Penerjemahan Buku “Johnny Schweigt” Karya Bernhard Hagemann Dari Bahasa Jerman Ke Dalam Bahasa Indonesia

(1)

PENERJEMAHAN BUKU “JOHNNY SCHWEIGT” KARYA

BERNHARD HAGEMANN DARI BAHASA JERMAN

KE DALAM BAHASA INDONESIA

TESIS

Oleh

NURHANIFAH LUBIS

117009039/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PENERJEMAHAN BUKU “JOHNNY SCHWEIGT” KARYA

BERNHARD HAGEMANN DARI BAHASA JERMAN

KE DALAM BAHASA INDONESIA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURHANIFAH LUBIS

117009039/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : PENERJEMAHAN BUKU “JOHNNY SCHWEIGT” KARYA BERNHARD HAGEMANN DARI BAHASA

JERMAN KE DALAM BAHASA INDONESIA Nama Mahasiswa : Nurhanifah Lubis

Nomor Pokok : 117009039 Program Studi : Linguistik

Konsentrasi : Kajian Terjemahan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Syahron Lubis, M.A) (Dr. Surya M. Hutagalung, M. Pd)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) (Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 3 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Syahron Lubis, M.A

Anggota : 1. Dr. Surya M. Hutagalung, M.Pd 2. Dr. Roswita Silalahi, M.Hum 3. Dr. Muhizar Muchtar, M.S


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

PENERJEMAHAN BUKU“JOHNNY SCHWEIGT” KARYA BERNHARD HAGEMANN

DARI BAHASA JERMAN KE DALAM BAHASA INDONESIA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 03 Agustus 2013 Penulis,


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmad dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis

dengan tepat waktu. Tesis ini berjudul Penerjemahan Buku “Johnny Schweigt” Karya Bernhard Hagemann Dari Bahasa Jerman Ke Dalam Bahasa Indonesia.

Penulisan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc, (CTM), Sp.A(K). Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai penguji.

4. Ibu Dr. Nurlela, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Linguistik.

5. Ibu Dra. Hayati Chalil, M.Hum, selaku Koordinator Konsentarsi Terjemahan Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.


(7)

7. Ibu Dr. Surya M. Hutagalung, M.Pd, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

8. Bapak Dr. Muhizar Muchtar, M.S dan Ibu Dr. Roswita Silalahi, M.Hum selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran. 9. Seluruh dosen yang mengajar di Program Studi Linguistik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca.

Medan, 03 Agustus 2013 Penulis,


(8)

RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : NURHANIFAH LUBIS

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Sei. Rampah, 13 Agustus 1984

Agama : Islam

Status : Menikah

HP : 081265155215

E-mail : nurhanifahlubis@yahoo.co.id

II. Riwayat Pendidikan

Tahun 1990-1996 : SD Swasta Muhammadiyah Sei. Rampah.

Tahun 1996-1999 : SMP Swasta Kartini Utama Sei. Rampah

Tahun 1999-2002 : SMUN 1 Tanjung Beringin


(9)

PENERJEMAHAN BUKU“JOHNNY SCHWEIGT” KARYA

BERNHARD HAGEMANN DARI BAHASA JERMAN KE DALAM BAHASA INDONESIA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah (1) menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa Indonesia (2) mendeskripsikan metode penerjemahan yang

digunakan dalam menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa

Indonesia (3) mendeskripsikan pergeseran (Shift) yang terjadi pada penerjemahannya (4) mendeskripsikan tingkat kesepadanan terjemahan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Data terdiri dari 1528 yang berupa kalimat tunggal dan majemuk dari buku “Johnny schweigt” karya Bernhard Hagemann. Hasil penelitian sebagai berikut. (1) terjemahan dalam bahasa Indonesia buku “Johnny schweigt” (2) metode penerjemahan yang paling banyak digunakan adalah metode harfiah sebanyak 1310 (85,9%), diikuti komunikatif 54 (3,5%), adaptasi 51 (3,3%), kata perkata 49 (3,2%), setia 48 (3,1%), bebas 16 (1%). (3) data yang mengalami pergeseran (shift) adalah 1431 data, pergeseran struktur sebanyak 1402 (98%), pergeseran unit 24 (1,7%) dan pergeseran kelas 5 (0,3%) (4) tingkat kesepadanan terjemahan akurat sebanyak 1407 (92%), terjemahan kurang akurat 105 (7%) dan terjemahan tidak akurat sebanyak 16 (1%).

Kata kunci: Penerjemahan, metode penerjemahan, pergeseran, tingkat kesepadanan terjemahan.


(10)

THE TRANSLATION OF BOOK “JOHNNY SCHWEIGT” BY BERNHARD HAGEMANN FROM GERMAN TO INDONESIAN LANGUAGE

ABSTRACT

The objectives of this study are (1) to translate the book “Johnny

schweigt” to indonesian language (2) to describe the translation methods used in translation the book "Johnny schweigt" to Indonesian language (3) to describe the shifts that occur in translation (4) to describe accuracy rating. This study uses a descriptive qualitative approach. The data are 1528 simple and complex sentences from the book "Johnny schweigt" by Bernhard Hagemann. The findings of this study are as. (1) indonesien translation of the book “Johnny schweigt” (2) the method most widely used is literal method for 1310 (85,9%), followed by communicative 54 (3,5%), adaptation 51 (3,3%), word for word 49 (3,2%), faithful 48 (3,1%), free 16 (1%) (3) the shifts found are 1431,structure shift for 1402 (98%),unit shift 24 (1,7%), and class shift 5 (0,3%) (4) accuracy ratingof the accurate translation are 1407 (92%), less accurate translation 105 (7%) and inaccurate 16 (1%).

Keywords: Translation, translation method, shift, accuracy rating of the translation.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Klarifikasi Makna Istilah... 10

BAB II: KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ... 13

2.2. Kerangka Berpikir ... 18

2.3. Teori Penerjemahan ... 20


(12)

2.5. Jenis Penerjemahan ... 24

2.6. Proses Penerjemahan ... 25

2.7. Metode Penerjemahan ... 28

2.8. Pergeseran (shift) ... 30

2.9. Budaya Dalam Penerjemahan ... 32

210. Penilaian Mutu Terjemahan ... 35

2.11. Kalimat ... 40

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 45

3.2. Data ... 45

3.3. Sumber Data ... 46

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.5. Metode Analisis Data ... 47

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Terjemahan buku “Johnny schweigt” dalam bahasa Indonesia ... 50

4.2. Metode penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa Indonesia... 50

4.2.1. Metode Harfiah ... 52

4.2.2 Metode Komunikatif. ... 56


(13)

4.2.4 Metode Kata Perkata. ... 61

4.2.5. Metode Setia ... 63

4.2.6 Metode Bebas. ... 64

4.3. Jenis pergeseran (shift) yang terjadi pada penerjemahan buku “Johnny schweigt” ... 66

4.3.1. Pergeseran Struktur ... 67

4.3.2. Pergeseran Unit ... 69

4.3.3. Pergseran Kelas ... 71

4.4. Tingkat kesepadanan terjemahan buku “Johnny schweigt”. ... 73

4.4.1. Terjemahan Akurat ... 73

4.4.2. Terjemahan Kurang Akurat ... 80

4.4.3. Terjemahan Tidak Akurat ... 83

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 85

5.2. Saran ... 86


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Rambu-Rambu Penilaian Terjemahan Menurut Machali 36 2.2. Instrumen Pengukur Tingkat Kesepadanan Terjemahan 39 4.1. Metode penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan 51

buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa Indonesia

4.2. Jenis pergeseran (shift) yang terjadi pada penerjemahan 66 buku “Johnny schweigt”


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Berpikir 18

2.2. Proses Penerjemahan Menurut Suryawinata, 1987:80 27 dalam Nababan (2003:24-25)


(16)

DAFTAR SINGKATAN

BSu = Bahasa Sumber BSa = Bahasa Sasaran

TSu = Teks Sumber

TSa = Teks Sasaran

DM = Diterangkan Menerangkan

MD = Menerangkan Diterangkan LS = Level Shift

CaS = Category Shift

US = Unit Shift

SS = Structure Shift

CS = Class Shift


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Terjemahan, metode dan pergeseran pada penerjemahan 91 Buku “Johnny schweigt”

2. Kriteria dua informan kunci 203


(18)

PENERJEMAHAN BUKU“JOHNNY SCHWEIGT” KARYA

BERNHARD HAGEMANN DARI BAHASA JERMAN KE DALAM BAHASA INDONESIA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah (1) menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa Indonesia (2) mendeskripsikan metode penerjemahan yang

digunakan dalam menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa

Indonesia (3) mendeskripsikan pergeseran (Shift) yang terjadi pada penerjemahannya (4) mendeskripsikan tingkat kesepadanan terjemahan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Data terdiri dari 1528 yang berupa kalimat tunggal dan majemuk dari buku “Johnny schweigt” karya Bernhard Hagemann. Hasil penelitian sebagai berikut. (1) terjemahan dalam bahasa Indonesia buku “Johnny schweigt” (2) metode penerjemahan yang paling banyak digunakan adalah metode harfiah sebanyak 1310 (85,9%), diikuti komunikatif 54 (3,5%), adaptasi 51 (3,3%), kata perkata 49 (3,2%), setia 48 (3,1%), bebas 16 (1%). (3) data yang mengalami pergeseran (shift) adalah 1431 data, pergeseran struktur sebanyak 1402 (98%), pergeseran unit 24 (1,7%) dan pergeseran kelas 5 (0,3%) (4) tingkat kesepadanan terjemahan akurat sebanyak 1407 (92%), terjemahan kurang akurat 105 (7%) dan terjemahan tidak akurat sebanyak 16 (1%).

Kata kunci: Penerjemahan, metode penerjemahan, pergeseran, tingkat kesepadanan terjemahan.


