BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Aplikasi Fungsi Green Pada Dinamika Sistem Fisis-Massa Pegas Dengan Shock Absorber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dikemukakan teori-teori yang mendukung pembahasan

  penyelesaian persamaan diferensial linier tak homogen dengan menggunakan metode fungsi green antara lain: persamaan diferensial, orde dan derajat suatu persamaan diferensial, persamaan diferensial linear, persamaan diferensial linear homogen dengan koefisien konstan, persamaan diferensial linier orde-n tak homogen dengan koefisien konstan,determinan wronski, selesaian khusus persamaan tak homogen dengan metode variasi parameter, dan sistem fisis persamaan osilasi harmonik teredam

2.1 Persamaan Diferensial

  Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat turunan dari satu (atau beberapa) fungsi yang tidak diketahui. Ada dua macam persamaan diferensial, yaitu: a. Persamaan diferensial biasa yaitu persamaan dimana fungsi yang belum diketahui hanya memuat satu variabel bebas saja.

  Contoh 1. = 2 + 6, (dimana hanya mengandung satu variabel bebas yaitu )

  2. + 3 + 2 2 = 0 3.

  ′ + = 3

  2 ′

  4.

  • b. Persamaan diferensial parsial yaitu persamaan diferensial dimana fungsi yang belum diketahui memuat dua atau lebih variabel bebas. Contoh:

  ′′′ + 2( ′) ′ =

  • = 1.

  2 2

  2 2. = 2 2 .

  • 2.2 Orde dan Derajat Suatu Persamaan Diferensial

  Orde persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi turunan yang timbul. Sedangkan derajat persamaan diferensial dapat ditulis sebagai polynomial dalam turunan, adalah derajat turunan tingkat tertinggi yang terjadi. Contoh:

  1. = 2 + 6 (merupakan persamaan diferensial biasa orde 1 derajat 1).

  2. + 3 + 2 (merupakan persamaan diferensial biasa orde 2 derajat 1). 2 = 0 3.

  ′ + = 3 (merupakan persamaan diferensial biasa orde 1 derajat 1).

  2 ′′′ ′ ′ ′

  4. + 2 = � � (merupakan persamaan diferensial biasa orde 3 derajat

  • 1).

  2

  2

  2 5. ( + ( + 3 (merupakan persamaan diferensial biasa orde 2 derajat 2).

  ′′) ′) =

  • = 6. (merupakan persamaan diferensial parsial orde 1 derajat 1).
  • 2 2

      2

      7. (merupakan persamaan diferensial parsial orde 2 derajat 1). + = + 2 2

      2.3 Persamaan Diferensial Linier Sebuah persamaan diferensial termasuk persamaan diferensial linier jika memenuhi dua hal berikut:

      1. Variabel-variabel terikat dan turunannya tertinggi berpangkat 1

      2. Tidak mengandung bentuk perkalian antara sebuah variabel terikat dengan variabel terikat lainnya, atau turunan yang satu dengan turunan yang lainnya, atau variabel terikat dengan sebuah turunan. Jadi istilah linier berkaitan dengan kenyataan bahwa tiap suku dalam persamaan diferensial itu, peubah-peubah y, y',…, y(n) berderajat 1 atau nol. Contoh: 1.

      ′ + = 3

      2 ′′′ ′ ′ ′

      2. + 2 = � �

    • jadi bentuk umum persamaan diferensial linier orde- n adalah

      ( −1) ′

      ( ( ( ( + + + (2.3)

      )

      1 ) ⋯ + ) ) = ( ) −1 keterangan: Jika

      ( ) = 0, maka persamaan (2.3.1) disebut persamaan diferensial linier homogeny orde −

      Jika ( ) ≠ 0, maka persamaan (2.3.1) disebut persamaan diferensial linier non homogen

      ( ( ( orde

      1

      − . jika semua koefisien ), ), … , ) adalah tetap, maka persamaan (2.3.1) disebut persamaan diferensial linier dengan koefisien konstan. jika semua koefisien ( ( (

      ),

      1 ), … , ) adalah berupa fungsi, maka persamaan (2.3.1) disebut persamaan diferensial linier dengan koefisien variabel (peubah).

