Penerjemahan Pronomina Relatif Bahasa Jerman Ke Dalam Bahasa Indonesia Dan Permasalahannya.

PENERJEMAHAN PRONOMINA RELATIF BAHASA JERMAN KE
DALAM BAHASA INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA
Dr. Dian Indira
Program Studi Bahasa Jerman
Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran
diancpds@yahoo.com

Abstrak

Penerjemahan yang baik tidak semudah mengalihbahasakan sebuah teks dari satu
bahasa (X) ke bahasa lain (Y). Seorang penerjemah sering mempunyai kendala ketika
menerjemahkan kata-kata dengan menggunakan bantuan kamus, karena ternyata dengan
hanya memindahkan kata-kata dari teks asal ke teks sasaran, penerjemahan yang
dihasilkan sering tidak sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan dari teks sumber.
Berdasarkan kajian linguistik, dalam berkomunikasi melalui proses Dekodierung
dan Enkodierung dan untuk penerjemahan perlu pula ditambahkan pengetahuan tentang
kultur dan jenis teks. Namun pada kenyataannya tidak mudah menerjemahkan pronomina
relatif bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonresia, karena memang kedua bahasa tersebut
tidak satu rumpun sehingga struktur kalimatnya pun berbeda.
Pronomina relatif merupakan unsur sintaksis dalam kalimat majemuk subordinatif
yang menautkan minimal dua kalimat tunggal atau lebih. Di dalam bahasa Jerman kalimat

majemuk dikenal dengan istilah Komplexsatz atau Matrixsatz dan kalimat majemuk relatif
(Relativsatz) mempunyai struktur kalimat yang kompleks, yaitu antara kalimat tunggal
pertama dan kedua dipisahkan oleh tanda baca koma (,) yang terletak persis di belakang
nomina yang diberi perluasan tambahan. Selain itu, verba pada kalimat yang ditautkan
harus terletak pada posisi paling belakang.
Dari sekian banyak bentuk kalimat majemuk, banyak ahli bahasa beranggapan
kalimat relatif (KR) diangap memiliki struktur yang paling rumit karena kalimat bentuk ini
bercirikan adanya konjoin berupa pronomina relatlif yang terikat pada nomina (N) atau
frasa nomina (FN). Hal yang menarik bahwa PR tersebut memiliki dua relasi gramatikal
berbeda, dalam arti N/FN pada kalimat induk memiliki fungsi gramatika yang berbeda
dengan N/FN pada kalimat yang disematkan.
Di dalam bahasa Indonesia permasalahan tentang pronomina relatif masih ramai
didiskusikan. Bentuk pronomina relatif bahasa Indonesia antara lain ialah yang dan tempat,
tetapi pronomina relatif tersebut tidak pronominal. Sedangkan di dalam bahasa Jerman
dikenal 3 jenis pronomina relatif sebagai berikut :
a. Pronomina relatif berbentuk definit artikel (antara lain der, die, das, dem, denen,
dessen )
b. Pronomina relatif berbentuk kata tanya w- (antara lain was ‘apa’, wer ‘siapa’,
wann ‘kapan’)
c. Pronomina relatif berbentuk frasa preposisi (preposisi + definit artikel, antara lain

mit dem/der/wem ‘dengan....’, aus dem/der ‘dari ......’)
Dengan melihat perbedaan struktur kalimat majemuk subordinatif di dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Jerman, perlu dikaji penerjemahan pronomina relatif dari bahasa
Jerman ke dalam bahasa Indonesia agar pesan dari bahasa sumber tersampaikan tepat
sasaran.
Kata kunci: pronomina relatif, unsur sintaksis, perbedaan struktur kalimat

THE TRANSLATION OF GERMAN RELATIVE PRONOUN INTO
INDONESIAN LANGUAGE AND ITS PROBLEMS
Abstract

A good translation is not as easily translating a text from one language (X) to another
language (Y). A translator often obstacles when translating words with the help of a
dictionary, because it appears that just moving the words from the original text into the target
text, translation often produces incompatible message to be conveyed from the source text.
Based on the study of linguistics, in communicating through the process of
Enkodierung and Dekodierung and for the translation needs to be added knowledge of
culture and style of the text. But it is a fact that translating German relative pronouns into
bahasa Indonesia is not easy, because the two languages are not in one family, so their
sentence structures are different

