T1 802013715 Full text
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada korelasi negative dan signifikan antara kemandirian pada wanita dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran. Hipotesis penelitian ini yaitu ada korelasi negative dan signifikan antara kemandirian pada wanita dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran. Penelitian ini dilakukan di Salatiga dengan subjek mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu non random insidental sampling. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 63 mahasiswi. Untuk mengukur sikap terhadap kekerasandalam pacaran digunakan tiga aspek dari Azwar (2000) : koqnitif, afektif, dan konatif yang dihubungkan dengan empat bentuk kekerasan menurut Hadi (2000) : fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi. Untuk variabel kemandirian digunakan skala kemandirian menurut Masrun (dalam Tuty dan Abdul, 2013) yang mencakup aspek Bebas, Progresif dan ulet, Inisiatif, Pengendalian dari dalam, dan Kemantapan diri. Dari penelitian ini diperoleh uji korelasi Pearson Correlation = -0,098 dengan nilai signifikan = 0,222 (p > 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara kemandirian dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran.
(7)
ABSTRACT
The purpose of this study is to observe the correlation between autonomy and attitudes toward dating violence. The research hypothesis is whether any negative correlation between autonomy and attitudes toward violence. The study is conducted among Psychology Students of Satya Wacana Christian University in Salatiga. The research is used non random incidental samplingwith 63 sample of college students. The writer use attitude toward violence scale is measured by attitude scale of azwar (2000) : cognitive, afective and conative which combined with four types of violece according to Hadi (2000) such as physic, psychologi, sexual, and economy. While the measurement of autonomy aspect use autonomy scale by Masrun (in Tuty and Abdul, 2013) include independent, progressive and resilient, initiative, internal control, and self stability.The value of correlation testby Pearson Correlation = -0,098 with significant value = 0,222 (p > 0,05). It is indicate that there is no significant correlation between autonomy and attitude toward violence.
.
(8)
PENDAHULUAN
Masa pacaran merupakan masa paling mengesankan bagi seseorang yang pernah atau sedang menjalaninya.Menurut Hadi (2000) pacaran merupakan upaya untuk saling mengenal di antara pria dan wanita yang saling mencintai sebelum keduanya terikat dalam sebuah perkawinan. Perbedaan-perbedaan baik secara fisik maupun psikologis diantara kedua belah pihak yang tengah berpacaran dapat dijadikan sesuatu pembelajaran akan nilai-nilai kemajemukan dan toleransi. Terjadinya perbedaan-perbedaan dalam masa pacaran adalah sesuatu yang dialami dan seharusnya diterima oleh kedua belah pihak yang berpacaran.
Tetapi kenyataannya perbedaan yang timbul seperti tidak sependapat mengenai gagasan-gagasan yang muncul seperti harus menurut dengan pasangan dalam berpakaian, hubungan seksual, pergaulan dan sebagainya jika tidak dapat dinetralisir dengan memberikan jawaban yang kompromis maka dapat mengakibatkan tumbuhnya perilaku yang mengarah pada kekerasan dalam pacaran yang sering disebut sebagai datting violence. Menurut Trianingsih (Rahayu, 2000) datting violence merupakan bagian dari bentuk kekerasan terhadap wanita yang berbasis gender. Kekerasan dalam pacaran ini bisa berbentuk penghianatan, pelecehan seksual, pemukulan, ingkar janji, bahkan sampai pemerkosaan(Rahayu,2000)
Berdasarkan kompilasi data kekerasan terhadap perempuan dari 195 Lembaga mitra ditambah dengan data yang diakses lewat internet dari 359 PA (pengadilan agama) diperoleh data jumlah korban kekerasan dalam pacaran (KTP) tahun 2013 yaitu 279.688 korban (table 1.1). Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan rnah
(9)
perempuan (RP) masih menjadi kasus yang paling banyak ditangani oleh lembaga pengada layanan 11.719 kasus (71%). Sebanyak 4.679 kasus (29%) terjadi di ranah komunitas. Perempuan dalam usia antara 25-40 tahun adalah yang paling rentan kekerasan, meskipun data yang dihimpun menunjukan korban berusia 13 hingga 40 tahun. Kekerasan terhadap istri (KTI) seperti juga pola tahun-tahun sebelumnya merupakan jenis tindakan KDRT/RP yang paling banyak dicatat, yaitu sebanyak 64% (7.548) dari seluruh jumlah KDRT/RP. Pada tahun 2013 juga tercatat KDP (kekerasan dalam pacaran) sebanyak 2.507 kasus (CATAHU 2014 Komnas Perempuan)
Table 1.2 menjelaskan jenis kekerasan yang ada terhadap perempuan diranah rumah tangga/ personal. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, KDRT/RP merupakan bentuk KTP yang paling dominan (64%) diantara bentuk yang lain. Data KDRT/RP menunjukkan kekerasan terhadap istri (KTI), kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP), kekerasan oleh mantan suami (KMS), kekerasan dalam pacaran (KDP), kekerasan oleh mantan pacar (KMP), kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) dan bentuk kekerasan relasi personal lainnya.
(10)
Table 1.1
Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2001-2013 (Sumber : Catatan Akhir Tahun 2014 KOMNAS Perempuan)
Table 1.2 Jumlah KDRT/RP
(Sumber : Catatan Akhir Tahun KOMNAS Perempuan)
Dating violence dapat menimbulkan efek yang sangat beragam pada kejiwaan, social, dan fisik. Menurut Hadi (2000) dampak kejiwaan akibat KDP dapat berupa terjadinya trauma atau benci terhadap pria, dampak pada social dapat berakibat lemahnya posisi wanita dalam hubungannya dengan pria, sedangkan terhadap fisik berkaitan erat dengan kesehatan baik jangka pendek maupun jangka panjang, yang meliputi: perlukaan fisik, gangguan saluran pencernaan, sindroma nyeri kronik, dan
(11)
perilaku depresi atau ancaman bunuh diri. Kekerasan lain menurut Trianingsih (Rahayu, 2000) adalah seperti dalam hal ekonomi, jika pasangan sering meminjam uang atau barang-barang lain tanpa pernah mengembalikannya, selalu minta ditraktir, dan lain-lain. Kekerasan seksual jika dipaksa dicium oleh pacar, mulai meraba-raba tubuh atau ia memaksa untuk melakukan hubungan seksual dapat menimbulkan dampak kecemasan atau respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual.