      2.4 Persamaan Diferensial Linear Homogen dengan Koefisien Konstan

      Bentuk umum persamaan diferensial linear homogen dengan koefisien konstan:

      ( −1) ′

      (2.4.1) +

      1

      ⋯ + = 0

      −1 dimana , adalah konstanta. 1,…, tx

      Untuk menentukan selesaiannya yaitu dengan mensubstitusi y = e , kemudian menentukan

      tx tx tx 2 tx

      bilangan tetap t sehingga e sehingga persamaan (2.4.1) karena y = e , y’ = t e =t e

       , y” n n tx

      dan seterusnya hingga y =t e . Bila disubstitusikan ke persamaan (2.4.1) akan didapatkan suatu persamaan dalam t, yaitu:

      −1 −2

      ( ) = 0 (2.4.2) + +

    • 1

      2 ⋯ + tx

      karena e ≠0, maka

      −1 −2

    • (

      ) = 0 (2.4.3)

      1

      2

      ⋯ + Persamaan (2.4.3) tersebut disebut persamaan karakteristik dari persamaan diferensial (2.4.1) dan akar-akarnya disebut akar-akar karakteristik. Ada tiga kemungkinan selesaian yang bebas linier dari persamaan (2.4.1), yaitu:

      1. Bila akar-akarnya real dan berlainan, maka selesaian bebas liniernya 1 2 yaitu: , , … ,

      2. Bila akar-akarnya real dan sama, maka selesaian bebas liniernya yaitu:

      −1

      , , … ,

      ( − )

      3. Bila akar-akarnya kompleks, maka selesaian bebas liniernya yaitu: atau (cos

    • sin )

      2.5 Persamaan Diferensial Linier Orde-n Tak Homogen Dengan Koefisien Konstan

      Bentuk umum persamaan diferensial tak homogeny orde-n adalah sebagai berikut :

       −1 −2

      ⋯ +

      1 = ( ) (2.5.1) −1 −2

      Solusi umum ( ) akan didapatkan bila solusi umum dari Persamaan Diferensial

      ℎ

      Homogen diketahui, dimana bentuk umum persamaan diferensial homogenya orde-n adalah sebagai berikut :

       −1 −2

    • ⋯ +

      1 = 0 (2.5.2) −1 −2

      Kemudian ( ) dibentuk dengan penambahan sembarang solusi termasuk konstanta

      ℎ

      tak tetapnya. Sehingga, ( (

      ( ) = ) + ) (2.5.3)

      ℎ

      Dalam hal ini kita membahas penyelesaian untuk mendapatkan persamaan partikulirnya dengan melalui metode fungsi green dan dengan melalui metode koefisien tak tentu.

    2.6 Determinan Wronski

      Misalkan , , … , kumpulan n buah fungsi yang semuanya dan turunan-

      1

      2

      turunannya sampai dengan turunan yang ke n-1kontinyu pada selang a x b. Wronski dari , , … , dihitung pada x dinyatakan oleh , , … , ;

      1

      2

      (

      1 2 ) dan ditentukan sebagai

      determinan

      1

      2

      ⋯ ⎡ ⎤

      ⋯

      1 ′ 2 ′ ′

      ⎢ ⎥ ⋯

      , , … , ; (2.6.1)

      1

      2

      

    1

      2

      ( ) = ′′ ′′ ′′ ⎢ ⎥

      ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⎢ ⎥

      −1 −1 −1

      ⋯ ⎣

      1 2 ⎦ tiap fungsi yang muncul dalam determinan ini dihitung pada x.

      Contoh

      2

      ( ( Diketahui dan , ;

      1 ) = 2 ) = cos , cari (

      1 2 ) Penyelesaian: Dari defenisi di atas dan dari fungsi-fungsi yang telah diketahui, maka dapat dihitung:

      2

      cos

      2

      2

      , cos sin ( ; ) = � � = − − 2 cos

      2 − sin

      Misalkan bahwa , , … , merupakan n buah penyelesaian persamaan diferensial

      1

      2

      (2.4.1). Misalkan juga bahwa fungsi-fungsi tersebut bebas linier pada selang defenisi persamaan diferensial ini. Dikatakan bahwa fungsi-fungsi itu membentuk himpunan fundamental (atau sistem fundamental) penyelesaian persamaan diferensial tersebut. Sebagai contoh fungsi cos dan fungsi sin merupakan suatu himpunan fundamental penyelesaian

      ′′ −

    • persamaan diferensial dan membentuk suatu himpunan

      = 0 . Juga fungsi

      ′′

      fundamental penyelesaian persamaan diferensial − = 0.