Relative pronoun is a syntactic element in a compound sentence subordinating at
least two or more single sentence. In German compound sentence is known as Komplexsatz
or Matrixsatz and relative compound (Relativsatz) has a complex sentence structures,
between the first and second single sentence separated by a comma (,) which is located just
behind the noun which is given an additional extension. In addition, the verbs in sentences
that are predicated to be located at the rearmost position.
Of the many forms of compound sentences, many linguists consider the relative
sentence has considered the most complicated structure because the sentence of this form
is characterized by a conjoint as a relative pronoun attached to nouns (N) or a noun phrase
(NP). It is interesting that the relative pronoun has two distinct grammatical relations, in the
sense N/NP in the parent sentence has a different grammatical function with N/NP in the
embedded sentence.
In Indonesian issues concerning the relative pronoun is still lively discussion. Forms
of relative pronouns Indonesian among others are yang and tempat, but the relative
pronoun is not pronominal. W hile in the German it is known 3 types of relative pronouns as
follows:
a. Relative pronoun form definite article (such as der, die, das, dem, denen, dessen)
b. Relative pronouns question words, w-shaped (among others, was 'what', wer
'who', wann 'when')
c. Relative pronoun in the form of preposition phrases (preposition + definite article,

among others, mit dem/der/wem 'with ....', aus dem/der' from ......')
By looking at differences in subordinative compound sentence structure in bahasa
Indonesia and German, it is necessary to study the relative pronoun translation from German
into bahasa Indonesia in order to the message from source language is delivered on target
language.
Keywords: relative pronouns, the elements of syntax, sentence structure differences

Pendahuluan
Bidang penerjemahan telah memperlihatkan kemajuan yang pesat, hal ini terlihat
dengan banyaknya buku-buku penerjemahan yang diterbitkan. Pada prinsipnya bidang
penerjemahan antara lain mencakup proses penerjemahan, kompetensi yang harus dimiliki
penerjemahan, kendala-kendala yang dihadapi, langkah-langkah penerjemahan yang
efisien, masukan-masukan agar penerjemahan yang dihasilkan berkualitas dan tepat
sasaran.
Tampaknya tidak terlalu berlebihan bila penulis
berpendapat bahwa
bidang
penerjemahan dapat d sudah terjadi sejak sekelompok manusia mengalami kontak budaya
dengan kelompok manusia lainnya, meskipun dari sisi sejarah tulisan dalam bahasa
Babilonia kuno yang ditemukan kurang lebih 300 tahun sebelum Masehi dianggap sebagai

hasil penerjemahan tertua, kemudian relief di makam-makam kuno raja Arab. Tokoh
penerjemahan
zaman Antik Cicero (106-43 sebelum Masehi) dengan konsep
penerjemahannya : non ut interpres sed ut urator yaitu seorang penerjemah jangan terpaku
pada tulisan di hadapannya tetapi bagaimana ia mengutarakannya kepada penerima
penerjemahan. Martin Luther (1483-1546) yang di Jerman tidak saja dianggap seorang
tokoh reformasi agama tetapi dalam bidang bahasa dianggap sebagai orang yang berjasa
dalam perkembangan tata bahasa Jerman dan penerjemahan, menyatakan : rem tene,
verba sequentur (bahasa Jerman : erfasse die Sache, dann folgen die Worte von selbst)
‘pahami terlebih dahulu masalahnya, lalu kata-kata akan mengalir dengan sendirinya. ( lihat
Stolze, 2008:15-20).’ Hingga saat ini beberapa nama seperti Benjamin Lee W horf (1956)
dengan prinsip relativitas dalam bidang linguistik, E.A. Nida (1969) tentang teori
penerjemahanan, Katharina Reiβ/Hans J. Vermeer (1976) tentang jenis-jenis teks dan
metoda penerjemahan, P. Newmark dengan textbook penerjemahan, Radegundis Stolze
(1992) tentang penerjemahan hermeneutik, Christiane Nord (1991) tentang analisis teks dan
penerjemahan, yang dikenal sebagai pakar penerjemahan kelas dunia.
Penerjemahan secara sederhana dipahami sebagai pengalihan satu pesan melalui
unsur kebahasaan yang sepadan dan para penerjemah memiliki tanggung jawab agar
keoriginalan pesan yang tertuang dalam teks sumber (TSu) jangan sampai diterima berbeda
oleh penerima teks sasaran (TSa), sebagai mana digambarkan oleh Werner W ashmut,

salah seorang Lektor Dinas Pertukaran Akademis Jerman (DAAD) yang bertugas di
Program Studi Bahasa Jerman Universitas Padjadjaran sebagai berikut.
Diagram 1
Penerjemahan Tidak Tepat Sasaran

Dalam diagram tersebut tanda tanya di samping buku catatan menyatakan bahwa
seorang penerjemah perlu memiliki teknik dan alat kerja antara lain berupa : kamus atau
leksikon dan sejenisnya, kemampuan mengkaji teks di dalam bahasa sumber dan
menghasilkan teks ke dalam bahasa sasaran, kompetensi bahasa, kompetensi bidang ilmu
yang sesuai, kompetensi (antar-)budaya, pengetahuan umum. Ketidaktepatan teknik atau
alat kerja tersebut tentunya bukan tidak mungkin akan menimbulkan kekacauan.
Meskipun para pakar bidang penerjemahan telah mencoba menggali bidang ilmu
tersebut
dari berbagai sudut pandang, teori-teori yang ada masih belum mampu
memuaskan semua pihak dan penerjemahan masih tetap menjadi permasalahan yang
kompleks dan hangat untuk dibicarakandan. Taryadi yang mengulas karya Hoed (2006:7)
tentang problema dunia penerjemahan di Indonesia menyimpulkan bahwa kendala
utamanya adalah perbedaan sistem dan struktur bahasa sumber dan bahasa sasaran,
pemahaman teks dari pihak penulis dan pihak penerjemah, tak ada kebudayaan yang
sama, bagaimana menilai terjemahan sebagai solusi problem komunikasi, serta kendala

