Analisis Pertanggungjawaban Pidana Penjualan Sapi Glonggongan Dalam Hukum Pidana Indonesia.

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENJUALAN SAPI
GLONGGONGAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA
Denny Yulianto Swastika
11011007308

ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia akan pangan
semakin tinggi, sehingga wajar apabila harga-harga kebutuhan pangan ini selalu
meningkat dalam setiap tahunnya. Salah satu kebutuhan akan pangan yang harganya
selalu meningkat adalah daging sapi. Kenaikan harga daging ini menjadi ajang
pemanfaatan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sebagai lahan untuk
mencari keuntungan dalam jumlah besar secara instan. Salah satunya adalah menjual
bahan pangan dari hewan yang tidak sehat dan tidak aman yaitu daging sapi
gelonggongan. Hukum di Indonesia sendiri telah memberikan suatu perlindungan
hukum bagi masyarakat / konsumen terkait penjualan daging sapi gelonggongan
tersebut, namun dalam praktiknya kasus-kasus penjualan daging sapi glonggongan ini
masih sering kali terjadi dimasyarakat. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui
bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku penjualan daging sapi gelonggongan
dalam hukum pidana Indonesia dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
penegakan hukum terhadap pelaku sapi glonggongan di indonesia.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis

normatif dan dibantu dengan pendekatan yuridis empiris. Asas-asas hukum dalam UU,
bahan tulisan ilmiah yang berkaitan langsung dengan objek penelitian dan bahan
penelitian yang berkaitan dengan kerjasama Dinas Peternakan, dan Dinas Ketahanan
Pangan. Serta data wawancara Narasumber yaitu pelaku usaha daging sapi dan
konsumen yang dikumpulkan guna menguatkan penelitian ini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa
pertama, Penjualan daging sapi glonggongan adalah merupakan perbuatan tindak
pidana yang melanggar beberapa ketentuan pasal yaitu Pasal 8 Undang-undang no 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Pasal 378 KUHP, dan pasal 21 Undangundang No 7 Tahun 1996. Dengan menerapkan beberapa ketentuan pasal tersebut
serta dengan tidak terpisahkannya menerapkan beberapa anasir-anasir apa saja
seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana maka para pelaku dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana sesuai dengan kententuan pasal perundangundangan. Kedua penegakan hukum pidana terhadap sapi glonggongan di Indonesia
yang terjadi saat ini masih belum berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Hal ini
dikarenakan adanya 5 faktor yang terdiri dari undang-undang, penegak hukum,
masyarakat, sarana dan fasilitas serta budaya masyarakat mempengaruhi efektif atau
tidaknya suatu penegakan hukum berjalan dengan baik, namun dari kelima faktor
tersebut, faktor penegak hukum, masyarakat dan budaya mempengaruhi tidak
efektifnya penegakan hukum terhadap pelaku penjualan daging sapi glonggongan.

iv