(19)

THE TRANSLATION OF BOOK “JOHNNY SCHWEIGT” BY BERNHARD HAGEMANN FROM GERMAN TO INDONESIAN LANGUAGE

ABSTRACT

The objectives of this study are (1) to translate the book “Johnny

schweigt” to indonesian language (2) to describe the translation methods used in translation the book "Johnny schweigt" to Indonesian language (3) to describe the shifts that occur in translation (4) to describe accuracy rating. This study uses a descriptive qualitative approach. The data are 1528 simple and complex sentences from the book "Johnny schweigt" by Bernhard Hagemann. The findings of this study are as. (1) indonesien translation of the book “Johnny schweigt” (2) the method most widely used is literal method for 1310 (85,9%), followed by communicative 54 (3,5%), adaptation 51 (3,3%), word for word 49 (3,2%), faithful 48 (3,1%), free 16 (1%) (3) the shifts found are 1431,structure shift for 1402 (98%),unit shift 24 (1,7%), and class shift 5 (0,3%) (4) accuracy ratingof the accurate translation are 1407 (92%), less accurate translation 105 (7%) and inaccurate 16 (1%).

Keywords: Translation, translation method, shift, accuracy rating of the translation.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Selama manusia menggunakan bahasa yang berbeda, maka selama itu pula kegiatan penerjemahan dianggap sebagai hal yang sangat penting dan perlu dilakukan. Kebutuhan akan penerjemahan ini akan selalu ada karena keinginan atau usaha untuk memahami informasi dan budaya asing. Ditambah lagi dengan tuntutan pengalihan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak mungkin diabaikan.

Berkat karya terjemahan (tulisan), sejarah peradaban manusia mulai dikenal sejak zaman Mesopotamia-pusat peradaban bangsa sumer yakni salah satu peradaban paling tua di dunia. Tanpa karya terjemahan tidak mungkin orang mengetahui fakta-fakta sejarah terkenal, salah satu diantaranya imperium raksasa yang didiami oleh bangsa-bangsa multietnis dan multilingual, seperti kerajaan Romawi kuno. Meningkatnya hubungan antar bangsa/negara (hubungan-hubungan diplomatik, budaya, ekonomi, perdagangan, politik dan militer) akan meningkatkan kebutuhan akan profesi penerjemah. Fakta ini semakin terasa ketika masyarakat komunitas internasional mendirikan liga Bangsa-Bangsa dan kemudian perserikatan bangsa-bangsa sebagai badan dunia. Peran penerjemah bisa dilihat dalam negosiasi dwi pihak antar negara yang membicarakan hubungan-hubungan politik, ekonomi, budaya, militer dll. Penerjemah dapat

mengatasi apa yang disebut “rintangan bahasa” (language barrier) (Moentaha,


(21)

Penerjemahan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan dalam mengalihkan amanat dari BSu ke dalam BSa. Proses penerjemahan dapat pula diartikan sebagai suatu sistem kegiatan dalam aktivitas menerjemahkan. Kegiatan tersebut terdiri dari 3 tahap yaitu, analisis TSu, pengalihan pesan dan restrukturisasi (Nababan, 2003:24-25). Banyak aspek yang perlu diperhatikan dalam aktivitas penerjemahan, diantaranya aspek semantik dan gaya atau style. Bell (1991:5) mengungkapkan “Translation is the expression in another language (or target language) of what has been expressed in another, source

language, preserving semantic and stylistic equivalence.” Bell sudah memperlihatkan hal yang lebih jelas lagi bahwa dalam menerjemahkan harus diperhatikan unsur linguistik dan gaya.

Penerjemahan suatu teks juga tidak terlepas dengan masalah budaya karena masyarakat mempunyai budaya yang berbeda-beda. Pemahaman budaya sangat diperlukan agar teks dapat diterjemahkan sesuai dengan makna yang terdapat dalam BSu. Penerjemahan merupakan proses pengalihan pesan BSu ke dalam BSa. Tujuan praktis dari proses pengalihan pesan adalah untuk membantu pembaca BSa dalam memahami pesan yang dimaksudkan oleh penulis asli BSu. Tugas pengalihan ini menempatkan penerjemah pada posisi yang sangat penting dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apabila ilmu pengetahuan dan teknologi dipahami sebagai bagian dari budaya, secara tidak langsung penerjemah turut serta dalam proses alih budaya.

Seorang penerjemah harus mempunyai kompetensi dalam dua bahasa dan budaya atau komunikasi lintas budaya, serta memiliki pengetahuan deklaratif dan prosedural tentang terjemahan. Pengetahuan deklaratif berhubungan dengan


(22)

pengetahuannya tentang teori terjemahan, strategi dan teknik. Sementara prosedural berhubungan dengan praktik menerjemahkan dikaitkan dengan teknik menerjemahkan. Menurut Baker (1991) bahwa pilihan padanan selalu bergantung pada tidak hanya pada sistem bahasa atau sistem yang sedang ditangani penerjemah, tetapi juga bagaimana cara, baik penulis teks dan penerjemah memanipulasi sistem bahasa bersangkutan.

Berkaitan dengan pernyataan di atas, penelitian ini mengambil bidang penerjemahan yang penerjemahnya memiliki kompetensi dalam dua bahasa yaitu bahasa Jerman dan bahasa Indonesia, budaya atau komunikasi lintas budaya, serta memiliki pengetahuan deklaratif dan prosedural tentang terjemahan.

Penerjemahan dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia mempunyai dua budaya yaitu budaya yang dimiliki penerjemah yang mempengaruhi cara pemahaman makna teks yang akan diterjemahkan dan budaya penulis buku yaitu budaya Jerman. Penerjemah adalah orang Indonesia dan menerjemahkan sebuah teks bahasa Jerman, untuk hal itu diperlukan pemahaman budaya bahasa Jerman. Penerjemah tidak memaksakan budayanya sebagai orang Indonesia ke dalam teks bahasa Jerman karena bahasa Indonesia dan bahasa Jerman memang budaya yang berbeda.

Sebaliknya jika penerjemah adalah orang Jerman dan menerjemahkan sebuah teks bahasa Indonesia, maka diperlukan pemahaman budaya orang Indonesia. Penerjemah tidak memaksakan budayanya sebagai orang Jerman ke dalam teks bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia dan bahasa Jerman berbeda budayanya.


(23)

Menerjemahkan teks bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia juga mengalami permasalahan tata bahasa. TSu seperti teks dalam bahasa Jerman yang menggunakan sarana grammatikal sebaiknya menggunakan bantuan sarana leksikal dalam terjemahan. Contoh dalam bahasa Jerman Hagemann (2005:8):

Mein Vater hatte für vier Wochen keinen Führerschein

Saya ayah mempunyai untuk empat minggu tidak ada SIM

(ayahku sudah empat minggu tidak mempunyai SIM)

Kalimat di atas harus diterjemahkan dengan bantuan sarana leksikal sehingga artinya menjadi “ayahku sudah empat minggu tidak mempunyai SIM”. Kata hatte adalah bentuk grammatikal kala Präteritum atau bentuk lampau yang tidak ada dalam sistem grammatikal bahasa Indonesia sehingga penerjemahannya menggunakan sarana leksikal dengan menambahkan kata sudah yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah terjadi. Teknik penerjemahan yang digunakan dalam hal ini adalah teknik penerjemahan penambahan yaitu dengan menggunakan tambahan kata sudah.

Tata bahasa Jerman sangat berbeda dengan tata bahasa Indonesia, yang sudah tentu sangat berpengaruh pada penerjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, seperti pada grammatikal kala perfekt dalam bahasa Jerman diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka sudah pasti akan terjadi pergeseran struktur karena kata kerjanya harus diletakkan pada akhir kalimat, contoh dalam bahasa Jerman Hagemann (2005:26):

Ich hab dich auch schon mal gesehen

Aku kata kerja bantu kamu juga sudah pernah melihat (aku juga sudah pernah melihatmu)


(24)

Kata gesehen adalah kata kerja ke tiga (Partizip II) yang berasal dari kata

sehen. Kata kerja ketiga atau Partizip II digunakan dalam bentuk grammatikal kala Perfekt dan posisi kata tersebut harus diletakkan diakhir kalimat atau setelah objek. Demikian halnya dengan Plusquamperfekt, yakni kata kerja yang kejadiannya lebih dulu terjadi dari kala Perfekt atau Präteritum.

Plusquamperfekt banyak didapat pada cerita-cerita tertulis seperti dalam buku cerita remaja “Johnny schweigt”. Berbeda dengan kalimat Perfekt yang biasanya sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Hal ini senada dengan pendapat Götze-Lüttich (2004:102) yang menyatakan bahwa kalimat

Plusquamperfekt adalah “Wie das Perfekt drückt das Plusquamperfekt

“Vorvergangenheit” den Vollzug einer Handlung / eines Geschehens aus,

allerdings nicht für Gegenwart oder Zukunft, sondern ausschliesslich für die

Vergangenheit” (Kalimat Plusquamperfekt adalah sama seperti juga kalimat

Perfekt yang peristiwa kejadiannya sudah berlangsung, bukan waktu sekarang atau masa yang akan datang melainkan dalam bentuk lampau).

Contoh:

Ich hatte gerade den Fernsehapparat eingeschaltet,

Saya kata kerja bantu TV menghidupkan

da klingelte das Telefon ketika itu berbunyilah telpon

(Setelah saya hidupkan TV, bunyilah telpon).

Lebih lanjut Götze-Lüttich (2004:102) mengungkapkan bahwa kalimat

Plusquamperfekt bisa didampingi kata penghubung “Das Plusquamperfekt steht


(25)

dem Verhältnis des Perfekt zum Präsens. Das wird deutlich in temporalen

Nebensätzen” (Kalimat Plusquamperfekt bisa menunjukkan perbandingan waktu bentuk lampau yaitu perbandingan antara kalimat Perfekt ke bentuk sekarang). Kalimat tersebut jelas terlihat di dalam penggunaan anak kalimat dengan menggunakan kata penghubung waktu. Contoh:

Nachdem wir gegessen hatten, rauchte er eine Zigarette

Setelah kami makan telah, merokok dia sebatang rokok (Setelah kami makan, dia merokok sebatang rokok)

Penerjemahan buku “Johnny schweigt” cukup menantang khususnya dalam menerjemahkan suatu kalimat yang mengandung nilai-nilai budaya Jerman, misalnya dalam kalimat Hagemann (2005:59) “Fischers Fritze fischt frische Fische”. Kalimat tersebut adalah kalimat yang biasanya digunakan untuk melatih kelenturan lidah dalam bahasa Jerman atau yang di sebut Der Zungenbrecher.

Disebut der Zungenbrecher karena banyak terdapat kata-kata yang bunyinya hampir sama sehingga sulit untuk mengucapkannya atau dalam bahasa Jerman

“das wegen vieler ähnlicher Laute schwierig auszusprechen ist” Jehle-Marwitz (2003:1223).