Umumnya korban akan menunjukkan sikap mereka terhadap perlakuan kekerassan yang mereka terima.Respon sikap yang mereka tunjukkan yaitu menerima atau menolak kekerasan tersebut. Thurstone dan Osgood (dalam Azwar, 2000) mengemukakan bahwa sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung maupun tidak mendukung pada objek tersebut.Sedangkan kekerasan dalam pacaran menurut Hadi (2000) adalah kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap pasangan dalam masa pacaran yang menimbulkan penderitaan bagi korban, baik fisik maupun non fisik.Jadi sikap terhadap kekerasan dalam pacaran adalah bentuk reaksi atau evaluasi perasaan terhadap kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap bentuk kekerasan dalam pacaran.
Bertolak dari fenomena yang ada, maka sangatlah penting bagi wanita untuk mulai melepaskan diri dari ketergantungan dan mulai menanamkan kemandirian, baik kemandirian instrumental yang berorientasi pada tugas maupun kemandirian emosional yang berorientasi pada orang yang berarti tidak lagi tergantung kepada orang lain (Bandura dalam Nuryoto,1992). Kemandirian menurut Masrun (dalam Tuty dan Abdul,
(12)
2013) adalah sifat yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berfikir dan bertindak original, kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakan, mampu mengendalikan lingkungan, mempunyai rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri dan memperoleh kepuasan dari usahannya. Menurut Sharma (dalam Djannah, 2002) kekerasan terhadap perempuan disebabkan oleh ketergantungan wanita terhadap pasangannya, karena pihak wanita akan direndahkan oleh pasangannya. Kemandirian yang dimiliki oleh seorang perempuan akan meningkatkan harga dirinya dan menyebabkannya memiliki posisi tawar yang tinggi dalam hubungan dengan pasangannya. Kemudian seperti yang diungkapkan oleh Hadi (2000) dengan menanamkan sikap mandiri, asertif, optimis, dan percaya diri setidaknya wanita memiliki satu modal untuk mengantisipasi timbulnya kekerasan.
Menurut Djannah (2002) sikap korban dalam kekerasan dapat berupa melawan, diam, atau reaksi campuran yaitu melawan kemudian diam. Menurut Purba (2001) karena merasa sebagai wanita yang lemah dan tidak memiliki kemampuan atau sesuatu yang dibanggakan, sehingga tidak menjamin ada seseorang yang mengiginkannya membuat wanita tidak pernah berani menolak apa yang diinginkan pasangan dan takut ditinggalkan. Berbeda halnya dengan keadaan ketika wanita yang mandiri, termasuk mandiri dalam ekonomi,maka wanita akan dapat memperoleh kekuasaan yang sama dengan laki-laki (Subono dalam Astuti, 2006).
(13)
Berbagai tindak kekerasan dalam pacaran dapat terjadi dalam semua kalangan, termasuk wanita yang berstatus mahasiswa, terutama yang memiliki ketergantungan terhadap pasangannya. Penelitian Astuti, Indrawati, dan Astuti (2006) mengenai hubungan antara kemandirian dengan sikap terhadap kekerasan suami pada istri yang bekerja di Kelurahan Sampangan Kec. Gajah Mungkur Kota Semarang menunjukkan skor koefisien korelasi sebesar rxy= -0,524 dengan p=0,001 (p<0,01). Ada hubungan negatif antara kemandirian dengan sikap terhadap kekerasan suami pada istri yang bekerja di Kelurahan Sampangan Kecamatan Gajah Mungkur Semarang. Semakin tinggi tingkat kemandirian pada istri yang bekerja, maka semakin memiliki kecenderungan bersikap negatif terhadap kekerasan yang dilakukan suami pada istri.Sebaliknya, semakin rendah tingkat kemandirian, maka semakin positif sikap terhadap kekerasan suami pada istri.
Kondisi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu dosen wali, terdapat beberapa mahasiswi yang mengalamikasus kekerasan dalam pacaran, untuk itu subjek memilih mahasiswi Fakuktas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana menjadi populasi dalam penelitian ini.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti ingin mengetahui “Apakah terdapat korelasi negatif yang signifikan antara kemandirian pada wanita dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran?”
(14)
Tinjauan pustaka
Sikap terhadap kekerasan dalam pacaran 1. Sikap
a)Pengertian Sikap
Thurstone dan Osgood (dalam Azwar, 2000) mengemukakan bahwa sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung maupun tidak mendukung pada objek tersebut.
Sementara itu, Walgito (2001) berpendapat bahwa sikap merupakan organisasi pendapat dan keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relative ajeg, yang disertai dengan perasaan tertentu dan meberikan dasar kepada orang tersebut untuk merespon dan berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.
Defenisi sikap menurut para ahli yang dikenal dengan skema triadik memiliki kerangka pemikiran, bahwa sikap merupakan kombinasi dari reaksi afektif, kognitif dan konatif terhadap suatu objek, hal ini diungkapkan oleh Breckler (Azwar, 2000)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan evaluasi serta reaksi afeksi, kognitif dan konatif yang bersifat relative ajeg dalam merespon dan berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya terhadap suatu objek.
(15)
Faktor Pembentuk Sikap
Dalam interaksi sosial, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai factor psikologis yang membentuk sikap menurut Azwar (2000) adalah :
1)Pengalaman pribadi
Sesuatu yang dialami seseorang akan membentuk dan mempercayai terhadap stimulus sosial. Supaya dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus memiliki pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.
2)Kebudayaan
Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan pengaruh sikap bagi individu terhadap berbagai masalah.
3)Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cendrung memilih sikap yang konfromis atau yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Seseorang yang tidak ingin dikecewakan, atau seseorang yang berarti khusus akan mempengaruhi pembentukan sikap terhadap sesuatu. Dengan memiliki sikap mandiri, seseorang akan lebih dapat mempertahankan apa yang menjadi keputusannya tanpa dipengaruhi orang lain.
4)Media massa
Sarana komunikasi, berbagai media massa yang ada mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.
(16)
5)Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu system yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, karena meletakkan dasar pengertian dan konsep sosial.
6)Pengaruh emosional
Suatu bentuk sikap terkadang muncul karena didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama serta pengaruh emosional.
b)Struktur sikap
Menurut Azwar (2000) sikap mengandung 3 komponen yaitu : 1)Komponen kognitif
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah dilihat atau diketahui. Berdasarkan apa yang telah dilihat itu kemudian terbentuk suatu ide gagsan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Ketika hal itu telah terbentuk, maka akan menjadi dasar pengetahuan mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu.
(17)
2)Komponen afektif
Menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.S ecara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagaibenar dan berlaku bagi obyek yang dimaksud.
3)Komponen konatif
Menunjukkan bagaimana perilaku kecenderungan berperilaku ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi.Hal ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. 2. Kekerasan Dalam Pacaran
a)Pengertian Kekerasan
Kekerasan adalah serangan terhadap fisik atau mental seseorang (Hadi, 2000), sedangkan menurut Triningtyasasih (1998) kekerasan adalah tindakan yang menimbulkan rasa sakit atau kesengsaraan pada diri korban.
