Pengaruh Ekstrak Akar Valerian (Valeriana officinalis L.) Terhadap Waktu Reaksi Sederhana (WRS) Pada Laki-Laki Dewasa.

(1)

iv

ABSTRACT

THE EFFECT OF VALERIAN ROOT EXTRACT (Valeriana

officinalis L.)

ON SIMPLE REACTION TIME ON ADULT MALE

Indra Wijaya, 2013, 1st Tutor: Drs. Pinandojo Djojosoewarno, dr.,AIF 2nd Tutor: Dra. Rosnaeni,Apt

Valerian (Valeriana officinalis L.) is one of the traditional medicines that empirically used as mild sedative and for difficulty sleeping (insomnia). Part of plant that used as traditional medicine is the root (radix Valerianae). Valerian’s root has a compound that effecting central nervous system (CNS ) depression. CNS depression will extend reaction time.

Research objective was to assess the effect of valerian root extract on simple reaction time on adult males.

The research design was real experimental method, used Random Completed design, pre-test and post-test design and conducted on 30 research subjects. The measurements data were reaction time of red, yellow, green and blue light before and after drinking valerian root extract in seconds. Research time was 60 minutes with a 15 minute interval. Data analysis used the paired t-test with α = 0.05 using a computer software.

The result shows that the simple reaction time head after drinking the valerian root extract for the red, yellow, green and blue light respectively 0.155; 0.156; 0.154; 0.161 seconds was much longer than before drinking the valerian root extract which are 0.095; 0.098; 0.099; 0.109 seconds with very significant differences (p <0.01 ).

The conclusion is valerian root extract extends the simple reaction time on 30 adult males.


(2)

v

ABSTRAK

PENGARUH EKSTRAK AKAR VALERIAN

(Valeriana officinalis L.) TERHADAP

WAKTU REAKSI SEDERHANA (WRS)

PADA LAKI-LAKI DEWASA

Indra Wijaya, 2013, Pembimbing I : Drs. Pinandojo Djojosoewarno, dr.,AIF

Pembimbing II : Dra. Rosnaeni,Apt

Valerian (Valeriana officinalis L.) merupakan salah satu obat tradisional yang secara empiris digunakan sebagai obat penenang ringan dan untuk sulit tidur (insomnia). Bagian tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah akar (Valerianae radix). Akar valerian memiliki senyawa yang berefek depresi sistem saraf pusat (SSP). Depresi SSP akan memperpanjang waktu reaksi.

Tujuan penelitian adalah untuk menilai pengaruh ekstrak akar valerian terhadap waktu reaksi sederhana (WRS) pada laki-laki dewasa.

Desain penelitian ini bersifat eksperimental sungguhan, memakai Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan rancangan pre-test dan post-test, dilakukan terhadap 30 orang subjek penelitian.

Data yang diukur adalah waktu reaksi untuk cahaya merah, kuning, hijau dan biru sebelum dan sesudah meminum ekstrak akar valerian dalam satuan detik. Pengukuran WRS dilakukan selama 60 menit dengan interval 15 menit. Analisis data menggunakan uji “t” berpasangan dengan α = 0.05. Kemaknaan berdasarkan nilai p < 0,05. Data diolah menggunakan perangkat lunak komputer.

Hasil penelitian yang didapat adalah WRS sesudah minum ekstrak akar valerian untuk cahaya merah, kuning, hijau dan biru berturut-turut 0,155; 0,156; 0,154; 0,161 detik , lebih panjang daripada WRS sebelum minum ekstrak akar valerian 0,095; 0,098; 0,099; 0,109 detik dengan perbedaan sangat signifikan (p<0.01).

Simpulan dari penelitian ini adalah ekstrak akar valerian memperpanjang WRS pada 30 orang laki-laki dewasa.


(3)

viii

DAFTAR ISI

Judul ... i

Lembar persetujuan ... ii

Surat Pernyataan... iii

Abstract ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 2

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 3

1.5.1. Kerangka Pemikiran ... 3

1.5.2. Hipotesis ... 5

1.6. Metodologi Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Waktu Reaksi ... 6

2.1.1. Definisi Waktu Reaksi ... 6

2.1.2. Bentuk-bentuk Waktu Reaksi ... 6

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Waktu Reaksi ... 7

2.2. Proses Pengolahan Stimulus Cahaya Menjadi Respon Motorik Dalam Susunan Saraf Manusia ... 15


(4)

ix

2.3. Formatio Reticularis ... 16

2.4. Obat Tradisional ... 17

2.5. Valerian ... 18

2.5.1. Klasifikasi ... 19

2.5.2. Khasiat dan Efek samping ... 20

2.5.3. Uji Toksisitas Akar Valerian ... 21

2.5.4. Kandungan Bahan Aktif ... 22

2.5.4. Akar Valerian (Valerianae radix) ... 23

2.6. Hubungan Ekstrak Akar Valerian dengan Waktu Reaksi Sederhana ... 23

BAB III BAHAN / SUBJEK DAN METODE PENELITIAN ... 26

3.1. Bahan dan Alat Penelitian ... 26

3.2. Subjek Penelitian ... 26

3.3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

3.4. Metode Penelitian ... 27

3.4.1. Desain Penelitian ... 27

3.4.2. Variabel Penelitian ... 27

3.4.2.1. Definisi Konsepsional Variabel ... 27

3.4.2.2. Definisi Operasional Variabel ... 27

3.4.3. Penentuan Besar Sampel ... 28

3.5. Prosedur Kerja ... 29

3.5.1. Persiapan Subjek Penelitian ... 29

3.5.2. Prosedur Penelitian ... 29

3.6. Metode Analisis ... 30

3.7. Aspek Etik Penelitian ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Hasil dan Pembahasan ... 32


(5)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1. Simpulan ... 37

5.2. Saran ... 37

Daftar Pustaka ... 38

Lampiran ... 41


(6)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Potensi ketoksikan akut senyawa uji berdasarkan Kriteria

Loomis (1978) ... 22 Tabel 4.1. Rerata WRS Pada Laki-laki Dewasa Untuk Warna

Merah, Kuning, Hijau, dan Biru Selama

Pengamatan 60 Menit ... 32 Tabel 4.2. Hasil Uji t Berpasangan dari Rerata WRS Pada Laki-laki

Dewasa Untuk Warna Merah, Kuning, Hijau, dan Biru

Untuk Waktu 15 Menit ... 33 Tabel 4.3. Hasil Uji t Berpasangan dari Rerata WRS Pada Laki-laki

Dewasa Untuk Warna Merah, Kuning, Hijau, dan Biru

Untuk Waktu 30 Menit ... 33 Tabel 4.4. Hasil Uji t Berpasangan dari Rerata WRS Pada Laki-laki

Dewasa Untuk Warna Merah, Kuning, Hijau, dan Biru

Untuk Waktu 45 Menit ... 34 Tabel 4.5. Hasil Uji t Berpasangan dari Rerata WRS Pada Laki-laki

Dewasa Untuk Warna Merah, Kuning, Hijau, dan Biru


(7)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Hubungan intensitas stimulus dengan waktu reaksi ... 8

Gambar 2.2. Hubungan tingkat kewaspadaan dengan waktu reaksi ... 9

Gambar 2.3. Proses pengolahan cahaya ... 16

Gambar 2.4. Formatio Reticularis ... 17

Gambar 2.5. Valeriana officinalis L. ... 19

Gambar 2.6. Kisaat atau Valeriana ... 20

Gambar 2.7. Bagan Hubungan Ekstrak Akar Valerian dengan Waktu Reaksi Sederhana ... 25