Kalimat bahasa Indonesia “ular melingkar di pagar pak Umar”, juga termasuk der Zungenbrecher karena kalimat tersebut banyak terdapat kata-kata yang bunyinya hampir sama sehingga sulit untuk mengucapkannya dengan cepat dan berulang-ulang, sehingga sering kali terjadi kesalahan dalam pengucapanya. Sama halnya dengan kalimat dalam bahasa Jerman “Fischers Fritze fischt frische Fische”, apabila kalimat tersebut diucapkan dengan cepat dan berulang-ulang


(26)

baik dari depan mau pun dari belakang maka orang Jerman sendiripun sering melakukan kesalahan dalam pengucapannya kalau tidak terlatih.

Kalimat “Fischers Fritze fischt frische Fische” telah diterjemahkan dengan mengunakan metode penerjemahan faithful translation atau penerjemahan setia. Penerjemah mempertahankan kalimat “Fischers Fritze fischt frische Fische” di dalam BSa agar pembaca Indonesia memahami bahwa kalimat tersebut adalah kalimat untuk melatih kelenturan atau pengucapan dalam bahasa Jerman atau dalam bahasa Jerman disebut der Zungenbrecher.

Buku “Johnny schweigt” adalah sebuah buku cerita tentang remaja. Tokoh utama dalam buku ini adalah John, John adalah salah satu siswa pertukaran pelajar yang berasal dari Inggris, John dan teman-temannya yang berasal dari Inggris diberi kesempatan selama tiga minggu untuk tinggal dengan keluarga Jerman di Jerman untuk belajar bahasa Jerman.

Sikap John sangat berbeda dengan teman-temannya yang lain, dia sangat pendiam. Hal itu membuatnya sangat sulit menguasai bahasa asing dalam hal ini bahasa Jerman. Sementara itu keluarga tempat tinggal John di Jerman sudah berusaha dengan berbagai cara supaya John mau berbicara dan dalam usaha tersebut pula banyak hal-hal lucu yang terjadi yang membuat daya tarik tersendiri untuk membacanya.

Buku berbahasa Jerman yang menceritakan tentang remaja sangat jarang dijumpai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, oleh karena itu peneliti tertarik

untuk mengkaji dan menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa

Indonesia karena sampai saat ini buku tersebut belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia.


(27)

Selain itu buku “Johnny schweigt” ini mengandung nilai pendidikan dalam pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Jerman terutama tentang sikap pembelajar bahasa asing (bahasa Jerman). Pembelajar bahasa asing harus banyak berbicara dalam bahasa Jerman karena berbicara adalah salah satu dari empat kompetensi bahasa yang penting. Berbicara seseorang dapat melatih pengucapannya dalam bahasa Jerman sehingga pengucapannya menjadi fasih.

Buku ini diterbitkan oleh penerbit yang terkenal yaitu penerbit Langenscheidt pada tahun 2005. Buku ini masih tergolong baru sehingga bahasanya masih relevan sampai sekarang dan dijadikan buku bacaan di Goethe Institut (Goethe Institut adalah pusat kebudayaan Jerman yang terdapat di berbagai negara salah satunya adalah Indonesia yang berlokasi di Jakarta) jadi tentulah buku ini sudah banyak dibaca orang diseluruh dunia.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya peneliti menganalisis terjemahan buku tersebut untuk mengetahui metode penerjemahan yang digunakan penerjemah, dan pergeseran apa saja yang terjadi dalam penerjemahan tersebut.

Disamping itu, terjemahan buku tersebut dinilai tingkat kesepadanan terjemahannya oleh dua informan kunci yang mempunyai kompetensi dalam dua bahasa yaitu bahasa Jerman dan Indonesia dan memiliki keahlian dalam bidang penerjemahan.


(28)

1.2.Perumusan Masalah

Perumusan masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1. Bagaimana terjemahan buku “Johnny schweigt” dalam bahasa Indonesia?

1.2.2. Metode penerjemahan apa saja yang digunakan penerjemah dalam

menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa

Indonesia?

1.2.3. Jenis pergeseran (shift) apa saja yang terjadi pada penerjemahan

buku “Johnny schweigt”?

1.2.4. Bagaimana tingkat kesepadanan terjemahan buku “Johnny

schweigt”?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1.3.1. Menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke dalam bahasa Indonesia

1.3.2. Mendeskripsikan metode penerjemahan apa saja yang digunakan

penerjemah dalam menerjemahkan buku “Johnny schweigt” ke

dalam bahasa Indonesia

1.3.3. Mendeskripsikan pergeseran apa saja yang terjadi pada

penerjemahan buku “Johnny schweigt”

1.3.4. Mendeskripsikan tingkat kesepadanan terjemahan buku “Johnny


(29)

1.4. Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat yang dibedakan menjadi manfaat teoritis dan praktis

1.4.1. Manfaat Teoretis

Sebagai pengayaan khasanah terjemahan cerita remaja yang berasal dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan bacaan bagi pembaca bahasa Indonesia tentang cerita remaja yang berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Jerman

2. Memberikan petunjuk praktis bagi para penerjemah dalam menggunakan metode penerjemahan

3. Memberikan pemahaman tentang pergeseran (shift) dalam penerjemahan

4. Memberikan petunjuk praktis dalam menilai kesepadanan terjemahan

1.5. Klarifikasi Makna Istilah

1. Terjemahan adalah produk atau hasil dari suatu penerjemahan

Hoed (2006:23)

2. Penerjemahan adalah proses atau suatu kegiatan mengalihkan

secara tertulis pesan dari teks sumber ke dalam teks sasaran Nababan (2003:24)


(30)

Teks sumber (TSu) adalah teks yang merujuk pada teks yang akan diterjemahkan yaitu teks bahasa Jerman dan teks sasaran (TSa) adalah teks yang menjadi tujuan penerjemahan yaitu teks bahasa Indonesia

4. Bahasa Sumber (BSu) dan Bahasa sasaran (BSa)

Bahasa Sumber (BSu) adalah bahasa yang merujuk pada bahasa yang diterjemahkan yaitu bahasa Jerman sedangkan bahasa sasaran (BSa) adalah bahasa yang menjadi tujuan penerjemahan yaitu bahasa Indonesia. “The source language is the language you

are working from whereas the target language is the language

you are working into” Samuelsson-Brown (1995:17)

5. Metode Penerjemahan adalah prinsip yang mendasari cara kita

menerjemahkan yang sudah barang tentu bermuara pada bentuk (jenis) terjemahannya Menurut Bell dalam Hoed (2006:55).

6. Pergeseran (Shift) adalah perubahan linguistik yang terjadi antara

teks sumber dan teks sasaran Catford (1965:73)

7. Buku cerita remaja Johnny schweigt” karya Bernhard Hagemann adalah buku cerita remaja yangberjumlah 84 halaman yang terbagi ke dalam 11 Bab dengan ukuran lebar buku 11 cm dan panjang 18 cm. Buku ini juga mengandung nilai-nilai pendidikan dalam pembelajaran bahasa asing dalam hal ini bahasa Jerman. Buku ini langsung diterbitkan oleh penerbit terkenal yaitu penerbit Langenscheidt pada tahun 2005 dan menjadi bahan bacaan di Goethe Institut (Goethe Institut adalah pusat kebudayaan Jerman


(31)

yang terdapat di berbagai negara seperti Indonesia yang berlokasi di Jakarta) jadi buku ini masih tergolong baru sehingga bahasanya masih sangat relevan sampai sekarang dan juga ceritanya yang lucu membuat daya tarik tersendiri untuk membacanya.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penerjemahan diantaranya:

Penelitian Lubis (2009) dalam disertasi yang berjudul Penerjemahan Teks Mangupa dari Bahasa Mandailing ke dalam Bahasa Indonesia. Penelitian ini mengkaji masalah-masalah penerjemahan dalam teks mangupa, sebuah teks budaya Mandailing ke dalam bahasa Inggris. Simpulan penelitian tersebut ialah bahwa bahasa Mandailing dan bahasa Inggris memiliki lebih banyak perbedaan dari pada persamaan dalam struktur bahasa, dan aspek kultural. Karena adanya perbedaan struktur kedua bahasa ditemukan kendala dalam penerjemahan frasa, kata majemuk dan kalimat. Pemakaian banyak kata arkais juga membuat kesulitan penerjemahan, termasuk masalah tenses yang tidak ada dalam bahasa Mandailing. Faktor lain yaitu faktor perbedaan budaya. Sejumlah istilah dan ungkapan budaya Mandailing tidak memiliki padanan dalam bahasa Inggris, sehingga kata-kata tersebut harus dipinjam (tidak diterjemahkan). Beberapa kata memiliki padanan, tetapi nuansa budaya yang melekat pada kata-kata tersebut tidak dapat ditransfer ke dalam bahasa Inggris.

Penelitian tentang penerjemahan teks untuk menghasilkan suatu terjemahan juga pernah dilakukan oleh Nasution (2011) dalam tesisnya yang berjudul: Penerjemahan Teks Marpokat Haroan Boru dalam Perkawinan Adat Mandailing dari Bahasa Mandailing ke dalam Bahasa Inggris. Penerjemahan teks ini melalui beberapa proses tahapan yaitu analisis struktur teks, transfer, penulisan


(33)

draf pertama, analisis draf pertama dan penulisan draf ke dua, evaluasi draf kedua, penulisan draf ketiga, reevaluasi dan penulisan draf akhir. Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa bahasa Mandailing dan bahasa Inggris juga memiliki lebih banyak perbedaan dari pada persamaannya seperti sistem pronominal, struktur frasa, pola kalimat, komponen makna, polisemi, sinonim dan antonim, makna generik dan spesifik, metafora, idiom dan eufimisme. Perbedaan yang luas pada budaya kedua bahasa meliputi agama dan kepercayaan, keluarga dan perkawinan, tipe masyarakat, ketimpangan gender, pemakaian bahasa dan sopan santun sosial. Teks ini menerapkan beberapa teknik penerjemahan diantaranya diantaranya teknik penambahan, pengurangan, penyetaraan struktural, generalisasi, penerjemahan makna, penerjemahan literal dan parafrasa.

Kedua penelitian di atas sangat berkontribusi dalam memberikan tahapan-tahapan melakukan suatu penerjemahan seperti, analisis struktur teks, transfer, penulisan draf pertama, analisis draf pertama dan penulisan draf kedua, evaluasi draf kedua, penulisan draf ketiga, reevaluasi dan penulisan draf akhir.