Menurut Hayati (2000) adalah semua bentuk prilaku, baik verbal maupun non verbal, yang dilakukan seseorang sehingga menyebabkan efek negative secara fisik, emosional, dan psikologis terhadap seseorang yang menjadi sasaran.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kekerasan adalah bentuk dari serangan fisik atau mental seseorang, baik verbal maupun non verbal yang menyebabkan efek negative secara fisik, emosional, dan psikologis.
(18)
b)Pengertian Pacaran
Pacaran menurut Hadi (2000) adalah sebuah upaya untuk saling mengenal di antara pria dan wanita yang saling mencintai sebelum keduanya terikat dalam hubungan perkawinan.Menurut Imran (dalam Mayasari, 2000) pacaran dimaksudkan sebagai proses mengenal dan memahami lawan jenis (calon pasangan hidup) dan belajar membina hubungan yang adekuat (berkomunikasi dan menyelesaikan konflik) sebagai persiapan sebelum menikah, untuk menghindari terjadinya ketidakcocokan dan permasalahan dalam kehidupan berumahtangga yang tidak diantisipasi sebelumnya.
Pacaran adalah hubungan cinta antara pria dan wanita yang diikat dengan suatu komitmen/janji-janji tertentu.Janji itu dapat berupa janji untuk sehidup semati, janji untuk saling berkorban, saling pengertian, saling setia, atau apapun.Pacaran, sebenarnya adalah fase atau saat yang dilalui oleh sepasang kekasih untu saling mengenal lebih dekat.Dalam cinta, idealnya harus ada perasaan saling memahami, saling memberi semangat dan saling menjaga (Reputrawati, 2000).Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pacaran adalah upaya untuk saling mengenal antara pria dan wanita yang saling mencintai disertai dengan suatu ikatan janji-janji tertentu sebelum keduanya dalam hubungan perkawinan.
c) Pengertian Sikap Terhadap Kekerasan Dalam Pacaran
Sikap terhadap kekerasan dalam pacaran adalah suatu evaluasi serta reaksi afeksi, kognitif dan konatif yang bersifat relative ajeg dalam mersespon segala bentuk dari serangan fisik atau mental, baik verbal maupun non verbal yang
(19)
menyebabkan efek negative secara fisik, emosional, dan psikologis didalam masa pacaran.
d)Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Pacaran
Bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran menurut Rahayu (2000) :
1)Bersifat fisik, misalnya : memukul, menendang atau menjambak rambut. 2)Bersifat non fisik, misalnya: memaksa, mengekang, cemburu berlebihan dan
membatasi diri kita untuk berkembang meskipun dengan alas an cinta.
3)Bentuk lain adalah kekerasan yang bersifat seksual, misalnya perkosaan atau pelecehan seksual.
Bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran menurut Hadi (2000)
1)Kekerasan fisik : kekerasan yang dilakukan oleh anggota badan pelaku atau dengan bantuan alat tertentu.
2)Kekerasan emosional : kekerasan yang cenderung tidak terlalu nyata atau jelas seperti kekerasan fisik. Kekerasan emosional lebih dirasakan atau berdampak pada perasaan sakit hati, tertekan, marah, perasaan terkekang, minder, dan perasaan tidak enak lainnya.
3)Kekerasan seksual : kekerasan yang berkaitan dengan penyerangan seksual atau agresifitas seksual seperti mencium, memeluk dengan paksa, memegang tangan atau meraba-raba kemaluan, selain itu kekerasan seksual juga termasuk pemberian perhatian yang berkonotasi seksual.
(20)
Dari bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran yang diuraikan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kekerasan dalam pacaran meliputi kekerasan fisik, kekerasan non fisik, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Terhadap Kekerasan Dalam Pacaran
Faktor-faktor kekerasan dalam pacaran menurut Hadi (2000) adanya ideologi jender dan budaya patriarki yang selalu mengutamakan dan mengunggulkan kaum pria, telah menempatkan pria pada posisi-posisi tertentu sehingga menyebabkan wanita lemah serta dibatasi hak dan wewenangnya untuk mengembangkan diri. Pengertian yang salah tentang makna pacaran, pacaran sering dianggap sebagai bentuk pemilikan atau penguasaan atas diri pasangannya. Adanya upaya untuk mengendalikan perempuan, perempuan dibatasi hak dan wewenangnya untuk mengembangkan diri, adanya anggapan bahwa perempuan harus dikendalikan. Adanya mitos-mitos yang berkembang diseputar pacaran, seperti laki-laki memiliki dorongan seks yang lebih besar daripada perempuan, sehingga dapat dimaklumi kalau laki-laki bersifat lebih agresif, perasaan cinta harus dibuktikan dengan berhubungan seksual, cinta membutuhkan pengorbanan, dan lain-lain. Perasaan inferior pada wanita menyebabkan wanita cenderung bersikap konfromis sebagai upaya untuk tidak mengecewakan pasangan.
Kemandirian sangat diperlukan agar wanita lebih dapat menentukan sikap sesuai keinginan dan harapannya, dapat mempertahankan apa yang menjadi keputusannya tanpa dipengaruhi orang lain, selain itu wanita juga akan menolak jika dibatasi ruang geraknya.
(21)
Kemandirian
1. Pengertian Kemandirian
Menurut Masrun (dalam Tuty dan Abdul, 2013) kemandirian adalah sifat yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berfikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakan, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.
Menurut Hetherington (dalam Afiatin, 1994) kemandirian ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk mengambil inisiatif, kemampuan untuk mengatasi masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usaha diri sendiri, serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Bathia (dalam Afiatin, 1994) kemandirian adalah perilaku yang aktifitasnya diarahkan kepada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain, bahkan mencoba memecahkan atau menyelesaikan masalah sendiri tanpa meminta bantuan orang lain.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah perilaku yang memiliki kemampuan untuk mengambil inisiatif, mengatasi masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahannya, berkeinginan untuk mengerjakan
(22)
sesuatu tanpa bantuan orang lain, berfikir dan bertindak original, kreatif, mampu mengendalikan tindakannya, mampu mempengaruhi lingkungan, menghargai keadaan dirinya, dan percaya terhadap kemampuan diri.
