BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi - Kehilangan Tulang Alveolar Maksila Regio Kiri Secara Radiografi Panoramik Dihubungkan Dengan Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Kecamatan Medan Selayang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiografi Kedokteran Gigi
Penggunaan sinar ronsen telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang kedokteran umum dan kedokteran gigi yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosa dan menentukan rencana perawatan. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran ada dua, yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. Pada teknik intraoral, film ronsen diletakkan di dalam mulut pasien, contohnya adalah foto periapikal, bitewing dan oklusal. Pada teknik ekstraoral, film ronsen diletakkan di
2 luar mulut pasien, contohnya adalah foto panoramik, lateral foto dan cephalometri.
Radiografi dalam kedokteran gigi merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat diperlukan setelah diperoleh hasil diagnosa klinis demi mendapatkan hasil diagnosa akhir yang lebih tepat dan akurat. Radiografi dapat digunakan untuk menunjang diagnosa seperti penyakit periodontal, plak arteri karotid, kelainan tulang rahang
3
2.2 Peran Radiografi dalam Mengenali Periodontitis
Jenis pemeriksaan radiografi yang berperan untuk mengukur kehilangan tulang adalah periapikal, bitewing dan panoramik. Secara teori, radiografi periapikal dan bitewing merupakan radiografi yang paling diindikasikan untuk melihat kehilangan tulang yang disebabkan oleh penyakit periodontal. Tetapi dengan mempertimbangkan harga, kenyamanan dan dosis yang diterima oleh individu, radiografi panoramik merupakan radiografi yang paling banyak dipilih.
Keterbatasan radiografi, yaitu : 1.
Radiografi konvensional memberikan gambar dua dimensi. Sedangkan gigi merupakan objek tiga dimensi yang kompleks. Akibat dari gambar yang tumpang tindih, detail bentuk tulang menjadi tidak terlihat.
2. Radiografi tidak memperlihatkan permulaan dari penyakit periodontal. Setidaknya 55 – 60 % demineralisasi terjadi dan tidak terlihat pada gambaran radiografi.
3. Radiografi tidak memperlihatkan kontur jaringan lunak dan tidak merekam perubahan jaringan – jaringan lunak pada periodontium.
4. Oleh karena itu, pemeriksaan klinis yang teliti dikombinasi dengan pemeriksaan radiografik yang tepat dapat memberikan data adekuat untuk diagnosa keberadaan dan penyebaran dari penyakit periodontal.
Baik data klinis maupun radiografik sangatlah penting dalam mendiagnosis penyakit periodontal.
20,21 21,22
Data klinis sebagai berikut: 1.
Indeks pendarahan; Kedalaman probing; 3. Edema; 4. Erithema; dan 5. Struktur gingiva.
Radiografi akan sangat membantu dalam evaluasi jumlah tulang yang ada, kondisi tulang alveolar, kehilangan tulang pada daerah furkasi, lebar dari ruang ligamen periodontal, dan faktor lokal yang dapat menyebabkan atau memperparah penyakit periodontal seperti restorasi yang berkontur buruk atau overhanging dan karies.
20,22 20-22
Perubahan lainnya yang dapat dilihat pada penyakit periodontal, yaitu lesi inflamasi di tulang marginal, terlihat aktivitas osteoblas dan osteoklas, aktivitas osteoklas yang menyebabkan perubahan pada tulang krestal dan respon awal dari kerusakan tulang serta pada lesi kronis dapat terlihat osteosklerosis.
2 Gambar 1. Radiografi panoramik menunjukkan adanya kehilangan tulang akibat periodontitis kronis
22 Peran radiologi dalam mengenali penyakit periodontal: 1.
Panjang dan morfologi akar gigi; 2. Rasio mahkota ke akar gigi; 3. Secara anatomis : Sinus maksilaris, gigi impaksi, supernumerary dan missing; dan
4. Faktor yang berkontribusi : Karies, lesi inflamatori apikal, resorpsi akar.
20,21
2.3 Foto Panoramik
Foto panoramik pertama dikembangkan oleh tentara Amerika Serikat sebagai cara untuk mempercepat mendapatkan gambaran seluruh gigi untuk mengetahui kesehatan mulut tentaranya. Foto ronsen ini dapat digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma.
