BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Dinamika Sistem Hubungan Kerja Antara Pengguna Jasa Dengan Buruh Tani Harian di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan

2.1.1 Defenisi Kemiskinan

  Kemiskinan merupakan masalah global yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain seperti: Tingkat pendapatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, kesehatan, geografis, dan kondisi lingkungan. Kemiskinan terus menjadi masalah sosial yang fenomenal sepanjang sejarah Indonesia.

  World Bank (2002) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup manusia baik fisik atau sosial sebagai akibat tidak tercapainya kehidupan yang layak karena penghasilannya tidak mencapai 1,00 Dollar AS perhari. Jika ditinjau dari standar kebutuhan hidup yang layak atau pemenuhan kebutuhan pokok, maka kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok atau kebutuhan-kebutuhan dasar yang disebabkan kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan dalam upaya memenuhi standar hidup yang layak.

  Kemiskinan dilihat dari dua aspek yaitu kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekolompok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara sebagai suatu proses kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Konsep daya dukung dalam kaitannya dengan kehidupan manusia menunjukkan bahwa kondisi kehidupan yang dihadapi dan sedang dijalani manusia merupakan produk dari proses dimana dalam proses itu terlibat berbagai unsur.

2.1.2 Aspek-aspek Kemiskinan

  Langkah pertama yang tepat dilakukan dalam upaya memahami kemiskinan secara holistik adalah dengan melakukan kajian tentang aspek-aspek kemiskinan itu sendiri, yaitu : a.

  Kemiskinan itu multi dimensi.

  Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep multi dimensi berakar dari kondisi kehidupan manusia yang beraneka ragam. Ditinjau dari segi kebijakan umum, maka kemiskinan itu meliputi aspek-aspek primer seperti miskin akan asset-asset, organisasi-organisasi sosial, kelembagaan- kelembagaan sosial, berbagai pengetahuan serta berbagai keterampilan yang dianggap dapat mendukung kehidupan manusia. Sedangkan aspek sekundernya antara lainnya miskinnya informasi, jaringan sosial, dan sumber-sumber keuangan yang kesemuanya merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai jembatan memperoleh sesuatu fasilitas yang dapat mendukung upaya mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas hidup. b.

  Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

  Sebagai konsekuensi logisnya, kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mengakibatkan kemajuan atau kemunduran aspek lainnya. Justru kondisi seperti inilah yang mengakibatkan tidak mudahnya menganalisis kemiskinan itu menuju pada pemahaman yang komprehensif.

  c.

  Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur.

  Fenomena yang sering ditemukan adalah pendapatan yang diperoleh sekelompok yang bermukim ditempat yang sama, namun kualitas individu atau keluarga yang dimiliki mungkin saja berbeda. Kondisi kehidupan manusia memiliki standar yang akuntabel. Kajian kesehatan memiliki kemampuan untuk mengukur kuantitas kalori yang dibutuhkan manusia untuk dapat hidup secara wajar. Lebih jauh lagi, setiap unsur makanan denga jumlah, jenis dan kualitas tertentu dapat diukur kuantitas kandungan kalorinya yang berguna bagi aktivitas kehidupan manusia. Dengan demikian terdapat standar kehidupan minimum yang semestinya dicapai dan dimiliki oleh manusia itu. Hal ini mengindikasikan kepada kita bahwa kemiskinan itu benar-benar fakta yang terukur. Demikian terukurnya kemiskinan itu sehingga dapat diklasifikasi ke dalam berbagai tingkat, seperti :

1. Miskin 2.

  Sangat miskin 3. Sangat miskin sekali Demikian halnya dengan BKKBN sering mengklasifikasi kondisi kehidupan masyarakat ke dalam berbagai tingkat, seperti :

1. Prasejahtera 2.

  Sejahtera 1 3. Sejahtera 2

  Berbagai Klasifikasi yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa kemiskinan itu merupakan fakta yang terukur (Siagian, 2012).

  d.

  Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif.

  Istilah kemiskinan perdesaan (Rural poverty) dan kemiskinan perkotaan (urban poverty) bukan lah berarti bahwa yang mengalami kemiskinan itu adalah desa atau kota. Kondisi desa atau kota itu merupakan penyebab kemiskinan bagi manusia. Dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah manusia, baik secara individual maupaun kelompok, dan bukan wilayah.

2.1.3 Gejala-gejala Kemiskinan

  Upaya memahami kemiskinan lebih sering dilakukan dengan cara atau pendekatan lain, seperti melalui gejala-gejala kemiskinan. Salah satu car a dan langkah pemahaman kemiskinan adalah melalui penelusuran gejala-gejala kemiskinan, seperti : a.

  Kondisi kepemilikan faktor produksi.

  Kemiskinan tidak datang secara serta-merta. Demikian halnya dengan pendapatan, juga tidak datang dengan serta-merta. Semuanya melalui saluran, sumber dan proses tertentu. Dengan demikian, salah satu pendekatan untuk mengetahui kemiskinan adalah mengetahui pekerjaan atau mata pencaharian, apa alat atau faktor produksi yang digunakan dan bekerja dalam upaya mendapatkan pencaharian itu. Pemahaman akan berbagai hal tersebut merupakan jalan bagi kita untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut miskin atau tidak.

  b.

  Angka ketergantungan penduduk.

  Secara teoritis memang dikenal banyak sumber pendapatan, seperti hasil usaha atau keuntungan, upah, bunga tabungan dan lain-lain. Namun bagi mayoritas masyarakat, ada satu kalimat yang berlaku secara umum; Orang hanya akan memiliki pendapatan jika bekerja. Namun pada kenyataannya, angka ketergantungan pada masyarakat atau keluarga sangat tinggi.

  c.

  Kekurangan gizi.

