Aspek Klinik Pemeriksaan Persentase Eosinofil, Hitung Eosinofil Total, dan Imunoglobulin E Sebagai Penunjang Diagnosis Asma Bronkial.

ABSTRAK
ASPEK KLINIS PEMERIKSAAN PERSENTASE EOSINOFIL, HITUNG
EOSINOFIL TOTAL, DAN IMUNOGLOBULIN E
SEBAGAI PENUNJANG DIAGNOSIS ASMA BRONKIAL
Samuel, 2007

Pembimbing I : J. Teguh Widjaja, dr.,Sp.P.
Pembimbing II :Penny Setyawati,dr.,Sp.PK.,M.Kes.

Asma adalah penyakit saluran nafas yang umum ditemukan dalam masyarakat,
kira-kira 5% dari populasi. Prevalensi penderita asma yang memerlukan perawatan
rumah sakit dan yang berisiko fatal semakin meningkat beberapa tahun terakhir ini.
Dewasa ini para ahli paru sering mengusulkan pemeriksaan laboratorium persentase
eosinofil, hitung eosinofil total, dan Imunoglobulin E untuk menunjang diagnosis
asma bronkial. Di antara ketiga pemeriksaan tersebut belum diketahui pemeriksaaan
penunjang asma bronkial yang memiliki aspek klinik terbaik. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui aspek klinik yang paling bermakna sebagai pemeriksaan
penunjang asma bronkial.
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif observasional dengan rancangan cross
sectional study terhadap data hasil pemeriksaan asma bronkial di Rumah Sakit
Immanuel Bandung pada periode Januari sampai Desember 2006. Penelitian ini

menggambarkan hubungan masing-masing parameter, yaitu persentase eosinofil,
hitung eosinofil total, dan Imunoglobulin E dengan kasus-kasus asma bronkial..
Subjek penelitian adalah 20 orang pasien yang didiagnosis asma bronkial oleh ahli
paru. Data yang dianalisis adalah persentase eosinofil, hitung eosinofil total, dan
Imunoglobulin E.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 18 dari 20 orang penderita asma bronkial
yang menunjukkan peningkatan Imunoglobulin E lebih dari nilai rujukan normal.
Didapatkan juga 3 orang penderita yang mengalami peningkatan persentase eosinofil
dan 1 orang yang mengalami peningkatan hitung eosinofil total.
Peningkatan Imunoglobulin E pada 90 % penderita asma bronkial menunjukkan
aspek klinik yang bermakna sebagai penunjang diagnosis asma bronkial.
Kata kunci : Asma Bronkial, Persentase Eosinofil, Hitung Eosinofil Total,
Imunoglobulin E

iv

ABSTRACT
THE CLINICAL ASPECT OF EOSINOPHIL PRESENTATION, TOTAL
EOSINOFIL COUNT, AND IMMUNOGLOBULIN E AS AN ASTHMA
BRONCHIALE SUPPORTING DIAGNOSIS

Samuel, 2007

Tutor I : J. Teguh Widjaja, dr.,Sp.P.
Tutor II :Penny Setyawati,dr.,Sp.PK.,M.Kes.

Asthma is a common disease, affecting approximately 5 % of the population.
Prevalence, hospititalization, and fatal asthma have all increased over the past
several years. Recently the pulmonologist ussualy consulted to the laboratory to
examine the eosinophil presentation, total eosinophil count, and Immunoglobulin E
for supporting their diagnosis to asthma bronchiale. The supporting diagnosis tests
have not been known the best clinical aspect as asthma bronchiale supporting
diagnosis. The aim of this research is to know which one among the eosinophil
presentation, total eosinophil count, and Immunoglobulin E have a significant
clinical aspect to supporting asthma bronchial diagnosis.
This research is an observational descriptive with cross sectional design to
describe the correlation its parameter, that is presentation eosinophil, total
eosinophil count, and Immunoglobulin E with asma bronchiale cases. The subject of
this study were 20 patient who diagnosed asma bronchiale by the pulmonologist. The
data thar analized were presentation eosinophil, total eosinophil count, and
Immunoglobulin E.