Penelitian penerjemahan yang menilai tentang kualitas terjemahan dilakukan oleh Silalahi (2009) dalam disertasinya yang berjudul Dampak Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan Pada Kualitas Terjemahan Teks Medical-Surgical Nursing Dalam Bahasa Indonesia. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa teknik, metode dan ideologi penerjemahan akan mempunyai dampak terhadap kualitas terjemahan. Kualitas terjemahan yang dinilai adalah bagaimana tingkat kesepadanan terjemahan, tingkat keberterimaan terjemahan, serta tingkat keterbacaan terjemahan. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa 338 (64,75%) diterjemahkan secara akurat, 136 (26,05%) kurang akurat, 48 (9,2%) tidak akurat.


(34)

Dari aspek keberterimaan ditemukan 396 (75,86%) berterima, 91 (17,44%) kurang berterima, dan 35 (6,70%) tidak berterima. Sementara itu, 493 (96,29%) data sasaran mempunyai tingkat keterbacaan tinggi dan 19 (3,71%) mempunyai tingkat keterbacaan sedang.

Penelitian lainnya adalah dilakukan oleh Ardi (2010) dari Universitas Sebelas Maret Surakarta. dalam tesisnya yang berjudul Analisis Teknik

Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan Buku “Asal Asul Elite Minangkabau Modern: Respons terhadap Kolonial Belanda Abad ke XIX/XX”. Tujuan penelitian tersebut untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik, metode, dan ideologi penerjemahan, serta melihat dampaknya terhadap kualitas terjemahan dari aspek keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability) serta keterbacaan (readabliity) terjemahan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif terpancang untuk kasus tunggal. Ini merupakan penelitian holistik yang melibatkan 3 (tiga) jenis sumber data. Sumber data pertama adalah dokumen yang berupa buku sumber dan produk terjemahannya sebagai sumber data objektif.. Sumber data kedua, diperoleh dari informan yang memberi informasi mengenai keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan hasil terjemahan sebagai data afektif. Sumber data ketiga adalah para penerjemah dan editor ahli sebagai sumber data genetik. Pengumpulan data dilakukan melalui identifikasi teknik dengan pengkajian dokumen, penyebaran kuesioner dan wawancara mendalam. Pemilihan sampel data dilakukan dengan teknik purposif sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 18 jenis teknik penerjemahan dari 731 teknik yang digunakan penerjemah dalam 285 data. Berdasarkan frekuensi penggunaan teknik tersebut adalah: amplifikasi 122 (16,69%), penerjemahan harfiah 86 (11,76%),


(35)

padanan lazim 84 (11,49%), modulasi 73 (9,99%), peminjaman murni 71 (9,71%), reduksi/implisitasi 61 (8,34%), adaptasi 57 (7,80%), penambahan 37 (5,06%), transposisi 27 (3,69%), generalisasi 22 (3,01%), kalke 19 (2,60%), inversi 16 (2,19%), partikularisasi 15 (2,05%), penghilangan 15 (2,05%), kreasi diskursif 10 (1,37%), deskripsi 9 (1,23%), peminjaman alami 6 (0,82%), dan koreksi 1 (0,14%). Berdasarkan teknik yang dominan terungkap bahwa buku ini cenderung menggunakan metode komunikatif dengan ideologi domestikasi. Dampak dari penggunaan teknik penerjemahan ini terhadap kualitas terjemahan cukup baik dengan rata-rata skor keakuratan terjemahan 3,33, keberterimaan 3,55, dan keterbacaan 3,53. Hal ini mengindikasikan terjemahan memiliki kualitas keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan yang baik. Teknik yang paling banyak memberi kontribusi positif terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan adalah teknik amplifikasi, penerjemahan harfiah, dan padanan lazim. Sementara, teknik penerjemahan yang banyak mengurangi tingkat keakuratan & keberterimaan adalah modulasi, penambahan, dan penghilangan.

Penelitian Silalahi dan Ardi sangat berkontribusi dalam memberikan pemahaman tentang menilai kualitas terjemahan, khususnya menilai tingkat kesepadanan terjemahan.

Penelitian penerjemahan yang berkaitan dengan metode penerjemahan sudah pernah dilakukan oleh Hartono (2000) dalam penelitiannya yang berjudul

Studi Tentang Metode Terjemahan Yang Digunakan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa metode terjemahan setia adalah metode yang


(36)

paling banyak digunakan mahasiswa untuk menerjemahkan teks baik yang berjenis informatif-vokatif (43,10%). Sedangkan metode terjemahan semantik paling banyak digunakan untuk menerjemahkan yang berjenis ekspresif (37,79%). Di samping itu, untuk teks informatif-vokatif tiga mahasiswa (5,17%) menggunakan metode terjemahan komunikatif, sedangkan untuk teks ekspresif 22 mahasiswa (37,93%) menggunakan metode terjemahan semantik. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa untuk teks informatif-vokatif mahasiswa menggunakan metode terjemahan yang tidak sesuai dengan jenis teksnya, sedangkan untuk teks ekspresif mahasiswa menggunakan metode terjemahan yang kurang sesuai dengan jenis teksnya. Penelitian tersebut sangat berkontribusi dalam memberikan pemahaman tentang metode penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan suatu teks.

Penelitian penerjemahan berkaitan tentang pergeseran (shift) pernah dilakukan oleh Ahmad (2011) dengan judul tesisnya Analisis Terjemahan Istilah-Istilah Budaya Pada Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara. Dari hasil penelitian tersebut terdapat 43 pergeseran (shift) pada terjemahan istilah-istilah budaya dari BSu ke dalam BSa . Pergeseran (shift)

tersebut terdiri atas pergeseran unit (US) sebanyak 27 (62,79%), pergeseran struktur (SS) sebanyak 13 (30,23%), dan pergeseran antar sistem sebanyak 3 (6,98%). Penelitian tersebut sangat berkontribusi dalam memberikan pemahaman tentang pergeseran (shift) yang terjadi pada suatu penerjemahan.


(37)

2.2. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

Teks Sumber

Penerjemahan

Tahap Penerjemahan Lubis (2009)

Teks Sasaran

Terjemahan buku “Johnny schweigt” dalam bahasa Indonesia

Metode Penerjemahan Newmark (1988)

Jenis Pergeseran Catford (1965)

Tingkat Kesepadanan Terjemahan Silalahi (2012)


(38)

Berdasarkan gambar 2.1. di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian ini berorientasi pada proses dan produk Lubis (2009), artinya bahwa peneliti melakukan suatu proses menerjemahkan sebuah buku untuk menghasilkan sebuah terjemahan, kemudian peneliti mendeskripsikan metode penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan buku tersebut dengan menggunakan teori Newmark (1988) dan jenis pergeseran (shift) yang terjadi dalam penerjemahannya dengan menggunakan teori Catford (1965:73). Terjemahan tersebut dinilai tingkat kesepadanan terjemahan pesan antara TSu dan TSa oleh dua informan kunci dengan menggunakan instrumen pengukur tingkat kesepadan terjemahan menurut Silalahi (2012).

Kesimpulan

Terjemahan bahasa Indonesia buku “Johnny

schweigt”

Metode harfiah 1310 (85,9%), komunikatif 54 (3,5%), adaptasi 51 (3,3%), kata

perkata 49

(3,2%), setia 48 (3,1%), bebas 16 (1%)

pergeseran

struktur 1402

(98%), pergeseran unit 24 (1,7%)

dan pergeseran

kelas 5 (0,3%).

1407 (92%)

terjemahan akurat, 105 (7%) terjemahan

kurang akurat

dan 16 (1%)

terjemahan tidak akurat.


(39)

2.3. Teori Penerjemahan

Teori penerjemahan sudah ada sejak zaman dahulu. Dokumen-dokumen tentang penerjemahan di masa lampau ditulis oleh orang-orang yang mendasarkan pemikiran mereka pada pengalaman mereka sebagai penerjemah. Karena di dasarkan pada pengalaman pribadi, pandangan-pandangan yang mereka kemukakan tidak bisa dikatakan sebagai konstruk teoritis bagi penilaian yang sistematis terhadap teori penerjemahan. Dalam perkembangan selanjutnya, pandangan-pandangan itu berubah menjadi konsep umum sebagai pedoman dalam melakukan aktivitas menerjemahkan, teori penerjemahan merupakan pedoman umum bagi penerjemah dalam membuat keputusan-keputusan pada saat dia melakukan tugasnya Nababan (2003:15-16)

Dalam literatur linguistik, teori terjemahan sering juga disebut ilmu terjemahan (science of translation, Übersetzungwissenschaft). Namun kata ilmu disini berarti teori, metode, teknik dan bukannya ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, mengingat linguistik terjemahan adalah bagian dari ilmu linguistik atau lebih tepatnya cabang dari linguistik aplikasi/linguistik terapan Moentaha (2009:9).

Penerjemahan sendiri adalah sebagai disiplin ilmu yang masih relativ baru. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan (Hönigs 1995, dalam Albrecht, 2005:20) dengan menggunakan bahasa Jerman:

“Die Übersetzungswissenschaft ist eine relativ junge Disziplin.

Sie verdankt ihr Entstehen vor allem der Erkenntnis […] dass die

Methoden und Modellbildungen der system linguistik und der philologien nicht ausreichen, um die Komplexität der

übersetzerischen Tätigkeit zu erfassen […] In den letzten zwanzig Jahren hat sich die Übersetzungswissenschaft als eigenständige Disziplin etabliert. Sie hat sich von der Systemlinguistik und den Philologien emanzipiert; sie integriert zunehmend


(40)

wissenschaftliche Erkenntnisse aus anderen Wissenschaftsbereichen”

(Ilmu penerjemahan adalah sebuah disiplin ilmu yang relativ baru. Dalam dua puluh tahun terakhir ini. Ilmu penerjemahan menjadi bagian dari ilmu linguistik dan pilologi. Ilmu penerjemahan menjadi ilmu yang terintegrasi dengan disiplin ilmu yang lain).