(8)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pernyataan Persetujuan

Untuk Ikut Serta Dalam Penelitian (Informed Consent) ... 41 Lampiran 2. Lembar Kerja ... 42 Lampiran 3. Data Hasil Penelitian ... 43 Lampiran 4. Data Hasil Pengolahan SPSS

WRS Sebelum dan Sesudah Perlakuan untuk Warna Merah ... 47 Lampiran 5. Data Hasil Pengolahan SPSS

WRS Sebelum dan Sesudah Perlakuan untuk Warna Kuning .... 48 Lampiran 6. Data Hasil Pengolahan SPSS

WRS Sebelum dan Sesudah Perlakuan untuk Warna Hijau ... 49 Lampiran 7. Data Hasil Pengolahan SPSS

WRS Sebelum dan Sesudah Perlakuan untuk Warna Biru ... 50 Lampiran 8. Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian ... 51


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk menjawab sesuatu rangsangan secara sadar dan terkendali, dihitung mulai saat rangsangan diberikan sampai dengan timbulnya respon dari subjek yang menerima rangsangan (Houssay, 1955; Ganong, 2010). Waktu reaksi terdiri dari 2 jenis, yaitu Waktu Reaksi Sederhana (WRS) dan Waktu Reaksi Majemuk (WRM). Waktu reaksi seseorang merupakan hal penting yang dibutuhkan seseorang ketika melakukan suatu aktivitas yang memerlukan kosentrasi penuh, seperti saat berkendara di jalan dan faktor keamanan ketika seseorang bekerja di pabrik. Waktu reaksi dipengaruhi oleh intensitas stimulus, jenis stimulus, dan konsentrasi. Faktor lain yang juga mempengaruhi waktu reaksi adalah umur, jenis kelamin, latihan, kelelahan, alkohol, dan konsumsi obat-obatan (Kosinski, 2012).

Obat-obatan berdasarkan bahan bakunya dapat dibedakan menjadi obat konvensional dan obat tradisional. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2003). Obat tradisional dianggap memiliki efek samping yang lebih ringan dibandingkan obat konvensional, sehingga obat tradisional banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Obat tradisional telah diterima secara luas di negara-negara yang tergolong berpenghasilan rendah sampai sedang. Bahkan di beberapa Negara, obat tradisional telah dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan formal. Hingga saat ini, obat tradisional masih menjadi pilihan masyarakat dalam mengobati diri sendiri. Presentase penduduk Indonesia yang pernah mengonsumsi jamu sebanyak 59,12% yang terdapat pada semua kelompok umur, laki-laki dan perempuan, baik di pedesaan maupun perkotaan. Penduduk Indonesia yang mengonsumsi jamu, sebesar 95,60% merasakan


(10)

2

manfaatnya pada semua kelompok umur dan status ekonomi, baik di perdesaan maupun perkotaan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010). Valerian (Valeriana officinalis L.) merupakan salah satu obat tradisional yang secara empiris digunakan sebagai obat penenang ringan dan untuk sulit tidur (insomnia). Akar dari tanaman valerian (Valerianae radix) adalah bagian tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Dalimartha, 2006). Akar valerian secara umum digunakan di Eropa Utara (Houghton, 1999). Di Indonesia, sejak zaman dahulu masyarakat memanfaatkan akar valerian dengan cara direbus atau diseduh. Seiring dengan perkembangan zaman obat tradisional sudah mulai diproduksi secara modern, salah satunya bentuknya adalah sediaan kapsul. Manfaat dari akar valerian antara lain mengatasi : ansietas seperti gugup, gelisah, stress, sulit tidur; migrain, kaku kuduk; tekanan darah tinggi akibat stress dan ansietas; kejang (Dalimartha, 2006). Penggunaan obat tidur akan menyebabkan seseorang menjadi tenang, kondisi ini akan memperpanjang waktu reaksi seseorang (Morgan, 1965; Kosinski, 2012).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh dari ekstrak akar valerian terhadap waktu reaksi, dalam hal ini yang dilakukan adalah Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada laki-laki dewasa.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, identifikasi masalah penelitian ini adalah: Apakah ekstrak akar valerian memperpanjang Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada laki-laki dewasa.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ialah untuk mengetahui pengaruh herbal terhadap sistem saraf pusat (SSP).

Tujuan penelitian ialah untuk menilai pengaruh ekstrak akar valerian terhadap Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada laki-laki dewasa.


(11)

3

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Menambah wawasan pengetahuan terutama dalam bidang Farmakologi dan Fisiologi tentang tanaman obat yang berefek mendepresi SSP.

1.4.2 Manfaat Praktis

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai efek tambahan ekstrak akar valerian dalam hubungannya dengan kegiatan sehari-hari yang membutuhkan kewaspadaan tinggi, misalnya sopir, pilot, pekerja laboratorium, pekerja bangunan, operator mesin pabrik, agar berhati-hati atau menghindari konsumsi ekstrak akar valerian sebelum beraktivitas.

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk menjawab sesuatu rangsangan secara sadar dan terkendali, dihitung mulai saat rangsangan diberikan sampai dengan timbulnya respon dari subjek yang menerima rangsangan (Houssay, 1955; Ganong, 2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi waktu reaksi adalah kesadaran (arousal) atau keadaan sadar, termasuk ketegangan otot. Waktu reaksi menjadi cepat ketika kesadaran seseorang dalam tingkat menengah, dan akan menjadi lambat ketika seseorang teralu tenang atau terlalu tegang (Kosinski, 2012). Pada percobaan waktu reaksi dan aktivasi EEG didapatkan bahwa waktu reaksi pada saat kondisi tenang lebih panjang jika dibandingkan pada saat kondisi siaga (Morgan, 1965).

Kesadaran dan kewaspadaan berhubungan dengan keadaan terjaga, yang dipengaruhi oleh reticular formation yang terdapat pada batang otak dengan berbagai kelompok neuron yang mentransmisikan impuls aktivasi asending nonspesifik via thalamus ke area yang luas di otak bagian frontal : Ascending Reticular Activating (Arousal) System (ARAS). Perpindahan dari keadaan sadar


(12)

4

ke tidur di pengaruhi oleh Ventrolateral Preoptic Nucleus (VLPO), ketika teraktivasi VLPO menyebabkan keadaan tidur dengan cara menghambat ARAS lewat neurotransmiter Gamma-aminobutyric Acid (GABA) dan galain (Silbernagl & Despopoulos, 2009).

GABA merupakan neurotrasmiter yang disekresi oleh syaraf terminal didalam medula spinalis, cerebellum, basal ganglia, dan banyak area di cortex. GABA memiliki efek spesifik yaitu membuka anion channel, yang menyebabkan sejumlah besar ion klorida berdifusi masuk sehingga terjadi akumulasi klorida. Akumulasi ion klorida menyebabkan penghambatan transmisi sinaptik (Guyton & Hall, 2006). Masuknya ion klorida menyebabkan sel menjadi hiperpolarisasi sehingga sel lebih sulit untuk terangsang. Mekanisme ini digunakan didalam obat-obat anastesi seperti diazepam, sehingga terjadi penurunan kesadaran (Saladin, 2003).

Akar valerian mengandung banyak senyawa kimia, antara lain :

Iridoid valepotriates (0.5% - 2.0%)

Volatile essential oil (0.2 - 2.8%): valerenic acid

Alkaloids (0.01 - 0.05%)

Lignans: hydroxypinoresinol (Kemper, 1999).