      

    2.7 Selesaian Khusus Persamaan Takhomogen: Penyelesaian Dengan Metode Variasi

    Parameter

      Metode variasi parameter adalah metode yang dapat digunakan untuk menentukan selesaian khusus PD linier takhomogen dengan koefisien variabel, sehingga lebih umum daripada metode koefisien tak tentu. Perhatikan PD linier orde 2 yang mempunyai bentuk

      ′′ ′

      (2.7.1) ( ) ( ) = ( ) dengan p, q, dan r fungsi-fungsi kontinu pada suatu interval buka I. Kita akan menentukan selesaian khusus dari (2.7.1) dengan metode variasi parameter seperti berikut. Kita mengetahui bahwa PD homogen yang bersesuaian, yaitu

      ′′ ′

      (2.7.2) ( ) ( ) = 0 mempunyai suatu selesaian umum (

      ) pada I yang berbentuk

      ℎ

      ( ( ( (2.7.3)

      ) =

      1 1 ) +

      2 2 ) ℎ

      dengan fungsi Metode variasi parameter terdiri dari penggantian dan

      1 2 ( ) dan ( )

      yang akan ditentukan sedemikian hingga fungsi penggantinya, yaitu ( ( (

      (2.7.4) ) = ( )

      1 ) + ( ) 2 ) ℎ merupakan selesaian khusus dari (2.7.1) pada I. dengan menurunkan (2.7.3) diperoleh

      ′ ′ ′ ′

      (2.7.5) + + + =

      1

      2

      2 1 ′

      Persamaan (2.7.3) memuat dua fungsi memenuhi (2.7.1) dan , tetapi syarat bahwa mengakibatkan bahwa hanya ada satu syarat pada dan . . Karena itu kita bisa menerapkan kondisi (syarat) sebarang yang ke dua. Perhitungan berikut akan menunjukkan bahwa kita dapat menentukan memenuhi (2.7.1) dan dan sedemikian hingga dan memenuhi, sebagai syarat ke dua, hubungan:

      ′ ′

      = 0 (2.7.6) +

      1

      2 Ini mereduksi ekspresi untuk ’ ke bentuk

      ’ = ’ + ’

      1

      2

      (2.7.7) . Dengan menurunkan fungsi ini diperoleh

      ” = ’ + ” + ’ + ” (2.7.8) ’

      1 1 ’

      2

      2 Dengan mensubstitusikan (2.7.3), (2.7.5) dan (2.7.6) ke dalam (2.7.1) dan mengumpulkan

      suku-suku yang memuat dan akan diperoleh ” + ’ + ) + ” + ’ + ) + ’ + ’ =

      (

      1

      1 1 (

      2

      2 2 ’ 1 ’ 2 (2.7.9)

      Karena dan selesaian dari PD homogen (2.7.6), maka persamaan di atas mereduksi ke

      1

      2

      bentuk (i) ’ + ’ =

      1

      2

      ’ ’

      1 ’

    • (ii) = 0 ’

    2 Persamaan (i) dan (ii) merupakan sistem dua persamaan aljabar linier dari fungsi-fungsi

      ’ dan ’ yang tidak diketahui. Selesaian diperoleh dengan aturan Cramer:

      2 ′

      = − 1

      ′

      = (2.7.10) Dengan

      (2.7.11) adalah Wronski dari dari dan , membangun basis

      1

      2

      1

      2

      . Jelas bahwa W≠0 karena selesaian. Pengintegralan (2.7.7) menghasilkan

      2

      = − ∫ 1 (2.7.12)

      = ∫ Integral ini ada karena

      ( ) kontinu. Substitusikan ekspresi untuk dan ini ke dalam (2.7.3), untuk memperoleh selesaian dari (2.7.1).