2.4. Defenisi Penerjemahan

Kamus The New International Webster’s (2002:1428) memberikan defenisi bahwa to translate (menerjemahkan), berarti to render into another language (menyusun ke dalam bahasa lain); to explain by using another word

(menjelaskan dengan menggunakan kata-kata lain). Kata translate berasal dari bahasa latin trans artinya melintas dan latun artinya melaksanakan. Sementara itu,

The Oxford Companion to the English Language (2005:1329) mendefinisikan

translate sebagai “uraian baru dari satu bentuk bahasa ke dalam bahasa lain”

Muchtar (2011:7).

Dalam bahasa Jerman penerjemahan berarti übersetzen, terjemahan berarti

die Übersetzung atau das Übersetzen, orangnya atau penerjemah disebut der Übersetzer untuk penerjemah laki-laki dan die Übersetzerin untuk penerjemah perempuan. Brockhaus (1957) dalam Stolze (2008:13) yang menggunkan bahasa Jerman menyatakan bahwa penerjemahan adalah “die Übertragung von gesprochenem oder geschriebenem aus einer Sprache in eine andere“ artinya penerjemahan adalah mengalihkan pesan dari bahasa tulis atau lisan ke bahasa tulis atau lisan lainnya.


(41)

Ada beberapa catatan yang perlu di kemukakan dalam kaitan dengan istilah

penerjemahan, terjemahan, penerjemah, dan juru bahasa. Kata dasar terjemah

berasal dari bahasa Arab tarjammah yang maknanya adalah ikhwal pengalihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Penerjemahan adalah suatu kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan dari teks suatu bahasa (misalnya bahasa Inggris) ke dalam teks bahasa lain (misalnya bahasa Indonesia). Dalam hal ini teks yang diterjemahkan disebut teks sumber (TSu) dan bahasanya disebut BSu, sedangkan teks yang disusun oleh penerjemah disebut teks sasaran (TSa) dan bahasanya disebut bahasa sasaran (BSa). Hasil dari kegiatan penerjemahan yang berupa TSa disebut terjemahan, sedangkan penerjemah adalah orang yang melakukan kegiatan penerjemahan. Ihwal penerjemahan biasanya disebut penerjemahan. Juru bahasa adalah orang yang melakukan kegiatan penerjemahan secara lisan. Dewasa ini sedang disosialisasikan kata penjurubahasaan untuk kegiatan penerjemahan secara lisan (Hoed, 2006:23).

Catford (1965) menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan penerjemahan dan mendefenisikannya sebagai “the replacement of

textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another

language (TL)” mengganti bahan teks dalam BSu dengan bahan teks yang sepadan dalam BSa. Newmark (1988) juga memberikan defenisi serupa, namun lebih jelas lagi: “rendering the meaning of a text into another language in the

way that the author intended the text” menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang.


(42)

Menurut Bachmann-Medick (1997:V) penerjemahan adalah:

“Übersetzung bedeutet mehr als nur die Übertragung aus einer Sprache in eine andere oder von einem Ausgangstext in einen Zieltext. Übersetzung impliziert vielmehr einen weiterreichen den Transfer zwischen Kulturen und ist in den verschiedensten Formen am Kontakt und an der Auseinandersetzung zwischen den Kulturen beteiligt”.

(Penerjemahan berarti pengalihan pesan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain atau dari teks sumber ke teks tujuan atau teks sasaran. Penerjemahan berarti juga transfer antar budaya dalam berbagai bentuk perbedaan budaya).

Selain itu Königs (1979:9) dalam Reiss (1995:20) menyatakan bahwa:

“Eine Übersetzung ist die adäquate interlinguale Umsetzung

ausgangssprachlichen Materials unter Einhaltung zielsprachlicher Syntax, Lexik und stilistischer Normen, eine Umsetzung, deren Adäquatheit von der Kompetenz des Übersetzers bestimmt wird und unter Einfluss performativer Prozesse, psychologischer Strukturierungsmechanismen und Erfahrungen des Übersetzers sowie situationeller Komponenten

steht”.

(Penerjemahan adalah penerapan atau implementasi dari bahasa interlingual dari BSu ke BSa, sintaksis, leksikon dan gaya bahasa sangat terkait dengan kompetensi penerjemah, psikologi, pengalaman penerjemah dan proses penerjemahan serta situasi).

Apabila semua defenisi di atas dilihat lebih jauh, dapat disimpulkan

bahwa: (1) penerjemahan adalah upaya “mengganti” teks dalam BSu dengan teks

yang sepadan dalam Bsa, (2) yang diterjemahkan adalah makna sebagaimana yang dimaksudkan pengarang. Upaya dalam mengganti dari teks sumber ke dalam teks sasaran.


(43)

2.5. Jenis Penerjemahan

Jakobson dalam Munday (2001:5) membagi jenis penerjemahan ke dalam tiga kategori, yaitu:

1. Intralingual translation atau rewording (Penerjemahan dalam bahasa yang sama yang merupakan interpretasi lambang-lambang, verbal dengan menggunakan lambang-lambang lain dalam bahasa yang sama).

Penerjemahan dalam bahasa yang sama yang merupakan interpretasi lambang-lambang verbal dengan menggunakan lambang-lambang lain dalam bahasa yang sama contohnya adalah memparafrasekan suatu kata dalam bahasa Indonesia contohnya kata budaya diparafrasekan menjadi cara hidup (way of life) atau pemikiran dan cara pandang yang perwujudannya terlihat dalam bentuk perilaku serta hasilnya terlihat secara material (disebut artefak), yang diperoleh melalui proses pembiasaan dan pembelajaran dalam suatu masyarakat dan diteruskan dari generasi ke generasi Hoed (2006:79).

2. Interlingual translation atau translation proper.

Yaitu penerjemahan dari satu bahasa ke dalam bahasa lain, seperti menerjemahkan teks dari bahasa Jerman ke dalam teks bahasa Indonesia,

contoh:

Ich hatte ihn kennen gelernt

Saya kata kerja bantu nya (dia laki-laki) mengenalnya (saya sudah mengenalnya).


(44)

3. Intersemiotic translation atau transmutation

Yaitu penerjemahan dari bahasa tulisan ke dalam media lain seperti gambar, musik dan lain-lain. Contohnya adalah sebuah tulisan diterjemahkan ke dalam sebuah lukisan.

2.6. Proses Penerjemahan

Proses penerjemahan memegang peranan penting dalam menghasilkan terjemahan yang baik karena penerjemahan yang keliru bukan hanya bisa menimbulkan konsekuensi akademis, tapi juga finansial dan politik antarnegara. Terjemahan buku Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung yang ditulis mantan Menteri kesehatan Siti Fadhilah Supari, adalah contoh yang menuai protes dari pemerintah Amerika Serikat. Akibat kesalahan terjemahannya buku tersebut terpaksa ditarik dari pasaran. Mantan Menkes Siti Fadhilah Supari akhirnya mengakui terdapat kesalahan fatal dalam penerjemahan

buku tersebut. “Saya cek satu persatu dan menemukan kesalahan-kesalahan yang

cukup banyak dan penting,” (http://www.detik.com 21/02/2008) dalam Yazid

(2009:4).

Penerjemahan pada hakikatnya adalah pengalihan isi, pesan, dan makna dari BSu ke BSa secara tepat, wajar, dan luwes. Pengalihan pesan tersebut memerlukan proses yang akan menentukan hasil suatu penerjemahan. Proses penerjemahan harus dimengerti dengan baik oleh penerjemah untuk mengambil langkah-langkah dalam menerjemahkan dan mencari solusi yang terbaik atas kesulitan-kesulitan yang dihadapi (Muchtar, 2011:11-12).


(45)

Bila proses penerjemahan lebih diperhatikan, maka pembaca akan mencoba mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh penerjemah dalam menerjemahkan. Machali (1990:4) mengatakan bahwa dengan mengetahui proses penerjemahan berarti pembaca mencoba meniti jalan yang dilalui penerjemah.

“The resulting translated text to be seen as evidence of a transaction, a means of retracing the pathways of the translator’s decision-making procedures.” Pembaca akan mengetahui bagaimana penerjemah menganalisis, mentransfer, dan merestrukturisasi teks sumber ke dalam teks sasaran. Bahkan, pembaca dapat mencoba mengetahui alasan apa penerjemah memakai suatu istilah untuk memadankan istilah tertentu. Hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh pembaca apabila mereka melihat hasil terjemahan sebagai produk.

Penerjemahan juga dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada saat dia mengalihkan amanat dari BSu ke dalam BSa. Proses penerjemahan dapat pula diartikan sebagai suatu sistem kegiatan dalam aktivitas menerjemahkan, kegiatan tersebut terdiri dari 3 tahap yaitu, analisis teks BSu, pengalihan pesan dan restrukturisasi, ketiga tahap dalam proses penerjemahan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:


(46)

Gambar 2.2.

Proses Penerjemahan Menurut Suryawinata, 1987:80 dalam Nababan (2003:24-25)

Analisis PROSES BATIN Restrukturisasi Transfer

Padanan Pemahaman

1. Analisis TSu

Setiap kegiatan menerjemahkan dimulai dengan penganalisaan teks BSu karena penerjemah selalu dihadapkan pada TSu terlebih dahulu. Analisis TSu itu diwujudkan dalam kegiatan membaca. Selanjutnya kegiatan membaca TSu dimaksudkan untuk memahami isi teks. Pemahaman terhadap isi teks mempersyaratkan pemahaman terhadap unsur linguistik dan ekstralinguistik yang terkandung dalam suatu teks.

2. Pengalihan pesan

Setelah makna dan struktur BSu dianalisis, maka pesan yang terkandung didalamnya sudah dapat dipahami. Langkah selanjutnya adalah mengalihkan isi, makna, pesan yang terkandung dalam BSu ke dalam BSa. Tahap pengalihan ini bertujuan untuk menemukan padanan kata BSu dalam BSa. Proses pengalihan isi,

Teks Bahasa

Isi, Makna

Teks Bahasa Isi,


(47)

makna dan pesan kemudian diungkapkan dalam BSa secara lisan atau tertulis. Guna memperoleh terjemahan yang lebih baik yang sesuai dengan tujuan penerjemahan itu sendiri, maka terjemahan perlu diselaraskan.

3. Restrukturisasi

Pada tahap restrukturisasi atau penyelarasan, seorang penerjemah perlu memperhatikan ragam bahasa untuk menentukan gaya bahasa yang sesuai dengan jenis teks yang diterjemahkan. Selain itu perlu diperhatikan terjemahan ditujukan kepada siapa. Apabila tahap-tahap analisis pemahaman teks, pengalihan isi, makna, pesan dan penyelarasan telah selesai dilakukan, maka dihasilkan sebuah terjemahan.