2. Aspek-aspek Kemandirian
Masrun (dalam Tuty dan Abdul, 2013) menjabarkan 5 aspek pokok dari kemandirian yaitu:
a. Bebas, ditunjukan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri. b. Progresif dan ulet, ditunjukan dengan adanya usaha untuk mengejar
prestasi, penuh ketekunan, merencanakan dan mewujudkan harapan c. Inisiatif, adanya kemampuan untuk berfikir dan bertindak secara original,
kreatif dan penuh inisiatif.
d. Pengendalian dari dalam, adanya perasaan mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapi, kemampuan untuk mengendalikan tindakan serta mempengaruhi lingkungannya dan atas usaha sendiri.
e. Kemantapan diri, ditunjukan dengan rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek kemandirian terdiri dari bebas, progresif dan ulet, inisiatif, pengendalian dari dalam serta kemantapan diri.
Menurut Masrun (dalam Tuty dan Abdul, 2012) menjabarkan 5 aspek pokok dari kemandirian, salah satunya adalah kebebasan, dengan memiliki kebebasan maka wanita akan dapat menentukan tindakan atas kekerasan yang dialaminya. Selain
(23)
kebebasan, wanita yang mandiri juga memiliki kemantapan diri, yaitu rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menerima dirinya, dan memperoleh kepuasan dari usahanya, wanita yang memiliki kemantapan diri tidak akan tergantung dengan orang lain termasuk pasangannya, dengan demikian saat wanita mengalami kekerasan pada dirinya, wanita tersebut dapat mengambil tindakan tanpa takut untuk ditinggalkan.
Menurut penelitian yang dilakukan Neillutfar (2005) mengenai sikap istri terhadap kekerasan dalam rumah tangga ditinjau dari kemandirian istri menunjukan skor koefisien korelasi sebesar rxy= -0,255 dengan p= 0,011 (p<0,05). Hal ini menunjukkan, semakin tinggi kemandirian, semakin negative sikap terhadap kekerasan.
A. Hipotesis
Ada hubungan negative antara kemandirian dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran.Semakin tinggi tingkat kemandirian wanita maka sikap terhadap kekerasan dalam pacaran semakin negative, sebaliknya semakin rendah kemandirian wanita maka sikap terhadap kekerasan dalam pacaran semakin positif.
METODE PENELITIAN Populasi
Populasi dalam penelitian ini ialah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana yang berusia diantara 18-25 tahun dan belum menikah namun sudah memiliki pasangan. Penggambilan sampel menggunakan metode non random incidental sampling, yaitu tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang
(24)
sama untuk menjadi sampel tetapi pengambilan sampel dengan cara mengambil subjek terpilih adalah yang memenuhi spesifikasi yang diajukan.
Alat ukur
Untuk memperoleh data dari penelitian ini, peneliti menggunakan 2 skala yaitu sikap terhadap kekerasan dalam pacaran dan kemandirian. Kedua skala tersebut dimaksudkan untuk mengungkap sikap terhadap kekerasan dan kemandirian pada wanita
1. Skala sikap terhadap kekerasan
Skala sikap terhadap kekerasan dalam penelitian ini mengacu kepada kajian teoritis dan batasan konseptual yang dikemukakan oleh Azwar (2000). Skala sikap terhadap kekerasan disusun atas tiga aspek yaitu:
a. Aspek kognitif, berwujud pengolahan, pengalaman, keyakinan dan harapan individu
b. Aspek afektif, berwujud emosi-emosi seperti takut, marah, gelisah, iri hati , gembira yang ditujukan kepada objek tertentu.
c. Aspek konatif, berwujud tendensi untuk berbuat sesuatu terhadap objek. Dan dihubungkan dengan 4 macam bentuk kekerasan dalam pacaran menurut Hadi (2000) yaitu:
a. Kekerasan fisik, berupa pemukulan, menjambak, menendang, mendorong dengan kasar, melempari dengan barang, menampar.
b. Kekerasan psikologis, berupa makian, cemooh, penghinaan, isolasi, memangggil dengan nama binatang.
(25)
c. Kekerasan seksual, berupa pemerkosaan, mencium dengan paksa, meraba dengan paksa.
d. Kekerasan ekonomi berupa pemerasan, mengambil barang berharga, meminta materi dengan ancaman.
Ketiga aspek dan empat bentuk kekerasan dalam pacaran ini mempunyai dasar untuk menyusun item-item dalam skala yang bersifat favorable dan unfavorable. Desain skala dapat dilihat dari table dibawah ini:
Table 1.3
Blue Print Skala Sikap Terhadap Kekerasan Dalam Pacaran Aspek Sikap
Bentuk Kekerasan
Kognitif Afektif Konatif
Total
F U F U F U
Kekerasan Fisik 2 2 2 2 2 2 12
Kekerasan Psikologis 2 2 2 2 2 2 12
Kekerasan Seksual 2 2 2 2 2 2 12
Kekerasan Ekonomi 2 2 2 2 2 2 12
Total 8 8 8 8 8 8 48
Keterangan : F :Favorable U :Unfavorable
skala Sikap terhadap kekerasan dalam Pacaran berdasarkan teori Hadi (2000) dan Azwar (2000) yang mencakup aspek:Kognitif, Afektif dan Konatif yang terdiri
(26)
dari 48 item. Uji diskriminasi aitem dilakukan sebanyak 3 putaran sampai semua item memenuhi kriteria, yaitu nilai koefisien >0,2. Hasil terdapat 14 item gugur, sehingga tersisa 34 item yang bisa digunakan. Item dinyatakan gugur bila nilai r hitung < 0,2 dengan taraf signifikan pada 0,05 (Guilford, 1956).Daya diskriminasi item bergerak antara 0,231 sampai dengan 0,632. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1: Sebaran item valid angketSikap terhadap Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Pacaran
Hadi (2000) dan Azwar (2000) Aspek Sikap
Bentuk Kekerasan
Kognitif Afektif Konatif
Total
F U F U F U
Kekerasan Fisik 1*, 41 6*, 25 9, 33* 13*, 47
11, 45
3, 36* 8
Kekerasan Psikologis
8, 32 14*, 35
16, 46 17*, 31 20, 44 18*, 27 9 Kekerasan Seksual
4*, 12 7*, 29*
24, 30 2*, 42 40, 43
21, 37 8
Kekerasan Ekonomi
22, 26 15*, 39
10*, 38
19, 34 5, 28 23*, 48
9
(27)
B.Keterangan * : item gugur C.Total Item valid : 34
Setelah masing-masing item Sikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran Hadi (2000) dan Azwar (2000)diuji daya diskriminasi aitemnya, selanjutnya dari item-item yang lolos dilakukan pengujian reliabilitas dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach. Hasil pengujian diperoleh reliabilitas skala Sikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran sebesar 0,893. Hal ini dapat dikatakan bahwa angket Sikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran Hadi (2000) dan Azwar (2000) tersebut reliabel dengan kategori bagus (Azwar, 2000). Hasil uji reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
2. Skala kemandirian
Skala kemandirian wanita dalam penelitian ini mengacu kepada kajian teoritis dan batasan konseptual yang dikemukakan oleh Masrun (dalam Tuty dan Abdul, 2013). Skala kemandirian disusun atas aspek-aspek sebagai berikut:
a. Bebas, ditunjukan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri. b. Progresif dan ulet, ditunjukan dengan adanya usaha untuk mengejar
prestasi, penuh ketekunan, merencanakan dan mewujudkan harapan c. Inisiatif, adanya kemampuan untuk berfikir dan bertindak secara original,
kreatif dan penuh inisiatif.
d. Pengendalian dari dalam, adanya perasaan mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapi, kemampuan untuk mengendalikan tindakan serta mempengaruhi lingkungannya dan atas usaha sendiri.