kualitas dan kendala sosial. Beranjak dengan hal tersebut penulis mencoba
mengetengahkan permasalahan yang berkaitan dengan adanya perbedaan sistem dan
struktur bahasa Indonesia dan bahasa Jerman, khususnya tentang pronomina relatif. Melalui
paparan penerjemahan pronomina relatif dua bahasa yang sistem dan strukturnya
berbeda, yang notabene penerjemahan yang dilakukan lebih terfokus pada segi struktur,
ternyata tidaklah mudah, belum lagi bila hal tersebut dikaitkan dengan kendala budaya dan
sosial.
Pronomina Relatif sebagai Relator dalam Klausa Majemuk Subordinatif
Bahasa Indonesia (BI) secara genealogi termasuk rumpun Austronesia yang dari segi
tipologi merupakan bahasa beraglutinasi, sedangkan bahasa Jerman (BJ) termasuk rumpun
bahasa Indoeropa dari kelompok bahasa berfleksi. Ciri khas dari NJ antara lain nomina(N)
dibedakan atas gender femininum (Fem), maskulinum (Mask), dan netrum (Net) yang
ditandai dengan definit artikel berbentuk die, der, dan das, dan N tersebut selalu ditulis
dengan huruf kapital. Selain itu, sebagai mana halnya dalam setiap bahasa verba (V)
merupakan unsur yang penting, V yang berfungsi sebagai predikat (P) dalam kalimat
deklaratif BJ selalu menduduki posisi kedua, yang berpengaruh pada susunan kalimat
(Wortstellung) yaitu unsur yang lain di luar P dapat saling bertukar tempat. Dalam BJ
kedudukan V sangat dominan sebagai penentu berapa jumlah konstituen dan juga kasus
(nominatif, akusatif, datif, atau genitif) apa saja yang harus muncul dalam kalimat (KL)
(Indira, 2009:9-12).

Bila kita berbicara tentang pronomina relatif (PR), kita tidak akan terlepas dari
pembicaraan tentang KL majemuk, khususnya KL majemuk bertingkat (subordinatif). Di
dalam BI KL majemuk disebut juga dengan istilah : KL bersusun, KL bertingkat, KL
perluasan dan lain lain, sedangkan dalam BJ diistilahkan dengan Komplexsatz 'kalimat
kompleks' atau Matrixsatz “kalimat matriks”. Dari segi pengertiannya tidak ada perbedaan
yang mendasar tentang definisi KL majemuk
dalam BI dan BJ. Kalimat majemuk
dibedakan atas KL majemuk koordinatif dan subordinatif.

Dalam diagram berikut Kars dan Häusermann (1992:202-205) menggambarkan KL
majemuk setara (koordinatif).
Diagram 2
Struktur Klausa Koordinatif
(Sumber : Kars dan Häusermann, 1992)
Alternatif 1 :

Kalimat 1

Kalimat 2


Alternatif 2 :
Kalimat 1
Kalimat 2
Dalam diagram alternatif 2 tersebut, kedua kalimat dihubungan satu sama lain dengan
konjungsi dan dari altenatif 2 dapat dikembangkan alternatif-alternatif lainnya.
Lain halnya bila KL majemuk yang salah satu kalimatnya merupakan bagian dari
kalimat yang lain, yaitu di antara kedua KL terjadi hubungan subordinasi dan antara satu
kalimat dengan kalimat lainnya ditautkan dengan konjungtor subordinasi, sebagaimana
dijelaskan oleh Kridalaksana (1984:89) berikut : 'Kalimat bersusun (complex sentence),
kalimat yang terjadi dari sekurang-kurangnya satu klausa bebas dan sekurang-kurangnya
satu klausa terikat, biasanya dihubungkan oleh konjungsi subordinasi. Salah satu bentuk KL
majemuk subordinatif yang ditautkan dengan pronomina relatif (PR), Kl majemuk tersebut
dinamakan kalimat relatif (KR). Mengacu pada diagram KL majemuk koordinatif, KR dapat
diaplikasikan sebagaimana tergambar dalam diagram berikut.
Diagram 3
Struktur Klausa Subordinatif