2.7. Metode Penerjemahan

Metode dalam konteks penerjemahan adalah prinsip yang mendasari cara kita menerjemahkan yang sudah barang tentu bermuara pada bentuk (jenis) terjemahannya (Hoed, 2006:55). Pengertian penerjemahan yang lebih luas juga dikenal dikalangan para pakar. Sebelum menerjemahkan, seorang penerjemah menentukan dulu siapa calon pembaca terjemahannya dan atau akan digunakan untuk keperluan apa terjemahan itu. Oleh karena itu penerjemahan sering di dasari oleh audience design dan atau need analysis. Pada praktiknya penerjemah memilih salah satu metode yang sesuai dengan untuk siapa dan untuk tujuan apa penerjemahan dilakukan. Ada delapan metode terjemahan yang bisa dipilih, akan tetapi Newmark (1988:45-48) secara garis besar membaginya menjadi dua golongan, yakni yang empat berorientasi kepada BSu (SL emphasis) dan yang empat lagi berorientasi kepada BSa (TL emphasis). Pemilihan metode


(48)

menghasilkan jenis terjemahan”. Pembagian tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini atau sering disebut juga sebagai diagram V.

Gambar 2.3.

Metode Penerjemahan (V-Diagram)

SL Emphasis TL Emphasis

Word-for-word translation Adaptation

Literal translation Free translation

Faithful translation Idiomatic translation Semantic Transl. Communicative transl.

(Sumber: Newmark 1988:45)

Gambar di atas menunjukkan bahwa pengertian penerjemahan adalah untuk mengungkapkan kembali pesan secara luas, yakni pesan dari TSu ke dalam TSa dengan berbagai metode yaitu (1) word for word translation (Penerjemahan kata demi kata), (2) adaptation (saduran), (3) literal translation (Penerjemahan Harfiah), (4) free translation (penerjemahan bebas), (5) faithful translation

(Penerjemahan setia), (6) idiomatic translation (Penerjemahan idiomatik), (7)

semantic translation (Penerjemahan semantik), (8) communicative translation


(49)

2.8. Pergeseran (Shift)

Pergeseran (shift) adalah perubahan linguistik yang terjadi antara teks sumber dan teks sasaran, Hatim dan Munday (2004:26). Catford (1965) mengelompokkan pergeseran (shift) menjadi 2 kelompok, yaitu: Pergeseran tingkatan (level shift) dan pergeseran kategori (category shift)

1. Pergeseran Tingkatan (level shift)

Pergeseran tingkatan (level shift) adalah pergeseran dari satu tataran linguistik ke tataran lainnya.

Contoh:

She is my mother’s friend

Dia (perempuan) teman ibu saya

Sie ist die Freundin meiner Mutter (dalam bahasa Jerman) Dia (perempuan) teman ibu saya

2. Pergeseran Kategori (Category shift)

Pergeseran kategori (Category shifts) dapat dibedakan menjadi:

2.1. Pergeseran Struktur (Structure-shift)

Pergeseran struktur adalah perubahan yang diakibatkan oleh sistem struktur BSu tidak sama dengan sistem struktur BSa. Contoh:

Dalam bahasa Jerman: Kleines Haus: Rumah kecil

Apabila diterjemahkan secara kata perkata maka

terjemahannya menjadi kecil rumah. Akan tetapi terjemahan tersebut tidak mempunyai arti maka diterjemahkanlah menjadi rumah kecil. Hal ini diakibatkan perubahan struktur DM (diterangkan


(50)

menerangkan) dalam bahasa Jerman dan MD dalam bahasa Indonesia (menerangkan diterangkan) maka artinya menjadi rumah kecil.

2.2. Pergeseran Kelas (Class-shift)

Pergeseran yang terjadi dalam pergeseran kelas adalah kelas kata tertentu dalam BSu menjadi kelas kata yang lain dalam Bsa. Contoh: Pesta tahun diterjemahkan menjadi annual party. Kata tahun adalah nomina, kata annual mempunyai kelas kata adjektiva.

2.3. Pergeseran Unit (Unit-shift)

Pergeseran unit terjadi apabila unsur BSu pada suatu unit linguistiknya memiliki padanan yang berbeda unitnya pada BSa. Berikut contoh pergeseran dari unit kata menjadi unit klausa dalam bahasa Jerman: interessanter Platz diterjemahkan menjadi tempat yang menarik.

2.4. Pergeseran antar-sistem (Intra-system shift)

Pergeseran antar-sistem adalah pergeseran yang terjadi pada kategori grammatikal yang sama. Contoh: Der Chef heiratete seine Sekretärin: Bos menikahi sekretarisnya. Kata menikah dalam bahasa Indonesia adalah verba intransitif sedangkan kata heiratete


(51)

2.9.Budaya dalam Penerjemahan

Dalam suatu penerjemahan hal yang perlu diperhatikan dalam penerjemahan bukan hanya unsur linguistiknya saja tetapi unsur non linguistik juga. Pendapat ini senada dengan ungkapan Muchtar (2011:55) yang menyatakan bahwa proses pengalihan pesan TSu dipengaruhi oleh budaya penerjemah, yang tercermin dari cara seseorang dalam memahami, memandang dan mengungkapkan pesan. Penerjemahan teks selalu terkait erat dengan masalah budaya. Apa yang dimaksud dengan budaya? Menurut Hoed (2006:79) budaya adalah cara hidup (way of life) atau pemikiran dan cara pandang yang perwujudannya terlihat dalam bentuk perilaku, dan hasilnya terlihat secara material (disebut artefak). Hasil tersebut diperoleh melalui proses pembiasaan dan pembelajaran dalam suatu masyarakat yang diteruskan dari generasi ke generasi.

Göhring (2002:108) dalam Kuβmaul (2010:41) mengatakan bahwa:

“Kultur ist all das, was man wissen, beherrschen und empfinden

können muss, um beurteilen zu können, wo sich Einheimische in ihren verschidenen Rollen Erwartungskonform oder abweichend verhalten, und um sich selbst Erwartungskonform verhalten zu können, sofern man dies will und nicht etwa bereit ist, die jeweils aus erwartungswidrigem Verhalten entstehenden Konsequenzen

zu trage”.

Budaya adalah semua apa yang orang ketahui, kuasai dan rasakan, yang timbul dari sikap atau perilaku seseorang. Pengalihan pesan dalam proses penerjemahan selalu ditandai oleh perbedaan budaya BSu dan BSa. Perbedaan ini secara langsung akan menempatkan penerjemah pada posisi yang dilematis. Di satu sisi penerjemah harus mengalihkan pesan teks BSu ke dalam teks BSa secara


(52)

akurat. Di sisi lain dan dalam banyak kasus, penerjemah harus menemukan padanan yang tidak mungkin ada dalam BSa.

Penerjemahan bukan hanya aktivitas bilingual tetapi juga adalah aktivitas bi-kultural. Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa penerjemahan bukan hanya menerjemahkan bahasa tetapi sekaligus transfer budaya. Konsep bahwa bahasa adalah budaya dan budaya diwujudkan melalui perilaku kebahasaan dapat pula diterapkan dan dikaitkan pada bidang penerjemahan dan dalam penerjemahan kita mengalihkan budaya bukan bahasa. Pendapat ini sejalan dengan pandangan bahwa budaya merupakan suatu terjemahan, bukan kata, frase, klausa, paragraf atau teks yang seharusnya mendapatkan perhatian yang serius dari penerjemah.

Penerjemahan adalah masalah latar belakang budaya dari penerjemah. Kemampuan menguasai Bsu dan Bsa dengan kuantitas yang sama dan mengetahui perbedaan. Persepsi linguistik kedua bahasa tersebut tidak akan berarti tanpa penguasaan konteks budaya.

Setiap penerjemah mempunyai budaya. Budaya yang dimiliki penerjemah akan mempengaruhi cara pemahaman makna teks yang akan diterjemahakan, sehingga penerjemah perlu memahami budaya teks yang akan diterjemahkan. Jika penerjemah adalah orang Indonesia dan akan menerjemahkan sebuah teks bahasa Inggris ataupun bahasa Jerman maka diperlukan pemahaman budaya Inggris dan Jerman. Penerjemah tidak dapat memaksakan budaya penerjemah sebagai orang Indonesia kedalam teks bahasa Inggris maupun bahasa Jerman karena bahasa Indonesia dan bahasa Inggris ataupun bahasa Jerman berbeda budayanya.


(53)

Sebaliknya jika penerjemah seorang Indonesia ingin menerjemahkan teks bahasa Inggris ataupun teks bahasa Jerman kedalam bahasa Indonesia maka tetap diperlukan pemahaman budaya Inggris maupun Jerman dengan tujuan teks tersebut dapat dipahami dengan baik, sebagaimana yang dimaksudkan oleh penulis. Penerjemah akan dapat mentransfer makna yang ada dalam teks bahasa Inggris ataupun bahasa Jerman kedalam bahasa Indonesia sesuai dengan budaya Indonesia. Dengan demikian, suatu teks tidak dapat dipahami dengan baik jika budaya teks tersebut tidak dipahami. Teks dengan bahasa yang berbeda akan mempunyai budaya yang berbeda, sehingga penerjemah perlu menyesuaikan teks tersebut sesuai dengan budayanya masing-masing. Berikut beberapa contoh-contoh terjemahan yang harus memperhatikan aspek budaya yang dikutip melalui Robinson (2005:389):

1. Penjualan Vicks Cough Drops di Jerman mengalami kesulitan. Orang-orang Jerman melafalkan huruf V sebagai F, yang mengubah nama perusahaan itu menjadi istilah prokem untuk perilaku seks.

2. Puffs Tissue menghadapi masalah yang sama di Jerman, di mana nama perusahaan tersebut berarti rumah pelacuran.

3. Slogan Pepsi “Pepsi Adds life” (Pepsi menambah semangat) di protes di

Cina, karena terjemahan slogan itu menjanjikan: “Pepsi brings your Ancestors back from the Grave (Pepsi membangkitkan leluhur Anda Dari Kuburnya)”. Para pemasar segera meluncurkan terjemahan baru, “Baishi Kele”, yang secara harfiah artinya “One Hundred Things to be Happy About (Seratus alasan untuk bersenang-senang)”.