(28)
e. Kemantapan diri, ditunjukan dengan rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Kelima aspek tersebut menjadi dasar penyusunan item-item dalam skala kemandirian yang bersifat favorable dan unfavorable. Desain skala dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Table 1.4
Blue Print Skala Kemandirian
Aspek F U Jumlah
Bebas 4 4 8
Pogresif Dan Ulet 6 6 12
Inisiatif 7 8 15
Pengendalian Diri 5 5 10
Kemantapan Diri 8 7 15
Total 30 30 60
Keterangan : F :Favorable U :Unfavorable
Dari hasil skalaKemandirian Wanita berdasarkan teori Masrun (dalam Tuty dan Abdul, 2013) yang mencakup aspek:Bebas, Progresif dan Ulet, Inisiatif, Pengendalian dari dalam dan Kemantapan Diri yang terdiri dari 56 item. Uji validitas dilakukan sebanyak 4 putaran sampai semua item sesuai kriteria yaitu memiliki koefisien >0,3. Hasilnya terdapat 10 item gugur, sehingga tersisa 46 item yang bisa
(29)
digunakan. Item dinyatakan gugur bila nilai r hitung < 0,3 dengan taraf signifikan pada 0,05 (Ghozali, 2006). Daya diskriminasi item bergerak antara 0,302 sampai dengan 0,700.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2: Sebaran item valid angketKemandirian Wanita (Masrun dalam Tuty dan Abdul, 2013)
Aspek F U jumlah
Bebas 1, 2, 5*, 6 3, 4, 7, 8 7
Progresif dan ulet 9, 12, 13, 16*, 17* 10, 11, 14, 15, 18, 19 9 Inisiatif 20, 21, 23, 24, 27, 28, 30 22, 25, 26, 29, 31 13 Pengendalian diri 32, 34, 35, 38, 39 33, 36, 37, 40, 41 10 Kemantapan diri 42, 43*, 44*, 47*, 48*, 51*,
52*, 53*
45, 46, 49, 50, 54, 55, 56
8
Total item Valid 19 27 46
Keterangan * : item gugur
Total Item valid : 46
Setelah masing-masing item pada skala Kemandirian Wanita (Masrun, dalam Tuty dan Abdul, 2013) diuji daya diskriminasi itemnya, selanjutnya dari item-item yang valid dilakukan pengujian reliabilitas dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach. Hasil pengujian diperoleh reliabilitas skala Kemandirian Wanita sebesar 0,938. Hal ini dapat dikatakan bahwa angket Kemandirian Wanita Masrun (dalam Tuty dan Abdul, 2013) tersebut reliabel dengan kategori sangat bagus (Azwar, 2000).
(30)
Analisa data
Tehnik analisis data adalah cara yang digunakan untuk mengolah data yang diperoleh sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini digunakan tehnik korelasi product moment oleh Karl Pearson untuk melihat hubungan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran dengan kemandirian wanita karena korelasi product moment digunakan untuk meluluskan hubungan antara dua buah variabel yang berjenis interval dan rasio. Sebelum melakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi product moment, penulis terlebih dahulu melakukan uji asumsi dengan menggunakan uji normalitas dan uji linearitas. Tujuan dilakukannya uji normalitas dan uji linearitas adalah sebagai salah satu syarat dilakukannya uji korelasi product moment. Melalui uji normalitas, akan diketahui apakah distribusi variabel tersebut normal atau tidak. Uji asumsi dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0.
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2014 - 10Januari 2015 di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, penulis mengambil data dari mahasiswa yang berasal dari fakultas psikologi yang berumur antara 18 – 25 tahun. Sampel harus berjenis kelamin perempuan. Kemudian penulis mendistribusikan angket bagi mahasiswa yang bersedia memberikan waktunya.
Dari seluruh jumlah populasi mahasiswa psikologi yang berjenis kelamin wanita dan berumur antara 18 – 25 tahun, diambil sebanyak 63 orang sebagai sampel penelitian. Angket yang disebarkan oleh penulis berjumlah 63 dan semua kembali dan dapat digunakan. Jadi ada 63 angket yang digunakan dalam penelitian ini.
(31)
Uji Asumsi
Sebelum melakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Correlation, penulis terlebih dahulu melakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Tujuan dilakukannya uji normalitas dan uji linearitas adalah sebagai salah satu syarat dilakukannya uji korelasi Pearson Correlation. Melalui uji normalitas, akan diketahui apakah distribusi variabel tersebut normal atau tidak. Uji asumsi dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji one sample-Kolmogrov Smirnov. Berdasarkan uji normalitas terhadap sampel, didapat nilai Kolmogrov Smirnovpada angket Kemandirian wanita sebesar 0,623 dan signifikansi pada p = 0,833 (p > 0,05) dan nilai Kolmogrov Smirnovpada angket Sikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran adalah 0,643 dan signifikansi pada p = 0,802 (p > 0,05)Hal ini berarti data kedua variabel tersebut berdistribusi normal.
2. Uji Linearitas
Berdasarkan hasil uji Linearitas diperoleh nilai F pada Deviation from Linearityadalah sebesar 1,221 dengan sig = 0,322. Dapat disimpulkan bahwa data linear dengan sig > 0,05, sehingga uji korelasi Pearson Correlationdapat dilakukan(Ghozali, 2006).