  Laporan dari berbagai institusi seperti Dinas Kesehatan, Puskesmas maupun Rumah Sakit sering menggambarkan status masyarakat. berbagai kesimpulan diperoleh dari laporan tersebut, antara lain adalah wilayah rawan gizi. Berbagai media massa sering menginformasikan tentang kondisi masyarakat yang kurang gizi. Informasi ini merupakan gejala sangat miskinnya seseorang atau sekelompok orang. Masalahnya, berbagai unsur terdapat dalam kebutuhan pokok, dimana kebutuhan fisik merupakan kebutuhan yang paling utama. Oleh karena itu, tidak terpenuhinya kebutuhan fisik yang mengakibatkan seseorang atau sekelompok orang itu teridentifikasi kekurangan gizi menjadi gejala betapa miskinnya seseorang atau sekelompok orang itu.

  d.

  Pendidikan yang rendah.

  Di era modern sekarang ini, pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang penting. Pendidikan bahkan telah sebagai indikator utama kedudukan dalam masyarakat. oleh karena itu, wajar jika setiap orang berupaya meraih tingkat pendidikan, bahkan tidak sekedar pendidikan, melainkan pendidikan yang tinggi. Hal ini terjadi karena pendidikan dianggap sebagai alat memenangkan persaingan yang makin hari makin ketat (Siagian, 2012).

2.1.4 Ciri-ciri Kemiskinan

  Pemahaman lebih mendalam dan komprehensif tentang kemiskinan oleh banyak ahli juga sering diupyakan melalui kajian tentang ciri-ciri kemiskinan.

  Namun demikian, studi menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan, yaitu : a.

  Mereka yang hidup pada kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai ataupun, keterampilan yang memadai untuk melakukan sesuatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya.

  b.

  Mereka pada umumnya tidak memiliki kemungkinan atau peluang untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.

  c.

  Tingkat pendidikan pada umumnya rendah.

  d.

  Pada umumnya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal bagaikan tertutup rapat.

  e.

  Banyak diantar mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai.

  Sementara itu kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa yang cukup deras. Artinya, laju investasi di perkotaan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat langsung dari derasnya arus urbanisasi (Siagian, 2012; 20).

2.2 Migrasi

2.2.1 Konsep Migrasi Kata migrasi sangat erat kaitannya dengan perkembangan suatu daerah.

  Secara umum, migrasi dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain untuk tujuan menetap. Apabila tidak terkontrol dengan baik, migrasi dapat menyebabkan penumpukan penduduk di suatu wilayah yang menjadi tujuan para migran yang dalam hal ini umumnya adalah daerah perkotaan.

  Migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah lain. Ada dua dimensi penting yang perlu ditinjau dalam penelaahan migrasi, yaitu dimensi waktu dan dimensi daerah. Untuk dimensi waktu, ukuran yang pasti tidak ada karena sulit untuk menentukan berapa lama seseorang pindah tempat tinggal untuk dapat dianggap sebagai seorang migran, tetapi biasanya digunakan definisi yang ditentukan dalam sensus penduduk.

  Untuk dimensi daerah secara garis besarnya dibedakan perpindahan antar negara yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain yang disebut migrasi internasional dan perpindahan penduduk yang terjadi dalam satu negara misalnya antar propinsi, kota atau kesatuan administratif lainnya yang dikenal dengan migrasi intern. Perpindahan lokal yaitu perpindahan dari satu alamt ke alamat lain atau dari satu kota ke kota lain tapi masih dalam batas bagian dalam suatu negara misalnya dalam satu Propinsi.

  Dalam arti luas, definisi tentang migrasi adalah tempat tinggal mobilitas penduduk secara geografis yang meliputi semua gerakan (movement) penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode tertentu pula (Mantra, 1980: 20).

  Definisi migran menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa : ”a migrant is a

  person who changes his place of residence from one political or an administrative

area to another.” pengertian ini dikaitkan dengan pindah tempat tinggal secara

  permanen sebab selain itu dikenal pula ”mover” yaitu orang yang pindah dari satu alamat ke alamat lain dan dari satu rumah ke rumah lain dalam batas satu daerah kesatuan politik atau administratif, misalnya pindah dalam satu Propinsi. Beberapa bentuk perpidahan tempat (mobilitas) : a.

  Perubahan tempat yang bersifat rutin, misalnya orang yang pulang balik kerja (Recurrent Movement).

  b.

  Perubahan tempat yang tidak bersifat sementara seperti perpidahan tempat tinggal bagi para pekerja musiman.

  c.

  Perubahan tempat tinggal dengan tujuan menetap dan tidak kembali ke temapat semula (Non Recurrent Movement).

  Dalam sosiologi menurut sifatnya mobilitas dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Mobilitas vertikal yaitu perubahan status sosial dengan melihat kedudukan generasi, misalnya melihat status kedudukan ayah.

  b.

  Mobilitas horisontal yaitu perpindahan penduduk secara teritorial, spasial atau geografis.

  Migrasi sirkuler (sirkuler migration) yaitu migrasi yang terjadi jika seseorang berpindah tempat tetapi tidak bermaksud menetap di tempat tujuan, mungkin hanya mendekati tempat pekerjaan. Mobilitas penduduk sirkuler dapat didefinisikan sebagai gerak penduduk yang melintas batas administrasi suatu daerah menuju ke daerah lain dalam jangka waktu kurang enam bulan.

  Masalah migrasi membawa permasalahan tersendiri bagi daerah perkotaan, karena migrasi merupakan gerak alamiah yang mengikuti perkembangan ekonomi. Selama kesenjangan desa-kota makin parah, maka arus migrasi sulit untuk dihentikan.

  Di negara berkembang, konsentrasi investasi dan sumber daya pada umumnya berada di dareah perkotaan. Karena konsentrasi investasi di beberapa pusat pertumbuhan biasanya terjadi sebagai akibat dari keuntungan lokasi dalam skala ekonomi, sehingga ketimpangan antar daerah semakin terakumulasi.