(54)

4. Coca cola menghadapi persoalan serupa di Cina. Karena “Coca cola” sebenarnya tidak bermakna apa-apa, mereka memutuskan tidak menerjemahkannya, tetapi menciptakan kata baru dalam bahasa Cina dengan suku kata yang bunyinya sama. Sayangnya, karakter yang mereka pilih berarti “Bite the Wax Tadpole (Gigitlah kecebong lilin)”. Jadi, mereka memikirkan persoalan itu dengan hati-hati, kemudian tampil

dengan sederet suku kata berbunyi sama, “Kekau Kele”, yang secara

harfiah artinya “Palatable and Happy” (enak di lidah dan

menyenangkan)” atau “Happiness in the Mouth (Kesenangan di mulut)”.

2.10. Penilaian Mutu Terjemahan

Menilai mutu terjemahan berarti mengkritik karya terjemahan. Guna menjadi seorang kritikus karya terjemahan, seseorang harus menguasai kriteria-kriteria tertentu. Kritikus karya terjemahan harus menguasai BSu dan BSa dengan baik, mengetahui perbedaan persepsi lingustik BSu dan BSa, dan akrab dengan konteks estetika dan budaya BSu dan BSa. Lalu, siapakah yang berhak menilai mutu suatu karya terjemahan? Jawabnya adalah setiap orang berhak menilai mutu karya terjemahan asalkan dia mempunyai kemampuan seperti yang telah disebutkan di atas (Nababan, 2003:83).

Penilaian mutu terjemahan difokuskan pada produk, bukan proses penerjemahan. Artinya bahwa yang dinilai adalah hasil terjemahan. Penilaian terhadap mutu terjemahan dibedakan menjadi dua yaitu umum dan khusus. Penilaian umum didasarkan pada metode penerjemahan semantik dan komunikatif, yang secara relatif dapat diterapkan pada segala jenis terjemahan.


(55)

Cara khusus adalah khusus bagi suatu jenis teks tertentu misalnya teks hukum yang ungkapan-ungkapannya sangat khusus dan tertentu atau puisi, yang ungkapan-ungkapannya sangat ekspresif Machali (2009:144).

Machali juga mengatakan bahwa tidak ada penerjemahan yang sempurna. Teks Bsa sedikit pun tidak ada kehilangan informasi, pergeseran makna, transposisi, ataupun modulasi, sehingga penerjemahan yang “paling bagus” harus

diartikan sebagai “hampir sempurna” Berikut adalah rambu-rambu penilaian

terjemahan secara umum menurut Machali (2009:156).

Tabel 2.1. Rambu-Rambu Penilaian Terjemahan Menurut Machali

Kategori Nilai Indikator

Terjemahan hampir sempurna

86-90 (A)

Penyampaian wajar, hampir tidak terasa seperti terjemahan; tidak ada kesalahan ejaan; tidak ada kesalahan/penyimpangan tata bahasa; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah

Terjemahan sangat bagus

76-85 (B)

Tidak ada distorsi makna; tidak ada terjemahan harfiah yang kaku; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah; ada satu-dua kesalahan tata bahasa/ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan)

Terjemahan Baik

61-75 (C)

Tidak ada distorsi makna; ada terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 15% dari keseluruhan teks, sehingga tidak terlalu terasa seperti terjemahan;


(56)

kesalahan tata bahasa atau idiom relatif tidak lebih dari 15% dari keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku/umum. Ada satu-dua kesalahan tata ejaan (untuk bahasa arab tidak boleh ada kesalahan ejaan)

Terjemahan cukup

46-60

(D)

Terasa sebagai terjemahan; ada distorsi makna; ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 25%. ada beberapa kesalahan idiom dan/tata bahasa, tetapi relatif tidak lebih dari 25% keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku/tidak umum dan/atau kurang jelas.

Terjemahan buruk

20-45 (E)

Sangat terasa sebagai terjemahan; terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif lebih dari 25% dari keseluruhan teks); distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih dari 25% keseluruhan teks.

Catatan:

1. Nilai dalam kurung adalah nilai ekuivalen.


(57)

Rambu-rambu penilaian di atas cocok untuk menilai suatu teks secara keseluruhan seperti teks-teks terjemahan yang dilakukan oleh mahasiswa sehingga penilaiannya menggunakan kategori hampir sempurna, sangat bagus, baik, cukup dan buruk.

Penilaian mutu terjemahan yang dikemukakan Silalahi (2012:72-75) menggunakan tiga kuesioner. Kuesiner pertama disebut Accuracy Rating Instrument, yang dimanfaatkan untuk menentukan tingkat kesepadanan terjemahan. Kuesioner kedua disebut Acceptability Rating Instrument yang digunakan untuk mengukur tingkat keberterimaan terjemahan. Kuesioner ketiga disebut Readability Rating Instrument, yang digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan terjemahan. Secara keseluruhan untuk menilai suatu mutu terjemahan haruslah menggunakan ketiga kuesioner di atas, namun karena keterbatasan peneliti, peneliti hanya menilai tingkat kesepadanan terjemahan yang dilakukan oleh informan kunci.

Informan kunci menilai tingkat kesepadanan terjemahan dari segi tata bahasa yang terdiri dari tingkat keakuratan terjemahan, terjemahan kurang akurat dan terjemahan tidak akurat. Tingkat keakuratan terjemahan merujuk pada terjemahan yang tidak mengalami distorsi makna. Terjemahan kurang akurat merujuk pada terjemahan yang sebagian besar makna BSu sudah dialihkan secara akurat ke dalam BSa. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna yang dihilangkan, yang mengganggu keutuhan pesan. Terjemahan tidak akurat merujuk pada terjemahan yang makna BSu dialikan secara tidak akurat ke dalam BSa atau dihilangkan (deleted).


(58)

Berikut adalah instrumen pengukur tingkat kesepadanan yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 2.2.

Instrumen Pengukur Tingkat Kesepadanan Terjemahan

Skala Defenisi Kesimpulan

3

Makna kalimat BSu dialihkan secara akurat ke dalam BSa, sama sekali tidak terjadi distorsi makna

Akurat

2

Sebagian besar makna kalimat BSu sudah dialihkan secara akurat ke dalam BSa. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna yang dihilangkan, yang menganggu keutuhan pesan

Kurang Akurat

1

Makna kalimat BSu dialihkan secara tidak akurat ke dalam BSa atau dihilangkan (deleted)

Tidak Akurat

Sumber: Silalahi (2012:73)

Tabel di atas menggunakan skala 1 sampai 3, semakin tinggi skor yang diberikan informan kunci, maka semakin bagus terjemahan yang dihasikan. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diberikan terhadap terjemahan, maka semakin tidak bagus terjemahan yang dihasilkan.


(59)

2.11. Kalimat

Kalimat adalah kata atau kumpulan kata yang mempunyai maksud tertentu dan mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan. Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas satu subjek atau satu predikat dan kalimat majemuk adalah kalimat yang terjadi dari dua kalimat atau lebih yang dipadukan menjadi satu (Qodratilah, 2011:209).

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula (Sugono, 2011:91). Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Sedangkan dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. (.), tanda tanya (?) dan tanda seru (!). Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki sebuah subjek (S) dan sebuah predikat (P). Kalau tidak memiliki kedua unsur tersebut, pernyataan itu bukanlah kalimat melainkan hanya sebuah frasa. Itulah yang membedakan frasa dengan kalimat.

2.11.1. Kalimat tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya mempunyai satu pola kalimat. contoh: aku pergi latihan teater besama teman-teman di taman kota selong.

2.11.2. Kalimat majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat yang mempunyai dua pola kalimat atau lebih. Setiap kalimat majemuk mempunyai kata penghubung yang berbeda,


(1)

pohon itu.

165

Herr Zinknagel war ziemlich weit oben, unmittelbar unter John.

Tuan Zinknagel berada cukup jauh di atas, langsung dibawah John.

Adaptasi Struktur

166

Er sagte was zu ihm, aber John reagierte nicht.

Dia mengatakan sesuatu kepadanya, tetapi dia tidak memberi tanggapan.

Harfiah Struktur

167

Herr zinknagel griff nach Johns Bein.

Tuan Zinknagel memegang badan John.

Adaptasi Struktur

168

John zog es

augenblicklich zurück.

John menolaknya kebelakang dengan segera.

Harfiah Struktur

169

Der Baum schwankte und wir bekamen einen Schrecken.

Pohon itu bergoyang

dan kami terkejut. Harfiah Struktur

170

,, Machen Sie keinen

Unsinn!“, rief meine

Mutter Herrn

Zinknagel zu.

,,Anda jangan berbuat yang bukan-bukan“, seru ibu ku kepada tuan Zinknagel.

Harfiah Struktur

171 ,,Nichts zu machen!“ , rief Herr Zinknagel nach unten.

,,Tidak ada apa-apa!

“, teriak tuan

Zinknagel ke bawah.

Adaptasi Struktur

172

,, Ist mir zu riskant . Ich komme wieder

runter!“

,,Apakah ini beresiko untuk ku. Saya akan kembali turun lagi!“

Harfiah Struktur

173

,, Vielleicht rufen wir doch besser die

Feurwehr“, sagte

meine Mutter.

,,Mungkin lebih baik kami memangil Dinas Pemadam

Kebakaran“, kata ibu ku.

Harfiah Struktur

174

In diesem Augenblick klingelte es an der Tür.

Pada saat itu berbunyi suara bel yang ada di pintu.

Harfiah Struktur

175

Ich ging hin und zu meiner Überraschung

stand Tina drauβen.

Aku pergi keluar dan sebuah kejutan untuk ku, ternyata Tina yang berada di luar.

Harfiah Struktur

176

,,Ich bin gerade bei euch

vorbeigekommen, da habe ich die Leute in eurem Garten gesehen.

,,Aku baru saja lewat di depan rumah kalian, ternyata banyak sekali orang yang ku lihat di kebun kalian.

Harfiah Struktur

177

Und dann den John da oben. Will der da nicht mehr runter?. “

Dan kemudian John berada di atas. Apakah dia tidak mau turun lagi. “

Harfiah Struktur

178

,, Nein“, sagte ich.

,,Der will da nicht mehr runter. Meine Mutter will die Feuerwehr rufen. “

,,tidak“, kata ku. ,,dia tidak mau turun ke bawah lagi. Ibu ku ingin memanggil Pemadam Kebakaran.