The result shows that there were 18 asthma bronchiale patients have increased of
Immunoglobulin E level. There were only 3 patients showed the increasing og
eosinophil presentation and 1 patient of total eosinophil count over the normal limit.
The increasing of the Immunoglobulin E level has a significant clinical aspect to
supporting asthma bronchiale diagnosis.
Keyword : Asthma Bronchiale, Eosinophil Persentation, Total Eosinophil Count,
Immunoglobulin E

v

DAFTAR ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR DIAGRAM
DAFTAR GRAFIK

DAFTAR LAMPIRAN

iv
v
vi
viii
x
xi
xii
xiii
xiv
xv

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian

1.3.2 Tujuan Penelitian
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Akademis
1.4.2 Kegunaan Praktis
1.5 Metodologi Penelitian
1.6 Lokasi dan Waktu

1
1
3
3
3
3
3
3
4
4
4

BAB II


TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asma Bronkial
2.2 Epidemiologi Asma Bronkial
2.3 Etiologi Asma Bronkial
2.4 Reaksi Imun Tubuh
2.5 Patofisiologi Asma Bronkial
2.5.1 Patogenesis Asma Bronkial
2.5.2 Eosinofil
2.5.3 Imunoglobulin E
2.6 Gejala-Gejala dan Tanda-Tanda Klinik
2.7 Diagnosis
2.8 Pemeriksaan Laboratorium
2.9 Pencegahan
2.10 Komplikasi Asma Bronkial

5
5
7
8

12
15
15
19
21
22
23
24
30
31

BAB III

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
3.2 Metode Penelitian

32
32
32


vi

3.3
3.4
3.5
3.6

Analisis Hasil Penelitian
Batasan Operasional Kepustakaan
Alur Penelitian
Lokasi dan Waktu

32
33
34
34

BAB IV


HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.2 Pembahasan

35
35
43

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

47
47
47

DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

48
50
51

vii

DAFTAR SINGKATAN

ADCC

: Antibody Dependent Cell-Cytotoxicity

AHR

: Airway Hiperresponsive

APC


: Antigen Presenting Cell

BAL

: Bronchoalvedar Lavage

cAMP

: Ciklick Adhenosin Monophosphat

CO2

: Karbondioksida

ECP

: Eosinophil Cationic Protein

EDN

: Eosinophil Derived Neurotoxin

EPO

: Eosinophil Peroxidase

GMCSF

: Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor

IFN

: Interferon

Ig

: Immunoglobulin

MBP

: Major Basic Protein

MHC

: Major Histocompatibility Complex

NK

: Natural Killer

O2

: Oksigen

PAF

: Platelet Activating Factor

PCO2

: Tekanan parsial karbondioksida

PO2

: Tekanan parsial oksigen

RAST

: Radioallergosorbent Test

RIA

: Radioimmunoassay

RSV

: Respiratory Synctitial Viruses

SRV

: Sample Rotor Valve

TNF

: Tumor Necrosis Factor

VCAM

: Vascular Cellular Adhesion Molecule

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1

Prevalensi Asma Bronkial Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.2

Prevalensi Asma Bronkial Berdasarkan Usia

Tabel 4.3

Prevalensi Usia pada Jenis Kelamin

Tabel 4.4

Peningkatan Persentase Eosinofil, Eosinofil Total, dan Imunoglobulin
E Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.5

Peningkatan Persentase Eosinofil, Eosinofil Total, dan Imunoglobulin
E Berdasarkan Usia

