

  

Collimation harus diatur sesuai dengan ukuran yang diinginkan

d.

  Besarnya tembakan sinar antara 70-100 kV dan 4-12mA e. Hidupkan alat untuk melihat bahwa alat dapat bekerja, naik atau turunkan tempat kepala dan sesuaikan posisi kepala sehingga pasien dapat diposisikan

  Sebelum memposisikan pasien, sebaiknya persiapan alat telah dilakukan. a. Persiapan pasien : b.

  Pasien diminta untuk melepaskan seluruh perhiasan seperti anting, aksesoris rambut, gigi palsu dan alat orthodonti yang dipakainya.

  c.

  Prosedur dan pergerakan alat harus dijelaskan untuk menenangkan pasien dan jika perlu lakukan percobaan untuk menunjukkan bahwa alat bergerak d.

  Pakaikan pelindung apron pada pasien, pastikan pada bagian leher tidak ada yang menghalangi pergerakan alat saat mengelilingi kepala.

  e.

  Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk memegang handel agak tetap seimbang f.

  Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka bersentuhan pada tempat dagu g.

  Kepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala h. Pasien diinstruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah ke palatum dan jangan bergerak sampai alat berhenti berputar Jelaskan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak bernafas terlalu dalam saat penyinaran a. Persiapan operator : b.

  Operator memakai pakaian pelindung c. Operator berdiri di belakang dengan mengambil jarak menjauh dari sumber x-ray ketika waktu penyinaran d.

  Lihat dan perhatikan pasien selama waktu penyinaran untuk memastikan tidak ada pergerakan e.

  Matikan alat setelah selesai digunakan dan kembalikan letak posisi kepala pada tempatnya Ambil kaset pada tempatnya dan kaset siap untuk diproses a. Persiapan lingkungan terhadap proteksi radiasi :

  Pastikan perangkat sinar x digunakan dengan teknik yang baik dan parameter secara fisika terhadap berkas radiasi ditetapkan dengan benar. c. Filtrasi dari berkas sinar x dengan mengatur ketebalan filter. Ketebalan filter bergantung pada tegangan operasi dari peralatan sinar x. tegangan mencapai 70 kVp ketebalan filter setara dengan ketebalan aluminium 2,5 mm untuk kekuatan tabung sinar x antara 70-100 kVp

2.9 Kerangka Teori

  Pengamatan Status Klinis Periodontal Indeks Debris OHI-S

  Indeks Kalkulus Penyakit Kehilangan Periodontal Tulang Alveolar Umur

  Jenis Kelamin Kebiasaan Merokok

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Keparahan Penyakit Periodontal Secara Klinis dengan Kehilangan Tulang Alveolar Pada Perempuan Menopause

2 86 79

Kehilangan Tulang Alveolar Maksila Regio Kiri Secara Radiografi Panoramik Dihubungkan Dengan Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Kecamatan Medan Selayang

2 85 86

Variasi Penjalaran Kanalis Mandibularis Kiri Ditinjau Secara Radiografi Panoramik Pada Masyarakat Di Kecamatan Medan Selayang

0 68 39

Kehilangan Tulang Alveolar Dikaitkan Dengan Penyakit Periodontal Ditinjau Secara Radiografi Panoramik Pada Masyarakat Kecamatan Binjai Selatan Di Kelurahan Tanah Seribu, Rambung Barat dan Rambung Dalam

2 75 90

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause - Hubungan Antara Keparahan Penyakit Periodontal Secara Klinis dengan Kehilangan Tulang Alveolar Pada Perempuan Menopause

0 1 11

1. KETUA PENELITI LEMBAR DATA PERSONIL PENELITI - Kehilangan Tulang Alveolar Maksila Regio Kiri Secara Radiografi Panoramik Dihubungkan Dengan Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Kecamatan Medan Selayang

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi - Kehilangan Tulang Alveolar Maksila Regio Kiri Secara Radiografi Panoramik Dihubungkan Dengan Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Kecamatan Medan Selayang

0 1 16

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kehilangan Tulang Alveolar Maksila Regio Kiri Secara Radiografi Panoramik Dihubungkan Dengan Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Kecamatan Medan Selayang

0 1 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale - Posisi Foramen Mentale Regio Kanan Mandibula Ditinjau Secara Radiografi Panoramik Pada Masyarakat Di Kecamatan Medan Selayang

0 0 15

Kehilangan Tulang Alveolar Dikaitkan Dengan Penyakit Periodontal Ditinjau Secara Radiografi Panoramik Pada Masyarakat Kecamatan Binjai Selatan Di Kelurahan Tanah Seribu, Rambung Barat dan Rambung Dalam

0 0 25