D. Hasil Penelitian 1. Analisa Deskriptif
Darihasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapat rata-rata dari masing-masing angket, yaitu angket kemandirian wanita dan angket Sikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran. Berikut ini adalah hasil pengkategorian berdasarkan data deskriptif:
(32)
a. Pengkategorian tinggi rendahnya atau interval angket Kemandirian Wanita dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3: Interval Angket Kemandirian Wanita
Skor Kriteria F Prosentase Min Max Mean 46 ≤ x ≤ 73,6 Sangat
rendah
0 0%
101
175
139,3810 73,6< x ≤ 101,2 Rendah 1 1,6%
101,2 < x ≤ 128,8 Sedang 14 22,2% 128,8 < x ≤ 156,4 Tinggi 36 57,1% 156,4 < x ≤ 184 Sangat
tinggi
12 19,1%
Jumlah 63 100% SD = 16,23261
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kemandirian wanita pada mahasiswa psikologi yang berjenis kelamin wanita memiliki mean sebesar 139,3810 dengan standar deviasi sebesar 16,23261. Mean termasuk dalam kategori tingkat kemandirian wanita tinggi.
b. Pengkategorian tinggi rendahnya atau interval angket Sikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4:Interval Angket Sikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran Skor Kriteria F Prosentase Min Max Mean 33 ≤ x≤ 52,8 Sangat 13 20,6% 33
(33)
negatif
82
60,7937 52,8< x ≤ 72,6 Negatif 40 63,5%
72,6< x ≤ 92,4 Sedang 10 15,9% 92,4< x ≤ 112,2 Positif 0 0% 112,2< x ≤ 132 Sangat
positif
0 0%
Jumlah 63 100% SD = 11,61501
Dari tabel di atas dapat dilihat Sikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran pada mahasiswa psikologi berjenis kelamin wanita memiliki mean sebesar 60,7937 dengan standar deviasi sebesar 11,61501. MeanSikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran pada mahasiswa psikologi berjenis kelamin wanita termasuk dalam kategori negatif. Jadi mahasiswa psikologi yang berjenis kelamin wanita rata-rata memiliki sikap yang negatif terhadap kekerasan dalam pacaran.
2. Uji Analisa
Berdasarkan hasil uji asusmsi, maka dapat disimpulkan bahwa uji asumsi terpenuhi dan data dapat dihitung dengan menggunakan uji korelasi Pearson Correlation (Ghozali, 2006). Dari output SPSS terlihat bahwa nilai Pearson Correlation = -0,098 dengan nilai signifikan = 0,222 (p > 0,05). Melihat hasil perhitungan tersebut, maka dapat disimpulkan tolak H1 dan terima H0. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi yang negative dan signifikan antara kemandirian wanita dengan sikap terhadap kekerasa dalam pacaran. Uji korelasi Pearson Correlation disajikan pada tabel 4.5berikut ini:
(34)
Tabel 4.5: Tabel Hasil perhitungan Uji Korelasi Pearson Correlation Correlations Kemandirian Wanita Sikap Terhadap Kekerasan Dalam Pacaran Kemandirian Wanita Pearson Correlation 1 -.098
Sig. (1-tailed) .222
N 63 63
Sikap Terhadap Kekerasan Dalam Pacaran
Pearson Correlation -.098 1 Sig. (1-tailed) .222
N 63 63
E. Pembahasan
Dengan menggunakan teknik uji korelasi Pearson Correlationyang dianalisa melalui SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.0 windows yang merupakan program (software) khusus pengolahan data statistik untuk ilmu sosial, diperoleh uji korelasi Pearson Correlation sebesar -0,098 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada korelasi yang negatif dan signifikan antara kemandirian wanita dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran.
Hal ini mungkin dapat disebabkan adanya faktor lain yang lebih melandasi korelasi kedua variabel tersebut. Menurut Azwar (2000), faktor yang dapat mempengaruhi seorang wanita saat bersikap terhadap kekerasan yang mungkin dilakukan pacarnya adalah pengalaman pribadi, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan pengaruh faktor emosional dalam diri individu tersebut. Selanjutnya, Dayakisni & Hudaniah (2003) mengungkapkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: pengaruh sosial, karakter
(35)
kepribadian individu dan informasi yang selama ini diterima individu. Jadi proses pembentukan dan perubahan sikap dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang saling berinteraksi dan proses ini berlangsung selama perkembangan individu. Proses pembentukan dan perubahan sikap yang berlangsung selama perkembangan individu menyebabkan hal ini tidak dapat diteliti dalam penelitian ini.
Seorang wanita dapat dikatakan mandiri jika memenuhi aspek-aspek sebagai berikut: bebas, progresif dan ulet, inisiatif, pengendalian dari dalam dan kemantapan diri (Masrun dalam Tuty dan Abdul, 2013). Untuk menjadi seorang wanita yang mandiri, seorang wanita pasti harus melalui proses yang menjadikannya memiliki pengalaman untuk semakin mandiri.Kesadaran wanita untuk dapat bersekolah setinggi-tingginya, mungkin menyebabkan para wanita mengambil sikap yang negatif terhadap kekerasan dalam pacaran meskipun mereka tidak mandiri sepenuhnya. Kemajuan teknologi juga ikut menunjang wanita untuk bersikap negatif terhadap kekerasan dalam pacaran, seperti dengan adanya pengaruh iklan-iklan layanan masyarakat tentang tindakan kekerasan dapat membuat baik wanita yang mandiri maupun yang tidak mandiri mengambil sikap negatife atas segala bentuk kekerasan, sehingga baik yang mandiri maupun yang tidak mandiri, sama-sama cenderung bersikap negatif terhadap kekerasan.
Adapun, dari angket kemandirian wanita pada mahasiswa psikologi yang berjenis kelamin wanita diperoleh rata-rata sebesar 139,3810 dengan standar deviasi sebesar 16,23261 dan termasuk dalam kategori tingkat kemandirian wanita tinggi. Sedangkan pada angketSikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran pada mahasiswa psikologi berjenis kelamin wanita diperoleh rata-rata sebesar 60,7937 dengan standar deviasi sebesar 11,61501 dan termasuk dalam kategori negatif. Jadi dapat disimpulkan, meskipun
(36)
korelasinya negative namun signifikannya tidak memenuhi syarat sehingga tolah H1 dan terima H0. Dengan kata lain, tidak ada hubungan yang negative dan signifikan antara kemandirian wanita dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak ada korelasi yang negatif dan signifikan antara kemandirian wanita dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran.