Foto panoramik merupakan foto ronsen ekstra oral yang menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur fasial termasuk mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Struktur periodontal yang teridentifikasi dalam radiografi meliputi lamina dura, tulang alveolar, ligamen periodontal dan sementum.
2,3
3 Foto panoramik dapat mendiagnosa penyakit periodontal kebanyakan pada kasus
2 yang sudah parah.
Gambaran panoramik adalah sebuah teknik untuk menghasilkan sebuah gambaran tomografi yang memperlihatkan struktur fasial mencakup rahang maksila dan mandibula beserta struktur pendukungnya dengan distorsi dan overlap minimal dari detail anatomi pada sisi kontralateral, Radiografi panoramik dikenal juga dengan panorex atau orthopantomogram adalah sebuah teknik dimana gambaran seluruh
3 jaringan gigi ditemukan dalam satu film.
Keuntungan dari panoramik sebagai berikut.
1. Gambar meliputi tulang wajah dan gigi; 2.
Dosis radiasi lebih kecil; 3. Nyaman untuk pasien; 4. Cocok untuk pasien yang susah membuka mulut; 5. Waktu yang digunakan pendek biasanya 3-4 menit; 6. Sangat membantu dalam menerangkan keadaan rongga mulut pada pasien di klinik; Membantu dalam menegakkan diagnostik yang meliputi tulang rahang secara umum dan evaluasi terhadap trauma, perkembangan gigi geligi pada fase gigi bercampur; 8.
Evaluasi terhadap lesi, keadaan rahang; dan
23 9.
Evaluasi terhadap gigi terpendam. Kelemahan panoramik adalah sebagai berikut: 1.
Detail gambar yang tampil tidak sebaik radiografi intraoral periapikal; 2. Tidak dapat digunakan untuk mendeteksi karies kecil; dan 3. Pergerakan pasien selama penyinaran akan menyulitkan dalam
23 interpretasi.
2.4 Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal adalah suatu penyakit inflamasi jaringan pendukung gigi yang melibatkan gingiva, ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar
24,25
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik. Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat dan bila proses berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus
3,26
dicabut. Karakteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva, pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi. Ini adalah penyakit yang sering dialami
6,27 dan salah satu penyebab kehilangan gigi pada orang dewasa.
Ada beberapa tahapan penyakit periodontal tetapi hanya ada tiga tahapan utama. Tahap pertama adalah periodontitis I. Ini dimulai pada bagian permukaan
7,28 dimana gigi dan gingiva bertemu, biasanya terbentuk sebagai gingivitis.
Perkembangan bakteri pada kantung ini disebabkan kebersihan rongga mulut yang inadekuat. Radang gusi ini ditandai dengan gusi bengkak yang berdarah ketika mengukur kedalaman saku gusi (kedalaman daerah antara gusi dan gigi). Pada
29
30 Pasien yang menderita radang gusi akan memiliki kedalaman saku 3 mm.
Gingiva mulai terlepas dari gigi dan poket semakin dalam, sehingga semakin susah dibersihkan dan mendorong pembentukan deposit karang gigi yang melekat
25,31
kuat di bawah batas gingiva. Tahap kedua penyakit periodontal adalah periodontitis II. Ini ditandai dengan bengkak, gusi berdarah dengan kedalaman saku
7
hingga 5 mm dan tahap awal pengeroposan tulang. Tahap utama penyakit periodontal adalah periodontitis III yang ditandai dengan bengkak, gusi berdarah,
30 kehilangan tulang lebih banyak, resesi gusi dan kedalaman saku hingga 6 mm.
Seiring dengan waktu, infeksi ini dapat menyebabkan inflamasi pada tulang alveolar. Ini menyebabkan tulang perlahan-lahan habis dan merusak perlekatan tulang dengan gigi. Kehilangan tulang ini membedakan periodontitis dengan gingivitis karena gingivitis tidak melibatkan kehilangan tulang alveolar dan jaringan pendukung lainnya. Setelah beberapa tahun, proses kehilangan tulang akan terus berlanjut sampai
26,29 gigi akan longgar dan lepas dengan sendirinya.