Kandungan valepotriates dikaitkan dengan efek akar valerian pada sistem saraf pusat. Selain itu valerenic acid juga memiliki efek spasmolitik, relaksasi otot, dan menghambat pemecahan GABA di sistem saraf pusat. Alkaloid akar valerian dilaporkan mempunyai aktivitas cholinesterase. Sedangkan ligan hydroxypinoresinol diduga mengikat reseptor benzodiazepine di amygdala dan diperkirakan bekerja secara sinergis dengan bornyl acetate, valerenic acid, dan valepotriates dalam keseluruhan efek sedatif akar valerian (Kemper, 1999). Efek klinis dari akar valerian disimpulkan berasal dari kombinasi berbagai senyawa aktif, bukan dari satu senyawa tertentu saja (Tyler, 1994).

Mekanisme kerja yang diduga menyebabkan efek sedasi dari akar valerian adalah peningkatan GABA pada synaptic cleft. Hal ini disebabkan karena ekstrak akar valerian menyebabkan pelepasan GABA dari akhiran syaraf otak dan


(13)

5

mengeblok penyerapan GABA kembali ke sel syaraf (Santos MS, Ferreira F, Cunha AP, Carvalho AP, Macedo T, 1994). Sebagai tambahan, velerenic acid menghambat enzim 4-aminobutyrate transaminase yang akan menguraikan GABA (Morazzoni & Bombardelli, 1995). Ekstrak valerian juga mengandung sejumlah kecil kandungan GABA, namun kemampuan GABA ini untuk melintasi blood-brain barrier belum diketahui.

1.5.2 Hipotesis

Ekstrak akar valerian memperpanjang Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada laki-laki dewasa.

1.6Metodologi Penelitian

Desain penelitian adalah eksperimental sungguhan, memakai Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan rancangan pre-test dan post-test. Data yang diukur adalah Waktu Reaksi Sederhana (WRS) dalam satuan detik untuk cahaya merah, kuning, hijau dan biru, sebelum dan sesudah meminum kapsul ekstrak akar valerian. Pengukuran WRS dilakukan selama 60 menit dengan interval 15 menit. Analisis data dengan uji “t” berpasangan dengan α = 0.05. Kemaknaan berdasarkan nilai p < 0,05. Data diolah menggunakan perangkat lunak komputer.


(14)

37

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Ekstrak akar valerian memperpanjang Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada laki-laki dewasa.

5.2Saran

Bagi para pekerja yang membutuhkan konsentrasi dan kewaspadaan tinggi dalam perkerjaannya, contohnya : mengendarai mobil, motor, dan operator mesin disarankan untuk menghindari konsumsi ekstrak akar valerian sebelum bekerja. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilanjutkan dengan waktu penelitian yang lebih lama dari 60 menit (misal 8-10 jam). Penelitian juga dapat dilanjutkan dengan membandingkan pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak akar valerian terhadap waktu reaksi sederhana. Selain itu subjek penelitian dapat diganti menjadi perempuan dewasa.


(15)

52

RIWAYAT HIDUP

Nama : Indra Wijaya

NRP : 1010044

Tempat Tanggal Lahir : Mojokerto, 21 Agustus 1992

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Pemuda 50 – Mojosari, Jawa Timur Riwayat Pendidikan :

1996-1998 TK Bhayangkari, Mojosari 1998-2004 SDN Seduri Dua, Mojosari

2004-2007 SMP Taruna Nusa Harapan, Mojokerto 2007-2010 SMA Taruna Nusa Harapan, Mojokerto

2010-Sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung


(16)

Pengaruh Ekstrak Akar Valerian (Valeriana officinalis L.) Terhadap Waktu Reaksi Sederhana (WRS)

Pada Laki-Laki Dewasa

Indra Wijaya*, Pinandojo Djojosoewarno**, Rosnaeni*** *Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung **Bagian Fisiologi Fakultas kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung ***Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri No. 65, Bandung ABSTRAK

Valerian (Valeriana officinalis L.) merupakan salah satu obat tradisional yang secara empiris digunakan sebagai obat penenang ringan dan untuk sulit tidur (insomnia). Bagian tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah akar (Valerianae radix). Akar valerian memiliki senyawa yang berefek depresi sistem saraf pusat (SSP). Depresi SSP akan memperpanjang waktu reaksi.

Tujuan penelitian adalah untuk menilai pengaruh ekstrak akar valerian terhadap

waktu reaksi sederhana (WRS) pada laki-laki dewasa.

Desain penelitian ini bersifat eksperimental sungguhan, memakai Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan rancangan pre-test dan post-test, dilakukan terhadap 30 orang subjek penelitian.

Data yang diukur adalah waktu reaksi untuk cahaya merah, kuning, hijau dan biru sebelum dan sesudah meminum ekstrak akar valerian dalam satuan detik. Pengukuran WRS dilakukan selama 60 menit dengan interval 15 menit. Analisis data menggunakan

uji “t” berpasangan dengan α = 0.05. Kemaknaan berdasarkan nilai p < 0,05. Data diolah menggunakan perangkat lunak komputer.

Hasil penelitian yang didapat adalah WRS sesudah minum ekstrak akar valerian

untuk cahaya merah, kuning, hijau dan biru berturut-turut 0,155; 0,156; 0,154; 0,161 detik , lebih panjang daripada WRS sebelum minum ekstrak akar valerian 0,095; 0,098; 0,099; 0,109 detik dengan perbedaan sangat signifikan (p<0.01).

Simpulan dari penelitian ini adalah ekstrak akar valerian memperpanjang WRS pada

30 orang laki-laki dewasa.

Kata kunci : akar valerian, WRS, laki-laki ABSTRACT

Valerian (Valeriana officinalis L.) is one of the traditional medicines that empirically used as mild sedative and for difficulty sleeping (insomnia). Part of plant that used as traditional medicine is the root (radix Valerianae). Valerian’s root has a compound that effecting central nervous system (CNS ) depression. CNS depression will extend reaction time.

Research objective was to assess the effect of valerian root extract on simple reaction time on adult males.

The research design was real experimental method, used Random Completed design, pre-test and post-test design and conducted on 30 research subjects. The measurements data were reaction time of red, yellow, green and blue light before and after drinking valerian root extract in seconds. Research time was 60 minutes with a 15 minute interval. Data analysis used the paired t-test with

α = 0.05 using a computer software.

The result shows that the simple reaction time head after drinking the valerian root extract for the red, yellow, green and blue light respectively 0.155; 0.156; 0.154; 0.161 seconds was much


(17)

longer than before drinking the valerian root extract which are 0.095; 0.098; 0.099; 0.109 seconds with very significant differences (p <0.01 ).