      ) = −

      1 2 2 (2.7.13) 1

    • (

      ∫ ∫

      2.8 Konsep Fungsi Green

      Dari suatu sistem persamaan diferensial linear tak homogen orde-n:

      ( ( ) −1) ′

      ( ( ( (

    • ) ) ⋯ + ) ) = ( ) (2.8)

      1 −1

      dengan fungsi ( ) merupakan fungsi yang kontinyu. Fungsi ( , ) dikatakan sebagai fungsi green untuk masalah nilai awal persamaan diferensial di atas jika memenuhi kondisi berikut ini:

      a) ( , ) terdefenisi pada daerah R=I x I dari semua titik ( , ) dimana dan terletak dalam selang I. 2

      b) , , … , merupakan fungsi kontinu pada R=I x I ( , ), 2

      (

      c) Untuk setiap dalam selang I , fungsi adalah solusi ) = ∫ ( , ) ( )

      ′

      ( ( persamaan diferensial di atas yang memenuhi kondisi awal ) = ) =

      ( −1) ′′

      ( ( ) = ) = 0

      ⋯ =

      2.9 Metode koefisien tak tentu

      Ide dasar dari metode koefisien tak tentu adalah menduga dengan cerdas solusi berdasarkan bentuk fungsi ( ) di ruas kanan.

      Bentuk persamaan umum:

       −1 −2

      −1 −2

    • Fungsi

      ( ( ) yang merupakan bentuk solusi pertikular ) diperoleh dengan cara menebak, seperti misalnya: fungsi cos, fungsi sin, fungsi exponensial atau jumlah dari beberpa fungsi ( ) berisikan koefisien tak tentu

    • Turunkan sesuai persamaan umum di atas
    • Subtitusikan dan seluruh turunannya ke dalam persamaan

      Bentuk Pilihan untuk ( )

      −1

    • 1

      = 0,1, … )

      ⋯ +

    • (

      −1

    • sin sin + cos cos sin + cos

    Tabel 2.1 Metode Koefisian Tak Tentu

      Misal ( ) merupakan fungsi polinom, eksponen, sinus atau cosines. Maka solusi dimisalkan sebagai jumlah dari

      ( ) dan semua turunannya. Selanjutnya ′ dan ′′ disubstitusikan ke persamaan awal untuk menghitung nilai dari koefisiennya.

    2.10 Sistem Fisis Persamaan Osilasi Harmonik Teredam

      Sampai saat ini masih banyak anggapan bahwa tidak ada gaya gesekan yang bekerja pada osilator. Jika anggapan ini dipegang, maka bandul atau beban pada pegas akan berosilasi terus menerus. Pada kenyataannya, amplitudo osilasi berkurang sedikit demi sedikit sampai akhirnya menjadi nol karena pengaruh gesekan. Dikatakan bahwa geraknya teredam oleh gesekan dan disebut osilasi teredam. Gesekan seringkali muncul dari gesekan udara atau gaya dalam. Besar gaya gesekan biasanya bergantung kepada laju. Dalam banyak hal, gaya gesekan sebanding dengan kecepatan, tetapi arahnya berlawanan. Contoh dari osilasi teredam misalnya adalah pada shock absorber mobil.

      Shock absorber merupakan komponen penting suatu kendaraan yaitu dalam sistem suspensi, yang berguna untuk meredam gaya osilasi dari pegas. Shock absorber berfungsi untuk memperlambat dan mengurangi besarnya getaran gerakan dengan mengubah energi kinetik dari gerakan suspensi menjadi energi panas yang dapat dihamburkan melalui cairan hidrolik.

      Peredam kejut (shockabsorber) pada mobil memiliki komponen pada bagian atasnya terhubung dengan piston dan dipasangkan dengan rangka kendaraan. Bagian bawahnya, terpasang dengan silinder bagian bawah yang dipasangkan dengan as roda. Fluida kental menyebabkan gaya redaman yang bergantung pada kecepatan relatif dari kedua ujung unit tersebut. Hal ini membantu untuk mengendalikan guncangan pada roda.

      Konstruksi shock absorber itu terdiri atas piston, piston rod dan tabung. Piston adalah komponen dalam tabung shock absorber yang bergerak naik turun di saat shock absorber bekerja. Sedangkan tabung adalah tempat dari minyak shock absorber dan sekaligus ruang untuk piston bergerak naik turun. Dan yang terakhir adalah piston rod adalah batang yang menghubungkan piston dengan tabung bagian atas (tabung luar) dari shock absorber. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

      Piston Roo Oriface Piston Saluran Besar

      Keterangan: Tabung Katup

    Gambar 2.1 Detail struktur shock absorber Shock absorber bekerja dalam dua siklus yakni siklus kompresi dan siklus ekstensi.