2. Nilai meanangket kemandirian wanita sebesar 139,3810 dengan standar deviasi sebesar 16,23261 dan termasuk dalam kategori tingkat kemandirian wanita tinggi. 3. Nilai mean angketSikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran sebesar 60,7937 dengan
standar deviasi sebesar 11,61501 dan termasuk dalam kategori negatif. B. Saran
1) Mahasiswa
Agar mahasiswa tahu, apa saja yang bisa berkorelasi dalam mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran, sehingga bisa lebih mengontrol sikap di lingkungan sosialnya terutama pada mahasiswa psikologi yang berjenis kelamin wanita. Selain itu diharapkan mahasiswa wanita bisa saling membantu mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran. Berdasarkan hasil penelitian, sikap terhadap kekerasan dalam pacaran tidak dapat dihindari meskipun mahasiswa wanita tersebut dikatakan mandiri. 2) Bagi keluarga
Agar lebih mengetahui siapa teman-teman dan kegiatan apa saja yang dilakukan oleh anak mereka sehingga orang tua dapat mengontrol faktor-faktor yang bisa
(37)
meningkatkan serta menghambat seorang wanita mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran. Orang tua juga harus lebih mendorong anak-anak wanita mereka untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam tidakan kekerasan dalam pacaran baik di lingkungan pendidikan maupun di luar lingkungan pendidikan.
3) Bagi masyarakat
Lebih memperhatikan individu sekitar mereka sehingga bersama-sama dengan orang tua dapat mengawasi dan mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran yang mungkin terjadi disekitar mereka.
4) Bagi peneliti lain
Adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai untuk dapat dilakukan penelitian selanjutnya mengenai korelasi kemandirian wanita dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat memberikan masukan bagi penelitian selanjutnya, seperti misalnya penggunaan sampel. Pada penelitian selanjutnya, penggunaan sampel bisa diperbanyak jumlahnya, selain itu bisa juga ditambah dari fakultas yang lain, seperti misalnya dari fakultas Theologi, FTI dan fakultas-fakultas lainnya di UKSW. Selain itu, bisa juga dengan ditambah variabel-variabel lainnya, seperti pengalaman pribadi, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama yang berkaitan dan perlu diteliti lebih dalam. Selain itu perlu ditinjau pula faktor-faktor yang mungkin memengaruhi seorang individu untuk mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran yang tidak dapat dikontrol oleh penulis, seperti misalnya hubungan dengan orangtua mereka, lingkungan tempat tinggal siswi, dan masih banyak faktor lain yang dapat memengaruhi untuk mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran.
(38)
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, T. (1994). “Persepsi Pria dan Wanita Terhadap Kemandirian”. Jurnal Psikologi.Yogyakarta: Universitas Gajah Mada No. 1 Hal : 7-13
Arie, D.A., Endang, S.I. & Tri, P. A. (2006). “Hubungan Antara Kemandirian dengan Sikap Terhadap Kekerasan Suami Pada Istri yang Bekerja di Kelurahan Smapangan Kec. Gajah Mungkur Kota Semarang”. Semarang : Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Vol. 3, No. 1, Juni 2006.
Azwar, S. (2000). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Liberty.
Ghozali, I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Undip
Guilford J.P., Benjamin Fruchter. (1956) Fundamental Statistic in Psychology and Education, 5th ed, Mc-Graw-Hill, Tokyo
Hadi, M.S dan Aminah, S. (2000). Kekerasan Dibalik Cinta. Yogyakarta : Rifka Annisa Women’s Crisis Center.
Hayati, E. N. (2000). Panduan Untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan :
Konseling Berwawasan Gender. Yogyakarta : Rifka Annisa Women’s Crisis
Center.
KOMNAS Perempuan. (2014). Kegentingan Kekerasan Seksual, Lemahnya Upaya Penanganan Negara. Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2013. Jakarta : KOMNAS Perempuan.
Mayasari, F. (2000). Perilaku Seksual Remaja Dalam Berpacaran Ditinjau Dari Harga Diri Berjenis Kelamin. Tesis. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada: tidak diterbitkan
Nuryoto, S. (1992). Kemandirian Remaja Ditinjau Dari Tahap Perkembangan, Jenis Kelamin dan Peran Jenis. Tesis. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada: tidak diterbitkan)
(39)
Rahayu, H.P. (2000). “Kekerasan Dalam Pacaran : Wacana Informatif Bagi Perempuan,” Jawa Pos. 30 Agustus (2000)
Reputrawati, An. (2000). Janji Gombal : Kisah Nyata Kekerasan Dalam Pacaran. Yogyakarta : Rifka Annisa Women’s Crisis Centre.
Triningtyasasih. (1998). Pengalaman Sebuah Women’s Crisis Centre. Dalam Nathalie K. Kekerasan Terhadap Perempuan : Program Seri Lokakarya Kesehatan Perempuan. Jakarta : Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.
Tuty, D dan Abdul M.S. (2013). “Strategi Pembelajaran dan Kemandirian Hasil Belajar Kewirausahaan”. Medan : Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol.6, No.2, Oktober 2013, ISSN : 1979-6692
(1)
Tabel 4.5: Tabel Hasil perhitungan Uji Korelasi Pearson Correlation Correlations
Kemandirian Wanita
Sikap Terhadap Kekerasan
Dalam Pacaran Kemandirian Wanita Pearson Correlation 1 -.098
Sig. (1-tailed) .222
N 63 63
Sikap Terhadap Kekerasan Dalam Pacaran
Pearson Correlation -.098 1
Sig. (1-tailed) .222
N 63 63
E. Pembahasan
Dengan menggunakan teknik uji korelasi Pearson Correlationyang dianalisa melalui SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.0 windows yang merupakan program (software) khusus pengolahan data statistik untuk ilmu sosial, diperoleh uji korelasi Pearson Correlation sebesar -0,098 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada korelasi yang negatif dan signifikan antara kemandirian wanita dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran.
Hal ini mungkin dapat disebabkan adanya faktor lain yang lebih melandasi korelasi kedua variabel tersebut. Menurut Azwar (2000), faktor yang dapat mempengaruhi seorang wanita saat bersikap terhadap kekerasan yang mungkin dilakukan pacarnya adalah pengalaman pribadi, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan pengaruh faktor emosional dalam diri individu tersebut. Selanjutnya, Dayakisni & Hudaniah (2003) mengungkapkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: pengaruh sosial, karakter
(2)
kepribadian individu dan informasi yang selama ini diterima individu. Jadi proses pembentukan dan perubahan sikap dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang saling berinteraksi dan proses ini berlangsung selama perkembangan individu. Proses pembentukan dan perubahan sikap yang berlangsung selama perkembangan individu menyebabkan hal ini tidak dapat diteliti dalam penelitian ini.