The conclusion is valerian root extract extends the simple reaction time on 30 adult males. Keywords: valerian root extract, simple reaction time, male


(18)

PENDAHULUAN

Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk menjawab sesuatu rangsangan secara sadar dan terkendali, dihitung mulai saat rangsangan diberikan sampai dengan timbulnya respon dari subjek yang menerima rangsangan.1, 2 Waktu reaksi terdiri dari 2 jenis, yaitu Waktu Reaksi Sederhana (WRS) dan Waktu Reaksi Majemuk (WRM). Waktu reaksi seseorang merupakan hal penting yang dibutuhkan seseorang ketika melakukan suatu aktivitas yang memerlukan kosentrasi penuh, seperti saat berkendara di jalan dan faktor keamanan ketika seseorang bekerja di pabrik. Waktu reaksi dipengaruhi oleh intensitas stimulus, jenis stimulus, dan konsentrasi. Faktor lain yang juga mempengaruhi waktu reaksi adalah umur, jenis kelamin, latihan, kelelahan, alkohol, dan konsumsi obat-obatan.3

Obat-obatan berdasarkan bahan bakunya dapat dibedakan menjadi obat konvensional dan obat tradisional. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.4 Obat tradisional dianggap memiliki efek samping yang lebih ringan dibandingkan obat konvensional, sehingga obat tradisional banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Obat tradisional telah diterima secara luas di negara-negara yang tergolong berpenghasilan rendah sampai sedang. Bahkan di beberapa Negara,

obat tradisional telah dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan formal. Hingga saat ini, obat tradisional masih menjadi pilihan masyarakat dalam mengobati diri sendiri. Presentase penduduk Indonesia yang pernah mengonsumsi jamu sebanyak 59,12% yang terdapat pada semua kelompok umur, laki-laki dan perempuan, baik di pedesaan maupun perkotaan. Penduduk Indonesia yang mengonsumsi jamu, sebesar 95,60% merasakan manfaatnya pada semua kelompok umur dan status ekonomi, baik di perdesaan maupun perkotaan.5 Valerian (Valeriana officinalis L.) merupakan salah satu obat tradisional yang secara empiris digunakan sebagai obat penenang ringan dan untuk sulit tidur (insomnia). Akar dari tanaman valerian (Valerianae radix) adalah bagian tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional.6 Akar valerian secara umum digunakan di Eropa Utara.7 Di Indonesia, sejak zaman dahulu masyarakat memanfaatkan akar valerian dengan cara direbus atau diseduh. Seiring dengan perkembangan zaman obat tradisional sudah mulai diproduksi secara modern, salah satunya bentuknya adalah sediaan kapsul. Manfaat dari akar valerian antara lain mengatasi : ansietas seperti gugup, gelisah, stress, sulit tidur; migrain, kaku kuduk; tekanan darah tinggi akibat stress dan ansietas; kejang.6 Penggunaan obat tidur akan menyebabkan seseorang menjadi tenang, kondisi ini akan memperpanjang waktu reaksi seseorang.3, 8

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh dari ekstrak akar


(19)

valerian terhadap waktu reaksi, dalam hal ini yang dilakukan adalah Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada laki-laki dewasa.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ialah untuk menilai pengaruh ekstrak akar valerian terhadap Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada laki-laki dewasa.

BAHAN / SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

Desain penelitian adalah eksperimental sungguhan, memakai Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan rancangan pre-test dan post-test. Data yang diukur adalah Waktu Reaksi Sederhana (WRS) dalam satuan detik untuk cahaya merah, kuning, hijau dan biru, sebelum dan sesudah meminum kapsul ekstrak akar valerian. Pengukuran WRS dilakukan selama 60 menit dengan interval 15 menit. Analisis data dengan uji “t” berpasangan dengan α = 0.05. Kemaknaan berdasarkan nilai p < 0,05. Data diolah menggunakan perangkat lunak komputer.

Alat :

Chronoscope dengan lampu

berwarna merah, kuning, hijau, dan biru

Stopwatch

Bahan :

 Ekstrak akar valerian (Valerianae radix) dalam bentuk kapsul, produksi pabrik jamu “B”, masing -masing kapsul mengandung 550 mg ekstrak etanol dari akar valerian

 Air mineral 250 ml

Subjek penelitian:

Subjek penelitian 30 orang Mahasiswa Falkultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang dipilih dengan kriteria sebagai berikut :

Kriteria inklusi :

 Jenis kelamin laki-laki  Berusia 18-23 tahun

 Bersedia menjadi subjek penelitian secara sukarela dan menandatangani surat persetujuan penelitian yang telah disahkan oleh komisi etik FK UKM

Kriteria ekslusi:  Buta warna

 Sering mengonsumsi akar valerian, kopi, teh, pala, coklat, makanan dan minuman yang mengandung alkohol

 Sedang mengonsumsi obat-obatan yang merangsang atau menghambat SSP

 Melakukan aktivitas yang berlebihan dan melelahkan sehari sebelum dan pada hari tes dilakukan.

Persiapan Subjek Penelitian:

Sehari sebelum test, subjek penelitian perlu memenuhi persyaratan:

 Tidak boleh melakukan aktivitas fisik yang berlebihan dan melelahkan;  Harus cukup istirahat;  Makan teratur;

 Tidak boleh mengonsumsi akar valerian, kopi, teh, coklat, makanan dan minuman yang mengandung alkohol, obat-obatan yang mengandung diazepam, anti


(20)

histamin, obat flu, dan obat hipnotik sedatif.

Pada hari tes, subjek penelitian perlu memenuhi persyaratan:

 Tes dilakukan minimal 2 jam setelah makan ringan dan 4 jam setelah makan berat;  Tidak boleh mengonsumsi

akar valerian, kopi, teh, coklat, makanan dan minuman yang mengandung alkohol, obat-obatan yang mengandung diazepam, anti histamin, obat flu, dan obat hipnotik sedatif;

 Dilakukan pengukuran waktu reaksi pada ruangan yang tenang (tidak berisik). Prosedur Penelitian:

1. Subjek penelitian duduk istirahat selama 10 menit lalu meminum air mineral 250 ml. 2. Ukur WRS secara

berturut-turut untuk cahaya merah, kuning, hijau, dan biru masing-masing sebanyak 5 kali, lalu masing-masing diambil reratanya.

3. Subjek penelitian meminum 2 kapsul ekstrak akar valerian berserta air mineral 250 ml.

4. Setelah 15 menit ukur lagi WRS secara berturut-turut untuk cahaya merah, kuning, hijau, dan biru masing-masing sebanyak 5 kali,dan masing-masing diambil reratanya.

5. Setiap 15 menit kemudian, ukur lagi WRS secara berturut-turut untuk cahaya merah, kuning, hijau, dan biru masing-masing sebanyak 5 kali,dan masing-masing diambil reratanya sampai 60 menit.


(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Rerata WRS Pada Laki-laki Dewasa Untuk Warna Merah, Kuning, Hijau, dan Biru Selama Pengamatan 60 Menit

Warna N WRS (detik) thit p

Sebelum Sesudah

Merah 30 0,095 0,155 -10,864 ,000**

Kuning 30 0,098 0,156 -9,360 ,000**

Hijau 30 0,099 0,154 -7,562 ,000**

Biru 30 0,109 0,161 -7,821 ,000**

Keterangan

WRS : Waktu Reaksi Sederhana n : Jumlah subjek penelitian ** : Sangat signifikan (p < 0,01)

Tabel 2 Hasil Uji t Berpasangan dari Rerata WRS Pada Laki-laki Dewasa Untuk Warna Merah, Kuning, Hijau, dan Biru Untuk Waktu 15 Menit

Warna N WRS (detik) thit p

Sebelum Sesudah

Merah 30 0,095 0,119 -3,934 ,000**

Kuning 30 0,098 0,120 -3,316 ,004**

Hijau 30 0,099 0,123 -2,445 ,042*

Biru 30 0,109 0,133 -4,191 ,000**

Keterangan

WRS : Waktu Reaksi Sederhana n : Jumlah subjek penelitian ** : Sangat signifikan (p < 0,01) * : Signifikan (p < 0,05)