  Menurut Rondinelli dan Ruddle (Prijono Tjiptoherijanto, 1998) keuntungan komparatif dari pusat pertumbuhan menjadi seperti magnet bagi kegiatan industri, jasa, sosial dan kebudayaan. Daerah pedesaan tidak memberi insentif bagi warganya, kekurangan tanah akan mendorong masyarakat desa untuk meninggalkan desa dan berpindah ke kota. Ada dua faktor yang menjadi penyebab terjadinya mobilitas desa-kota yaitu karena faktor daya tarik (pull factors) kota dan daya dorong (push factor) dari desa.

2.2.2 Teori Migrasi

  Teori migrasi mula-mula diperkenalkan oleh Ravenstein dalam tahun 1985 dan kemudian digunakan sebagai dasar kajian bagi para peneliti lainnya (Lee, 1966; Zelinsky, 1971 dalam Waridin, 2002). Para peneliti tersebut mengatakan bahwa motif utama atau faktor primer yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi adalah karena alasan ekonomi.

  Teori migrasi menurut Ravenstein (1985) mengungkapkan tentang perilaku mobilisasi penduduk (migrasi) yang disebut dengan hukum migrasi berkenaan sampai sekarang. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : a.

  Para migran cenderung memilih tempat tinggal terdekat dengan daerah tujuan.

  b.

  Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi adalah sulitnya memperoleh pendapatan di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan.

  c.

  Berita-berita dari sanak saudara atau teman yang telah pindah ke daerah lain merupakan informasi yang sangat penting.

  d.

  Informasi yang negatif dari daerah tujuan mengurangi niat penduduk untuk bermigrasi.

  e.

  Semakin tinggi pengaruh kekotaan terhadap seseorang, semakin besar tingkat mobilitas orang tersebut. f.

  Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi frekuensi mobilitas orang tersebut.

  g.

  Para migran cenderung memilih daerah dimana telah terdapat teman atau sanak saudara yang bertempat tinggal di daerah tujuan.

  h.

  Pola migrasi bagi seseorang maupun sekelompok penduduk sulit untuk diperkirakan. i.

  Penduduk yang masih muda dan belum menikah lebih banyak melakukan migrasi dibandingkan mereka yang berstatus menikah. j.

  Penduduk yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi biasanya lebih banyak mobilitasnya dibandingkan yang berpendidikan rendah.

  Untuk Indonesia sendiri, tanpa mempersoalkan jauh dekatnya perpindahan, mudah atau sulit, setiap migrasi mempunyai tempat asal, tempat tujuan, dan bermacam-macam rintangan yang menghambat. Faktor jarak merupakan faktor yang selalu ada dari beberapa faktor penghalang. Dalam setiap daerah banyak sekali faktor yang mempengaruhi orang untuk menetap di suatu tempat atau menarik orang untuk pindah ketempat itu (dwadesign.blogspot.com/2011/12/teori-dorong-tarik-push-pull-theory.html?m=1 diakses tanggal 29 Juli 2013 pukul 01.02 WIB).

2.2.3 Faktor-faktor Pendorong (push factor) dan Penarik (pull factor) Terjadinya Penduduk Bermigrasi

  Rozy Munir dalam Dasar-dasar Demografi (1981), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi ada dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. a.

  Faktor-faktor pendorong (push factor) yang menyebabkan penduduk bermigrasi, yaitu :

  1. Makin berkurangnya sumber-sumber alam.

  2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal, karena masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin.

  3. Adanya tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku, di daerah asal.

  4. Tidak cocok lagi dengan adat budaya/kepercayaan di daerah asal.

  5. Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karier pribadi.

  6. Bencana alam baik banjir, kebakaran musim kemarau atau adanya wabah penyakit.

  b.

  Faktor-faktor penarik (pull factor) yang menyebabkan penduduk melakukan migrasi, yaitu :

  1. Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok.

  2. Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

  3. Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

  4. Keadaan lingkungan dan keadaaan hidup yang menyenangkan.

  5. Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung.

  6. Adanya aktivitas kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan. Everest S. Lee (1976) mengungkapkan bahwa volume migrasi di satu wilayah berkembang sesuai dengan keanekaragaman daerah-daerah di dalam wilayah tersebut. Bila melukiskan di daerah asal dan daerah tujuan ada faktor- faktor positif, negatif dan adapula faktor-faktor netral. Faktor positif adalah faktor yang memberi nilai yang menguntungkan kalau bertempat tinggal di daerah tersebut, misalnya di daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, dan iklim yang baik. Sedangkan faktor negatif adalah faktor yang memberi nilai negatif pada daerah yang bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut. Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk.

  Selanjutnya menurut Everest S. Lee menambahkan bahwa besar kecilnya arus migrasi juga dipengaruhi rintangan, misalnya ongkos pindah yang tinggi dan menurutnya terdapat 4 faktor yang perlu diperhatikan dalam proses migrasi penduduk antara lain : a.

  Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal.

  b.

  Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan.

  c.

  Faktor penghalang antara.

  d.

  Faktor-faktor pribadi (individu).

2.3 Dinamika

  Dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika juga berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok dengan kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada kelompok, semangat kelompok (group spirit) terus- menerus ada dalam kelompok itu, oleh karen itu kelompok bersifat dinamis, artinya setiap kelompok yang bersangkutan dapat berubah

  (detrimila.blogspot.com/2013/03/pkaitanengertian-dinamika-kelompok.html/m=1 Diakses Tanggal 7 Juni 2013 Pukul 16:19 WIB).