PR

Dari segi etimologi Lehman (1984) menyatakan bahwa relativ berasal dari bahasa

Latin referre (Präsens) dan dalam bentuk Partizip Perfekt Passiv (kala lampau pasif)
relatus yang berarti zurückgeben (zurück 'kembali' dan geben 'memberi') 'mengembalikan',
yang dalam hal ini diartikan sich beziehen auf 'mengacu pada'. Dengan demikian, di dalam
KR ada unsur sintaksis pada induk KL yang dirujuk oleh anak KL. Perhatikan contoh KR
dalam BI dan BJ.
KR(1) Bandung, tempat saya tinggal, terletak di Jawa Barat.
KR(2) Und ich produziere dadurch ein Geräusch, das benötigt wird, ein Geräusch
(Süβkind, 1997:88)
'Dan saya menghasilkan suatu kebisingan yang diperlukan,
kebisingan.
(Ekawati,2003)
Dari kedua contoh kalimat relatif KR(1) dan KR(2) dapat dikenali dengan adanya
pronomina relatif (PR) tempat dan das yang merujuk pada N yang terletak sebelumnya,

perbedaanya ialah KR dalam BJ memiliki struktur gramatikal khusus bahwa P dari anak
kalimat (wird V penanda KL pasif) terletak di akhir anak KL.
Perbedaan Pronomina Relatif antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Jerman
Tampaknya para linguis di Indonesia masih berbeda pendapat dalam hal pengertian PR.
Mees (1957: 302-304yang memberikan pernyataan bahwa BI memiliki KL berbentuk KR,
karena keberadaan bangsa Belanda pada masa silam maka terjadi interferensi bahasa

Belanda ke dalam BI, antara lain pembentukkan KR yang berpolakan bahasa Belanda
dengan munculnya kata ganti tanya seperti : mana, yang mana, ke mana, dengan siapa,
akan siapa yang menautkan induk KL dengan anak KL, yang sebenarnya bertentangan
dengan karakteristik BI yang dicontohkannya berikut : “Rumah di mana saya diam”,
sesungguhnya tidak tepat dengan watak BI karena BI sendiri sudah memiliki pola KR yang
praktis yang berbunyi : “Rumah yang saya diami”.
Keraf (1987:66) mengutarakan bahwa kata ganti penghubung atau pronomina
relativa adalah kata yang menghubungkan anak kalimat dengan suatu kata benda yang
terdapat dalam induk kalimat, dengan fungsinya menggantikan kata benda yang terdapat
dalam induk dan menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat. Yang merupakan kata
ganti penghubung yang umum diterima dalam BI, yang ditelusuri dari segi pembentukannya
berasal dari kata ia (sebagai penunjuk) dan ng yang dalam BI kuno berfungsi sebagai
penentu. Selain yang, kata tempat disebut pula sebagai kata penghubung yang lain.
Tampaknya Badudu lebih terbuka terhadap masuknya konstruksi bahasa asing
terhadap BI.Mengenai kata ganti relatif Badudu (1982 : 145) menjelaskan bahwa ada tiga
kata ganti relatif bahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
yang, tempat, dan teman. Ditambahkannya pula bahwa dewasa ini banyak dijumpai klausa
relatif yang dihubungkan dengan kata-kata : di mana, yang mana, hal mana, di atas mana,
dari mana, dengan siapa, di dalam mana, yang semuanya diambil dari bahasa Inggris.
Kaswanti Purwo mengutarakan salah satu pronomina dalam BI adalah PR, hanya saja ia
justru memberikan penjelasan tambahan mengenai PR yang. Kebanyakan penelitian
menyatakan bahwa KR dalam BI dihasilkan dengan ligatur yang, tetapi yang itu sendiri tak
pronominal dan karena itu tidak memiliki status argumen (lihat Kaswanti Purwo,1986:32-33).
Dengan demikian, dapat ditarik satu simpulan bahwa PR dalam kaidah BI yang baku adalah
yang dan tempat.
Sebagaimana fungsinya, PR untuk menggantikan kata benda yang terdapat dalam
induk, sesuai dengan ciri BJ bahwa setiap N dikelompokkan atas gender, dapat dipahami
bahwa PR dalam BJ bergantung dari gender N yang dirujuknya dan sebagai relator antara
induk KL dan anak KL, PR tersebut merupakan argumen dari anak KL. Hal yang menarik
dari PR dalam BJ, pronomina relatif tersebut dipengaruhi oleh dua unsur sintaksis secara
sekaligus, yaitu gendernya ditentukan oleh gender N yang dirujuknya tetapi kasusnya
dipengaruhi oleh valensi V dari anak KL. Dengan kata lain, satu argumen (PR) memiliki
dua relasi gramatikal berbeda, sebagaimana terlihat dalam contoh KR(3).
KR(3) Die Frau, die neben meinem Haus wohnt, ist gerade aus Deutschland gekommen.

'Perempuan itu yang tinggal di samping rumah saya baru datang dari Jerman.'
Bandingkan KR(3) dengan KR(4) dan KR(5), PR merujuk pada N dengan gender
yang berbeda.

KR(4) Der Mann, der neben meinem Haus wohnt, ist gerade aus Deutschland gekommen.

'Laki-laki itu yang tinggal di samping rumah saya baru datang dari Jerman.'
KR(5) Das Kind, das neben meinem Haus wohnt, ist gerade aus Deutschland gekommen.