Tabel 3 Hasil Uji t Berpasangan dari Rerata WRS Pada Laki-laki Dewasa Untuk Warna Merah, Kuning, Hijau, dan Biru Untuk Waktu 30 Menit

Warna n WRS (detik) thit p

Sebelum Sesudah

Merah 30 0,095 0,138 -6,682 ,000**

Kuning 30 0,098 0,139 -5,193 ,000**

Hijau 30 0,099 0,141 -5,884 ,000**

Biru 30 0,109 0,144 -5,364 ,000**

Keterangan

WRS : Waktu Reaksi Sederhana n : Jumlah subjek penelitian ** : Sangat signifikan (p < 0,01)


(22)

Tabel 4 Hasil Uji t Berpasangan dari Rerata WRS Pada Laki-laki Dewasa Untuk Warna Merah, Kuning, Hijau, dan Biru Untuk Waktu 45 Menit

Warna n WRS (detik) thit p

Sebelum Sesudah

Merah 30 0,095 0,172 -9,974 ,000**

Kuning 30 0,098 0,166 -10,502 ,000**

Hijau 30 0,099 0,161 -7,564 ,000**

Biru 30 0,109 0,169 -6,892 ,000**

Keterangan

WRS : Waktu Reaksi Sederhana n : Jumlah subjek penelitian ** : Sangat signifikan (p < 0,01)

Tabel 5 Hasil Uji t Berpasangan dari Rerata WRS Pada Laki-laki Dewasa Untuk Warna Merah, Kuning, Hijau, dan Biru Untuk Waktu 60 Menit

Warna n WRS (detik) thit p

Sebelum Sesudah

Merah 30 0,095 0,192 -9,893 ,000**

Kuning 30 0,098 0,200 -8,949 ,000**

Hijau 30 0,099 0,191 -8,072 ,000**

Biru 30 0,109 0,199 -7,020 ,000**

Keterangan

WRS : Waktu Reaksi Sederhana n : Jumlah subjek penelitian ** : Sangat signifikan (p < 0,01)


(23)

DISKUSI

Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk menjawab sesuatu rangsangan secara sadar dan terkendali, dihitung mulai saat rangsangan diberikan sampai dengan timbulnya respon dari subjek yang menerima rangsangan.1, 2 Salah satu faktor yang mempengaruhi waktu reaksi adalah kesadaran (arousal) atau keadaan sadar, termasuk ketegangan otot. Waktu reaksi menjadi cepat ketika kesadaran seseorang dalam tingkat menengah, dan akan menjadi lambat ketika seseorang teralu tenang atau terlalu tegang.3 Pada percobaan waktu reaksi dan aktivasi EEG didapatkan bahwa waktu reaksi pada saat kondisi tenang lebih panjang jika dibandingkan pada saat kondisi siaga.8

Kesadaran dan kewaspadaan berhubungan dengan keadaan terjaga, yang dipengaruhi oleh reticular formation yang terdapat pada batang otak dengan berbagai kelompok neuron yang mentransmisikan impuls aktivasi asending nonspesifik via thalamus ke area yang luas di otak bagian frontal : Ascending Reticular Activating (Arousal) System (ARAS). Perpindahan dari keadaan sadar ke tidur di pengaruhi oleh Ventrolateral Preoptic Nucleus (VLPO), ketika teraktivasi VLPO menyebabkan keadaan tidur dengan cara menghambat ARAS lewat neurotransmiter Gamma-aminobutyric Acid (GABA) dan galain.9

GABA merupakan neurotrasmiter yang disekresi oleh syaraf terminal didalam medula spinalis, cerebellum, basal ganglia, dan banyak area di cortex. GABA memiliki efek spesifik yaitu membuka anion channel, yang

menyebabkan sejumlah besar ion klorida berdifusi masuk sehingga terjadi akumulasi klorida. Akumulasi ion klorida menyebabkan penghambatan transmisi sinaptik.10 Masuknya ion klorida menyebabkan sel menjadi hiperpolarisasi sehingga sel lebih sulit untuk terangsang. Mekanisme ini digunakan didalam obat-obat anastesi seperti diazepam, sehingga terjadi penurunan kesadaran.11 Akar valerian mengandung banyak senyawa kimia, antara lain :

Iridoid valepotriates (0.5% - 2.0%)Volatile essential oil (0.2 - 2.8%):

valerenic acid

Alkaloids (0.01 - 0.05%) Lignans: hydroxypinoresinol.12

Kandungan valepotriates dikaitkan dengan efek akar valerian pada sistem saraf pusat. Selain itu valerenic acid juga memiliki efek spasmolitik, relaksasi otot, dan menghambat pemecahan GABA di sistem saraf pusat. Alkaloid akar valerian dilaporkan mempunyai aktivitas cholinesterase. Sedangkan ligan hydroxypinoresinol diduga mengikat reseptor benzodiazepine di amygdala dan diperkirakan bekerja secara sinergis dengan bornyl acetate, valerenic acid, dan valepotriates dalam keseluruhan efek sedatif akar valerian.12 Efek klinis dari akar valerian disimpulkan berasal dari kombinasi berbagai senyawa aktif, bukan dari satu senyawa tertentu saja.13

Mekanisme kerja yang diduga menyebabkan efek sedasi dari akar valerian adalah peningkatan GABA pada synaptic cleft. Hal ini disebabkan karena ekstrak akar valerian menyebabkan pelepasan GABA dari akhiran syaraf otak dan


(24)

mengeblok penyerapan GABA kembali ke sel syaraf.14 Sebagai tambahan, velerenic acid menghambat enzim 4-aminobutyrate transaminase yang akan menguraikan GABA.15 Ekstrak valerian juga mengandung sejumlah kecil kandungan GABA, namun kemampuan GABA ini untuk melintasi blood-brain barrier belum diketahui.

Hasil rerata WRS yang diamati

selama 60 menit, WRS sesudah mengonsumsi ekstrak akar valerian menunjukkan hasil lebih panjang daripada WRS sebelum mengonsumsi ekstrak akar valerian. Hasil ini tampak untuk semua warna yang diujikan seperti terlihat pada Tabel 1. Dari hasil uji t berpasangan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan untuk warna merah, kuning, hijau, biru dengan nilai p<0,01.

Tabel 2 menunjukkan hasil yang signifikan pada WRS menit ke-15 untuk warna hijau, serta perbedaan sangat signifikan untuk warna merah, kuning, dan biru. Hal tersebut disebabkan karena akar valerian akan meningkatkan jumlah GABA yang bersifat mendepresi SSP, sehingga akan memperpanjang waktu reaksi. Pada menit ke-30 sampai menit ke-60 didapatkan perbedaan yang sangat signifikan (p<0,01) untuk semua warna. Hal ini disebabkan karena lama kerja akar valerian adalah sekitar 4 jam.12

Hipotesis Penelitian adalah ekstrak akar valerian memperpanjang Waktu Reaksi Sederhana (WRS) laki-laki dewasa. Hal-hal yang mendukung adalah dari hasil uji t berpasangan untuk nilai p secara berturut-turut dari warna merah, kuning, hijau, biru

adalah 0,000; 0,000; 0,000; dan 0,000. Hal ini menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan untuk warna merah, kuning, hijau, biru dengan nilai p<0,01. Dalam penelitian ini, WRS untuk warna merah, kuning, hijau, dan biru sesudah mengonsumsi ekstrak akar valerian lebih panjang daripada WRS untuk merah, kuning, hijau, dan biru sebelum mengonsumsi ekstrak akar valerian. Sedangkan hal-hal yang tidak mendukung tidak didapatkan. Oleh karena itu, hipotesis penelitian diterima dan teruji oleh data.