      Siklus kompresi (penekanan)

      Saat shock absorber ditekan karena gaya osilasi dari pegas suspensi, maka gerakan yang terjadi adalah shock absorber mengalami pemendekan ukuran. Siklus kompresi terjadi ketika piston bergerak ke bawah, menekan fluida hidrolik di dalam ruang bawah piston. Dan minyak shock absorber yang berada dibawah piston akan naik keruang atas piston melalui lubang yang ada pada piston. Sementara lubang kecil (orifice) pada piston tertutup karena katup menutup saluran orifice tersebut. Penutupan katub ini disebabkan karena peletakan katup yang berupa membran (plat tipis) dipasangkan dibawah piston, sehingga ketika minyak shock absorber berusaha naik ke atas maka katup membran ini akan terdorong oleh shock absorber dan akilbatnya menutup saluran orifice. Jadi minyak shock absorber akan menuju ke atas melalui lubang yang besar pada piston, sementara minyak tidak bisa keluar melalui saluran oriface pada piston. Pada saat ini shock absorber tidak melakukan peredaman terhadap gaya osilasi dari pegas suspensi, karena minyak dapat naik ke ruang di atas piston dengan sangat mudah.

      Siklus ekstensi (memanjang) Pada saat memanjang piston di dalam tabung akan begerak dari bawah naik ke atas.

      Gerakan naik piston ini membuat minyak shock absorber yang sudah berada diatas menjadi tertekan. Minyak shock absorber ini akan mencari jalan keluar agar tidak tertekan oleh piston terus. Maka minyak ini akan mendorong katup pada saluran oriface untuk membuka dan minyak akan keluar atau turun ke bawah melalui saluran oriface. Pada saat ini katup pada lubang besar di piston akan tertutup karena letak katup ini yang berada di atas piston. Minyak shock absorber ini akan menekan katup lubang besar, piston ke bawah dan mengaakibat katup ini tertutup. Tapi letak katup saluran oriface membuka karena letaknya berada di bawah piston, sehingga ketika minyak shock menekan ke bawah katup ini membuka. Pada saat ini minyak shock absorber hanya dapat turun ke bawah melalui saluran orifice yang kecil. Karena salurannya yang kecil, maka minyak shock absorber tidak akan bisa cepat turun ke bawah alias terhambat. Di saat inilah shock absorber melakukan peredaman terhadap gaya osilasi pegas suspensi.

      Tipikal mobil atau truk ringan akan memiliki lebih banyak perlawanan selama siklus ekstensi daripada siklus kompresi. Semua peredam kejut modern adalah kecepatan-sensitif – suspensi semakin cepat bergerak, semakin banyak perlawanan yang shock breker sediakan. Hal ini memungkinkan guncangan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi jalan dan untuk mengontrol semua gerakan yang tidak diinginkan yang dapat terjadi dalam kendaraan yang bergerak. Secara sederhana shock absorber merupakan pengaplikasian dari gerak osilasi harmonik yang teredam.

      Fo cos wt y m k c

    Gambar 2.2 Sistem fisis pada shock absorber

      Bila peredaman diperhitungkan, maka gaya peredam juga berlaku pada massa. Bila bergerak dalam fluida benda akan mendapatkan redaman karena kekentalan fluida. Gaya akibat kekentalan ini sebanding dengan kecepatan benda. Konstanta akibat kekentalan (viskositas) adalah c dengan satuan N s/m (SI)

      Persamaan osilasi teredam diberikan oleh hokum gerak kedua, = , dengan F

    • – merupakan jumlah dari gaya pemulih dan gaya redaman – / ; dalam hal ini c adalah konstanta positif. Kita peroleh bahwa

      = (2.10.1) atau 2 = (2.10.2)

      − − 2 atau 2 2 = 0 (2.10.3) + + Dalam osilasi teredam sebenarnya masih terdapat gaya lain yang bekerja berupa gaya paksaan. Dalam hal ini, dimisalkan gaya paksaan yang diberikan terhadap sistem yang telah disebutkan adalah cos adalah harga dari gaya eksternal dan

      . Di sini adalah frekuensi sudutnya. Untuk jelasnya, dapat kita bayangkan bahwa gaya eksternal tersebut diberikan langsung pada massa yang digantungkan pada pegas. Maka kita peroleh persamaan:

      = diperoleh 2

    • cos (2.10.4) − − =
    • 2 atau 2 2 = (2.10.5) + cos +