'Anak itu yang tinggal di samping rumah saya baru datang dari Jerman.'
Pronomina relatif BJ dibedakan atas beberapa kelompok yaitu PR berbentuk d(identik dengan artikel definit der, die, das), kata tanya w- (W-Fragen), dan frasa preposisi
(FPrep). Pronomina relatif bentuk d- memiliki bentuk identik dengan definit artikel N,
mengingat BJ memiliki 12 bentuk artikel definit yang dibedakan atas N singular dan plural
serta atas kasus nominatif, akusatif, datif, atau genitif, demikian pula halnya dengan PR
pronomina relatif seperti dapat dilihat dalam tabel 1. Perbedaan di antara keduanya, artikel
definit N plura berkasus datif (den,- n) untuk PR menjadi (denen), N bentuk singular dan
plural berkasus geniitif (des, des, der, der) untuk PR menjadi (dessen, dessen, deren,
deren). Perhatikan bentuk pronomina relatif BJ dalam tabel 1 berikut.
Tabel 1
Pronomina Relatif Bahasa Jerman
SINGULAR
KASUS

PLURAL
Mask

Net

Fem

Nom

der

das

die

die

Akk

den

das

die

die

Dat

dem

dem

der

denen

Gen

dessen

dessen

deren

deren

Untuk PR berbentuk kata tanya W (W-Fragen) yang oleh Helbig dan Buscha (1988 &
2001) disebut dengan istilah Pronominaladverbien 'adverbia pronominal' dan oleh W einrich
(1993) diistilahkan dengan Relativ-Junktor 'junktor relatif', seperti misalnya wer 'siapa', was
'apa', welch- 'yang mana', wo 'di’, wohin ‘ ke mana’. Wer 'siapa' dan was ‘apa’, akan
mengalami deklinasi sesuai fungsinya dalam KL, sementara untuk PR berbentuk frasa
preposisi (Prep+d-)/(Prep+w-) selain keberadaan preposisi bergantung dari makna
semantis, bergantung pula pada jenis V-nya, yang disebut V berpreposisi yaitu V dengan
preposisinya berupa satu kesatuan, misalnya danken für ‘berterima kasih’, denken an
‘berpikir’. Dengan demikian, dapat disimpulkan jumlah PR dalam BJ banyak dan variatif,
yaitu : - berbentuk artikel definit d- berbentuk kata tanya w- (W-Fragen)
- berbentuk frasa preposisi (FPrep).
Di samping ciri-ciri yang telah dikemukakan, tanda koma [,] dalam KR bahasa Jerman
bersifat obligatori di antara N yang dirujuk dan PR. Di dalam BI pun tanda baca koma /, /
merupakan unsur yang harus diperhatikan di dalam KR. Dari segi kebahasaan tanda koma

[,] memiliki makna semantis meskipun tidak semua orang Indonesia menghiraukannya.
Perhatikan contoh KR berikut.
KR(6) Istri Pak Ahmad yang tinggal di Jakarta terkena serangan jantung.
KR(7) Istri Pak Ahmad, yang tinggal di Jakarta terkena serangan jantung.
Tanda koma [,] pada KR(7) menyiratkan bahwa Pak Ahmad memiliki istri lebih dari satu.
Penerjemahan Pronomina Relatif Bahasa Jerman ke dalam Bahasa Indonesia
Perkembangan di bidang penerjemahan memperlihatkan kemajuan yang signifikan,
penerjemahan tidak saja diartikan sebagai pengalihbahasaan teks sumber ke dalam teks
sasaran, tetapi yang penting bagaimana satu teks sumber yang ditulis oleh penulis dengan
latar belakang, lokasi , waktu, dan budaya tertentu diterjemahkan oleh seorang penerjemah
melalui ungkapan yang sepadan dapat tepat sasaran, meskipun penerima teks sasaran
memiliki kondisi yang berbeda.
Bagaimana bidang penerjemahan ini berkembang, sebagai ilustrasi perhatikan
definisi penerjemahan dalam BJ disitir oleh Stolze (2008:13) dari sumber yang sama kamus
Brockhaus, dengan tahun terbit yang berbeda yaitu tahun 1957 dan tahun 1974 berikut.
Penerjemahan :
a. “Die Übertragung von Gesprochenem oder Geschriebenem aus eine Sprache in eine
andere Sprache.” (Sumber :Brockhaus, tahun 1957)
b. “Die Übertragung von Gesprochenem oder Geschriebenem aus eine Sprache in eine
andere Sprache (Ausgangssprache) in eine andere Sprache (durch einen Übersetzer
oder Dolmetscher). Dabei ist die Gefahr einer Bedeutungsverschiebung dort am
geringsten, wo die Wiss. bereits durch eine einheitl. Terminologie die beste Vorarbeit für
eine Ü. geleistet hat: die eindeutige Zuordnung der Wörter zu den gemeinten Sachen
oder Vorstellungen. (...) Frei Ü. oder Nachdichtung ist der Versuch, das Original im
anderen sprachlichen Medium gleichsam neu zu erschaffen. .” (Sumber:Brockhaus,
tahun 1957)
Bila dibandingkan keduanya diawali dengan kalimat yang sama, bahwa penerjemahan
merupakan pengalihan dari satu bahasa ke bahasa lain secara lisan atau tulis, hanya
pada teks b ditambahkan istilah (Ausgangssprache) ‘bahasa sumber’ dan (durch einen
Übersetzer oder Dolmetscher)’melalui penerjemah tulis atau lisan. Selain itu, ditambahkan
bidang ilmu penerjemahan dengan terminologi yang sama menghasilkan cara kerja yang
paling baik agar originalitas tetap terjaga.
Hal ini sejalan dengan pendapat Hoed (2006:51-52) penerjemahan adalah bahwa
yang dialihkan adalah pesan (message) atau maksud yang ada dalam sebuah teks
(Tsu/teks sumber) sehingga Tsa/teks sasaran yang dihasilkan dari penerjemahan dikatakan
sepadan (equivalent) dengan Tsu-nya. Ditambahkan oleh Hoed dalam sumber yang sama
bahwa kesepadanan itu berkaitan juga dengan untuk siapa dan untuk apa terjemahan
dibuat, yang oleh Nord (2007) dikatakan dengan analisis teks. Menurut Nord dalam sumber
yang sama seorang penerjemah perlu melakukan proses penerjemahan melalui langkahlangkah : analisis terhadap Ausgangstext/AT ‘teks sumber’ yang berlatar belakang situasi
TSu, mengkaji elemen TSu yang relevan dengan terjemahan, pentransferan, sintesa
Zieltext/ZT ‘teks sasaran’, menghasilkan TSa berdasarkan pertimbangkan situasi TSa
dengan tetap memperhatikan analisis terhadap peran Tsa, yang diaplikasikannya dalam
diagram berikut.