(a) (b) (c) (d)
26 Gambar 2. Tahapan penyakit periodontal
a. Gingiva normal b. Periodontitis I (gingivitis) c. Periodontitis II d.Periodontitis III
2.5 Etiologi
Penyebab utama penyakit periodontal adalah plak sehingga penyakit periodontal sering juga disebut penyakit plak. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat
28
pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Terdapat lebih dari 200 spesies bakteri
3
yang terkandung dalam plak dan diperkirakan bahwa 1 mm plak gigi dengan berat
2
1 mg mengandung 200 juta sel mikroorganisme. Bakteri-bakteri ini diberi nutrisi
7,29
oleh makanan yang dikonsumsi khususnya makanan yang manis. Gula tersebut dimetabolisme oleh bakteri yang menyebabkan sekresi asam, enzim dan beberapa
29
bahan yang dapat mengiritasi jaringan lunak dan mendestruksi tulang. Jika dibiarkan, bakteri akan mulai menyebar ke daerah-daerah yang sulit terjangkau oleh cara sikat gigi biasa dan flossing, pada daerah di bawah batas gingiva sehingga
25 mudah terjadi penyakit periodontal.
Lokasi dan laju pembentukan plak adalah bervariasi di antara individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah oral hygiene, serta faktor-faktor pejamu seperti diet, komposisi dan laju aliran saliva. Selain plak, faktor sistemik juga
31 dapat menjadi penyebab terjadinya penyakit periodontal.
Membersihkan gigi secara rutin (2 kali sehari) sangatlah penting dalam upaya pencegahan penumpukan plak. Sikat gigi setelah makan merupakan tindakan paling ideal. Namun karena proses sikat gigi terkadang merepotkan bagi kaum yang sibuk, maka tindakan kumur-kumur dengan air putih yang rutin atau dengan cairan kumur yang mengandung fluoride juga dapat mencegah kolonisasi yang menjadi penyebab
32 Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (instrinsik). Faktor lokal merupakan penyebab yang berada pada lingkungan di sekitar gigi sedangkan faktor sistemik
33 dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum.
Kerusakan tulang dalam penyakit periodontal terutama disebabkan oleh faktor lokal, yaitu inflamasi gingiva dan dan trauma dari oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakan yang disebabkan oleh inflamsi gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang alveolar sedangkan trauma dari oklusi menyebabkan hilangnya
3 tulang alveolar pada sisi permukaan akar.
Faktor lokal, antara lain: 1.
Plak bakteri; 2. Kalkulus; 3. Impaksi makanan;
4. Pernafasan mulut; 5.
Sifat fisik makanan; 6. Iatrogenik dentistry; dan 7.
Trauma dari oklusi. Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat diperparah oleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan material- material seperti hormon, vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila keseimbangan material ini terganggu dapat megakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel-sel penyembuhan sehingga iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau hanya menyebabkan inflamasi ringan saja dapat memperberat atau menyebabkan kerusakan jaringan
33 periodontal.
Faktor-faktor sitemik, antara lain: 1.
Demam yang tinggi; 2. Defisiensi vitamin; 3. Pemakaian obat-obatan; dan Hormonal.
2.6 Proses Resorpsi Tulang Alveolar pada Penyakit Periodontal
Proses inflamasi yang terjadi pada periodontitis dapat menghasilkan kerusakan permanen terhadap jaringan periodontal, termasuk kerusakan jaringan ikat gingiva, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Pola kerusakan tulang yang terjadi
26 tergantung kepada jalur inflamasi yang menyebar dari gingiva ke tulang alveolar.
Perubahan yang terjadi pada tulang alveolar sangat berperan penting karena kehilangan tulang dapat menyebabkan kehilangan gigi. Penyebab utama kerusakan tulang alveolar pada penyakit periodontal adalah perluasan inflamasi marginal gingiva ke jaringan penyokong. Invasi dari inflamasi gingiva ke permukaan tulang dan permulaan dari kehilangan tulang merupakan ciri utama transisi dari gingivitis ke
26,27 periodontitis. Inflamasi gingiva meluas sepanjang bundel serat kolagen dan menyebar mengikuti jalur pembuluh darah menuju tulang alveolar. Pada regio molar, inflamasi dapat meluas ke sinus maksilaris dan mengakibatkan penebalan sinus mukosa. Pada
bagian interproksimal, inflamasi menyebar ke jaringan ikat longgar di sekitar pembuluh darah melalui serat-serat, lalu menyebar ke tulang melalui saluran pembuluh lalu memperforasi puncak septum interdental di tengah-tengah puncak alveolar, lalu menyebar ke sisi-sisi septum interdental. Pada bagian fasial dan lingual, inflamasi gingiva menyebar melalui lapisan periosteal luar pada tulang dan
30 berpenetrasi melalui pembuluh darah.