  Dinamika tentu berkaitan dengan kelompok sosial. Kelompok sosial bukan merupakan kelompok statis. Setiap kelompok sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Beberapa kelompok sosial sifatnya lebih stabil daripada kelompok-kelompok sosial lainnya, atau dengan kata lain strukturnya tidak mengalami perubahan-perubahan yang mencolok. Ada pula kelompok sosial yang mengalami perubahan-perubahan dengan cepat, walaupun tidak ada pengaruh dari luar. Akan tetapi pada umumnya kelompok sosial mengalami perubahan sebagai akibat proses formasi ataupun reformasi dari pola-pola di dalam kelompok tersebut karena pengaruh dari luar.

  Perubahan struktur kelompok sosial karena sebab-sebab luar pertama-tama perlu diuraikan mengenai perubahan yang disebabkan karena perubahan situasi.

  Situasi yang dimaksud adalah keadaan dimana kelompok itu hidup. Perubahan pada situasi dapat pula mengubah struktur sosial kelompok sosial itu. Ancaman dari luar misalnya, seringkali merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan struktur kelompok sosial. Situasi yang membahayakan yang berasal dari luar memperkuat rasa persatuan dan mengurangi keinginan-keingnan untuk mementingkan diri sendiri para anggota kelompok sosial.

  Sebab kedua adalah pergantian-pergantian anggota kelompok. Pergantian anggota suatu kelompok sosial tidak perlu membawa perubahan struktur kelompok tersebut. Akan tetapi, ada pula kelompok-kelompok sosial yang mengalami kegoncangan-kegoncangan apabila ditinggalkan salah satu anggotanya, apalagi kalau anggota bersangkutan mempunyai kedudukan penting, misalnya dalam keluarga.

  Penyebab lainnya adalah perubahan yang terjadi dalam situasi sosial ekonomi. Dalam keadaan depresi misalnya, suatu keluarga akan bersatu untuk menghadapinya, walaupun anggota-anggota keluarga tersebut mempunyai agama ataupun pandangan politik yang berbeda satu dengan lainnya.

  Dalam dinamika kelompok sosial, setiap kelompok pasti mengalami perkembangan perubahan. Di dalam dinamika kelompok, mungkin terjadi antagonisme antar-kelompok. Apabila terjadi peristiwa tersebut, secara hipotesis prosesnya adalah sebagai berikut: a.

  Bila dua kelompok bersaing, maka akan timbul stereotip.

  b.

  Kontak antara dua kelompok yang bermusuhan tidak akan mengurangi sikap tidak bermusuhan tersebut.

  c.

  Tujuan yang harus dicapai dengan kerja sama akan dapat menetralkan sikap tindak bermusuhan.

  d.

  Di dalam kerja sama mencapai tujuan, stereotip yang semula negatif menjadi positif.

  Masalah dinamika kelompok juga menyangkut gerak atau perilaku kolektif. Gejala tersebut merupakan suatu cara berpikir, merasa dan beraksi suatu kolektivitas yang serta merta dan tidak berstruktur. Sebab-sebab suatu kolektiva menjadi agresif antara lain adalah : a.

  Frustasi dalam jangka waktu yang lama, b. Tersingung, c. Dirugikan, d.

  Ada ancaman dari luar, e. Diperlakukan tidak adil, f. Terkena pada bidang-bidang kehidupan yang sangat sensitif (Soekanto, 2009; 147).

  Dalam Bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin

  

socius yang berarti kawan. Masyarakat dapat diartikan sekumpulan manusia yang

saling bergaul atau dengan istilah ilmiah sering disebut dengan saling berinteraksi.

  Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia yang atau dengan sendirinya berhubungan secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Masyarakat mengenal hidup yang tenang, teratur, dan aman yang disebabkan oleh karena pengorbanan sebagian anggotanya.

  Masyarakat Indonesia memiliki struktur masyarakat yang terbagi atas dua bagian, yaitu : a.

  Struktur Horizontal Dalam rangka memahami masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk ini perlu kiranya mengungkapkan tentang suku bangsa dan gambaran umum tentang kebudayaan, maupun agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia, yang dalam beberapa hal dapat membantu memahami suasana dari masyarakat Indonesia : 1.

  Suku Bangsa, di Indonesia terdapat 366 suku bangsa, dengan perincian : Sumatera 49 suku bangsa, Jawa 7 suku bangsa, Kalimanatan 73 suku bangsa, Sulawesi 117 suku bangsa, Nusa Tenggara 30 suku bangsa, Maluku 41 suku bangsa, dan Irian Jaya 49 suku bangsa. Selain suku bangsa tersebut sebagian kecil orang Indonesia ialah orang – orang Thionghoa dan Timur Asing lainnya.

  2. Kebudayaan, kebudayaan yang mencakup lonsep yang luas sehingga untuk kepentingan analisis, konsep kebudayaan ini perlu dipecah lagi dalam unsur-unsurnya. Unsur-unsur yang terbesar adalah yang terjadi karena pecahan tahap pertama disebut unsur-unsur kebudayaan yang universal dan merupakan unsur-unsur yang pasti bisa didapatkan di semua kebudayaan di dunia baik yang hidup dalam masuarakat perkotaan yang besar dan kompleks.

3. Agama, kenyataan memperlihatkan bahwa masyarakat

  Indonesia menganut agama yang beragam. Ada beberapa agama yang dianut di Indonesia. Pada agama umumnya agama yang dominan adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Namun masih ada beberapa agama yang belum disebutkan yang juga ditemui di Indonesia.

  b.

  Struktur Vertikal Dalam membicarakan struktur vertikal atau lebih dikenal dengan istilah pelapisan sosial, maka dimulai dari penghargaan, dalam arti bahwa terjadinya pelapisan sosial karena adanya sesustu yang dihargai. Sesuatu itu mungkin dapat berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, keturunan dari keluarga yang terhormat, atau dengan kata lain adanya penghargaan terhadap sesuatu tersebut mengakibatkan anggota masyarakat mengidentifikasikan dan menetapkan sesuatu dalam posisi yang tinggi atau rendah (Nasution, 2003; 89).