Diagram 4
Proses Penerjemahan
(Sumber Nord; 2007:38)


Jelaslah bahwa bukan tidak mungkin terjadinya kesalahan dalam memaknai sebuah
teks, yang menurut Hoed (2006:30) dipengaruhi oleh tiga belas faktor, dilihat dari sisi teks
sumber (TSu), faktor penulis, norma bahasa sumber, kebudayaan yang melatari bahasa
sumber, tempat, waktu, dan format teks yang tertulis/terbaca, dan dilihat dari sisi teks
sasaran (Tsa) faktor pembaca, norma bahasa sasaran, kebudayaan yang melatari BSa,
tempat, waktu, dan format teks yang terbaca, dan dua faktor lainnya yaitu penerjemah dan
pemahaman tentang hal yan dirujuk oleh teks. Mengenai faktor yang disebut terakhir,
perannya cukup dominan dalam penerjemahan. Dari data yang penulis teliti yaitu salah satu
karya Süskind “Die Taube” ‘Burung Merpati’, ternyata judul tersebut diterjemahkan menjadi
“Paranoid” yang sangat berbeda dengan judul aslinya, padahal sampul cerita tersebut diberi
ilustrasi burung merpati yang mendukung judul. Selain itu, burung merpati untuk orang
Indonesia merupakan simbol yang positif sebagai burung yang jinak, sementara paranoid
sebutan untuk orang yang menderita gangguan psikologis. Tampaknya penerjemah
mengutarakan pemahamannya tentang Tsu dari pada penerjemahan antarkata.
Dari contoh di atas terlihat bahwa untuk menerjemahkan satu kata saja kita sudah
dihadapkan pada beberapa pertimbangan. Kembali pada masalah penerjemahan PR BJ ke
dalam BI, tentunya kendala yang dihadapi yang utama berkaitan dengan sistem dan
struktur. Pronomina relatif dalam BI baku hanya yang dan tempat, sedangkan PR dalam BJ
berbeda-beda, belum lagi bila penerjemah dihadapkan pada teks sastra yang sifatnya
multitafsir dan kadar subjektivitasnya tinggi (lihat Hoed, 2009:26). Pada teks berikut yang
berupa cuplikan dari karya Süskind “Die Taube” ‘Paranoid’ terlihat bahwa pengarang
cenderung menggunakan KR, dalam satu KL terdapat empat PR yaitu kata yang dicetak
hitam (an der, indem, deren einer, anderer derer)
Um mit ihren korrespondierenden Schlüsseln den Tresorraum zu öffnen, während Jonathan,
der unterdessen Koffer, Regenschirm und Wintermantel im Garderobenschrank neben den
Toiletten verschlossen hatte, an der inneren Panzerglastüre Aufstellung nahm und die nach
und nach ankommenden Angestellten einlieβ, indem er auf zwei Knöpfe drückte deren
einer die äuβere und anderer deren die innere Panzerglastüre im Schleusensystem
alternierend elektrisch entriegelte. (Süskind,1987:40-41)
‘Sementara Jonathan memasukkan koper, payung, dan mantel di lemari karyawan di
samping toilet, kemudian bersiap di balik pintu kaca antipeluru untuk mempersilakan masuk
para karyawan yang datang satu persatu, dengan menekan dua buah tombol pembuka dua
lapis pintu anti peluru secara elektronik.’ (Sudiarto,2006)
Sekilas penerjemahan Sudiarto tampak lebih singkat, banyak kata yang tidak
ditemukan dalam penerjemahan antara lain um mit ihren Schlüsseln den Tresorraum zu