Tabel 4.6

Hasil Pemeriksaan Persentase Eosinofil, Eosinofil Total, dan
Imunoglobulin E

Tabel 4.7

Persentase Jumlah Kenaikan

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Faktor Risiko Asma Bronkial

Gambar 2.2

Interaksi Faktor Genetik dan Lingkungan Pada Asma Bronkial

Gambar 2.3

Respon Imun : Peran Limfosit Th1 dan Th2

Gambar 2.4

Mekanisme Imunologi Pada Asma

Gambar 2.5

Saluran Nafas Normal dan Pada Penderita Asma

Gambar 2.6

Bronkus Normal dan Bronkus Penderita Asma

Gambar 2.7

Eosinofil Dalam Darah Tepi

Gambar 2.8

Pembentukan Imunoglobulin E

Gambar 2.9

Kristal Charcot Leyden

Gambar 2.10 Spiral Curschmann
Gambar 2.11 Sediaan Apus dan Cara Menghitung

x

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1

Pemeriksaan Persentase Eosinofil

Diagram 4.2

Pemeriksaan Hitung Eosinofil Total

Diagram 4.3

Pemeriksaan Imunoglobulin E

xi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1

Prevalensi Asma

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Informed Consent

xiii

Lampiran 1

FORMULIR PERNYATAAN PERSETUJUAN KLINIK
(INFORMED CONSENT)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN KLINIK
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama
Status
Usia
Alamat
Pekerjaan
No. KTP/identitas lain
No. Urut

:
:
:
:
:
:
:
:

Setelah mendapat penjelasan selengkapnya dan menyadari maksud, tujuan, dan
manfaat penelitian tersebut di bawah ini yang berjudul :
ASPEK KLINIK PEMERIKSAAN PERSENTASE EOSINOFIL,
HITUNG EOSINOFIL TOTAL, DAN IMUNOGLOBULIN E
SEBAGAI PENUNJANG DIAGNOSIS ASMA BRONKIAL
Maka saya/keluarga saya bersedia berperan serta dalam penelitian tersebut di atas
sebagai subjek penelitian dan bersedia dilakukan pemeriksaan persentase
eosinofil, hitung eosinofil total, dan Imunoglobulin E.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran, penuh tanggung
jawab, tanpa paksaan pihak manapun.
2006

Bandung,

Peneliti

Yang membuat pernyataan

(Samuel)

(

)

50
Universitas Kristen Maranatha

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah penyakit saluran nafas kronis dan merupakan masalah kesehatan
yang serius di seluruh dunia dengan kekerapan yang bervariasi. Hal tersebut
sesuai dengan hasil Pertemuan Asma Dunia di Bangkok, Thailand, pada 29
November 2006, yang menyatakan bahwa asma merupakan penyakit jangka
panjang yang paling sering terjadi di dunia. Setiap orang di seluruh dunia dapat
terkena gangguan saluran nafas kronis ini. Asma menimbulkan gangguan kualitas
hidup karena gejala yang ditimbulkannya baik berupa sesak napas, batuk, maupun
mengi, mengakibatkan aktivitas sehari-hari pasien menjadi terganggu. Selain itu,
biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan pun tidak sedikit. Asma juga
dapat memicu kematian. Oleh karena itu, asma dapat menjadi beban kesehatan
yang serius (Hadiarto dkk., 2004; Heru Sundaru, 2006).
Asma berasal dari bahasa Yunani asthma yang berarti sengal-sengal. Asma
dalam pengertian klinik diartikan sebagai batuk yang disertai sesak nafas berulang
dengan atau tanpa disertai mengi (Iwan S. Handoko, 2003).
Asma bronkial merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan yang
sangat kompleks dan melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan, sel radang,
mediator inflamasi, molekul adhesi serta interaksi berbagai sel.
Gangguan saluran nafas kronis ini merupakan salah satu penyakit saluran
nafas yang umum dijumpai pada 5-7% penduduk daerah perkotaan di Indonesia.
Prevalensi asma di dunia diperkirakan 4-8%, pria atau wanita memiliki risiko
yang sama untuk terkena asma (Mangatas, Hermawan, Ketut, 2006).
Asma merupakan penyakit yang diturunkan (herediter), hal ini terbukti bahwa
pada keluarga yang mempunyai riwayat asma terdapat kecenderungan adanya
anggota keluarga yang mengidap asma. Faktor genetika (keturunan) memegang
peranan cukup penting sebagai faktor risiko kemungkinan timbulnya asma pada
seseorang walaupun hingga saat ini belum ada data pasti atas dasar penelitian