  Dalam mengadakan klasifikasi masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling berpautan, yaitu : a.

  Jumlah penduduk.

  b.

  Luas, kekayaan, kepadatan penduduk daerah pedalaman.

  c.

  Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat.

  d.

  Organisasi masyarakat setempat yang berkaitan (Soekanto, 2009; 135). Kelompok merupakan sebuah komunitas dari beberapa organisme yang umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Kelompok sosial adalah suatu gejala yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia berlangsung didalamnya. Kelompok sosial adalah salah satu wujud dari struktur sosial (Sunarto, 2004; 125).

  Sekumpulan manusia dapat dikatakan sebagai kelompok sosial apabila memenuhi kondisi tertentu. Kondisi itu menurut Soerjono Soekanto adalah : a.

  Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebahagian dari kelompok yang besangkutan.

  b.

  Adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu.

  c.

  Adanya faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok sehingga hubungan mereka tambah erat. Faktor tadi dapat berupa nasib yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama dan lain-lain.

  d.

  Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku (Nasution, 2003; 14).

2.4 Sistem Hubungan Kerja antara Pengguna Jasa dan Buruh Tani Harian

2.4.1 Sistem

  Istilah sistem sering digunakan untuk menunjuk pengertian metode atau cara dan sesuatu himpunan unsur atau komponen yang saling berhubungan atau satu sama lain menjadi satu kesatuan yang utuh. Namun, sebenarnya penggunaan kata sistem lebih dari itu, tetapi kurang dikenal dan sebagai suatu himpunan, sistem didefenisikan bermacam-macam pula.

  Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani Systema yang mempunyai pengertian sebagai berikut : a.

  Suatu hubungan yang tersusun dari sekian banyak bagian.

  b.

  Hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen- komponen secara teratur.

  Jadi, dengan kata lain istilah Systema itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan (a whole) (Amirin dalam Nasution, 2003; 1).

  Shrode dan Voich mengemukakan bahwa “a system is a set of interrelated

  

parts, working indepently and jointly, in pursuit of common objectives or the

whole, within a complex environment”. Shrode dan Voich mengklasifikasikan

  unsur-unsur dari defenisi-defenisi sistem sebagai berikut : a.

  Himpunan bagian-bagian.

  b.

  Bagian-bagian itu saling berkaitan.

  c.

  Masing-masing bagian bekerja secara mandiri dan bersama-sama, satu sama lain saling mendukung. d.

  Semuanya ditujukan pada pencapaian tujuan bersama atau tujuan sistem.

  e.

  Terjadi di dalam lingkungan yang rumit dan kompleks. Dengan memperhatikan unsur-unsur sistem diatas, maka dapat dinyatakan suatu sistem merupakan suatu keseluruhan dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain dalam suatu kesatuan. Didalam pengertian sederhana ini, tercakup adanya hubungan timbal balik dari unsur-unsur atau bagian-bagian sistem (Nasution, 2003; 4).

  Oleh karena itu, Talcott Parsons kemudian memberi arti sistem sebagai sebuah pengertian yang menunjuk pada adanya interdependensi antara bagian- bagian, komponen-komponen, dan proses-proses yang mengatur hubungan- hubungan tersebut. Pada pengertian tersebut memang tampak lebih spesifik, karena lebih menekankan pada interdependensi antar komponennya. Interdependensi dalam hal ini adalah tanpa keikutsertaan salah satu bagian atau komponennya saja, maka hubungan tersebut akan mengalami suatu goncangan.

  Oleh karena itu, untuk menjelaskan pengertian sistem kita harus menjelaskannya secara keseluruhan atau secara holistik (Narwoko dan Suyanto, 2004; 124).

2.4.2 Hubungan Kerja Pada Masyarakat Pertanian

  Pengguna jasa dan buruh tani harian adalah dua pihak yang saling membutuhkan dan saling tergantung satu dengan yang lain. Majikan membutuhkan buruh untuk mengerjakan produksi dan menghasilkan barang untuk kepentingan usaha. Sementara buruh membutuhkan majikannya untuk mendapatkan upah atas tenaga yang diberikannya kepada kepentingan produksi barang sang majikan. Jadi kedua pihak tersebut, baik buruh maupun majikan sebenarnya saling membutuhkan.

  Namun, yang lebih sering terjadi pada hubungan antar kedua belah pihak tersebut adalah sang buruh seringkali berada pada posisi yang lebih lemah daripada sang majikan. Buruh dianggap bukanlah mitra yang sejajar bagi majikan. Buruh hanyalah sebuah obyek bagi majikan untuk melaksanakan kepentingan mereka. Buruh sering diperas majikan dengan upah yang relatif kecil. Secara sosiologis buruh itu tidak bebas sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup yang lain kecuali tenaganya dan kadang-kadang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun memberatkan bagi buruh itu sendiri (http://ekanuruls.blogspot.com/2012/09/dinamika-buruh-perkebunan-di- sumatera.html diakses tanggal 12 juni 2012 pukul 12:55).

  Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara pekerja dan pengusaha terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk menerima upah dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Di dalam Pasal 50 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja.

  Hubungan kerja antara buruh dan pengguna jasa (majikan) adalah sebagai berikut : a.

  Secara yuridis buruh adalah memang bebas, oleh karena prinsip negara kita ialah bahwa tidak seorangpun boleh di perbudak atau diperhamba. b.

  Secara sosiologis adalah tidak bebas, sebab sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup selain daripada tenaganya itu, ia terpaksa untuk bekerja pada orang lain. Dan majikan inilah pada dasarnya menetukan syarat-syarat kerja.