öffnen (um....zu /konstruksi KL Infinitiv ‘untuk’, mit ‘dengan’, Ihren/pronomina posesif ‘-nya’,
korrespondierenden ‘korespondensi’, Schlüsseln ‘kunci’, den Tresorraum ‘ruang brandkas’).
Bisa jadi penerjemah menggunakan metoda idiomatis, yang lebih mementingkan pesan
yang tersampaikan, bahwa karyawan sebelum masuk ke ruangan melalui pintu antipeluru
harus menekan dua buah tombol pembuka pintu. Bila dikaji lebih lanjut ada pesan yang
tidak tersampaikan apakah menekan dua tombol tersebut pada satu lokasi, ataukah di
setiap pintu?. Penerjemah pun di sini menggunakan teknik adaptasi dengan
menerjemahkan kata Wintermantel (mantel musim salju) menjadi ‘mantel’ saja, dan kata
Garderobenschrank (lemari tempat menggantungkan pakaian/mantel) menjadi ‘lemari
karyawan’. Dari keempat PR bahasa Jerman, hanya ditemukan satu PR dalam BI yaitu
yang, indem diterjemahkan menjadi ‘dengan’, dan dua PR lainnya tidak diterjemahkan.
Untuk mengatasi beberapa kendala dalam penerjemahan Nord (2007:41)
menjelaskan untuk melakukan proses penerjemahan dengan menggunakan pertanyaan
dengan kata tanya w (W-Fragen) antara lain wer übemittelt ‘siapa yang menyampaikan’,
wozu ‘untuk apa’, wem ‘untuk siapa, über welches Medium ‘melalui media apa’, wo ‘di
mana’, wann ‘kapan’, sebagaimana dikemukakan dalam tabel berikut, meskipun pada
kenyataannya seorang penerjemah tidak menggunakan kata tanya ini secara keseluruhan.
Tabel 2
Penggunaan Kata Tanya W- dalam Proses Penerjemahan
(Sumber : Nord,2007)

Untuk menghasilkan penerjemahan yang tepat sasaran, seorang penerjemah sudah
seharusnya bersikap kritis saat berada dalam proses penerjemahan, antara dengan mencari
alternatif kesepadanan yang dikenal dengan Theorie der Ȁquivalenzbeziehungen ‘teori
hubungan eqivalen’ dari Koller lihat Stolze,2008:101-104), dalam hal ini peran penerjemah
cukup besar untuk menentukan kata sepadan yang akan diambil. Beberapa kesepadanan
yang mungkin terjadi digambarkan Koller berikut ini :
a. die Eins-zu-eins-Entsprechung ( kesepadanan satu banding satu/1:1)

AS – Ausdruck ‘TSu’

‘Tsu’
1

ZS – Ausdruck ‘Tsa’
:

Misalnya : Car (bahasa Inggris /BIng)

‘Tsa’
1

das Auto atau der Wagen (BJ)

b. die Eins-zu-viele Entsprechung (kesepadanan satu banding banyak/ 1:banyak)
Untuk kesepadanan jenis ini biasa disebut dengan diverifikasi, misalnya kata control
(BIng) memiliki 6 kata yang sepadan dalam BJ yaitu die Regelung,die Steuerung, die
Bedienung, der Regler,das Steuergerät, das Bedienungsorgan.
c. die Viele-zu-eins-Entsprechung (kesepadanan banyak banding satu/ banyak:1)
Kesepadanan jenis ini dalam BJ dikenal dengan istilah Netralisation, misalnya kata
control, control unit, regulator, governor diterjemahkan ke dalam BJ menjadi der Regler.
d. die Eins-zu-Teil-Entsprechung (kesepadana 1 dengan sebagian/ 1:sebagian makna
dalam bahasa sumber), misalnya der Geist (BJ)  mind (BIng)
e. die Eins-zu-Null-Entsprechung (tidak ada padanan kata), misalnya kata performance
(BIng).