1
Universitas Kristen Maranatha

2

ilmiah. Seorang anak yang menderita asma tidak harus menderita asma
sepanjang hidupnya. Meski faktor genetik dianggap memegang peranan penting
dalam timbulnya asma, penyebab terjadinya kenaikan prevalensi asma di banyak
negara dalam waktu yang relatif singkat belum dapat diterangkan. Selain faktor
genetik, faktor lingkungan dianggap memiliki peran yang lebih penting dalam
memicu timbulnya asma (Iwan S. Handoko, 2003; Heru Sundaru, 2006).
The Lung Association of Canada membagi faktor penyebab timbulnya asma
menjadi dua golongan yaitu asma yang timbul akibat faktor pemicu (trigger) yang
mengakibatkan bronkokonstriksi dan akibat faktor penyebab (inducer) yang
mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan.
Seperti halnya penyakit lain, pengobatan asma ditujukan untuk menghilangkan
gejala dan menyingkirkan penyebab agar penyakit tidak kambuh lagi. Penyakit
asma dalam perjalanan penyakitnya ada fase remisi dan fase eksaserbasi yang
dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik, sehingga diagnosis yang
tepat sangat penting dalam mendeteksi penyakit asma. Diagnosis penyakit asma
dapat ditegakkan melalui serangkaian pemeriksaan yaitu melalui anamnesis
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium penunjang asma bronkial (Iwan S. Handoko, 2003;
Hadiarto dkk., 2004).
Pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis asma bronkial yang sering
diusulkan para dokter ahli pulmonologi antara lain persentase eosinofil, hitung
eosinofil total, dan titer Imunoglobulin E. Ketiga parameter pemeriksaan tersebut
bila diperiksa semua memerlukan biaya tidak sedikit dan ketiga parameter
pemeriksaan penunjang tersebut belum diketahui mana yang mempunyai aspek
klinik terbaik sebagai penunjang diagnosis asma bronkial. Alasan-alasan tersebut
di atas mendorong penulis untuk mengetahui mana dari ketiga pemeriksaan
penunjang diagnosis asma bronkial yang mempunyai aspek klinik terbaik dalam
menunjang penyakit asma bronkial.

Universitas Kristen Maranatha

3

1.2 Identifikasi Masalah

Pemeriksaan manakah di antara pemeriksaan persentase eosinofil, eosinofil
total, dan Imunoglobulin E yang mempunyai aspek klinik terbaik sebagai
penunjang diagnosis asma bronkial?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penulis ingin mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit asma bronkial
yang mempunyai aspek klinik terbaik di antara pemeriksaan persentase eosinofil,
hitung eosinofil total, dan titer Imunoglobulin E

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penulis ingin membandingkan pemeriksaan manakah di antara persentase
eosinofil, hitung eosinofil total, dan titer Imunoglobulin E yang lebih bermakna
sebagai penunjang diagnosis penyakit asma bronkial.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aspek klinik
masing-masing pemeriksaan penunjang penyakit asma yaitu pemeriksaan
persentase eosinofil, hitung eosinofil total, dan titer Imunoglobulin E.

Universitas Kristen Maranatha

4

1.4.2 Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada klinisi, khususnya
para ahli pulmonologi dalam memilih pemeriksaan laboratorium penunjang
penyakit asma secara lebih tepat dan ekonomis.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional dengan rancangan
cross sectional study terhadap data rekam medik penderita asma bronkial. Data
diperoleh dari poli paru dan laboratorium Rumah Sakit Immanuel Bandung.

1.6 Lokasi dan Waktu

Lokasi : Poli Paru dan Laboratorium Rumah Sakit Immanuel Bandung

Waktu : Januari-Desember 2006

Universitas Kristen Maranatha

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pemeriksaan titer Imunoglobulin E adalah pemeriksaan yang mempunyai
aspek klinik terbaik sebagai penunjang diagnosis asma bronkial yang disebabkan
oleh faktor alergi dibandingkan dengan pemeriksaan persentase eosinofil dan
hitung eosinofil total.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian tersebut, penulis menyarankan pemeriksaan titer
Imunoglobulin E sebaiknya diusulkan sebagai pemeriksaan penunjang diagnosis
asma bronkial yang disebabkan oleh faktor alergi karena dasar patofisiologi asma
bronkial adalah reaksi imunologi, di mana Imunoglobulin E adalah petanda reaksi
tersebut.
Penulis juga menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
subjek penelitian yang lebih banyak sehingga ketepatan hasil menjadi lebih baik.