SIMPULAN

Ekstrak akar valerian memperpanjang Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada laki-laki dewasa.

SARAN

Bagi para pekerja yang membutuhkan konsentrasi dan kewaspadaan tinggi dalam perkerjaannya, contohnya : mengendarai mobil, motor, dan operator mesin disarankan untuk menghindari konsumsi ekstrak akar valerian sebelum bekerja.

Untuk penelitian selanjutnya perlu dilanjutkan dengan waktu penelitian yang lebih lama dari 60 menit (misal 8-10 jam). Penelitian juga dapat dilanjutkan dengan membandingkan pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak akar valerian terhadap waktu reaksi sederhana. Selain itu subjek penelitian dapat diganti menjadi perempuan dewasa.


(25)

DAFTAR PUSTAKA

1. Houssay. Human physiology. 2nd

Edition. London : Mc Graw Hill Book , 1955. pp. 762-763, 839-840, 854-855.

2. Ganong, William F. Review of

Medical Physiology. 23th. s.l. : Mc graw hill Lange, 2010. p. 160.

3. Kosinski, Robert J. [Online]

September 2012. [Cited: January 10, 2013.] http://biae.clemson.edu/bpc/ bp/lab/110/reaction.htm.

4. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003. PENYELENGGARAAN

PENGOBATAN

TRADISIONAL. [Online] 2003. [Cited: January 20, 2013.] http://www.gizikia.depkes.go .id/wp-content/uploads/downloads/ 2011/03/KMK-No.-1076-Th- 2003-ttg-Penyelenggaraan-Pengobatan-Tradisional.pdf.

5. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan.

Riset kesehatan dasar. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010.

6. Dalimartha, Setiawan. Atlas

tumbuhan obat Indonesia jilid 4. Jakarta : Puspa Swara, 2006. pp. 112-113.

7. Houghton, P J. The scientific basis for the reputed activity of Valerian. J Pharm Pharmacol. [Online] May 1999. [Cited: January 16, 2013.] http://www.ncbi.nlm.nih.gov /pubmed/10411208.

8. Morgan, Clifford T. Physiological

Psyhology. 3rd. Tokyo :

McGraw-Hill Kogakusha, Ltd, 1965. p. 351.

9.Silbernagl, Stefan and

Despopoulos, Agamemmon.

Color Atlas of Physiology. 6th. New York : Thieme, 2009. pp. 338-340.

10. Guyton, Arthur C. and Hall,

John E. Textbook of Medical

Physiology. 11th edition.

Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier Saunders, 2006. p. 563; 567.

11. Saladin, Kenneth S. Anatomy & Physiology: The Unity of Form

and Function. 3rd. s.l. :

McGraw-Hill, 2003. p. 629.

12. Kemper, Kathi J. Longwood

Herbal Task Force. [Online] December 15, 1999. [Cited: January 16, 2013.] http://www.longwoodherbal. org/valerian/valerian.pdf. 13. Tyler, VE. Herbs of choice : the

therapeutic use of

phytomedicinals. New York : Pharmaceutical Products Press, 1994. p. 209. Vol. xvi.

14. Santos MS, Ferreira F, Cunha

AP, Carvalho AP, Macedo T.

An aqueous extract of valerian influences the transport of GABA in synaptosomes. Planta Medica. 1994, Vol. 60, pp. 278-279.

15. Morazzoni, P and Bombardelli,

E. Valeriana officinalis: traditional use and recent evaluation of activity. Fitoterapia. 1995, Vol. 66, pp. 99-112.


(26)

38

DAFTAR PUSTAKA

Agriculture, U. S. (2013). Natural Resources Conservation Service. Retrieved july 19, 2013, from http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=

display&classid=VAOF.

Atmojo, D. D. (2009). Uji Toksisitas Akut Penentuan LD50 Ekstrak Valerian (Valeriana officinalis) Terhadap Mencit BALB/C. Retrieved July 13, 2013, from http://eprints.undip.ac.id/7861/1/danang_Dwi_Atmodjo.pdf.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2010). Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Dahlan Muhamad Sopiyudin, 2009,Besar Sampel dan cara Pengambilan sampel, dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, Salemba Medika.

Dalimartha, S. (2006). Atlas tumbuhan obat Indonesia jilid 4. Jakarta: Puspa Swara.

European Medicines Agency. (2009). Retrieved August 21, 2013, from Valeriana: http://www.ema.europa.eu/ema/images/Valerianae_radix.jpg.

Ganong, W. F. (2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (20 ed.). Jakarta: EGC.

Ganong, W. F. (2010). Review of Medical Physiology (23th ed.). Mc graw hill Lange.

Greenwood, A. (2012). Studyblue. Retrieved August 21, 2013, from Brain and Nervous system: http://classconnection.s3.amazonaws.com/42/flashcards/ 729042/jpg/reticular-formation.gif1331146184050.jpg.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2006). Textbook of Medical Physiology (11th edition ed.). Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Saunders.

Houghton, P. J. (1999, May). The scientific basis for the reputed activity of Valerian. Retrieved January 16, 2013, from J Pharm Pharmacol:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10411208.

Houssay. (1955). Human physiology (2nd Edition ed.). London: Mc Graw Hill Book.


(27)

39

Hutapea, J. R. (1994). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Departemen Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Kemper, K. J. (1999, December 15). Retrieved January 16, 2013, from Longwood Herbal Task Force: http://www.longwoodherbal.org/valerian/valerian.pdf. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003. Retrieved January 20, 2013, from Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional: http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/ downloads/2011/03/KMK-No.-1076-Th-2003-ttg-Penyelenggaraan Pengobatan-Tradisional.pdf.

Kosinski, R. J. (2012, September). Retrieved January 10, 2013, from http://biae.clemson.edu/bpc/bp/lab/110/reaction.htm.

Morazzoni, P., & Bombardelli, E. (1995). Valeriana officinalis: traditional use and recent evaluation of activity. In Fitoterapia (Vol. 66, pp. 99-112).

Morgan, C. T. (1965). Physiological Psyhology (3rd ed.). Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.

Philip Morris USA. (2002, November 1). Retrieved July 2013, 13, from Evaluation of Valerian Root Extract for Use as a Cigarette Ingredient : http://legacy.library.ucsf.edu/documentStore/g/u/d/gud80g00/Sgud80g00.pdf Plantamor. (2012). Retrieved july 19, 2013, fromhttp://www.plantamor.com /index.php?plant=1271.

Saladin, K. S. (2003). Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function (3rd ed.). McGraw-Hill.

Santos MS, Ferreira F, Cunha AP, Carvalho AP, Macedo T. (1994). An aqueous extract of valerian influences the transport of GABA in synaptosomes. In Planta Medica (Vol. 60, pp. 278-279).

Silbernagl, S., & Despopoulos, A. (2009). Color Atlas of Physiology (6th ed.). New York: Thieme.

Tyler, V. (1994). Herbs of choice : the therapeutic use of phytomedicinals (Vol. xvi). New York: Pharmaceutical Products Press.