  Tenaga buruh yang terutama menjadi kepentingan majikan, merupakan sesuatu yang sedemikian melekatnya pada pribadi buruh, sehingga buruh itu selalu harus mengikuti tenaganya ke tempat dan pada saat majikan memerlukannya. Dengan demikian segala sesuatu mengenai hubungan buruh dan majikan itu diserahkan kepada kebijaksanaan kedua belah pihak yang langsung berkepentingan.

  Hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan, yang mana hubungan tersebut hendak menunjukkan kedudukan kedua belah pihak yang pada pokoknya menggambarkan hak-hak dan kewajiban buruh terhadap majikan, dan sebaliknya. Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan, yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada piha lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah. “Pada pihak lainnya” mengandung arti bahwa pihak buruh dalam melakukan pekerjaan itu berada dibawah pimpinan pihak majikan (Toha, 1987; 9).

  Hukum ketenagakerjaan merupakan alat untuk memberi dukungan terhadap para tenaga kerja, yang menyangkut hubungan antara buruh dan majikan, upah, dan perselisihan yang akan mengakibatkan gejolak sosial. Hukum perburuhan ialah peraturan dari hukum yang berlaku, pokoknya mengatur hubungan buruh dengan buruh, buruh dan pengusaha

  (pukspkepici.blogspot.com/2013/01/dasardasarhukumketenagakerjaan_27.html!m =1 Diakses tanggal 27 Juni 2013 pukul 11 57 WIB).

  Adapun hubungan kerja pada dasarnya meliputi : a. Pembuatan perjanjian-kerja karena merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja.

  b.

  Kewajiban buruh melakukan pekerjaan pada atau di bawah pimpinan majikan, yang sekaligus merupakan hak majikan atas pekerjaan dari buruh.

  c.

  Kewajiban majkan membayar upah kepada buruh sekaligus merupakan hak buruh atas upah.

  d.

  Berakhirnya hubungan-kerja.

  e.

  Caranya perselisihan antara pihak-pihak diselesaikan dengan sebaik- baiknya (Toha, 1987).

  Hubungan buruh dan majikan dalam proses produksi adalah hubungan yang mengesankan relasi saling membutuhkan. Namun hubungan majikan dan buruh sejatinya adalah hubungan konflik, karena secara hakiki memiliki kepentingan yang bertentangan. Kepentingan majikan/pengguna jasa adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, sedangkan kepentingan buruh adalah upah layak yang mampu mendorongnya ke arah kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan yang ada antara pengusaha dengan buruh bukan hanya hubungan yang saling membutuhkan, tetapi juga hubungan yang saling berbeda kepentingan (Suziani, 1999).

2.4.3 Pengguna Jasa dan Buruh

  Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari suatu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut. Menurut Philip Kotler (2003) jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan produk fisik (http://rimalrimaru.com/pengertian-jasa-menurut-para-ahli/   Diakses pada tanggal 5 Januari 2014 pukul 11.44 WIB).

  Pengguna jasa adalah seorang yang menjalankan sesuatu perniagaan, perusahaan ladang atau perniagaan lain dan menggaji seorang pekerja atau lebih untuk menolongnya.

  Pengguna jasa merupakan pihak yang bertanggung jawab kepada modal dan segala pembayaran upah kepada pekerja. Dalam organisasi awam, majikan merupakan pihak atasan yang bertanggung jawab (www.statistics.gov.my/portal/images.com Diakses tanggal 7 Juni 2013 Pukul 15:57 WIB).

  Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa penggunaan istilah pekerja selalu dibarengi dengan istilah buruh yang menandakan bahwa dalam UU ini dua istilah tersebut memiliki makna yang sama. Dalam Pasal 1 Angka 3 dapat dilihat pengertian dari Pekerja/buruh yaitu: “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

  Dari pengertian tersebut dapat dilihat beberapa unsur yang melekat dari istilah pekerja/buruh yaitu: a. Setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja tetapi harus bekerja).

  b. Menerima upah atau imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan tersebut.

  Dua unsur ini penting untuk membedakan apakah seseorang masuk dalam kategori pekerja/buruh yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan atau tidak, di mana dalam UU Ketenagakerjaan diatur segala hal yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan.

  Pengertian lainnya, buruh adalah orang yang dengan senang hati melakukan usaha, kerja keras, berjerih payah untuk menghasilkan produk dan barang. Buruh adalah orang yang mengaktifkan diri, dan berjalan terus untuk memenuhi kegiatan produksi. Buruh memiliki sifat yang memberikan dan berunsur membangun, mencipta dan menghidupkan.

  Di dalam masyarakat berkembang empat istilah yang kadang-kadang dikacaukan penggunaannya, yaitu buruh, pekerja, karyawan, dan pegawai.

  Kekakacauan penggunaan empat istilah tersebut disebabkan beberapa faktor yang berkembang dalam masyarakat. istilah buruh misalnya, jarang digunakan karena buruh selalu dihubungkan dengan pekerja kasar, pendidikan rendah dan penghasilan rendah pula. Oleh karena itu, seseorang yang bekerja di perusahaan bank tidak pernah menyebut dirinya buruh perusahaan bank, tetapi karyawan perusahaan bank. Keadaan ini memang tidak dapat dipisahkan dari sejarah masa lalu. Di zaman kolonial istilah buruh hanya digunakan untuk menunjuk orang- orang yang melakukan pekerjaan tangan atau pekerjaan kasar, misalnya kuli, tukang dan mandor. Sementara itu orang yang melakukan pekerjaan yang faktor utamanyabukan tangan atau tenaga, misalnya juru tulis disebut sebagai pegawai. Di dunia Barat yang disebutkan pertama dinamakan Blue collar, sedangkan yang disebutkan kemudian dinamakan white collar (Budiono, 1995; 1).