47
Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA
Brown B. 1993. Hematology: Principles and Procedures, 6th ed. America: Lea &
Febiger. 119-20, 350-55.
Chesnut M.S, Prendergast T.J. 2005. Lung. In: L.M. Tierney Jr, S.J. McPhee,
M.A. Papadakis (eds.), 2005 Current Medical Diagnosis and Treatment. New
York, Chicago, San Fransisco: McGraw-Hill. 223-5.
Estridge B, Reynolds A, Walters N. 2000. Blood Cell Morphology and
Differential Count. In: B. Estridge, A. Reynolds, N. Walters (eds.), Basic
Medical Laboratory Techniques, 4th ed. America: Delmar. 185-187.
Gandasoebrata. 2001. Hematologi. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian
Rakyat. 21-33.
Gosling P.G, Basso L.V. 1994. Immunoassay: Laboratory Analysis and Clinical
Applications. America: Butterworth-Heinemann. 250-2.
Hadiarto Mangunnegoro dkk. 2004. Asma Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
vii, 1, 3, 16-19.
Heru Sundaru. 2002. Respons Imun pada Asma Bronkial. Naskah Lengkap
Penyakit Dalam – Pertemuan Ilmiah Tahunan. Jakarta : FKUI. 1-6.
Heru Sundaru. 28 Desember 2006. Apa yang Perlu Diketahui tentang Asma ?.
www.depkes.go.id, 4 Januari 2007.
Indah Rahmawati, Faisal Yunus, Wiwien Heru Wiyono. 2003. Patogenesis dan
Patofisiologi Asma. Cermin Dunia Kedokteran. No. 141. 5-10.
Iwan S. Handoko. 2003. Asma Bronkial., www.klinikku.com., 30 Maret 2006.
Karnen Garna Baratawidjaja. 2004. Imunologi Dasar. Edisi Ke-6. Jakarta: FKUI.
45, 84, 174-6.
Lawrence M.T, Mc Phee S., Maxine Papadahis. 2002. Diagnosis dan Terapi
Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Vol. 2. Jakarta : Salemba Medika. 65-84.
Mangatas SM, Hermawan HM, Ketut S. 2006. Imunobiologi Asma Bronkial.
Dexa Media, No.1 (19) : 31-35.
McFadden E.R.. 2001. Diseases of the Respiratory System. In: Harrison’s
Principles of Internal Medicine. Vol 2. 15th ed. USA: McGraw Hill. 1456-63.

48
Universitas Kristen Maranatha

49

McKenzie, Shirlyn B. 2003. Clinical Laboratory Hematology. New Jersey:
Prentice Hall. 88, 99-101, 132.
Mukherjee, Kanai L. 2003. Medical Laboratory Technology A Procedure Manual
for Routine Diagnostic Tests: Routine Hematological Test,Vol 1. New Delhi:
Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. 299-302.
Siti Noorcahyati. 2003. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (lgM) dan
Imunoglobulin G (lgM) Chlamydia pneumoniae Pada Penderita Asma Di
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. www.library.usu.ac.id. 4
Januari 2007.
Stanley, Jacqueline. 2002. Essentials of Immunology and Serology: Antibodies.
Delmar: Thomson Learning. 26-31.
Turgeon, Mary Louise. 1995. Fundamentals of Immunohematology : Theory and
Technique. 2nd ed. Syracuse (NY): Williams & Wilkins. 61,65,66,80.
Widodo Judarwanto. 2006. Asma pada Anak Gangguan yang Menyertai dan
Fakta yang Belum Terungkap. www.alergianak.bravehost.com. 4 Januari
2007.
www.fk.unpad.ac.id. 2003. Anti Ig-E pada Asma Anak, 24 Maret 2006.
www.depkes.go.id. 29 November 2006. 300 Juta Orang Idap Penyakit Asma, 4
Januari 2007.

Universitas Kristen Maranatha