Setelah inflamasi mencapai tulang, inflamasi menyebar ke dalam ruangan kosong dan mengisi ruangan tersebut dengan leukosit, cairan eksudat, pembuluh darah yang baru, dan memproliferasi fibroblas. Jumlah multinuklear osteoklast dan mononuklear fagositosis meningkat lalu lapisan tulang menghilang, diganti dengan
30 lakuna.
Kerusakan periodontal terjadi dalam satu episode, dengan cara intermitten, dengan periode inaktif atau pasif. Periode kerusakan merupakan akibat dari hilangnya dari onset periode kerusakan belum sepenuhnya dijelaskan, meskipun teori berikut
26 telah diajukan.
1. Aktivitas kerusakan yang hebat berhubungan dengan ulserasi subgingiva dan reaksi inflamasi akut yang berakibat pada kehilangan tulang alveolar secara cepat.
2. Aktivitas kerusakan yang hebat sejalan dengan perubahan limfosit-T ke limfosit-B-infiltrat sel plasma.
3. Periode eksaserbasi berhubungan dengan flora yang bebas, tidak melekat, motil, gram negatif, anaerob, dan periode remisi yang sejalan dengan pembentukan kepadatan, flora yang tidak melekat, non motil, gram positif yang cenderung melakukan mineralisasi.
4. Invasi ke dalam jaringan oleh satu atau beberapa spesies bakteri yang diikuti oleh meningkatnya pertahanan lokal host yang mengontrol perlawanan.
Prinsip penyebab kehilangan tulang pada penyakit periodontal ialah periodontitis ditambah dengan aktifitas osteoklas, tanpa diikuti dengan pembentukan tulang. Osteoklas adalah multisel yang berasal dari monosit/makrofag dan merupakan sel penting yang berperan terhadap resorbsi tulang. Osteoklas multinukleus telah menunjukkan resorpsi tulang alveolar pada hewan dan manusia akibat penyakit periodontitis. Pembentukan osteoklas didorong oleh keberadaan sitokin pada jaringan periodontal yang telah terinflamasi, dan proses ini merupakan pokok dalam
30 mengontrol perkembangan proses resorpsi tulang alveolar.
Faktor yang berpengaruh pada kerusakan tulang adalah bakteri dan host (pada penyakit periodontal). Produk bakterial plak meningkatkan diferensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan merangsang sel gingiva untuk mengeluarkan suatu mediator yang memicu terjadinya hal tersebut. Produk plak dan mediator inflamasi untuk menghambat kerja dari osteoblast dan menurunkan jumlah sel-sel tersebut. Jadi, aktivitas resorpsi tulang meningkat, sedangkan proses pembentukan tulang
30 terhambat sehingga terjadilah kehilangan tulang.
Ada beberapa faktor host yang melepaskan sel inflamasi yang dapat penyakit periodontal. Faktor tersebut meliputi host yang melepaskan prostaglandin
30
dan prekursornya, interleukin- 1α (IL-1α) dan IL-β serta TNF-α.
2.7 Penyakit Periodontal dan Faktor Risiko
Faktor risiko dapat didefinisikan sebagai penyebab atau karakteristik yang terkait dengan tingkat peningkatan penyakit. Faktor risiko adalah karakteristik, tanda dan gejala pada individu yang secara statistik berhubungan dengan peningkatan insiden penyakit. Terdapat dua jenis faktor risiko, yaitu faktor yang dapat diubah dan
34
faktor yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah, yaitu umur, jenis kelamin, genetik dan ras. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain oral
32 , merokok, penyakit sistemik, obesitas, sosial ekonomi, dan lain sebagainya. hygiene
Faktor risiko memegang peranan penting dalam penyakit periodontal misalnya dengan menentukan penyebab perkembangan penyakit, keparahan penyakit yang sedang berkembang, lokasi gigi geligi yang terkena, laju perkembangan
35
penyakit, respon terapi dan laju kambuhnya.2.7.1 Penyakit Periodontal dan Usia
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa keparahan penyakit periodontal akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Penyakit periodontal lebih banyak dijumpai pada orang tua daripada kelompok yang muda, walaupun keadaan ini lebih sering dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama
29,36
hidup (proses aging). Tingkat kerusakan periodontal meningkat dengan bertambahnya usia dan keparahan penyakit menunjukkan kerusakan periodontal
27,37 kumulatif pada individu yang rentan.