2.4.4 Hukum Perburuhan

  Perkembangan istilah dewasa ini menunjukkan bahwa penggunaan kata “Perburuhan”, “buruh”, “majikan” dan sebagainya yang dalam literatur lama masih sering ditemukan sudah digantikan dengan istilah “Ketenagakerjaan” sehingga dikenal istilah “Hukum Ketenagakerjaan” untuk menggantikan istilah Hukum Perburuhan, juga sejak tahun 1969 dengan disahkannya UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja istilah buruh digantikan dengan istilah “tenaga kerja” yang artinya adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Suatu perumusan yang luas karena meliputi siapa saja yang mampu bekerja baik dalam hubungan kerja (formal) maupun diluar hubungan kerja (informal) yang dicirikan dengan bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah.

  Kini istilah Hukum Perburuhan semakin tidak populer dengan diundangkannya UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003) yang menjadi UU payung bagi masalah

  ‐masalah yang terkait dengan Hukum Perburuhan/Hukum Ketenagakerjaan. Di beberapa perguruan tinggi di Indonesia mata kuliah Hukum Perburuhan juga telah banyak digantikan dengan istilah lain seperti Hukum Ketenagakerjaan dan Hukum Hubungan Industrial. Kelompok yang lebih memilih istilah buruh dan Hukum Perburuhan menyatakan bahwa istilah ini lebih fokus dan menjelaskan langsung pada makna sesungguhnya yang dimaksudkan dalam Hukum Perburuhan yaitu segala hal yang berkaitan dengan persoalan kerja upahan dan kerja tersebut atas perintah orang lain yang disebut majikan/pengusaha. Bagi kelompok ini istilah Hukum Ketenagakerjaan mencakup pengertian yang luas, mencakup siapa saja yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa, tidak terbatas apakah itu manusia (human being), hewan, atau mesin ‐mesin.

  Terlepas dari perdebatan itu yang penting bagi kita adalah mengetahui pengertian tiap istilah dengan baik sesuai rumusan normative yang berlaku. Oleh karena itu akan digunakan istilah Hukum Perburuhan dan Hukum Ketenagakerjaan sebagai istilah yang sepadan dan memiliki makna yang sama sebagaimana UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menggunakan istilah pekerja dengan istilah buruh sebagai dua kata yang memiliki makna sama dan selalu ditulis dengan pekerja/buruh (1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1.pdf Diakses tanggal 12 juni pukul 13:25 WIB).

2.5 Buruh Tani Harian

  Buruh tani harian adalah buruh yang diikat dengan hubungan kerja dari hari ke hari dan menerima penerimaan upah sesuai dengan banyaknya hari kerja, atau jam kerja atau banyaknya barang atau jenis pekerjaan yang disediakan. Disebut buruh tani harian karena buruh yang bersangkutan tidak ada kewajiban untuk masuk kerja dan tidak mempunyai hak yang sama seperti yang ada pada buruh tetap. Umumnya buruh tani harian adalah buruh yang mengerjakan pekerjaan yang sifatnya tidak terus menerus tetapi bersifat musiman.

  Dalam penelitian ini buruh harian yang dimaksud adalah pekerja lepas di bidang pertanian karena mereka memang hanya bekerja di sektor pertanian.

  Mereka tidak ingin bekerja di sektor lain seperti pertukangan ataupun buruh bangunan dan yang lainnya. Sehingga mereka lebih tepat untuk dikatakan sebagai buruh tani. Buruh tani dalam pengertian sesungguhnya memperoleh penghasilan terutama dari bekerja yang mengambil upah untuk para pemilik tanah atau para penyewa tanah. Sebagian besar dari mereka atas dasar jangka pendek, dipekerjakan dan dilepas dari hari ke hari. Disamping melakukan pekerjaan yang diupah, buruh harian itu juga melakukan perdagangan kecil-kecilan, menjual pisang, rokok dan hasil pertanian secara kecil-kecilan, menjualnya berdasarkan komisi dan kadang-kadang ada juga dari mereka yang menanami sebidang tanah dengan perjanjian (Sajogyo, 1995: 112).

  Dalam tingkah lakunya terhadap orang-orang yang diluar dari kelompoknya, buruh tani biasanya menyerah saja kepada nasibnya, ia ingin memperbaiki keadaannya, tetapi ia tidak tahu caranya, karena itu ia menyerah saja. Kelompok ini biasanya curiga terhadap segala sesuatu yang datang dari luar lingkungannya. Akan tetapi, sekalipun kedengarannya bertentangan, pada akhirnya buruh tani itu paling percaya kepada pertimbangan majikan mereka.

  Tentu saja kepercayaan itu ada batasnya, tetapi dalam berhubungan dengan mereka, sekurang-kurangnya buruh itu tahu di mana mereka berdiri.

  Dalam beberapa keadaan pendapat para majikan itu amat menentukan, sedangkan pendapat orang-orang yang berusaha menjadi pemimpin buruh tani dalam perjuangan mereka untuk memperbaiki kondisi hidup, tidak diterima. Terbukti bahwa pendapat mereka kurang diperhatikan dibandingkan dengan pendapat majikan. Tidak ada jawaban atau badan pemerintahan yang benar-benar memberikan perhatiannya, baik langsung maupun tidak langsung, kepada buruh tani dan nasibnya. Buruh tani memenuhi kebutuhan hidupnya dari hari ke hari saja dan tidak memperhatikan rencana masa depan misalnya dengan menabung.

  Sajogyo memberikan ciri-ciri buruh tani yang bekerja dengan upah harian lepas sebagai berikut : a.

  Buruh tani biasanya dipekerjakan oleh tuan tanah besar dengan digaji sebagai pekerja harian.

  b.

  Setelah hasil pertanian dipungut, buruh tani diperbolehkan menanami tanah-tanah itu selama masa sekitar enam bulan sebelum taah ditanami oleh para pemilik lahan.

  c.