(28)

40

Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM RI. (2010). Retrieved July 13, 2013, from http://ulpk.pom.go.id/ulpk/index.php?task=view&id=41& option=com_easyfaq&Itemid=26&lang=in

Upton, R. (1999, April). American Herbal Pharmacopoeia and Therapeutic Compendium. Retrieved july 2013, 2013, from Valerian Root Valeriana officinalis Analytical, Quality Control, and Therapeutic Monograph: http://www.herbal-ahp.org/documents/sample/valerian.pdf.

WHO. (1999). WHO Monographs on Selected Medicinal Plants - Volume 1. Retrieved June 25, 2013, from http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/ Js2200e/29.html.

WHO. (1999). WHO Monographs on Selected Medicinal Plants - Volume 1. Retrieved June 25, 2013, from http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js2200e /29.html.

Wibowo, D. (2008). Neuroanatomi Untuk Mahasiswa Kedokteran. Malang: Bayumedia publishing.

Woodworth, R. S., & Schloberg, H. (1971). Reaction time. In:Experimental Psychology Revised Edition. New york: Oxford and IBH Publishing CO. Woolson, Robert F. 1987, Statistical Method for the Analysis of Biomedical Data. New York: John Wiley & Sons, Inc, p.154


(1)

DISKUSI

Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk menjawab sesuatu rangsangan secara sadar dan terkendali, dihitung mulai saat rangsangan diberikan sampai dengan timbulnya respon dari subjek yang menerima rangsangan.1, 2 Salah satu faktor yang mempengaruhi waktu reaksi adalah kesadaran (arousal) atau keadaan sadar, termasuk ketegangan otot. Waktu reaksi menjadi cepat ketika kesadaran seseorang dalam tingkat menengah, dan akan menjadi lambat ketika seseorang teralu tenang atau terlalu tegang.3 Pada percobaan waktu reaksi dan aktivasi EEG didapatkan bahwa waktu reaksi pada saat kondisi tenang lebih panjang jika dibandingkan pada saat kondisi siaga.8

Kesadaran dan kewaspadaan berhubungan dengan keadaan terjaga, yang dipengaruhi oleh reticular formation yang terdapat pada batang otak dengan berbagai

kelompok neuron yang

mentransmisikan impuls aktivasi asending nonspesifik via thalamus ke area yang luas di otak bagian frontal : Ascending Reticular Activating (Arousal) System (ARAS). Perpindahan dari keadaan sadar ke tidur di pengaruhi oleh Ventrolateral Preoptic Nucleus (VLPO), ketika teraktivasi VLPO menyebabkan keadaan tidur dengan cara

menghambat ARAS lewat

neurotransmiter Gamma-aminobutyric Acid (GABA) dan galain.9

GABA merupakan neurotrasmiter yang disekresi oleh syaraf terminal didalam medula spinalis, cerebellum, basal ganglia, dan banyak area di cortex. GABA memiliki efek spesifik yaitu membuka anion channel, yang

menyebabkan sejumlah besar ion klorida berdifusi masuk sehingga terjadi akumulasi klorida.

Akumulasi ion klorida

menyebabkan penghambatan transmisi sinaptik.10 Masuknya ion klorida menyebabkan sel menjadi hiperpolarisasi sehingga sel lebih sulit untuk terangsang. Mekanisme ini digunakan didalam obat-obat anastesi seperti diazepam, sehingga terjadi penurunan kesadaran.11 Akar valerian mengandung banyak senyawa kimia, antara lain :

Iridoid valepotriates (0.5% - 2.0%) Volatile essential oil (0.2 - 2.8%):

valerenic acid

Alkaloids (0.01 - 0.05%) Lignans: hydroxypinoresinol.12

Kandungan valepotriates dikaitkan dengan efek akar valerian pada sistem saraf pusat. Selain itu valerenic acid juga memiliki efek spasmolitik, relaksasi otot, dan menghambat pemecahan GABA di sistem saraf pusat. Alkaloid akar valerian dilaporkan mempunyai aktivitas cholinesterase. Sedangkan ligan hydroxypinoresinol diduga mengikat reseptor benzodiazepine di amygdala dan diperkirakan bekerja secara sinergis dengan bornyl acetate, valerenic acid, dan valepotriates dalam keseluruhan efek sedatif akar valerian.12 Efek klinis dari akar valerian disimpulkan berasal dari kombinasi berbagai senyawa aktif, bukan dari satu senyawa tertentu saja.13

Mekanisme kerja yang diduga menyebabkan efek sedasi dari akar valerian adalah peningkatan GABA pada synaptic cleft. Hal ini disebabkan karena ekstrak akar valerian menyebabkan pelepasan GABA dari akhiran syaraf otak dan


(2)

mengeblok penyerapan GABA kembali ke sel syaraf.14 Sebagai tambahan, velerenic acid menghambat enzim 4-aminobutyrate transaminase yang akan menguraikan GABA.15 Ekstrak valerian juga mengandung sejumlah kecil

kandungan GABA, namun

kemampuan GABA ini untuk melintasi blood-brain barrier belum diketahui.

Hasil rerata WRS yang diamati selama 60 menit, WRS sesudah mengonsumsi ekstrak akar valerian menunjukkan hasil lebih panjang

daripada WRS sebelum

mengonsumsi ekstrak akar valerian. Hasil ini tampak untuk semua warna yang diujikan seperti terlihat pada Tabel 1. Dari hasil uji t berpasangan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan untuk warna merah, kuning, hijau, biru dengan nilai p<0,01.

Tabel 2 menunjukkan hasil yang signifikan pada WRS menit ke-15 untuk warna hijau, serta perbedaan sangat signifikan untuk warna merah, kuning, dan biru. Hal tersebut disebabkan karena akar valerian akan meningkatkan jumlah GABA yang bersifat mendepresi SSP, sehingga akan memperpanjang waktu reaksi. Pada menit ke-30 sampai menit ke-60 didapatkan perbedaan yang sangat signifikan (p<0,01) untuk semua warna. Hal ini disebabkan karena lama kerja akar valerian adalah sekitar 4 jam.12

Hipotesis Penelitian adalah

ekstrak akar valerian

memperpanjang Waktu Reaksi Sederhana (WRS) laki-laki dewasa. Hal-hal yang mendukung adalah dari hasil uji t berpasangan untuk nilai p secara berturut-turut dari warna merah, kuning, hijau, biru

adalah 0,000; 0,000; 0,000; dan 0,000. Hal ini menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan untuk warna merah, kuning, hijau, biru dengan nilai p<0,01. Dalam penelitian ini, WRS untuk warna merah, kuning, hijau, dan biru sesudah mengonsumsi ekstrak akar valerian lebih panjang daripada WRS untuk merah, kuning, hijau, dan biru sebelum mengonsumsi ekstrak akar valerian. Sedangkan hal-hal yang tidak mendukung tidak didapatkan. Oleh karena itu, hipotesis penelitian diterima dan teruji oleh data.

SIMPULAN

Ekstrak akar valerian memperpanjang Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada laki-laki dewasa.

SARAN

Bagi para pekerja yang membutuhkan konsentrasi dan kewaspadaan tinggi dalam perkerjaannya, contohnya : mengendarai mobil, motor, dan operator mesin disarankan untuk menghindari konsumsi ekstrak akar valerian sebelum bekerja.

Untuk penelitian selanjutnya perlu dilanjutkan dengan waktu penelitian yang lebih lama dari 60 menit (misal 8-10 jam). Penelitian juga dapat dilanjutkan dengan membandingkan pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak akar valerian terhadap waktu reaksi sederhana. Selain itu subjek penelitian dapat diganti menjadi perempuan dewasa.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Houssay. Human physiology. 2nd Edition. London : Mc Graw Hill Book , 1955. pp. 762-763, 839-840, 854-855.