Seperti halnya jaringan lain, jaringan periodontal juga mengalami perubahan akibat proses menua. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut, selain karena faktor alami yaitu usia, perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh penyakit. Pada gingiva terjadi perubahan berupa hilangnya keratinisasi, hilangnya stippling, bertambah lebar gingiva cekat, berkurangnya komponen seluler jaringan terjadi penambahan sementum hingga beberapa kali lipat. Pada ligamen periodontal perubahan yang terjadi berupa bertambahnya jumlah serabut elastik, berkurangnya vaskularisasi dan terdapat aktivitas mitotik. Kemudian perubahan pada tulang alveolar adalah osteoporosis, berkurangnya vaskularisasi, berkurangnya aktivitas metabolisme dan kemampuan penyembuhan resorpsi tulang bisa meningkat atau berkurang dan kepadatan tulang bisa meningkat atau berkurang tergantung dari
38 lokasinya.
2.7.2 Penyakit Periodontal dan Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin pada penyakit periodontal dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor genetik, kesehatan mulut, dan kunjungan berobat ke dokter gigi. 50% dari kerentanan terhadap penyakit periodontal adalah karena faktor
39
host. Pria berada pada risiko yang lebih tinggi pada penyakit periodontal. Menurut penelitian tersebut dipengaruhi oleh steroid seksual pada periodonsium dalam beberapa kondisi klinis. Terutama fungsi dari leukosit polimorfonuklear yang menyerang gingiva kemungkinan dipengaruhi oleh estrogens. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan pasien radang gingiva adalah pria. Hal ini disebabkan sikap yang buruk terhadap kesehatan rongga mulut dan juga kebiasaan
16
merokok. Faktor jenis kelamin masih meragukan keterkaitannya dimana penelitian ada yang menyebutkan bahwa kondisi periodontal wanita lebih baik daripada pria dan sebaliknya. Pada kenyataanya, oral hygiene pria lebih rendah daripada wanita terkait keberadaan plak dan kalkulus. Karenanya, perbedaan jenis kelamin dalam prevalensi dan keparahan penyakit periodontal lebih menunjukkan hubungan kebiasaan menjaga
29 oral hygiene dan kebiasaan pencegahan.
2.7.3 Penyakit Periodontal dan Kebiasaan Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama yang dapat memperparah penyakit periodontal karena penggunan tembakau dapat merusak gingiva dan kesehatan rongga mulut secara keseluruhan. Selain itu, juga dapat memperlambat perlekatan terjadi secara cepat. Perokok memiliki peluang lebih besar menderita penyakit periodontal seperti kehilangan tulang alveolar, peningkatan kedalam saku gigi serta kehilangan gigi dibandingkan dengan yang bukan perokok. Skor plak juga terbukti lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Prevalensi kehilangan tulang vertikal adalah 5,3 kali lebih besar pada perokok dibanding bukan
40 perokok.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek merokok pada kesehatan periodontal tergantung pada frekuensi merokok. Kebanyakan pasien penyakit
38
periodontal adalah pria yang memiliki kebiasaan merokok. Lebih dari 4000 toksin terdapat di dalam asap rokok, meliputi racun-racun seperti karbon monoksida, substansi toksis seperti radikal-radikal oksidan, zat-zat karsinogen seperti zat-zat
13 nitrosamin, dan substansi-substansi adiktif psikoaktif seperti nikotin. Nikotin dalam rokok merusak sistem respons imun dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah, termasuk pembuluh darah di dalam jaringan sekitar
41
gigi. Hal ini menyebabkan suatu penurunan oksigen di dalam jaringan dan merusak sistem respons imun, dengan demikian membentuk suatu lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri penyebab penyakit periodontal. Gas karbonmonoksida dalam rokok dapat meningkatkan tekanan darah yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran haemoglobin. Kemudian tar yang merupakan kumpulan beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok akan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi. Tar juga bersifat
13 karsinogenik yang berhubungan dengan risiko timbulnya kanker.