Seorang wanita dapat dikatakan mandiri jika memenuhi aspek-aspek sebagai berikut: bebas, progresif dan ulet, inisiatif, pengendalian dari dalam dan kemantapan diri (Masrun dalam Tuty dan Abdul, 2013). Untuk menjadi seorang wanita yang mandiri, seorang wanita pasti harus melalui proses yang menjadikannya memiliki pengalaman untuk semakin mandiri.Kesadaran wanita untuk dapat bersekolah setinggi-tingginya, mungkin menyebabkan para wanita mengambil sikap yang negatif terhadap kekerasan dalam pacaran meskipun mereka tidak mandiri sepenuhnya. Kemajuan teknologi juga ikut menunjang wanita untuk bersikap negatif terhadap kekerasan dalam pacaran, seperti dengan adanya pengaruh iklan-iklan layanan masyarakat tentang tindakan kekerasan dapat membuat baik wanita yang mandiri maupun yang tidak mandiri mengambil sikap negatife atas segala bentuk kekerasan, sehingga baik yang mandiri maupun yang tidak mandiri, sama-sama cenderung bersikap negatif terhadap kekerasan.
Adapun, dari angket kemandirian wanita pada mahasiswa psikologi yang berjenis kelamin wanita diperoleh rata-rata sebesar 139,3810 dengan standar deviasi sebesar 16,23261 dan termasuk dalam kategori tingkat kemandirian wanita tinggi. Sedangkan pada angketSikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran pada mahasiswa psikologi berjenis kelamin wanita diperoleh rata-rata sebesar 60,7937 dengan standar deviasi sebesar 11,61501 dan termasuk dalam kategori negatif. Jadi dapat disimpulkan, meskipun
(3)
korelasinya negative namun signifikannya tidak memenuhi syarat sehingga tolah H1 dan terima H0. Dengan kata lain, tidak ada hubungan yang negative dan signifikan antara kemandirian wanita dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak ada korelasi yang negatif dan signifikan antara kemandirian wanita dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran.
2. Nilai meanangket kemandirian wanita sebesar 139,3810 dengan standar deviasi sebesar 16,23261 dan termasuk dalam kategori tingkat kemandirian wanita tinggi. 3. Nilai mean angketSikap terhadap Kekerasan dalam Pacaran sebesar 60,7937 dengan
standar deviasi sebesar 11,61501 dan termasuk dalam kategori negatif. B. Saran
1) Mahasiswa
Agar mahasiswa tahu, apa saja yang bisa berkorelasi dalam mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran, sehingga bisa lebih mengontrol sikap di lingkungan sosialnya terutama pada mahasiswa psikologi yang berjenis kelamin wanita. Selain itu diharapkan mahasiswa wanita bisa saling membantu mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran. Berdasarkan hasil penelitian, sikap terhadap kekerasan dalam pacaran tidak dapat dihindari meskipun mahasiswa wanita tersebut dikatakan mandiri. 2) Bagi keluarga
Agar lebih mengetahui siapa teman-teman dan kegiatan apa saja yang dilakukan oleh anak mereka sehingga orang tua dapat mengontrol faktor-faktor yang bisa
(4)
meningkatkan serta menghambat seorang wanita mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran. Orang tua juga harus lebih mendorong anak-anak wanita mereka untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam tidakan kekerasan dalam pacaran baik di lingkungan pendidikan maupun di luar lingkungan pendidikan.
3) Bagi masyarakat
Lebih memperhatikan individu sekitar mereka sehingga bersama-sama dengan orang tua dapat mengawasi dan mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran yang mungkin terjadi disekitar mereka.
4) Bagi peneliti lain
Adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai untuk dapat dilakukan penelitian selanjutnya mengenai korelasi kemandirian wanita dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat memberikan masukan bagi penelitian selanjutnya, seperti misalnya penggunaan sampel. Pada penelitian selanjutnya, penggunaan sampel bisa diperbanyak jumlahnya, selain itu bisa juga ditambah dari fakultas yang lain, seperti misalnya dari fakultas Theologi, FTI dan fakultas-fakultas lainnya di UKSW. Selain itu, bisa juga dengan ditambah variabel-variabel lainnya, seperti pengalaman pribadi, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama yang berkaitan dan perlu diteliti lebih dalam. Selain itu perlu ditinjau pula faktor-faktor yang mungkin memengaruhi seorang individu untuk mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran yang tidak dapat dikontrol oleh penulis, seperti misalnya hubungan dengan orangtua mereka, lingkungan tempat tinggal siswi, dan masih banyak faktor lain yang dapat memengaruhi untuk mengambil sikap terhadap kekerasan dalam pacaran.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, T. (1994). “Persepsi Pria dan Wanita Terhadap Kemandirian”. Jurnal
Psikologi.Yogyakarta: Universitas Gajah Mada No. 1 Hal : 7-13
Arie, D.A., Endang, S.I. & Tri, P. A. (2006). “Hubungan Antara Kemandirian dengan Sikap Terhadap Kekerasan Suami Pada Istri yang Bekerja di Kelurahan Smapangan Kec. Gajah Mungkur Kota Semarang”. Semarang : Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Vol. 3, No. 1, Juni 2006.
Azwar, S. (2000). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Liberty.
Ghozali, I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Undip
Guilford J.P., Benjamin Fruchter. (1956) Fundamental Statistic in Psychology and Education, 5th ed, Mc-Graw-Hill, Tokyo
Hadi, M.S dan Aminah, S. (2000). Kekerasan Dibalik Cinta. Yogyakarta : Rifka Annisa Women’s Crisis Center.
Hayati, E. N. (2000). Panduan Untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan : Konseling Berwawasan Gender. Yogyakarta : Rifka Annisa Women’s Crisis Center.
KOMNAS Perempuan. (2014). Kegentingan Kekerasan Seksual, Lemahnya Upaya Penanganan Negara. Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2013. Jakarta : KOMNAS Perempuan.
Mayasari, F. (2000). Perilaku Seksual Remaja Dalam Berpacaran Ditinjau Dari Harga Diri Berjenis Kelamin. Tesis. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada: tidak diterbitkan
Nuryoto, S. (1992). Kemandirian Remaja Ditinjau Dari Tahap Perkembangan, Jenis Kelamin dan Peran Jenis. Tesis. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada: tidak diterbitkan)
(6)
Rahayu, H.P. (2000). “Kekerasan Dalam Pacaran : Wacana Informatif Bagi Perempuan,” Jawa Pos. 30 Agustus (2000)
Reputrawati, An. (2000). Janji Gombal : Kisah Nyata Kekerasan Dalam Pacaran. Yogyakarta : Rifka Annisa Women’s Crisis Centre.
Triningtyasasih. (1998). Pengalaman Sebuah Women’s Crisis Centre. Dalam Nathalie K. Kekerasan Terhadap Perempuan : Program Seri Lokakarya Kesehatan Perempuan. Jakarta : Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.
Tuty, D dan Abdul M.S. (2013). “Strategi Pembelajaran dan Kemandirian Hasil Belajar Kewirausahaan”. Medan : Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol.6, No.2, Oktober 2013, ISSN : 1979-6692