Harfiah Struktur

179 ,, reinkommen? “ , Darf ich Boleh aku masuk? “,


(2)

fragte Tina.

180 ,,Klar “, sagte ich. ,,Tentu saja“, kata ku. Harfiah Struktur

181

Als ich mit Tina in den Garten kam, war Herr Zinknagel schon wieder auf dem Rasen.

Ketika aku dengan Tina tiba di kebun, tuan Zinknagel sudah berada di rerumputan.

Adaptasi Struktur

182

Ich stellte Tina meinen Eltern vor, die sie nur

flüchtig begrüβten.

Aku memperkenalkan Tina dengan orangtua ku, mereka hanya memberikan salam.

Harfiah Struktur

183

John auf dem Baum forderte ihre ganze Aufmerksamkeit.

John dari atas pohon meresponnya dengan penuh perhatian.

Harfiah Struktur

184 ,,John!“, rief meine Mutter wieder. ,,Komm da runter! “

,,John!”, panggil ibu

ku lagi. ,,Turunlah!” Harfiah Struktur

185

Tina ging unter den Baum und sah nach oben.

Tina pergi ke bawah pohon itu dan melihat ke atas.

Harfiah Struktur

186 ,,Hallo!“, grüβte sie in die Äste. ,,Hallo! “, dia memberi salam ke arah cabang pohon itu

Harfiah Struktur

187

John sah nach unten und ich entdeckte ein kleines Lächeln bei ihm.

John melihat ke bawah dan aku memberikan sedikit senyuman padanya.

Harfiah Struktur

188

,,Was machst du da

oben? “, fragt sie. ,,Apa lakukan di atas? “, yang Kau

tanya Tina.

Harfiah Struktur

189

Im Nu war Tina mit einem kleinen Sprung und zwei, drei flinken Tritten auf den unteren Ästen des Baumes gelandet.

Dalam Waktu yang singkat, Tina dengan lompatan yang kecil dan dua, tiga langkah yang lincah dia sampai ke bawah dahan pohon itu.

Harfiah Unit

190

,, Kind! Bleib unten! “

, rief meine Mutter und warf mir einen besorgten Blick zu.

,,Nak! Tetaplah berada bawah! “, kata

ibu ku, dan

menolehkan

pandangannya kearah ku.

Harfiah Struktur

191

Ich zuckte nur die Achseln und sah Tina zu, wie sie den Baum hinaufkletterte.

Aku mengangkat Bahu dan mengamati Tina, bagaimana dia memanjat ke atas pohon itu.

Harfiah Struktur

192

Und Tina konnte klettern! Mit geschmeidigen, katzenhaften

Bewegungen, war sie im Nu bei John oben.

Dan Tina bisa memanjat! Dengan lentur, gerakan melekat seperti kucing, dia berada bersama John di atas dalam waktu yang singkat.


(3)

193

Sie war klein und leicht und setzte sich neben John auf einen Ast, der sie Problemlos tragen konnte.

Dia kecil dan ringan dan dia duduk di sebelah John pada sebuah cabang pohon yang bisa menahan bebannya

Harfiah Struktur

194

Dann fing sie an, drauflos zu reden, so wie sie das auf der Schaukel gemacht hatte.

Kemudian dia mulai berbicara sama seperti ketika mereka bermain ayaunan.

Harfiah Struktur

195

Aber so leise, dass wir unten nur ein leises Flüstern hörten, das sich in einer kleinen Melodie auf und ab bewegte.

Tetapi sangat pelan sekali, kami di bawah hanya mendengar bisikan pelan saja seperti dalam sebuah gerakan melodi kecil naik dan turun.

Harfiah Struktur

196

John schwieg wieder wie gewohnt, so als wären seine Sprüche mit der Flüstertüte nur ein kleiner, lärmender Ausflug ins Reich der Worte gewesen.

John tidak bersuara lagi seperti biasaya ketika dia berbicara dengan pengeras suaranya hanya bisikan-bisikan kecil yang keluar dari kata-katanya

Harfiah Struktur

197

Eine Viertelstunde ging das so. Unsere Hälse wurden vom Hinaufstarren steif.

Seperampat jam sudah berlalu, batang leher kami akan tegang karena selalu menatap ke atas.

Harfiah Struktur

198

Dann glaubten wir alle, bei John so etwas wie

Lippenbewegungen beobachten zu können.

Kemudian kami semua tahu tentang John dari mengamati pergerakan bibirnya.

Harfiah Struktur

199 Ganz sicher waren wir uns zuerst nicht. Pastinya kami bukan yang pertama. Harfiah Struktur

200

Doch dann

verstummte Tina und wir hörten ein anderes Gemurmel aus dem Baum, ein tieferes.

Namun kemudian Tina berhenti dan kami mendengar Gumaman lain dari pohon lebih dalam lagi.

Harfiah Struktur

201 Zweifellos: John sprach.

Tanpa keraguan John

berbicara. Harfiah Struktur

202

Tina hörte zu, nickte ein paar Mal.

Tina mendengar, dan beberapa kali mengangguk.

Harfiah Struktur

203

Dann stieg sie nach unten und John folgte ihr.

Kemudian dia turun kebawah dan John mengikutinya.

Harfiah Struktur

204 Auf der Straβe war wieder Applaus zu hören.

Di jalan terdengar

tepuk tangan lagi. Harfiah Struktur


(4)

Staunen die Sprache verschlagen hatte. Aber nicht lange.

terkejut. Tapi tidak lama.

206

Meine Mutter ging auf John zu und nahm ihn in die Arme.

Ibu ku menghampiri John dan mengambil lengannya.

Harfiah Struktur

207

,,Gott sei Dank, dass du wieder unten bist,, sagte sie und lächerte Tina an. ,,Vielen

Ӓank! “, sagte sie zu

ihr.

,,Terima kasih Tuhan, kau sudah turun! “, kata ibu dan tersenyum pada Tina.

,,Terima kasih!”, kata

ibu kepadanya.

Harfiah Struktur

208

Dann hielt sie John ein Stück weit von sich weg und sah ihm froh ins Gesicht.

Kemudian dia

memegang John dari kejauhan dan melihat kebahagiaan di wajahnya.

Harfiah Struktur

209

,, Und du hast dort oben mit Tina gesprochen.

,,Dan kau sudah berbicara dengan Tina di atas sana.

Harfiah Struktur

210

Wie schön, dass du auch ganz normal sprechen kannst.

Betapa bahagianya, bahwa kau bisa juga berbicara dengan normal.

Harfiah Struktur

211

Ich hab ja gesagt, wir brauchen nur Geduld,

dann wird das schon. “

Aku sudah katakan,

kami hanya

membutuhkan kesabaran, dan itu sudah di lakukan“

Harfiah Struktur

212

John löste sich aus Mutters Umarmung, ging zu seiner Flüstertüte und hob sie auf.

John melepaskan diri dari pelukan ibu, mengambil pengeras

suaranya dan

mengangkatnya ke atas.

Komunikatif Struktur

213

Mit der schmalen Seite hielt er sie an seinen Mund, sodass Mutters Gesicht nur Zentimeter von der

groβen Öffnung

entfernt war.

Kemudian dia

meletakkan bagian ujung terkecil dari pengeras suaranya ke bibirnya sehingga hanya berjarak satu cm saja ujung terbesar dari pengeras suara itu ke wajah ibu

Harfiah Struktur

214

,,Peter Piper picked a peck of pickled pepper! “ , brüllte John meiner Mutter ins Gesicht, sodass sie vor Schreck einen Schritt rückwärts machte und beinahe stürzte.

,,Peter Piper picked a peck of pickled

pepper! “, John berteriak tepat di wajah ibu ku, sehingga dia terkejut melangkah

kebelakang dan hampir terjatuh.

Setia

Tidak Mengalami

Pergeseran

215

Das war das Letzte, was wir von John hörten.

Itu yang terakhir, apa yang kami dengar dari John.


(5)

216

Einen Tag später fragte John Herrn Rübenacker in der Schule, ob es möglich wäre, dass er die restliche Zeit seines Aufenthalts in Deutschland bei Tinas Familie wohnen könnte.

Keesokan harinya John bertanya kepada pak Rübenacker di sekolah, apakah mungkin bahwa dia bisa tinggal dengan keluarga Tina di Jerman dalam sisa waktu pertukaran pelajar ini.

Adaptasi Struktur

217

Als Tinas Eltern davon erfuhren, waren sie zuerst sehr überrascht und verunsichert.

Ketika kedua orang tua Tina mendengar hal itu, mereka sangat terkejut dan bingung.

Harfiah Struktur

218

Sie meinten, sie hätten

in der

Hochhauswohnung nicht genügend Platz.

Mereka berfikir,

mereka tidak

mempunyai tempat yang cukup di rumah mereka.

Harfiah Struktur

219

Aber als sie von den besonderen

Umständen erfuhren, willigten sie

schlieβlich ein.

Tetapi ketika mereka mendengar situasi yang tidak biasa ini, mereka akhirnya mau

Harfiah Struktur

220

Meine Eltern und ich, wir haben John nie normal sprechen hören.

Aku dan kedua orangtua ku, kami

tidak pernah

mendengar John berbicara normal.


(6)

LAMPIRAN 2.

Kriteria dua informan kunci

1.

Julia Linder, M.A.

Kandidat Doktor dari Universitas Bonn Jerman, Master di bidang

kajian Asia telah mempelajari bahasa Indonesia sejak tahun 2004.

Tahun 2008 mengikuti program beasiswa Darma Siswa di Unimed

untuk mempelajari bahasa Indonesia selama satu tahun. Tahun 2013

melaksanakan penelitian di Indonesia untuk disertasi.

2.

Suci Pujiastuti, M.A.

Master di bidang Teknologi Bahasa dan Pengajaran Bahasa Asing

dari Universitas Giessen Jerman, dan memiliki sertifikat kemampuan

berbahasa Jerman C2 (setingkat Native Speaker). Pendidikan S1

ditempuh di Universitas Negeri Yogyakarta di jurusan Pendidikan

Bahasa Jerman. Pada tahun 2002 mengikuti

Studienreise

atau Studi

Budaya ke Jerman dengan beasiswa dari DAAD (Dinas Pertukaran

Akademik Jerman). Pada tahun 2003 mengikuti Program

Au Pair

atau pertukaran budaya di Jerman selama setahun.