Berikut ini dapat dilihat beberapa contoh KR yang diambil dari karya Patrick
Süβkind (1985) yang berjudul “das Parfum”, dan padanan terjemahannya dalam BI
(Sudiarto,2006). Sudaryanto tidak menerjemahkan judul ini ke dalam BI tetapi ke dalam
BIng “Perfume The Story of Murderer”. Apa alasan dipilih judul ini oleh penerjemah,
mungkin judul dalam BIng dapat dipahami oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan
judul tersebut dapat diidentikkan dengan karya best seller Patrick Süβkind. Perhatikan
contoh-contoh berikut.
KR(6))Zum ersten Mal war es nicht nur sein gieriger Charakter, dem eine Kränkung
widerfuhr , sondern tatsächlich sein Herz, das litt. ( hal.50)
‘Untuk pertama kali dalam hidup ia tersiksa, bukan hanya ketamakannya menghirup
aroma yang tersinggung, tapi hatinya juga sakit.’
Dari hasil penerjemahan di atas terlihat PR berbentuk d- dalam BJ (dem dan das)
tidak diterjemahkan dalam bentuk PR lagi ke dalam BI, bahkan dalam terjemahan hanya
ditemukan satu PR. Pronomina relatif tersebut tidak diterjemahkan menjadi yang tetapi
menjadi juga. Sementara dua PR bahasa Jerman berbentuk kata tanya W- (W-Fragen) wie
diterjemahkan berbeda menjadi seperti (KR7) dan dengan (KR8)
KR(7) Aber sie bekam ein banges Gefühl, ein sonderbares Frӧsteln, wie man es bekommt,
wenn einen plӧtzlich eine alte abgelegte Angst befällt. (hal.55-56)
‘Bulu kuduk meremang seperti orang menjelang ketakutan luar biasa.’
KL (8) Chénier nahm den Platz hinterm Kontor ein, stellte sich genauso hin, wie zuvor der
Meister gestanden hatte, und schaute mit starrem Blick zur Türe. (hal.64)
‘Chénier mengambil posisi di belakang meja kasir dan memasang pose persis seperti
majikannya, dengan pandangan lurus ke arah pintu.’
Dari pengkajian data yang ada, pada umumnya ditemukan terjemahan PR bahasa
Jerman ke dalam BI berbentuk yang. Dalam data yang diambil dari tiga karya satra Süβkind,
tidak ditemukan PR bahasa Indonesia berbentuk tempat, melainkan kata-kata padanan
seperti, juga, bahwa, seperti, dengan. Selain itu, ditemukan pula padanan PR berupa ke,
dan, untuk, serta atau. Dari contoh yang telah diberikan dapat dilihat bahwa penerjemah tidak
terpaku pada kontruksi KR bahasa Jerman, namun KR tersebut diparafrase ke dalam BI
menjadi beberapa KL tunggal atau dihilangkan.

Simpulan
Klausa relatif dalam BI dan BJ memiliki pengertian yang sama yaitu merupakan
bagian dari klausa majemuk subordinatif, yang ditautkan satu sama lain melalui relator yang
disebut PR. Anatara induk KL dan anak KL dalam kontruksi KR bahasa Jerman dipisahkan
oleh tanda baca koma [,] dan P dari anak KL terletak di posisi paling. Keduanya merupakan
ciri KR bahasa Jermn yang sifatnya obligatori.
Di dalam BI dikenal dua PR baku yaitu yang dan tempat, meskipun dalam pemakaian
sehari-hari terlihat adanya PR yang dipengaruhi oleh konstruksi KR bahasa asing seperti di
mana, dengan siapa. Bahasa Jerman memiliki bentuk PR yang jauh lebih banyak dari pada
BI yaitu berbentuk d-, kata tanya W-(W-Fragen), atau frasa preposisi. Perbedaan yang
mencolok antara PR dalam BJ dan BI, dalam BJ pronomina relatif tersebut merupakan
argumen yang keberadaannya dipengaruhi gender dari N yang diberi keterangan tambahan
memalaui anak KL tetapi kasusnya ditentukan oleh P anak KL.
Meskipun dalam BI pronomina relatif baku adalah yang dan tempat, tetapi dalam
penerjemahan ditemukan kata-kata lain seperti juga, bahwa, seperti, dan, untuk. Padanan
kata PR dalam BI tersebut tidak selalu berupa konjungtor tetapi dapat pula berbenduk adverb
atau preposisi. Alternatif lain untuk menerjemahkan KR bahasa Jerman ke dalam BI, dengan
melakukan parafrase dari satu KL tunggal menjadi beberapa KL tunggal. Menghilangkan
beberapa frasa dimungkinkan pula untuk terjemahan KL jenis ini asalkan tidak kehilangan
pesan yang ingin disampaikan, hanya saja akan berisiko hilangnya unsur-unsur estetika,
khususnya untuk karya sastra.
Pernyataan
Karya tulis ini merupakan karya asli penulis yang data-data nya diambil dari data yang
dipakai untuk disertasi tahun 2010.
Daftar Pustaka
Ekawati, Dian (Penerjemah). 2003. Kontrabas.. Bandung : Goethe Institut.
Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta : Pustaka Jaya
Indira, Dian. 2009. Tipologi Klausa Relatif Bahasa Jerman. Bandung : Unpad Press
Kars, von Jürgen & Häusermann, Ulrich. 1992. Grundgrammatik Deutsch.Säuerlander:
Diesterweg.
Nord, Christiane. 2007. Textanalyse und Übersetzen 3. Auflage. Julius Groos Verlag.
Hönig, Hans G. 1997. Konstruktives Übersetzen. Tübingen : Stauffenburg
Stolze, Radegundis. 2008. Übersetzungstheorien 5.überarbeitete und erweiterte Auflage.
Tübingen : Gunter Narr Verl
Sudiarto, Bima (penerjemah).
2006. Perfume The Story of a Murderer. Jakarta : Dastan Books.
2007. Paranoid. Jakarta : Dastan Books.
Süskind, Patrick.
1985. Das Parfum. Zürich : Diogenes Verlag AG.
1987. Die Taube. Zürich : Diogenes Verlag AG
1997. Der Kontrabaβ. Zürich : Diogenes Verlag AG.
Weinrich, Harald. 1993. Grammatik mit Sinn und Verstand .München : Klett Edition Verlag.