2. Ganong, William F. Review of Medical Physiology. 23th. s.l. : Mc graw hill Lange, 2010. p. 160.

3. Kosinski, Robert J. [Online] September 2012. [Cited: January 10, 2013.] http://biae.clemson.edu/bpc/ bp/lab/110/reaction.htm. 4. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003. PENYELENGGARAAN

PENGOBATAN

TRADISIONAL. [Online] 2003. [Cited: January 20, 2013.] http://www.gizikia.depkes.go .id/wp-content/uploads/downloads/ 2011/03/KMK-No.-1076-Th- 2003-ttg-Penyelenggaraan-Pengobatan-Tradisional.pdf. 5. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. Riset kesehatan dasar. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. 6. Dalimartha, Setiawan. Atlas

tumbuhan obat Indonesia jilid 4. Jakarta : Puspa Swara, 2006. pp. 112-113.

7. Houghton, P J. The scientific basis for the reputed activity of Valerian. J Pharm Pharmacol. [Online] May 1999. [Cited: January 16, 2013.] http://www.ncbi.nlm.nih.gov /pubmed/10411208.

8. Morgan, Clifford T. Physiological Psyhology. 3rd. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha, Ltd, 1965. p. 351.

9.Silbernagl, Stefan and Despopoulos, Agamemmon. Color Atlas of Physiology. 6th. New York : Thieme, 2009. pp. 338-340.

10. Guyton, Arthur C. and Hall, John E. Textbook of Medical Physiology. 11th edition. Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier Saunders, 2006. p. 563; 567.

11. Saladin, Kenneth S. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 3rd. s.l. : McGraw-Hill, 2003. p. 629. 12. Kemper, Kathi J. Longwood

Herbal Task Force. [Online] December 15, 1999. [Cited: January 16, 2013.] http://www.longwoodherbal. org/valerian/valerian.pdf. 13. Tyler, VE. Herbs of choice : the

therapeutic use of phytomedicinals. New York : Pharmaceutical Products Press, 1994. p. 209. Vol. xvi. 14. Santos MS, Ferreira F, Cunha

AP, Carvalho AP, Macedo T. An aqueous extract of valerian influences the transport of GABA in synaptosomes. Planta Medica. 1994, Vol. 60, pp. 278-279.

15. Morazzoni, P and Bombardelli, E. Valeriana officinalis: traditional use and recent evaluation of activity. Fitoterapia. 1995, Vol. 66, pp. 99-112.


(4)

38

DAFTAR PUSTAKA

Agriculture, U. S. (2013). Natural Resources Conservation Service. Retrieved july

19, 2013, from http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=

display&classid=VAOF.

Atmojo, D. D. (2009). Uji Toksisitas Akut Penentuan LD50 Ekstrak Valerian

(Valeriana officinalis) Terhadap Mencit BALB/C. Retrieved July 13, 2013,

from http://eprints.undip.ac.id/7861/1/danang_Dwi_Atmodjo.pdf.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2010). Riset kesehatan dasar.

Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Dahlan Muhamad Sopiyudin, 2009,Besar Sampel dan cara Pengambilan sampel,

dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, Salemba Medika.

Dalimartha, S. (2006). Atlas tumbuhan obat Indonesia jilid 4. Jakarta: Puspa

Swara.

European Medicines Agency. (2009). Retrieved August 21, 2013, from Valeriana:

http://www.ema.europa.eu/ema/images/Valerianae_radix.jpg.

Ganong, W. F. (2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (20 ed.). Jakarta: EGC.

Ganong, W. F. (2010). Review of Medical Physiology (23th ed.). Mc graw hill

Lange.

Greenwood, A. (2012). Studyblue. Retrieved August 21, 2013, from Brain and

Nervous system: http://classconnection.s3.amazonaws.com/42/flashcards/

729042/jpg/reticular-formation.gif1331146184050.jpg.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2006). Textbook of Medical Physiology (11th edition

ed.). Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Saunders.

Houghton, P. J. (1999, May). The scientific basis for the reputed activity of

Valerian. Retrieved January 16, 2013, from J Pharm Pharmacol:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10411208.

Houssay. (1955). Human physiology (2nd Edition ed.). London: Mc Graw Hill

Book.


(5)

39

Hutapea, J. R. (1994). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Departemen

Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Kemper, K. J. (1999, December 15). Retrieved January 16, 2013, from Longwood

Herbal Task Force: http://www.longwoodherbal.org/valerian/valerian.pdf.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003. Retrieved

January 20, 2013, from Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional: http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/

downloads/2011/03/KMK-No.-1076-Th-2003-ttg-Penyelenggaraan

Pengobatan-Tradisional.pdf.

Kosinski, R. J. (2012, September). Retrieved January 10, 2013, from

http://biae.clemson.edu/bpc/bp/lab/110/reaction.htm.

Morazzoni, P., & Bombardelli, E. (1995). Valeriana officinalis: traditional use and

recent evaluation of activity. In Fitoterapia (Vol. 66, pp. 99-112).

Morgan, C. T. (1965). Physiological Psyhology (3rd ed.). Tokyo: McGraw-Hill

Kogakusha, Ltd.

Philip Morris USA. (2002, November 1). Retrieved July 2013, 13, from

Evaluation of Valerian Root Extract for Use as a Cigarette Ingredient :

http://legacy.library.ucsf.edu/documentStore/g/u/d/gud80g00/Sgud80g00.pdf

Plantamor. (2012). Retrieved july 19, 2013, fromhttp://www.plantamor.com

/index.php?plant=1271.

Saladin, K. S. (2003). Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function

(3rd ed.). McGraw-Hill.

Santos MS, Ferreira F, Cunha AP, Carvalho AP, Macedo T. (1994). An aqueous

extract of valerian influences the transport of GABA in synaptosomes. In

Planta Medica (Vol. 60, pp. 278-279).

Silbernagl, S., & Despopoulos, A. (2009). Color Atlas of Physiology (6th ed.).

New York: Thieme.

Tyler, V. (1994). Herbs of choice : the therapeutic use of phytomedicinals (Vol.

xvi). New York: Pharmaceutical Products Press.


(6)

40

Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM RI. (2010). Retrieved

July 13, 2013, from http://ulpk.pom.go.id/ulpk/index.php?task=view&id=41&

option=com_easyfaq&Itemid=26&lang=in

Upton, R. (1999, April). American Herbal Pharmacopoeia and Therapeutic

Compendium. Retrieved july 2013, 2013, from Valerian Root Valeriana

officinalis Analytical, Quality Control, and Therapeutic Monograph:

http://www.herbal-ahp.org/documents/sample/valerian.pdf.

WHO. (1999). WHO Monographs on Selected Medicinal Plants - Volume 1.

Retrieved June 25, 2013, from http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/

Js2200e/29.html.

WHO. (1999). WHO Monographs on Selected Medicinal Plants - Volume 1.

Retrieved June 25, 2013, from http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js2200e

/29.html.

Wibowo, D. (2008). Neuroanatomi Untuk Mahasiswa Kedokteran. Malang:

Bayumedia publishing.

Woodworth, R. S., & Schloberg, H. (1971). Reaction time. In:Experimental

Psychology Revised Edition. New york: Oxford and IBH Publishing CO.

Woolson, Robert F. 1987, Statistical Method for the Analysis of Biomedical Data.