Kerusakan jaringan periodontal akibat merokok diawali dengan terjadinya akumulasi plak pada gigi dan gingiva. Tar yang mengendap pada gigi akan menimbulkan masalah selain estetik juga menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar sehingga mudah dilekati plak. Akumulasi plak pada margin gingiva diperparah dengan kondisi kebersihan mulut yang kurang baik akan menyebabkan terjadinya gingivitis dan selanjutnya menjadi periodontitis. Munculnya berbagai kondisi fungsi molekul termasuk saliva. Kerusakan komponen antioksidan saliva diikuti dengan penurunan fungsinya sehingga menyebabkan beberapa kelainan rongga mulut nantinya. Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap dan berhubungan dengan
13 dalamnya hisapan rokok yang dilakukan.
2.8 Indeks Periodontal
Pengukuran indeks status periodontal yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kriteria Russell. Indeks ini digunakan untuk memperkirakan kedalaman penyakit periodontal dengan cara mengukur ada atau tidaknya inflamasi gingiva dan keparahannya, pembentukan saku dan fungsi pengunyahan. Pengukuran dilakukan pada minimal 6 gigi, dimana gigi tersebut mewakili 1 gigi anterior rahang atas dan bawah, 1 gigi posterior kanan rahang atas dan bawah serta 1 gigi posterior kiri rahang atas dan bawah. Semua jaringan gingiva yang mengelilingi tiap-tiap gigi dinilai untuk melihat inflamasi gingiva dan keterlibatan periodontal. Russell memilih skor nilai (0,1,2,6,8) untuk menghubungan level penyakit dalam suatu penelitian
28 epidemologi untuk mengamati kondisi klinis.
PI SCORE = Jumlah Skor Individu Jumlah Gigi yang Diperiksa
42 Tabel 1. Kriteria skor periodontal menurut Russell
Penambahan dalam Kriteria Kriteria dan Penilaian dalam Studi
Skor X-Ray Diikuti dalam Uji
Lapangan Klinis
Negatif : tidak ada inflamasi pada jaringan yg dilihat ataupun kehilangan Penampilan radiografis fungsi akibat kerusakan jaringan normal pendukung Mild Gingivitis : ada area inflamasi pada gingiva bebas, tetapi area tersebut
1 tidak membatasi gigi Gingivitis : inflamasi telah membatasi gigi sepenuhnya, tetapi tidak tampak
2 kerusakan perlekatan pada epitel Ada seperti cekukan awal
Digunakan bila terdapat alat radiografi
4 resorpsi tulang alveolar Lanjutan Tabel 1 Penambahan dalam Kriteria
Kriteria dan Penilaian dalam Studi X-Ray Diikuti dalam Uji
Skor Lapangan
Klinis Gingivitis dengan pembentukan poket: ada kerusakan pada perlekatan epitel dan terdapat saku. Tidak ada gangguan
Kehilangan tulang horizontal fungsi pengunyahan. Gigi masih meliputi seluruh tulang melekat erat dan tidak melayang.
6 alveolar sampai setengah dari
Adanya kehilangan tulang horizontal panjang akar gigi meliputi seluruh tulang alveolar sampai setengah dari panjang akar gigi. Kerusakan lanjutan dengan hilangnya Ada kehilangan tulang fungsi penguyahan. Gigi mungkin lanjutan, meliputi lebih dari tanggal ataupun melayang. Gigi satu setengah panjang akar
8 tampak pudar saat diperkusi, dan gigi. Terjadi perluasan mungkin tertekan dalam soket. ligamen periodontal
42 Tabel 2. Kondisi klinis dan skor periodontal
Grup-Skor Kondisi Klinis Periodontal Level Penyakit
Indeks Jaringan pendukung normal
0-0,2 secara klinis Simple Gingivitis 0,3-0,9 Reversibel Permulaan penyakit periodontal
0,7-1,9 destruktif Penyakit periodontal destruktif 1,6–5,0 Penyakit Tahap Akhir 3,8-8,0 Irreversibel
2.9 Kerangka Konsep
Foto Panoramik Umur
Jenis Kelamin
Penyakit Periodontal
Kebiasaan Merokok Evaluasi
Kehilangan Tulang Alveolar