  Diwaktu mereka tidak dipekerjakan oleh buruh, para buruh tani melakukan perdagangan kecil-kecilan atau pekerjaan lain yang menghasilkan laba kira-kira sama besarnya dengan gaji mereka. Kedudukan Sosial : a.

  Para buruh tani berada ditingkat terendah dalam lapisan masyarakat.

  Mereka tidak mungkin jatuh lebih rendah lagi dan mereka tidak mempunyai kedudukan yang akan dipertahankan maupun yang akan hilang. Posisi seperti ini mempunyai pengaruh besar terhadap nilai- nilai norma kelompok itu.

  b.

  Buruh tani hidup untuk menyambung nyawa saja, karena tidak ada benda atau orang yang menjamin kelanjutan hidup mereka di masa depan.

  Kenyataan ini mempunyai implikasi penting terhadap rencana-rencana pembangunan yang telah dipertimbangkan sebaik-baiknya berada diluar pengertian buruh tani.

  c.

  Buruh tani yang sesungguhnya tidak mempunyai latar belakang kecerdasan, jugan tidak mempunyai pengalaman untuk mengelola pertanian. Mereka telah terbiasa bekerja sebagai buruh tani sepanjang hidup karena itu mereka tahu sedikit tentang pekerjaan pertanian seperti mencangkul, menanam, menyiangi dan memanen.

  d.

  Buruh tani sebagai kelompok sama sekali tidak terikat kepada desa mereka. Banyak dari mereka berasal dari tempat lain, dan kalau telah datang waktunya mereka berpindah ketempat yang baru dimana mereka berharap menemukan kesempatan untuk berhasil atau mendapatkan gaji yang lebih besar dan kerja yang lebih ringan (Sajogyo, 1995: 114).

2.6 Sistem Pengupahan

  Hubungan antara pemilik lahan atau penggarap dengan buruh antara lain diatur dengan sistem upah yang dipakai, besar dan bentuk upah, jam kerja per hari, satuan kegiatan, upah per hari kerja, dan upah persatuan kegiatan. Kesepakatan diantara mereka pada umumnya diatur secara otonom oleh masyarakat tidak secara tertulis, namun telah melembaga dan menjadi nilai/norma yang berlaku di dalam masyarakat. Bagi yang melanggar kesepakatan akan mendapat sangsi antara lain pemutusan hubungan kerja (Sulaiman, 2008).

  Menurut cara pembayarannya kepada buruh tani terdapat dua cara pembayaran,yaitu upah harian dan upah borongan. Upah harian didasarkan pada jumlah hari buruh tani bekerja. Besar upah harian masih berdasarkan standard upah sebanyak 2 kg beras/ hari. Dalam hal ini buruh tani dapat mengambil sebagian dari upah yang akan diterima, atau secara sekaligus setelah pekerjaan selesai. Sedangkan upah borongan bedasarkan padasatuan hasil kerja.

  Dalam sistem upah harian, secara teoritis tingkat upah diperhitungkan berdasarkan rata-rata produktivitas tenagakerja per hari. Namun demikian di beberapa lokasi terdapat perbedaan sistem upah dan namanya yaitu : a.

  Sistem Upah Harian Hubungan antara pemilik tanah dan buruh dalam kelembagaan ketenagakerjaan yang diatur dengan sistem upah harian, hanya terjadi antara majikan dengan buruh harian lepas. Hal ini berarti bahwa tidak ada ikatan yang stabil diantara mereka. Namun demikian bila dirasakan ada kecocokan diantara mereka, hubungan kerja ini dapat bersifat langganan. Pemberian upah dilakukan berdasarkan perhitungan jam kerja yang telah ditentukan, sesuai dengan kesepakatan yang ada di dalam masyarakat. Hubungan kerja harian lepas ini pada umumnya hanya dilakukan oleh buruh tani yang berasal daridalam desa, pada umumnya pada kegiatan penyiapan lahan, penyiangan dan pemupukan.

  b.

   Kelembagaan ketenagakerjaan dengan sistem upah borongan terdapat

  pada kegiatan tanam, mencabut benih, pengolahan lahan dengan traktor dan penyemprotan. Dan sistem borongan ini tidak hanya dilakukan oleh buruh dari dalam desa tetapi dari luar desa juga (http://www.academia.edu/3167930/DINAMIKA_KELEMBAGAAN_

  HUBUNGAN_KETENAGAKERJAAN_DI_MASYARAKAT_PEDE SAAN diakses tanggal 12 juni 2013 pukul 12:50 WIB).

2.7 Kehidupan Sosial Ekonomi

  Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dan pengertian ekonomi sering dibahas secara terpisah. Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Sedangkan pada departemen sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial.

Dokumen yang terkait

Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

7 122 122

Dinamika Sistem Hubungan Kerja Antara Pengguna Jasa Dengan Buruh Tani Harian di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 46 170

Analisis Pendapatan dan Pola Konsumsi Rumah Tangga Wanita Buruh Tani di Kabupaten Karo (Studi Kasus : Kelurahan Padang Mas, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo)

0 42 95

Hubungan Dinamika Kelompok Tani Dengan Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Kopi (Kasus : Kelurahan Tigarunggu, Kabupaten Simalungun)

18 102 69

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Faktor Dominan Anak Putus Sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun

0 0 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Low Back Pain Pada Petani Jeruk di Desa Dokan Kecamatan Merek Kabupaten Karo Tahun 2015

0 4 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi - Implementasi Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat di Kelurahan Tambangan Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi

0 0 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buruh Harian Lepas (BHL) - Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 1nteraksi Sosial - Asimilasi Antara Penduduk Migran Dengan Penduduk Lokal (Studi kasus : Interaksi Multietnis di Kelurahan Tigabinanga,Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo)

0 0 14